Diam! Siapa kau yang berani mengaturku! Kau bukan pacarku, kau bukan
saudara ku dan bahkan kau bukan keluargaku! Apa hakmu menasihatiku?!
Ingatlah Evelyn, kau bukan siapa-siapa bagiku!!
Masih terngiang-ngiang bentakan Rain siang tadi, tepat di belakang kelas
XI IIS 4, kelas yang dihuni oleh teman masa kecilnya, Jayden Junior.
Bentakan yang sangat membuat Evelyn sadar bahwa apa yang
dikatakannya memang benar. Sembari membenamkan kepalanya ke
dalam rangkulan kedua tangannya di meja sebab entah mengapa rasa
pusing menggerayangi kepalanya.
Maafkan aku, aku harus melakukan ini.. benar! Apa yang kau katakan
memang benar aku bukan siapa-siapa!!
Evelyn!! bentakan pak Kogo mengagetkannya sampai ia terlonjak
berdiri siap menghadap gurunya yang sedang berdiri juga di depan
mejanya.
Apa yang sedang kau pikirkan? Kerjakan soal itu! bentaknya sekali lagi
sembari menunjuk ke sebuah papan tulis cukup kotor dengan deretan soal
matematika yang telah tertulis dengan rapi.
Evelyn mengangguk pelan dan langsung berjalan ke depan kelas.
Beberapa siswa nampak melihatnya sambil menahan tawa. Ini pertama
kalinya Evelyn siswa terpintar di kelasnya mendapat bentakan dari guru
matematika terkiller di sekolahnya. Evelyn mengambil sebatang kapur
dari sebuah kotak berwarna hijau di sudut bawah papan tulis soal pun
mulai dikerjakannya. Tidak sampai 7 menit soal itu telah selesai
dikerjakan Evelyn, sebuah kebanggaan terlihat dari raut wajah pak Kogo.
Pak Kogo segera menghampiri Evelyn dan merangkul pundaknya di
hadapan semua siswa di kelas.
Lihatlah ini, walau dia yang paling muda di antara kalian, yang paling
kecil di antara kalian, dan satu-satunya Yatim Piatu di antara kalian, tapi
prestasinya pun yang paling tinggi di antara kalian, kalian harus
mencontohnya! tepuk tangan dari semua siswa menyertai perkataan pak
Kogo. Tanpa mereka sadari, Evelyn terlepas dari rangkulan pak Kogo
hingga dia terjatuh pingsan di lantai, sontak semua siswa berdiri terkejut
dan langsung menghampirinya. Pak kogo dan semua siswa
mengerubunginya seketika, wajah Evelyn berubah menjadi pucat pasi.
Di pihak lain, mentang-mentang jam pelajaran olah raga ini kosong,
beberapa siswa terlihat sedang duduk santai di sebuah bangku di depan
Ruang UKS sedang berbicara dengan seorang dokter wanita penjaga UKS,
Mrs Fafa. Jayden tak dapat mendengar jelas apa yang dikatakan Mrs Fafa,
tapi yang pasti dari ekspresi yang ditunjukkan mereka setidaknya bisa
membuat Jayden sedikit mengerti.
Kau pasti baik-baik saja bukan? lirihnya yang langsung bersembunyi
ketika teman-teman Evelyn berjalan untuk kembali ke kelas bersama
penjaga UKS yang entah mengapa ikut pergi. Setelah mereka nampak
menjauh, Jayden berjalan mengendap-endap menuju pintu UKS sambil
tetap mengawasi perjalanan pengawas UKS. Pintu yang tidak terkunci
membuat Rain bersyukur karenanya. Ia membuka pintu dengan sangat
perlahan agar tak ada suara yang mengagetkan dan megganggu Evelyn.
Tanpa mencopot sepatu ia masuk lalu menutup pintu dengan perlahanlahan. Ada banyak lemari obat ditemuinya, sebuah gorden putih menutupi
sebuah ruangan di samping ruang obat, tanpa ragu Rain membukanya
dengan cepat.
Eve! teriaknya kaget. Ya, Evelyn sedang berbaring diselimuti selimut
tebal dan menatapnya terkejut.
Untuk apa kau kemari Jay? Rain bergerak cepat duduk ke sebuah kursi
di samping ranjang Yuki.
Kau bangun cepat sekali, perasaan baru 20 menit yang lalu aku melihat
kau pingsan, tapi sekarang kau,
Itu tak penting, untuk apa kau datang ke mari? Aku tak pernah
mengundangmu,
Aku ke mari karena aku peduli padamu! Sebenarnya kenapa dan
bagaimana kau bisa pingsan? Apa kau sedang sakit? Katakan padaku!
paksa Jayden. Evelyn tersenyum sinis, Jay, kau bukan siapa-siapa bagiku,
jadi jangan mempedulikanku dan ku beritahu kau sesuatu, seperti
keinginanmu tadi, aku akan segera menghilang dari hadapanmu,
Seketika Jayden berdiri terkejut, Apa maksudmu? Kau akan pergi?
Vanesa 8D/30