Anda di halaman 1dari 138

ABSTRAK

Nama
Nim
Fak/Jur

: Ady Putra
: 35.11.4.133
: Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan/Pendidikan
Matematika
Pembimbing
: Dr.Indra Jaya, M.Pd
Judul
:
Perbedaan
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
dan
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
yang diajar dengan Model Pembelajaran
Matematika Realistik dan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Problem Based Introduction
di Kelas VIII MTs. Cerdas Murni Tembung
Tahun Ajaran 2015-2016
Kata Kunci
: Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan
Masalah, Pembelajaran Matematika Realistik, Pembelajaran
Kooperatif tipe Problem Based Introduction
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar dengan model
pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif tipe problem
based introduction di kelas VIII MTs. Cerdas Murni Tembung tahun ajaran 20152016
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian quasi
eksperimen. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Cerdas Murni
tembung tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 79 siswa.
Analisis data dilakukan dngan analisis varian (ANAVA). Hasil Temuan ini
menunjukkan : 1) Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika anatara siswa yang diajar dengan
pembelajaran Matematika Realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Introduction pada materi relasi fungsi. 2) Terdapat
perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematika anatara siswa yang diajar
dengan pembelajaran Matematika Realistik dan siswa yang diajar dengan
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction. 3) Terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran Matematika Realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Introduction. 4)Terdapat interaksi yang signifikan
antara model pembelajaran yang di gunakan terhadap kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi relasi fungsi
Simpulan penelitian ini menjelaskan bahwa Siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kreatif lebih sesuai diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Problem Based Introduction dan kemampuan pemecahan masalah matematika
lebih sesuai diajarkan dengan Pembelajaran matematika realistik.
Pembimbing Skripsi

Dr. Indra Jaya, M.Pd


1

NIP. 19700521 200312 1 004

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala


limpahan anugerah dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga Penelitian skripsi ini
dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Tidak lupa shalawat serta salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang merupakan contoh tauladan dalam
kehidupan manusia menuju jalan yang diridhoi Allah Swt. Skripsi ini berjudul
Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Matematika
Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction di
Kelas VIII MTs. Cerdas Murni Tembung Tahun Ajaran 2015-2016 dan
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I) di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera
Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis berterima kasih kepada
semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi
dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus dalam kesempatan ini Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Indra Jaya, M.Pd selaku Pembimbing Skripsi di tengah-tengah
kesibukannya telah meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan
dengan sabar dan kritis terhadap berbagai permasalahan dan selalu mampu

memberikan motivasi bagi Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan


dengan baik.
2. Pimpinan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SU Medan, terutama
dekan, Bapak Prof. Dr.Syafaruddin, M.Pd dan ketua jurusan Pendidikan
Matematika Ibu Dr. Siti Halimah, M.Pd yang terus memberika semangat lebih
dalam proses penyelesaian skripsi ini secara pribadi dan menyetujui judul ini,
serta memberikan rekomendasi dalam pelaksanaannya sekaligus menunjuk
dan menetapkan dosen senior sebagai pembimbing secara kelembagaan.
3. Ibu Dr. Hj Khadijah M.Ag. selaku Penasehat Akademik yang banyak memberi
nasehat kepada penulis dalam masa perkuliahan.
4. Staf-Staf Jurusan Pendidikan Matematika (Bu Fibri selaku sekretaris jurusan,
Pak Nuh, Pak Isran, dan Kak Lia yang banyak memberikan pelayanan
membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini).
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik penulis selama menjalani
pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SU Medan
6. Seluruh pihak MTs. Cerdas Murni Tembung, terutama Kepala Sekolah MTs
Cerdas Murni Tembung, Bapak Sumarlan, S.Pd, Guru-guru, Staf/Pegawai, dan
siswa-siswi di MTs Cerdas Murni Tembung. Terima kasih telah banyak
membantu dan mengizinkan Penulis melakukan penelitian sehingga skripsi ini
bisa selesai.
7. Yang paling Istimewa kepada kedua orang tercinta yakni Ayahanda H.
Badalun Puadi dan Ibunda Hj. Siti Hawa. Karena berkat beliaulah skripsi ini
dapat terselesaikan dan berkat kasih saying dan pengorbanan yang tak

terhingga ananda dapat menyelesaikan studi sampai kebangku sarjana.


Semoga Allah memberikan balasan yang tak terhingga dengan surga yang
mulia. Amin
8. Teman-teman seperjuangan di Kelas PMM-5 UIN SU stambuk 2015, yang
menemani dan memberikan semangat selalu saat Peneliti mulai pesimis.
9. Sahabat-sahabat HMJ PMM yang selalu mendukung penulis dalam
menyelasaikan skripsi ini, Sahabat Rizal Sekretaris umum dan sahabat terbaik
saya. Nurfadillah Bendahara umum dan Dewi Astuti Ramadani Guci wakil
bendahara yang mendukung penuh proses penyelesaian studi ini. Dan para
senior PMM yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi dalam proses
perkuliahan abangda Abdul Halim Munthe dan Ibnu Raash Aleslamy
10. Serta semua pihak yang tidak dapat Penulis tuliskan satu-persatu namanya
yang membantu Penulis hingga selesainya Penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta
Saudara/I, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya.
Penulis telah berupaya dengan segala upaya yang Penulis lakukan dalam
penyelesaian skripsi ini. Namun Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga isi skripsi ini bermanfaat dalam
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Amin.

Medan, November 2015

(Ady Putra)

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................vi
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah.......................................................................1

B.

Identifikasi Masalah............................................................................7

C.

Batasan Masalah................................................................................ 7

D.

Rumusan Masalah.............................................................................. 8

E.

Tujuan Penelitian............................................................................... 9

F.

Manfaat Penelitian............................................................................. 9

BAB II..............................................................................................................................11
LANDASAN TEORITIS
Kerangka Teori................................................................................ 11

A.
1.

Hakikat Matematika......................................................................11

2.

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika...........................................14

3.

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika......................................17

4.

Pembelajaran Matematika Realistik...................................................19

5.

Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction......................24

6.

Teori Belajar yang Relevan..............................................................30

7.

Materi Relasi dan Fungsi................................................................32

B.

Kerangka Berpikir............................................................................35

C.

Penelitian Yang Relevan.....................................................................41

D.

Hipotesis Penelitian..........................................................................42

BAB III............................................................................................................................44
METODE PENELITIAN
A.

Jenis Penelitian................................................................................ 44

B.

Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................44

C.

Populasi dan Sampel.........................................................................44


1. Populasi........................................................................................ 44

2. Sampel......................................................................................... 45
D.

Desain Penelitian............................................................................. 46

E.

Defenisi Operasional.........................................................................47

F.

Teknik Pengumpulan Data..................................................................48

G.

Instrumen Pengumpulan Data..............................................................49

H.

Teknik Analisis Data.........................................................................58

I.

Hipotesis Statistik............................................................................ 62

BAB IV............................................................................................................................64
HASIL PENELITIAN
A.

Hasil Penelitian............................................................................... 64

B.

Pengujian Persyaratan Analisis............................................................88


1.

Uji Normalitas............................................................................. 88

2.

Uji Homogenitas...........................................................................93

3.

Pengujian Hipotesis.......................................................................94

BAB V...........................................................................................................................112
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN................................................................112
1.

Kesimpulan.................................................................................. 112

2.

Implikasi..................................................................................... 113

3.

Saran.......................................................................................... 116

DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................................
.........118

DAFTAR lAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tahun 2015 ini adalah awal dari era ASEAN Community yang menuntut
setiap manusia untuk dapat bersaing dalam segala hal, Indonesia adalah bagian
terbesar dari komunitas tersebut maka negara ini akan menjadi tujuan utama
bangsa lain untuk dapat menguasai semua sektor yang ada di Indonesia, tentunya
untuk menghadapi hal tersebut Indonesia membutuhkan kualitas sumber daya
manusia yang baik, kualitas tersebut hanya bisa dicapai melalui pendidikan.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pengembangan potensi
diri manusia hanya bisa dicapai melaui pendidikan, pendidikan yang baik dan
ideal tentunya akan menghantarkan bangsa pada cita-cita pendidikan nasional
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Perbaikan-perbaikan dalam dunia
pendidikan menjadi cara terbaik mengatasi problematika pendidikan di Indonesia.

1 Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya), h. 10.

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan


kualitas sumber daya manusia. Karena itu, pendidikan yang diberikan melalui
bimbingan,

pengajaran

dan

latihan

harus

mampu

memenuhi

tuntutan

pengembangan potensi peserta didik secara maksimal, baik potensi intelektual,


spiritual, sosial, moral, maupun estetika sehingga terbentuk kedewasaan atau
kepribadian seutuhnya.2
Matematika sebagai bagian dari pendidikan yang hadir mulai dari jenjang
sekolah dasar sampai perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam setiap
kehidupan sehari-hari dan dalam setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Namun dibalik pentingnya pelajaran matematika tersebut kenyataan
yang dihadapi dilapangan masih jauh dari yang diharapkan. Hasil belajar dan
kemampuan matematika siswa diberbagai tingkatan pendidikan masih rendah
yang disebabkan oleh beragam faktor yang berpengaruh didalam proses
pembelajaran matematika baik faktor internal dan eksternalnya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
pada tanggal 20 April 2015, Bapak Sumarlan S.Pd (guru matematika MTs Cerdas
Murni Tembung) menyatakan bahwa sebanyak 60% siswa di MTs Cerdas Murni
Tembung memperoleh nilai dibawah standar kelulusan yang ditetapkan sekolah
dengan nilai rata-rata yang diperoleh siswa 60 sedangkan standar yang diterapkan
disekolah adalah 85. Beliau juga menyampaikan siswa sering keliru menjawab
soal dalam bentuk essay tes. Kebanyakan siswa hanya berpikir monoton mereka
bisa menyelesaikan soal matematika ketika bentuk soal dan contoh yang diberikan
sama persis.
2 Syafaruddin dkk, Inovasi Pendidikan Suatu Analisis Terhadap Kebijakan Baru
Pendidikan (Medan: Perdana Publishing, 2012), h. 1

Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran matematika yang


sedang berlangsung terlihat bahwa guru mendominasi proses pembelajaran dan
kurangnya penggunaan media dalam proses mengajar yang dilakukan. Hanya
beberapa siswa yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran yang
berlangsung sedangkan sebagian yang lain tidak terlibat dan hanya mendengarkan
bahkan beberapa siswa melakukan aktivitas diluar konteks pembelajaran seperti
diam saja tidak melakukan apa-apa, mengantuk, mengganggu teman yang lain dan
keluar masuk kelas. Hal itu tentunya akan membuat kesenjangan kemampuan
matematika siswa yang berada dikelas tersebut, Bapak sumarlan juga mengakui
hal tersebut, beliau mengatakan kemampuan matematika siswa dikelasnya tidak
merata dan itu membuatnya merasa kesulitan dalam mengajar.
Sementara itu ketika peneliti mewawancarai siswa tentang pembelajaran
matematika yang telah mereka lalui kebanyakan siswa mengatakan bahwa mereka
tidak menyukai pelajaran matematika karena pelajaran tersebut sangat sulit dan
tidak bisa dimengerti. Namun mereka mengatakan bahwa mereka senang belajar
matematika kalau belajar dilakukan menggunakan alat peraga dan belajar
berkelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti
dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran monoton yang dilakukan guru pada
kelas tersebutlah yang menyebabkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
tidak optimal, siswa tidak mampu mengembangkan contoh soal yang ada untuk
menyelesaikan soal yang dihadapinya, ide-ide kreatif siswa dalam menyelesaikan
soal-soal yang dihadapinya tidak muncul, padahal kemampuan tersebut sangat
dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan soal matematika. Pemikiran monoton dan

tidak kreatif ini tentunya akan merugikan siswa dan akan berdampak buruk
terhadap minat belajar matematika siswa pada materi berikutnya. Kalaupun ada
siswa yang mampu menyelesaikan soal yang diberikan guru tersebut penyebabnya
pasti dari luar kelas seperti bimbingan belajar dan lain sebagainya.
Kemampuan berpikir kreatif seseorang akan mendatangkan ide atau
gagasan baru dalam menghadapi permasalahan, semakin banyak ide dan gagasan
yang muncul semakin banyak pula jawaban yang dapat diberikan dari
permasalahan yang dihadapi. Maka semakin baik kemampuan berpikir kreatifnya
akan semakin baik pula kemampuan pemecahan masalahnya. Karena dengan
kemampuan berpikir kreatifnya akan banyak alternatif jawaban yang muncul
terhadap permasalahan yang dihadapinya. Jelas kedua kemampuan ini sangat erat
hubungannya dalam menentukan keberhasilan pembelajaran matematika.
Kemampuan pemecahan masalah dapat dijadikan sebuah tolak ukur
keberhasilan sebuah pembelajaran. Karena semua pembelajaran matematika yang
dilakukan akan dihadapkan dengan permasalahan dan soal sebagai bahan evaluasi
pembelajaran. Kemampuan pemecahan masalah juga merupakan tujuan utama
pembelajaran matematika sesuai dengan standar isi untuk satuan Pendidikan
Nasional No. 22 Tahun 2006 yaitu :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau gagsan dan
pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,


merancang model matematika, menyelesaikan dan menapsirkan solusi yang di
peroleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian dan minat dalam pemebelajaran matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.3
Untuk memperbaiki permasalahan yang terjadi disekolah tersebut perlu
adanya strategi agar dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah siswa, dan mengacu pada hasil wawancara
dengan siswa di sekolah tersebut peneliti menduga untuk mengembangkan kedua
kemampuan tersebut adalah pembelajaran matematika realistik (PMR) dan
pembelajaran Kooperatif tipe Problem Based Introduction (Pembelajaran Berbasis
Masalah) PBI.
Model pembelajaran matematika realistik merupakan model pembelajaran
yang menekankan pada siswa belajar aktif dan bermakna dengan menghubungkan
materi dengan kehidupan nyata4. Model ini akan membuat pemikiran siswa
menjadi lebih terbuka dan luwes sehingga pembelajaran matematika tidak
dianggap sebagai pembelajaran yang abstrak dan tidak bermanfaat. Sekurangkurangnya pembelajaran matematika realistik dapat memberikan dampak yang
positif seperti:

3 Permendiknas No.22 Tahun 2006. Standar Isi, h. 346


4 M. Ali Hamzah & Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014), h. 366

1. Matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan
tidak terlalu abstrak
2. Mempertimbangkan kemampuan siswa
3. Pembelajaran matematika menekankan pada prinsip learning by doing
(belajar sambil berbuat)
4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan
penyelesaian yang baku
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.5
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran
yang melibatkan siswa dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah melalui
tahapan ilmiah. Model ini akan membimbing siswa memahami konsep
matematika melalui soal dan permasalahan sehari-hari yang sering ditemui siswa.
Menurut Djamarah Pemecahan Masalah mempunyai kelebihan yaitu merangsang
pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena
dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti
permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya. 6 Masalah
akan dikembangkan dan diselesaikan oleh siswa hingga akhirnya guru membantu
siswa untuk membuat kesimpulan dan menekankan kesimpulan tersebut pada
materi matematika yang diajarkan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kemampuan penalaran dan kemampuan pemecahan massalah di MTs.
Guppi Pangkatan dengan judul Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif dan
5 Erman Suherman, dkk. 2001. Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JCA-UPI, h. 125
6 Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,1996). h.
104-105.

Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang diajar dengan Model


Pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction di Kelas VIII MTs. Cerdas Murni Tembung
Tahun Ajaran 2015-2016.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Siswa tidak mampu menciptakan solusi solusi permasalahan matematika
yang baru.
2. Pembelajaran matematika yang berlangsung tidak mengembangkan
kreatifitas siswa.
3. Siswa sulit untuk bisa memberikan jawaban yang bervariasi dari masalah
matematika yang dihadapinya.
4. Siswa masih merasakan kesulitan dalam menyelesaikan masalah
matematika yang di berikan.
5. Keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran belum merata.
6. Guru kurang mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan seharihari.
7. Strategi pembelajaran yang di gunakan oleh guru kurang tepat dalam
menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka perlu
adanya pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan
yang akan diteliti. Peneliti hanya meneliti antara siswa yang diajar dengan model
pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif Tipe Problem

Based Introduction untuk melihat perbedaan kemampuan siswa. Adapun


kemampuan siswa yang dimaksud yaitu kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada masing-masing
pembelajaran dengan materi pokok Lingkaran. Dalam hal ini akan dilihat hasil
belajar siswa pada materi pokok Lingkaran dengan menggunakan masing-masing
strategi. Peneliti juga membatasi sub topik lingkaran hanya pada garis singgung
lingkaran.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika
realistik lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Introduction ?
2. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan
model pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa yang
diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction ?
3. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar
dengan model pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa
yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Introduction?

4. Apakah

terdapat

interaksi

antara

model

pembelajaran

terhadap

kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan
pembelajaran

masalah

matematika

matematika

realistik

siswa
dan

yang
siswa

diajar
yang

dengan

model

diajar

dengan

pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction.


2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar
dengan model pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction.
3. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajar dengan model pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction.
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
F. Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan penelitian yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini berguna sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti, mendapatkan pengalaman langsung dan gambaran dalam
pelaksanaan model pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran
kooperatif tipe problem based introduction yang efektif dan berguna untuk

10

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan


masalah matematika siswa
2. Bagi Siswa, penerapan model pembelajaran matematika realistik dan
pembelajaran Kooperatif tipe problem based introduction memberikan
dorongan kepada siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran dan memiliki
kemampuan kreatif serta kemampuan pemecahan masalah matematika yang
baik, dan mengenal matematika dalam kehidupan sehari-hari serta
kemampuan kerja sama dalam berkelompok.
3. Bagi Guru Matematika dan Sekolah, memberi alternatif dan variasi model
pembelajaran matematika yang baru agar dapat dikembangkan menjadi lebih
baik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
4. Bagi Kepala Sekolah, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pengelolaan pendidikan disekolahnya dalam mengambil
kebijakan inovasi pembelajaran matematika maupun pelajaran lain.
5. Bagi Pembaca, sebagai bahan informasi dan referensi bagi pembaca atau
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.
6. BAB II
7. LANDASAN TEORITIS

A. Kerangka Teori
1. Hakikat Matematika
8.
Matematika berasal dari akar kata mathema artinya
pengetahuan, mathenein artinya berpikir atau belajar. Matematika adalah
suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.7

7 Herman Hudojo, 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.


Malang: UM Press, h.37.

11

9.

Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan matematika

adalah ilmu tentang bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur


operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.8
10.

Menurut

Sukardjono

dalam

M.

Ali

Hamzah

dan

Muhlisrarini mengemukakan bahwa Matematika adalah cara atau metode


berpikir dan bernalar, bahasa lambang yang dapat dipahami oleh semua
bangsa berbudaya, seni seperti pada musik penuh dengan simetri, pola,
dan irama yang dapat menghibur, alat bagi pembuat peta arsitek, navigator
angkasa luar, pembuat mesin dan akuntan.9
11.

Menurut Sri Anitah W dkk dalam M. Ali Hamzah dan

Muhlisrarini mengemukakan definisi matematika:10


a. Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi
b. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak.
c.
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubunganhubungannya
d.
Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya
yang diatur menurut urutan yang logis

8 M. Ali Hamzah & Muhlisrarini, op.cit .,h.48


9 Ibid, h. 48
10 Ibid, h.47-48

12

e.

Matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang


didasarkan pada observasi (induktif) tetapi diterima generalisasi yang

didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.


f.
Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari
unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau
g.

postulat akhirnya ke dalil atau teorema.


Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan besaran,
dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi
kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
12.
Menurut Hamzah, matematika adalah sebagai suatu bidang
ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan
berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi,
analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai
cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis.11
13.
Menurut Paling (dalam Abdurrahman) mengatakan bahwa
matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap
masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi,
menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan
pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan
menggunakan hubungan-hubungan.12
14.
Dari uraian diatas,

matematika

merupakan

ilmu

pengetahuan yang bersifat universal dan sangat diperlukan manusia untuk


11 Hamzah B.Uno. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar
Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara, h. 129
12 Mulyono Abdurrahman. Anak Berkesulitan Belajar : Teori, Diagnosis,
dan Remediasinya ( Jakarta : Rineka Cipta, 2012), h. 203

13

perkembangan kemampuan berpikir, logika, analisis dalam menjalani


kehidupannya.

Didalam

Islam

juga

diperintahkan

untuk

belajar

matematika, Allah swt berfirman dalam Q.S. Yunus Ayat 5:

16. Artinya:
17. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
18.

Dari ayat diatas Allah mengajarkan kita bahwa peredaran

bulan dan matahari dapat digunakan untuk menetapkan bilangan tahun dan
perhitungan waktu lainnya. Untuk memperoleh pengetahuan tentang
perhitungan waktu tersebut digunakanlah ilmu matematika. Jadi secara
tidak

langsung Allah

menyuruh

hamba-hambanya

untuk

belajar

matematika agar kita mengetahui kebesaran-kebesaran-Nya.


19.
Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa setiap orang
sangat membutuhkan ilmu matematika dalam menjalani kegiatannya
karena aplikasi ilmu matematika sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Matematika adalah pengetahuan yang terstruktur dan dapat
mengembangkan kemampuan berpikir, logika, penalaran dan analisis yang

.15

14

baik bagi seseorang yang memahaminya. Namun belajar matematika ibarat


menaiki anak tangga, harus dimulai dari anak tangga yang paling bawah
barulah bisa mencapai tangga yang paling tinggi. Kalau melompat dari
anak tangga bawah ke anak tangga yang jauh di atasnya resikonya adalah
terjatuh. Begitu juga belajar matematika harus ditekuni dan bertahap mulai
dari matematika dasar sampai matematika tingkat perguruan tinggi.
Ilmunya saling berkaitan dan bertingkat antara materi yang satu dengan
yang lainnya.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
20.

Kemampuan adalah potensi yang dimiliki seseorang dalam

melakukan sebuah kegiatan yang diperoleh melalui latihan atau bawaan


dari lahir. Berpikir adalah proses mental yang memerlukan kemampuan
mengingat dan memahami suatu persoalan.
21.
Russefendi dalam Susanto mengemukakan bahwa manusia
yang kreatif adalah manusia yang selalu ingin tahu, fleksibel, sensitif
terhadap reaksi dan kekeliruan, mengemukakan pendapat dengan teliti dan
penuh keyakinan tidak bergantung pada orang orang lain, berpikir ke arah
yang tidak diperkirakan, berpandangan jauh, cakap menghadapi persoalan,
tidak begitu saja menerima suatu pendapat, dan kadang susah diperintah.13
22.
Sund (dalam Slameto) menyatakan bahwa individu dengan
potensi kreatif memiliki ciri sebagai berikut:14
a. Hasrat keingintahuan yang cukup besar
b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru
13 Ahmad Susanto. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, h. 106-107.

15

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Panjang akal
Keinginan untuk menemukan dan meneliti
Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit
Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
Berpikir fleksibel
Menangani pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih

j.
k.
l.
m.

banyak
Kemampuan membuat analisis dan sitesis
Memiliki semangat bertanya serta meneliti
Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas
23.
Ahmad

Komponen berpikir kreatif, menurut Munandar (dalam

Susanto),

bahwa

pemikiran

kreatif

menurut

kelancaran,

keluwesan, dan kemandirian dalam berpikir serta mengembangkan


gagasan, maka dapat mengajukan pertanyaan yang baik termasuk pula
dalam berpikir kreatif.15
24.
Tahapan-tahapan yang ditempuh dalam berpikir kreatif
menurut para psikolog adalah sebagai berikut:
a. Orientasi: Masalah dirumuskan dan aspek-aspek masalah diidentifikasi.
b. Preparasi: Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
relevan dengan masalah.
c. Inkubasi : Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan
dengan jalan buntu. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berlangsung
terus dalam jiwa bawah sadar kita.
d. Iluminasi: Masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh macama ilham,
serangkaian insight yang memecahkan masalah.
14 Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta, h. 147-148.
15 Ahmad Susanto, Op. cit, h.113

16

e. Verifikasi: Tahap terakhir untuk menguji cara kritis menilai pemecahan masalah
yang diajukan pada tahap keempat.16
25.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

berpikir kreatif adalah proses mental yang bersifat mandiri, luwes,


fleksibel dan sensitif untuk menemukan suatu gagasan baru yang bersifat
original dan sulit untuk terpikirkan kebanyakan orang. Orang yang mampu
berpikir kreatif cenderung memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar, oleh
karena itu orang yang memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih sering
bertanya dan mencari tahu akan segala hal yang ada di pikirannya agar
dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Jadi kemampuan
berpikir kreatif matematika adalah kemampuan menemukan gagasan baru
dalam menyelesaikan persoalan matematika. Kemampuan ini yang harus
dimiliki setiap siswa agar dapat mengembangkan ilmu matematikanya.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
26.

Memecahkan masalah adalah aktivitas dasar bagi manusia.

Sebagian besar kehidupan kita berhadapan dengan masalah yang tidak bisa
kita tinggalkan dan harus segera dicari penyelesaiannya. Namun masalah
yang kita anggap sebagai suatu masalah belum tentu menjadi masalah bagi
yang lain.
27.

Menurut Solso pemecahan masalah adalah suatu pemikiran

yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar

16 Mardianto. 2012, Pikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publihing, h.


163-164

17

untuk suatu masalah yang spesifik.17 Sedangkan menurut Abdurrahman


pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam
pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan
keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda.18
28.
Menurut Muhibbin Syah belajar pemecahan masalah adalah
belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau secara sistematis, logis,
teratur dan teliti.19
29.
Pemecahan masalah secara sederhana merupakan proses
penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah
tersebut.

Menurut

membantu

Sanjaya

siswa

untuk

pemecahan

masalah

mengembangkan

dapat

pegetahuan

barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang


mereka

lakukan.

Pemecahan

masalah

juga

dapat

mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik


20
terhadap hasil maupun proses belajarnya.
30.
Menurut Dewey (dalam Slameto)

langkah-

langkah

sebagai

dalam

pemecahan

masalah

adalah

berikut: kesadaran akan adanya masalah, merumuskan

17 Robert L.solso, Otto H.Maclin & Kimberly Maclin. 2008. Psikologi Kognitif. Jakarta:
Erlangga, h. 434
18 Mulyono Abdurrahman. 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta, h. 254
19 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, h. 122
20
Sanjaya . 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Grup, h. 220

18

masalah,

mencari

data

dan

merumuskan

hipotesis-

hipotesis, menguji hipotesis-hipotesis itu dan kemudian


menerima

hipotesis

yang

benar.

Tetapi

pemecahan

masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur,


melainkan dapat meloncat-loncat antara macam-macam
langkah tersebut, lebih-lebih pemecahan masalah-masalah
yang kompleks. 21
31.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan
dasar yang harus dimiliki setiap siswa karena merupakan
tujuan

umum

pembelajaran

matematika.

Pemecahan

masalah juga dapat melatih siswa dalam mengambil


keputusan sebab siswa menjadi mempunyai keterampilan
tentang

mengumpulkan

informasi

yang

relevan,

menganalisis informasi dan meneliti kembali hasil yang


diperolehnya. 22
32.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpilakn bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika adalah potensi
berpikir manusia dalam menemukan penyelesaian masalah yang
dihadapinya. Kemampuan ini merupakan kemampuan dasar yang
harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika karena
kemampuan

pemecahan

masalah

merupakan

tujuan

umum

21 Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta, h. 145.
22 Herman Hudojo, 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: UM Press, h. 130

19

pembelajaran matematika. Setiap pembelajaran matematika akan


menggunakan masalah sebagai alat ukur kemampuan siswa, maka
semakin baik kemampuan pemecahan masalah siswa semakin baik
pula pembelajaran matematikanya. Kemampuan ini juga akan
mempengaruhi kepercayaan diri siswa dalam mengambil keputusan.
4. Pembelajaran Matematika Realistik
33.

Pembelajaran matematika realistik telah lama dikenal

di Belanda yang dikenal dengan nama Realistik Mathematics


Education.

Pembelajaran

matematika

realistik

adalah

pembelajaran yang menekankan pada situasi nyata yang ada di


lingkungan siswa pada proses pembelajaran matematika.
34.
Menurut Blum dan Niss (1991) adalah segala sesuatu diluar
matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika atau kehidupan
sehari-hari dan lingkungan sekitar siswa.23Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) telah lama dikembangkan di Belanda. Matematika
sebagai aktivitas manusia maksudnya manusia harus diberikan kesempatan
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika. Menurut Treffers
(1991) ada dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan
vertikal. Dalam matematika horizontal, siswa menggunakan matematika
untuk mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah yang ada pada
23 Muhammad Putra. Penerapan Model Pembelajaran Matematika
Realistik Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
IV Di Gugus 4 Kecamatan Kuta Utara. Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar
FIP, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Indonesia. Di Akses
pada tanggal 19 februari 2015 jam 15.30

20

situasi nyata. Contoh matematisasi pengidentifikasian, perumusan dan


pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda, merumuskan masalah
kehidupan

sehari-hari

ke

dalam

bentuk

matematika.

Sementara

matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian kembali


pengetahuan yang telah di peroleh dalam simbol matematika yang lebih
abstrak. Contoh matematisasi vertikal adalah penghaluskan/memperbaiki
model,

menggunakan

model

yang

berbeda,

memadukan

dan

mengombinasikan model, membuktikan keteraturan, merumuskan konsep


matematika yang baru, dan penggeneralisasian.
35. Dalam Pembelajaran Matematika Realistik kedua matematisasi horisontal dan
vertikal digunakan dalam proses belajar mengajar. Treffers (1991)
mengklasifikasikan empat pendekatan pembelajaran matematika, yaitu
mekanistik,

emristik,

strukturalis,

dan

realistic.

Mekanistik

lebih

memfokuskan pada drill, empiristik lebih menekankan matematisasi


horizontal, strukturalis lebih menekankan pada matematisasi vertikal,
sedangkan realistik memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi
horizontal dan vertikal dan disampaikan secara terpadu pada siswa.
36.
Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya prinsip yang
mendasari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah situasi
ketika siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide
matematika.

Berdasarkan

situasi

realistic,

siswa

didorong

untuk

mengonstruksi sendiri masalah realistik, karena masalah yang dikonstruksi


oleh siswa akan menarik siswa lain untuk memecahkannya. Proses yang
berhubungan dalam berpikir dan pemecahan masalah ini dapat

21

meningkatkan hasil mereka dalam masalah. Realistic Mathematics


Education (RME) merupakan pembelajaran yang memadukan antara
konsep secara teoritis harus sama atau seimbang dengan realitas
kehidupan. Dengan kata lain, konsep harus dapat direalisasikan dalam
hidup dan kehidupan sebagai fakta nyata dari kehidupan itu sendiri.
37.
Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik adalah aktivitas
konstruktivis, realitas (kebermaknaan proses aplikasi), pemahaman
(menemukan-informal dalam konteks melalui refleksi, informal ke
formal), inter-twinment (keterkaitan interkoneksi antar konsep), interaksi
(pembelajaran sebagai aktivitas sosial) dan bimbingan.
38.
Berdasarkan pendapat di atas, maka

karakteristik

pembelajaran ini adalah:


1

Aktivitas konstruktivisme dan realitas. Dimana antara teori dengan realita

2
3

harus dapat mengaplikasikan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.


Pemahaman dalam menemukan pembelajaran dalam internal.
Interaksi antara siswa dan guru, sebagai bentuk jiwa sosial pada diri siswa.
a Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik
39.

Menurut

Suwarsono

(dikuti

Hadi:2003)

kelebihan

Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebagai berikut :


1

Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara


matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika

pada umunya bagi manusia.


Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh siswa

yang disebut pakar matematika.


Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah
harus sama antara orang yang satu dan yang lainnya.

22

Mempelajari proses pembelajaran matematika merupakan suatu yang utama


dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu

dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.


Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain
yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah,
pendekatan konstruktivisme dan pembelajaran yang berbasis lingkungan dan
konsep matematika dengan cara siswa sendiri.
b Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik
40.

Adapun kelemahan model Pembelajaran Matematika

Realistik adalah :
1

Tidak semua siswa memiliki gaya tangkap yang sama terhadap materi yang
diajarkan oleh guru. Oleh karena itu, hendaknya guru dalam menjelaskan

materi ajar di ulang-ulangi sampai 3 kali.


Ada kalanya tugas siswa tidak diperiksa secara langsung sehingga tidak
diketahui secara pasti tentang daya serap siswa mengikuti pembelajaran pada

saat itu.
Atau, ada kalanya guru tidak mengoreksi hasil kerja siswa yang diberikan
kepadanya. Hal ini dapat menyebabkan presenter buruk bagi guru sendiri dan
bagi siswa sebagai subjek pendidikan dan pengajaran.
41.

Intisari dari model pembelajaran adalah bagaimana

pelaksanaannya secara baik dan benar. Maka dari itu Siklus pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebagai berikut :
42.
Tabel 2.1 Siklus Pembelajaran Matematika Realistik
43. N
O
46. 1

44. Kegiatan Guru


47. Mempersiapkan segala jenis dan
bentuk sarana pembelajaran.

45. Kegiatan Siswa


48. Mempersiapkan alat tulis serta
fasilitas pendukung dalam proses
belajar.

23

49. 2

50. Menjelaskan materi sesuai dengan


aturan atau materi konsep

52. 3

53. Memberikan contoh atau problem


yang sesuai dengan materi ajar

55. 4

56. Memberikan contoh lain untuk


memperkuat konsep yang telah
ditanamkan
59. Memberikan tugas pada siswa
untuk dikerjakannya
62. Melakukan penilaian terhadap hasil 63. Menerima hasil penilaian dari guru
kerja siswa
64.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik

58. 5
61. 6

51. Mencatat mendengarkan dan


mempertanyakan apabila ada yang
kurang jelas.
54. Memperhatikan secara seksama
sehingga dapat lebih memahami isi
materi
57. Memperhatikan secara seksama
sehinggadapat lebih memahami isi
materi dan bagaimana penerapannya.
60. Menyelesaikan tugas yang diberikan

menurut Aris Shoimin adalah sebagai berikut :


1. Memahami masalah kontekstual
65.
Guru memberika masalah kontekstual dan siswa diminta untuk
memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan masalah dengan memberikan
petunjuk/saran seperlunya terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa.
2. Menyelesaikan masalah kontekstual
66.
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah
kontekstual pada LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan masalah yang
berbeda lebih diutamakan, guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah
tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan
siswa memperoleh penyelesaian masalah. Guru diharapkan tidak memberi tahu
penyelesaian masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya
sendiri.
3. Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban
67.
Siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
mereka dalam kelompok dan setelah itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan
diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa

24

untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat meskipun berbeda dengan


teman lain atau bahkan dengan gurunya.
4. Menarik kesimpulan
68.

Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi

kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan


tentang konsep, definisi, teorema, atau prosedur matematika yang terkait
masalah kontekstual yang baru diselesaikan.24
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction
a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
69.

Menurut Kauchak Eggen dalam Ali Hamzah pembelajaran

kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan mahasiswa


untuk belajar secara kolaborasi dalam mencapai tujuan. Menurut Scot,
pembelajaran kooperatif merupakan suatu proses penciptaan lingkungan
pembelajaran kelas yang memungkinkan mahasiswa bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Slavin (1995) dalam Ali
Hamzah mendefinisikan pembelajaran kooperatif pembelajaran sebagai
suatu model pembelajaran dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok
yang heterogen yang anggotanya terdiri atas 4-6 orang. Heterogenitas
ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi akademik maupun status sosial.25
70.
Menurut Ali Hamzah dan Muhlisrarini pembelajaran
kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa
24 Miftahul Huda. Cooperative Learning (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), h.135 h,151
25M. Ali Hamzah & Muhlisrarini, op.cit, h. 160

25

dikelompokkan dalam tim kecil dengan tingkat kemampuan berbeda


untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu pokok bahasan, di
mana masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk
belajar apa yang diajarkan dan membantu temannya untuk belajar
sihingga tercipta atmosfer prestasi. Belajar dikatakan belum selesai
bila masih ada anggota kelompok yang belum menguasai materi.
Saling bekerja sama dan saling mengoreksi antaranggota kelompok
dengan tujuan menccapai hasil belajar yang tinggi.26
71.

Pembelajaran

kooperatif

merupakan

serangkaian

kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh siswa didalam kelompok dengan cara


berdiskusi, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat
empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif yakni : (1) adanya
peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main, (3) adanya upaya belajar
dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus di capai oleh kelompok.
Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas : (1)
minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3) perpaduan antara
minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa.27
72. Menurut Suprijono bahwa lingkungan belajar dan sistem pengelolaan
pembelajaran kooperatif harus :
a. Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi
26 Ibid.,h.160

27
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h.204

26

b. Meningkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran akademik


dan mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi.
c. Mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan berbagai
keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompokkelompok kecil.
d. Memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam
e.
f.
g.
h.
i.

belajar dan terjadinya dialog interaktif.


Menciptakan iklim sosio emosional yang positif
Memfasilitasi terjadinya learning to live together
Menumbuhkan produktivitas dalam kelompok
Mengubah peran guru dari centre stage performance
Menumbuhkan kesadaran bagi peserta didik arti penting aspek sosial
dalam individualnya. Secara sosiologis pembelajaran koperatif dapat
menumbuhkan kesadaran altruisme dalam peserta didik.28
73.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat

dikembangkan dalam pembelajaran matematika pada siswa adalah Tipe


Problem Based Introduction atau pembelajaran berbasis masalah.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction
(PBI)
74.

Pembelajaran kooperatif Tipe Problem Based Introduction

(PBI) dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan pembelajaran berbasis


masalah (PBM) adalah pembelajaran berkelompok yang melibatkan siswa
dalam belajar dan memecahkan masalah.
75.
Problem Based Instroduction adalah pembelajaran dimulai
setelah terlebih dahulu siswa dikonfrontasikan dengan struktur masalah
28 Agus Suprijono. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar , h. 67

27

real, dengan cara ini siswa mengetahui mengapa mereka belajar, semua
informasi mereka kumpulkan dari unit materi pelajaran yang mereka
pelajari dengan tujuan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
76.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan
yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran
ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial
dan

sekitarnya.

Pembelajaran

ini

cocok

untuk

mengembangkan

pengetahuan dasar maupun kompleks.


77.
PBI (Problem Based Instroduction) merupakan metode
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Seperti halnya
CL/C (Contectual Learning), metode ini juga fokus pada keaktifan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan
materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran
konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat
mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. Dan adanya
penerapan

metode

pembelajaran

kooperatif

diharapkan

dapat

meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa dan dapat terjadi interaksi


yang positif, serta pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan
kemampuan siswa.
78.
Rusman

(dalam

Chindy)

menjelaskan

pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.


a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar,

karakteristik

28

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata


yang tidak terstruktur,
c. Permasalahan membutuhkan prespektif ganda (multiple perspective),
d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,dan
kebutuhan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar,
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal utama,
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dari pembelajaran
berbasis masalah,
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif,
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan is pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan,
i. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. 29
79.

Fauzi (dalam Chindy) Sintak metode PBI (Problem Based

Instroduction) ada 5 fase, yaitu: 30


a.
b.
c.
d.
e.

Fase 1: orientasi siswa pada masalah


Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk belajar
Fase 3: membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Fase 4: mengembangkan dan menyajikan hasil kerja siswa
Fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
80.
c. Langkah langkah Pembelajaran Problem Based Introduction

29 Permata Sari Chindy, Studi Perbandingan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scaffolding dan PBI dengan Memperhatikan Cara Berpikir
Divergen dan Konvergen pada siswa kelas X IPS SMA YP Unila Bandar Lampung T.P.
2013/2014 FKIP Universitas Lampung, h.43

30 Ibid, h. 44

29

81.

Adapun

langkah-langkah

pembelajaran

Problem

Based Introduction adalah sebagai berikut:31


a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan
sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalahyang dipilih.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan
topik, tugas, jadwal dan lain-lain)
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya.
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
82.
d. Kelebihan Pembelajaran Problem Based Introduction

31 Ali Hamzah & Muhlisrarini, Op.Cit h. 165

30

a. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar


b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

diserapnya dengan baik.


Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain
Dapat memperoleh dari berbagai sumber
Realistic dengan kehidupan siswa
Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
Memupuk sifat inquiri (menemukan) siswa
Retensi konsep jadi kuat
Memupuk kemampuan Pemecahan masalah

e. Kekurangan Pembelajaran Problem Based Introduction


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai
Membutuhkan banyak dana dan waktu
Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks
Sulitnya mencari problem yang relevan
Sering terjadi miss-konsepsi
Konsumsi waktu32

6. Teori Belajar yang Relevan


83.

Teori belajar merupakan salah satu yang menjadi pedoman bagi

seorang guru untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuannya baik


dari segi kognitif, emosi, dan sosial serta spritual. Adapun teori belajar yang
mendukung pembelajaran yang di gunakan salah satunya yaitu teori belajar
kontruktivisme. Teori ini merupakan teori yang melandasi pembelajaran
Kooperatif.
84.

Pendekatan kontruktivisme dalam pembelajaran kooperatif dapat

mendorong siswa untuk mampu membangun pengetahuannya secara bersamasama di dalam kelompok. Pengetahuan di bentuk bersama berdasarkan
pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar,
sehingga terjadi saling memperkaya di antara anggota kelompok. Ini berarti siswa
32 Permata Sari Chindy, Op. cit h. 46

31

di dorong untuk membangun makna dari pengalamannya. Hal ini merupakan


realisasi dan hakikat kontruktivisme dalam pembelajaran.33
85. Menurut Piaget dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya berfungsi
sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada
individu yang bersangkutan. Disamping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih
mementingkan interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya daripada
dengan orang yang lebih dewasa. Oleh karena itu, belajar adalah tindakan kreatif
dimana konsep dan kesan dibentuk dengan memikirkan objek dan beraksi pada
peritiwa tersebut.
86.
Selain itu, menurut Piaget ketika individu
konflik

sosiokognitif

terjadi

dan

menciptakan

bekerja bersama,

ketidakseimbangan

yang

menstimulus pandangan, mengangkat kemampuan dan pemikiran. Piaget


menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata, yaitu kumpulan skemaskema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respons
terhadapa stimulus disebabkan bekerjanya skemata ini. Berdasarkan asal usul
pengetahuan,

Piaget

cenderung

menganut

teori

psikogenesis.

Artinya,

pengetahuan berasal dari dalam individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri
terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Pemahaman atau pengetahuan
merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yang bertolak dari interaksinya
dengan lingkungan sosial. Kemampuan menciptakan makna atau pengetahuan
baru itu sendiri lebih ditentukan oleh kematangan biologis.
87.
88.
Sejalan dengan Piaget menurut Vygotsky,

keterampilan-

keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial


33 Syaiful Bahri Djamarah. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta :
Rineka Cipta, h. 362

32

langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubunganhubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan
manusia.34 Jadi siswa dapat berinteraksi dan bertukar ide dan gagasan untuk
mendapatkan jawaban dari permasalahan yang diberikan. Proses ini tentu
membantu kemampuan berpikir kreatif siswa.
7. Materi Relasi dan Fungsi
89. Relasi adalah suatu aturan yang memasangkan anggota himpunan satu ke
himpunan lain. Suatu relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah pemasangan
atau perkawanan atau korespondensi dari anggota-anggota himpunan A ke
anggota-anggota himpunan B.
90.

91. Contoh:
1. Dalam rangka memperingati HUT RI ke- 70 di Kabupaten Deli Serdang, MTs
Cerdas Murni Tembung

akan mengirimkan siswanya untuk mengikuti

pertandingan antar siswa MTs pada pertandingan tenis lapangan, bola voli,
bola kaki, badminton, tenis meja, dan catur. Terdapat 6 siswa (Udin, Joko,
Dayu, Siti, Beni, dan Tono) yang akan mengikuti pertandingan tersebut.
Sekolah membuat dua alternatif pilihan dalam menentukan pertandingan yang
akan diikuti oleh keenam siswa tersebut. Kedua pilihan itu adalah:
92. 1) Udin ikut pertandingan tenis lapangan dan bola voli, Joko ikut
pertandingan badminton, Dayu ikut pertandingan catur, Siti ikut pertandingan
bola voli, Beni ikut pertandingan tenis meja, dan Tono ikut pertandingan tenis
meja
93. 2) Dayu dan Siti mengikuti pertandingan bola voli, Joko dan Udin mengikuti
pertandingan bola kaki, Tono mengikuti pertandingan tenis meja, dan Beni
34 Ibid, h.364

33

mengikuti pertandingan catur. Jika pilihan sekolah adalah butir (1),


pasangkanlah

siswa

dengan

jenis

pertandingan

yang

akan

diikuti

menggunakan diagram panah, pasangan terurut, dan diagram kartesius


94.

Jawab :
1. Jika pilihan sekolah adalah butir 1) maka :
a. Diagram panah
95.
96.
Ikut pertandingan
97.
Udin
T. Lapangan
98.
Joko
Bola Voli
99.
Dayu
Bola kaki
100.
Siti
Batminton
101.
Beni
Tenis meja

102.
103.

Tono

Catur

b. Pasangan terurut
104.
{ ( udin , t. lapangan ), ( udin , bola Voli ) , ( Joko , badminton ) ,
( Dayu , catur ), ( Siti , bola voly ), (Beni , tenis meja ) , ( Beni , Catur ) }
105.Gambar 1 Diagram Panah Relasi "Ikut Pertandingan"
106.
107.
108.
c. Diagram kartesius :
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
121.

T. lapangan
Bola Voli
Bola kaki
Batminton
Tenis meja
Catur .
120.

34

122.
Tono
123.
124.

Udin

Joko

Dayu

Siti

Beni

Gambar 2 Diagram Kartesius Relasi "Ikut Pertandingan"


Fungsi f adalah suatu relasi yang menghubungkan setiap anggota x

dalam suatu himpunan yang disebut daerah asal (Domain) dengan suatu nilai
tunggal f(x) dari suatu himpunan kedua yang disebut daerah kawan (Kodomain).
Himpunan nilai yang diperoleh dari relasi tersebut disebut daerah hasil ( Range).
Untuk memberi nama suatu fungsi dipakai sebuah huruf tunggal seperti f, g, dan
huruf lainnya. Maka f(x), yang di baca f dari x menunjukkan nilai yang
diberikan oleh f kepada x. Misalkan : f(x) = x+ 2, maka f(3) = 3 + 2.

125.

126.

Gambar 3 Diagram Panah Fungsi

B. Kerangka Berpikir
127...............................................................................................Dal
am proses pembelajaran matematika, pemilihan strategi yang benar oleh
guru akan menjadi faktor penting dalam keberhasilan pembelajaran.
Sebab, dengan strategi dan cara mengajar yang baik ari guru diasumsikan
siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik pula. Khususnya disini
hasil belajar yang akan dilihat adalah kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah.
128...............................................................................................Dal
am hal ini ada dua pembelajaran yang diduga dapat mengembangankan

35

kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah tersebut yakni


pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif tipe
problem based introduction. Dugaan tersebut dilandasi oleh teori yang
dikemukakan oleh suwarsono mengenai pembelajaran matematika realistik
yakni model tersebut memberikan pengertian yang jelas kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia. Sehingga
pembelajaran matematika yang didapat siswa tersaji dalam bentuk nyata
dan dekat dengan dunia siswa. Sedangkan pemilihan pembelajaran
problem based introduction merangsang kemampuan siswa dalam
menyelesaikan

masalah

dan

mengambil

kesimpulan

dari

semua

permasalahan yang diselesaikannya. Dalam model pembelajaran problem


based introduction siswa mengetahui mengapa mereka belajar, semua
informasi mereka kumpulkan dari unit materi pelajaran yang mereka
pelajari dengan tujuan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
siswa mengetahui mengapa mereka belajar, semua informasi mereka
kumpulkan dari unit materi pelajaran yang mereka pelajari dengan tujuan
untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
129.

Mengacu pada pendapat tersebut penilitian ini dilakukan dengan

menggunakan pembelajaran matematika realistik dan problem based introduction


untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada materi reasi dan fungsi. Hal ini dilakukan untuk
melihat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan

36

masalah siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika realistik dan
pembelajaran kooperatif tipe problem based introduction.
130.
Adapun kerangka berpikir pada penelitian ini akan dijabarkan
sebagai berikut:
131.
1. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran
matematika realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Introduction
132.

Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan

tujuan penting dalam pembelajaran matematika, kemampuan ini akan


membantu siswa dalam menemukan sebanyak-banyaknya jawaban atas
masalah yang dihadapinya.
133.

Sedangkan kemampuan pemecahan masalah merupakan

tujuan umum dalam pembelajaran matematika, kemampuan inilah yang menjadi


tolak ukur keberhasilan

pembelajaran

matematika.

Setiap pembelajaran

matematika akan dinilai melalui pengajuan berbagai bentuk pertanyaan yang


berisi masalah yang harus dipecahkan siswa. Namun tidak semua pertanyaan
otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya
jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat
dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui siswa.
134.

Secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan

yang diperoleh dengan bernalar. Artinya dibutuhkan strategi untuk

37

mengasah kemampuan bernalar siswa agar tercapai kemampuan berpikir


kreatif dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang maksimal.
135. Pembelajaran

matematika

realistik

diketahui

sebagai

pembelajaran yang menekankan pada situasi nyata yang ada di lingkungan


siswa pada proses pembelajaran matematika. Pembelajaran ini juga akan
membawa siswa dalam proses berpikir tingkat tinggi untuk menemukan
keaslian ide-ide matematika dan kegunaannya dalam kehidupan seharihari. Dengan adanya proses ini tentunya semua konsep matematika akan
menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
136.

Dengan demikian, sesuai dengan apa yang di uraikan di

atas di mungkinkan pembelajaran matematika realstik akan berpotensi dalam


menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
137.

Pemilihan strategi kedua adalah pembelajaran Problem Based

Introduction, ini merupakan metode pembelajaran yang menggunakan


masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru. Yang berdampak pada penemuan pengetahuan secara
mandiri oleh siswa dengan bimbingan guru untuk membuat sipulan-sipulan
materi yang telah ditentukan. Menurut ali hamzah pembelajaran Problem
Based Introduction dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa karena
siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar
diserapnya dengan baik, dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain,

38

dapat memperoleh dari berbagai sumber, realistic dengan kehidupan siswa,


konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk sifat inquiri (menemukan)
siswa, retensi konsep jadi kuat, memupuk kemampuan Pemecahan masalah
138.

Dari uraian di atas dimungkinkan bahwa kemampuan berpikir

kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif tipe Problem
based introduction akan memberikan hasil yang berbeda meskipun keduanya
mempunyai kemungkinan dapat berpengaruh bagi kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan masalah matematika.
139.
2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang
diajar dengan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction.
140.

Pada dasarnya berpikir kreatif adalah sebagai

suatu aktivitas dimana seseorang dapat menjawab sebuah masalah


dengan berbagai jawaban yang bervariasi dan baru tanpa berpatok
pada satu contoh. Dengan menggunakan pembelajaran matematika
realistik

diasumsikan

siswa

akan

menemukan

ide-ide

baru

matematika menurut cara pandangnya sendiri sesuai dengan


kehidupan di lingkungannya. Guru akan mengarahkan siswa untuk
dapat merealisasikan kehidupannya dalam keilmuan matematika.

39

141.

Sedangkan dengan menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Problem based introduction, siswa dapat


melakukan pembelajaran secara berkelompok dan menyelesaikan
massalah yang diberikan kepada kelompoknya. Selain itu, dengan
adanya diskusi yang dilakukan siswa, siswa akan mendapatkan
jawaban yang bervariasi dari teman-teman yang lain dalam
kelompoknya. Sehingga pada akhirnya akan memacu siswa untuk
memunculkan ide-ide yang baru dalam menyelesaikan masalah
matematika.
142.

Dari

uraian

diatas

dimungkinkan

bahwa

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran matematika realistik dan pembelajarankooperatif tipe
Problem based introduction akan memberikan hasil yang berbeda
meskipun

keduanya mempunyai kemungkinan berpengaruh bagi

kemampuan berpikir kreatif matematika.


3. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang
diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction.
143.

Dalam pembelajaran matematika realistik siswa

diarahkan menemukan ide-ide asli matematika melalui kehidupan


sehari-harinya.

Tentunya

akan

menganalisis

kehidupannya

mengarahkan
yang

siswa

dikonfersika

dalam
kedalam

40

pembelajaran matematika, diasumsikan pembelajaran ini akan


menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
144.

Sedangkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe Problem based introduction, siswa diarahkan memecahkan suatu


masalah secara berkelompok.

Dengan demikian, dapat di mungkinkan

bahwa terdapat perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah matematika


siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik dengan siswa yang
diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction, meskipun
keduanya dimungkinkan dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran terhadap kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
145.

Menurut Nurizzati berpikir kreatif mempunyai

hubungan sangat kuat dengan pemecahan masalah. Seorang yang


mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan
masalah- masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif
pemecahan masalah itu.35
146.
Jadi, ketika siswa berusaha untuk berpikir kreatif dalam
belajar matematika, secara otomatis siswa telah memecahkan masalah
yang dihadapinya. Jadi, kemampuan berpikir kreatif siswa sangat
membantu siswa untuk menyelesaikan masalah dan membantunya untuk
menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah.
35

Nurizzati, op.cit .,

41

147.

Seperti yang telah di uraikan sebelumnya bahwa

kedua pembelajaran yaitu matematika realistik dan kooperatif tipe


problem based introduction dimungkinkan akan dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
148.
Dengan demikian, dapat di mungkinkan pula bahwa
pembelajaran yang di gunakan berinteraksi dengan kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
C. Penelitian Yang Relevan
149.................................................................................................................
a. Penelitian yang dilakukan oleh Iin Septi Jannah Siregar dengan judul:
Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan
masalah Matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di MTs Swasta (UMN)
Al-Washliyah

Medan T.P.2012/2013. SKRIPSI. Program pendidikan

Matematika Institut Agama Islam Negeri Medan. Adapun jenis


penelitiannya adalah quasi eksperimen. Berdasarkan asil penelitian didapat
bahwa : siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan

masalah

matematika

lebih

sesuai

diajarkan

dengan

pembelajaran Berbasis Masalah daripada pembelajaran konvensional di


kelas VII MTs Swasta (UMN) Al-Washliyah Medan.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Elvi Khairani Nasution dengan
judul :Analisis kemampuan berpikir kreatif dan Kemampuan Komunikasi
Matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran Kooperatif
tipe Jigsaw dan pembelajaran Konvensional di MTs Al-Ulum Medan

42

T.P.2012/2013. SKRIPSI. Program pendidikan Matematika Institut Agama


Islam Negeri Medan. Adapun jenis penelitiannya adalah quasi eksperimen.
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa : siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif lebih sesuai diajarkan dengan pembelajaran
konvensional sedangkan siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematika lebih sesuai diajarkan dengan pembelajaran jigsaw pada
materi persegi dan persegi panjang di kelas VII MTs Al-Ulum Medan.
D. Hipotesis Penelitian
150.

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan kerangka pikir di

atas, maka hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:


1. Hipotesis Pertama
151. Ho:
Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar
dengan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction.
152. Ha:
Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar
dengan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction.
2. Hipotesis Kedua
153. Ho:
Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction..

43

154. Ha:

Terdapat

perbedaan

kemampuan

berpikir

kreatif

matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika


realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction.
3. Hipotesis Ketiga
155. Ho:
Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction.
156. Ha:
Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction.
4. Hipotesis Keempat
157. Ho: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa
158. Ha:
Terdapat interaksi antara model pembelajaran terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
159.

44

160.
161.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
162.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perbedaan Kemampuan

Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang diajar dengan
Model Pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction di Kelas VIII MTs. Cerdas Murni Tembung Tahun
Ajaran 2015-2016 pada materi relasi dan fungsi. Oleh karena itu, penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen dengan jenis penelitiannya adalah quasi
eksperiment (eksprimen semu). Sebab kelas yang digunakan telah terbentuk
sebelumnya.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
163.

Penelitian ini dilakukan di MTs Cerdas Murni Tembung yang

beralamat Tembung pasar VII makmur Kabupaten Deli Serdang, Provinsi


Sumatera Utara.
164.

Kegiatan penelitian dilakukan pada semester I Tahun ajaran

2015/2016,

Penetapan jadwal penelitian disesuaikan dengan jadwal yang

ditetapkan oleh kepala sekolah. Adapun materi pelajaran yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Relasi dan Fungsi yang merupakan materi pada silabus
kelas VIII yang sedang dipelajari pada semester tersebut.

45

C. Populasi dan Sampel


165.

1. Populasi

166.

Menurut Sugiyono Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik


tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi, populasi tidak hanya orang tetapi juga obyek dan bendabenda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
obyek/ subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang
dimiliki oleh subyek atau obyek itu.36
167.

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat mengambil sampel dari
populasi itu.37 Peneliti memilih populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VIII MTs Cerdas Murni Tembung.
168.

2. Sampel

169.

Peneliti tidak mungkin mengambil siswa secara acak untuk

membentuk kelas baru maka peneliti mengambil unit sampling terkecilnya


adalah kelas. Dipakai dua kelas yang ada di MTs Cerdas Murni. Kelas VIII-1
untuk kelompok Pembelajaran matematika realistik, dan Kelas VIII-2 untuk
36 Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, h. 80
37 Ibid h. 81

46

pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction . Adapun teknik


pengambilan sampel yaitu sampling jenuh
170.

Pada kelas pembelajaran matematika realistik pembelajarannya

dilakukan secara individu tetapi tidak menutup kemungkinan akan di lakukan


diskusi satu meja apabila tidak menemukan pemecahan masalah.
171.

Kelompok dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based

Introduction dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil sebanyak empat sampai


lima orang. Anggota kelompoknya heterogen terdiri dari siswa pandai, sedang dan
lemah. Teknik penentuan kelompok berdasarkan nilai hasil pre test yang di
berikan sebelumnya.
D. Desain Penelitian
172.

Desain yang digunakan pada penelitian ini ialah desain faktorial

dengan taraf 2 x 2. Dalam desain ini masing-masing variabel bebas


diklasifikasikan menjadi 2 (dua) sisi, yaitu Pembelajaran Matematika realistik
(A1) dan pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction (A2).
Sedangkan variabel terikatnya diklasifikasikan menjadi kemampuan berpikir
kreatif (B1) dan kemampuan pemecahan masalah matematika (B2).
173.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Anava Dua Jalur dengan Taraf 2 x 2

174.
175.
176.

Pembelajaran
Kemampuan

179.

Berpikir Kreatif (B1)

182.

Pemecahan masalah

178.
177.

Pembelajaran
matematika
realistik (A1)

180.
183.

A1B1
A1B2

Pembelajara
n koopereatif
tipe Problem
based
introduction (A2)
181.

A2B1

184.

A2B2

47

Matematika (B2)
185.
186.

(Sumber: Sudjana, 1991)


Keterangan :
1) A1B1
=
Kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa yang diajar dengan Pembelajaran matematika realistik
2) A2B1=
Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang
diajar dengan Pembelajaran kooperatif tipe Problem based
introduction.
3) A1B2
=
Kemampuan
pemecahan
masalah
matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik
4) A2B2
=
Kemampuan
Pemecahan
masalah
matematika siswa yang diajar dengan Pembelajaran kooperatif
tipe Problem based introduction

187.

Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas kelompok

matematika realistik dan kelas kelompok kooperatif tipe Problem based


introduction yang diberi perlakuan berbeda. Pada kedua kelas diberikan materi
yang sama yaitu relasi dan fungsi. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diperoleh dari tes yang
diberikan pada masing-masing kelompok setelah penerapan dua perlakuan
tersebut.
E. Defenisi Operasional
188.

Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap penggunaan istilah

pada penelitian ini, maka perlu diberikan defenisi operasional pada variabel
penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran

matematika

realistik

(A1)

adalah

pembelajaran

yang

menekankan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses
konstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri. Dengan kata lain, konsep harus

48

dapat direalisasikan dalam hidup dan kehidupan sebagai fakta nyata dari
kehidupan itu sendiri.
2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2) adalah proses
pembelajaran dengan mengacu pada : (1) Memotivasi siswa untuk
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih., (2)
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut, (3)
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai,

eksperimen

untuk

mendapatkan

penjelasan

dan

pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan


pemecahan

masalah,

(4) Guru

membantu

siswa

dalam

merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan


dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya, (5)
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan,
3.

Kemampuan berpikir kreatif (B1) merupakan pola berpikir yang didasarkan


pada suatu cara yang mendorong untuk menghasilkan produk yang kreatif,
dimana kemampuan tersebut memiliki ciri-ciri : (1) kelancaran (fluency), (2)
keluwesan

(flexibility),

(3)

keaslian

(originality),

(4)

penguraian

(Elaboration), (5) perumusan kembali (redefinition).


4. Kemampuan pemecahan masalah matematika (B2) adalah kecakapan atau
potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal cerita,
menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam

49

kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan, menciptakan atau


menguji konjektur yang memiliki empat tahap yaitu : (1) memahami masalah,
(2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan
rencana (4) memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian.
F. Teknik Pengumpulan Data
189. Teknik yang tepat untuk mengumpulkan data kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah melalui tes. Oleh
sebab itu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan tes
untuk kemampuan berpikir kreatif dan tes untuk kemampuan pemecahan masalah
matematika. Kedua tes tersebut diberikan kepada semua siswa pada kelompok
pembelajaran matematika realistik dan kelompok pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction. Semua siswa mengisi atau menjawab sesuai dengan
pedoman yang telah ditetapkan peneliti pada awal atau lembar pertama dari tes itu
untuk pengambilan data. Teknik pengambilan data berupa pertanyaan-pertanyaan
dalam bentuk uraian pada materi Lingkaran sebanyak 5 butir soal kemampuan
berpikir kreatif dan 5 butir soal kemampuan pemecahan masalah matematika.
Adapun teknik pengambilan data adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pos-tes untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif
dan data kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
2. Melakukan analisis data pos-tes yaitu uji normalitas, uji homogenitas
pada kelas matematika realistik dan kelas Problem based introduction.

50

3. Melakukan analisis data pos-tes yaitu uji hipotesis dengan menggunakan


teknik Analisis Varian lalu dilanjutkan dengan Uji Tukey.
G. Instrumen Pengumpulan Data
190.

Adapun bentuk instrument yang di pakai adalah berbentuk tes. Hal

ini dikarenakan yang ingin dilihat adalah hasil belajar siswa yaitu kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika. Tes adalah
seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk
mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka. 38
Persyaratan pokok bagi tes adalah validitas dan reliabilitas.
191.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes untuk

kemampuan berpikir kreatif dan tes untuk kemampuan pemecahan masalah


matematika yang berbentuk uraian berjumlah 10 butir soal. Dimana 5 butir soal
merupakan tes kemampuan berpikir kreatif dan 5 butir soal merupakan tes
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kedua tes tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
1) Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (Instrumen - 1)
192.

Data hasil kemampuan berpikir kreatif diperoleh melalui pemberian tes

tertulis yakni postes. Tes diberikan kepada kelompok matematika realistik dan
kelompok Problem based introduction setelah perlakuan. Instrumen ini digunakan
untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam menguasai
materi relasi dan fungsi pada siswa kelas VIII MTs Cerdas murni Tembung.
38
170

Margono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, h.

51

Adapun tes diberikan setelah perlakuan dilakukan, tujuannya untuk melihat


kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Soal tes kemampuan berpikir
kreatif matematika pada penelitian ini berbentuk uraian, karena dengan tes
berbentuk uraian dapat diketahui variasi cara yang di gunakan siswa dalam
menjawab soal.
193.

Untuk menjamin validasi isi dilakukan dengan menyusun kisi-kisi soal tes

kemampuan berpikir kreatif matematika sebagai berikut:


194.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematika
195. Jenis
Kemampuan
196. Indikator Yang Diukur
Berpikir
Kreatif
200. Fluency
Menuliskan banyak cara dalam
(Kelancaran)
menjawab soal.
Menjawab soal lebih dari satu
jawaban
204. Fleksibilit Menjawab soal secara
as
beragam/bervariasi
(Keluwesan)
207. Elaborasi Mengembangkan atau
(Kejelasan)
memperkaya gagasan jawaban
suatu soal
210. Originalit Memberikan cara penyelesaian
y (Keaslian)
lain dari yang sudah biasa.
213.
(Sumber: Dinda Puteri Rezeki, 2012)
214.

197.
No.
198.
Soal

199. M
ateri

201.
1,2,3,
202.
4,5

203. R
elasi
dan
Fung
si

Penilaian untuk jawaban kemampuan berpikir kreatif matematika

siswa disesuaikan dengan keadaan soal dan hal-hal yang ditanyakan. Adapun
pedoman penskoran didasarkan pada pedoman penilaian rubrik untuk kemampuan
berpikir kreatif matematika sebagai berikut :
215.

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

52

216.
219.

234.

Aspek Yang
Dinilai
Fluency

Fleksibilitas

217.

220. Seluruh jawaban benar dan beberapa


pendekatan/cara digunakan
223. Paling tidak dua jawaban benar
diberikan dan dua cara digunakan
226. Paling tidak satu jawaban benar
diberikan dan satu cara digunakan untuk
memecahkan soal
229. Jawaban tidak lengkap atau cara yang
dipakai tidak berhasil
232. Skor Maksimal
235. Memberi jawaban yang beragam dan
benar
238. Memberi jawaban yang beragam tetapi
salah
241. Memberi jawaban yang tidak beragam
tetapi benar
244. Memberi jawaban yang tidak beragam
dan salah
247. Tidak menjawab
250.

252.

Elaborasi

Originality

Skor Maksimal

253. Langkah-langkah pemecahan yang


akurat dan benar
256. Langkah-langkah pemecahan yang
akurat tetapi hasil salah
259. Langkah-langkah pemecahan yang
tidak akurat tetapi hasil benar
262. Langkah-langkah pemecahan yang
tidak akurat tetapi hasil salah
265. Sedikit atau tidak ada penjelasan
268.

270.

Indikator

Skor Maksimal

271. Cara yang dipakai berbeda dan


menarik. Cara yang hanya dipakai oleh
satu atau dua siswa
274. Cara yang dipakai tidak biasa dan
berhasil. Cara digunakan oleh sedikit siswa

218.
Skor
221.
5
224.
4
227.
2
230.
1
233.
5
236.
5
239.
4
242.
2
245.
1
248.
0
251.
5
254.
4
257.
3
260.
2
263.
1
266.
0
269.
4
272.
6
275.
5

53

216.

Aspek Yang
Dinilai

217.

Indikator

277. Cara yang dipakai merupakan solusi


soal, tetapi masih umum
280. Cara yang digunakan bukan merupakan
solusi persoalan
283. Skor Maksimal
285.
287.

Total Skor

218.
Skor
278.
3
281.
1
284.
6
286.
20

(Sumber: Di modifikasi dari Dinda Puteri Rezeki, 2012)

2) Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (Instrumen-2)


288.

Instrumen ini digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa dalam menguasai materi Relasi dan fungsi pada siswa
kelas VIII MTs Cerdas murni. Adapun tes diberikan setelah perlakuan dilakukan,
tujuannya untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Soal
tes kemampuan pemecahan masalah matematika pada penelitian ini berbentuk
uraian, karena dengan tes berbentuk uraian dapat diketahui langkah-langkah yang
di gunakan siswa dalam menjawab soal.
289.

Tes kemampuan pemecahan masalah matematika berupa soal-soal

kontekstual yang berkaitan dengan materi yang dieksperimenkan. Soal tes


kemampuan pemecahan masalah matematika terdiri dari empat tahap yaitu : (1)
memahami masalah, (2) membuat rencana penyelesaian, (3) melaksanakan
rencana penyelesaian (4) memeriksa kembali atau mengecek hasilnya. Soal tes
kemampuan pemecahan masalah matematika pada penelitian ini berbentuk uraian,
karena dengan tes berbentuk uraian dapat diketahui langkah-langkah siswa dalam
menyelesaikan masalah.

54

290.

Penjaminan validasi isi (content validity) dilakukan dengan menyusun

kisi-kisi soal tes kemampuan pemecahan masalah matematika sebagai berikut :


291.

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika

292. Langkah
Pemecahan
Masalah
Matematika

294.
No.
293.

Indikator Yang Diukur

295.
Soal

297. 1. Memahami Menuliskan yang diketahui


masalah
Menuliskan cukup, kurang atau
berlebihan hal-hal yang
diketahui
Menulis untuk menyelesaikan
soal
301. 2.
Menuliskan
cara
yang
Merencanakan
digunakan
dalam
Pemecahannya
menyelesaikan soal.
298.
304. 3.
Melakukan perhitungan,
1,2,3,
Menyelesaikan
diukur dengan melaksanakan
masalah sesuai
rencana yang sudah di buat 299.
rencana
4, 5
serta membuktikan bahwa
langkah yang dipilih benar.
4. Memeriksa kembali 307. Melakukan salah satu
prosedur dan hasil
kegiatan berikut:
penyelesaian.
Memeriksa
penyelesaian
(mengetes atau menguji coba
jawaban).
Memeriksa jawaban adakah
yang kurang lengkap atau
kurang jelas.
310.
(Sumber: Dinda Puteri Rezeki, 2012)
311.

296. M
ateri

300. R
elasi dan
Fungsi

Dari kisi-kisi dan indikator yang telah dibuat untuk menjamin

validitas dari sebuah soal maka selanjutnya dibuat pedoman penskoran yang
sesuai dengan indikator untuk menilai instrumen yang telah di buat. Adapun
kriteria penskorannya dapat dilihat pada tabel berikut:

55

312.

313.
No

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematika
314. Aspek
Pemecahan
Masalah

315.
317.

340.
344.
346.
2

362.
364.
3

316.
Skor

Memahami Masalah

Menuliskan yang diketahui dengan benar 320.


4
dan lengkap
Menuliskan yang diketahui dengan benar 323.
3
tetapi tidak lengkap
326.
Salah menuliskan yang diketahui
2
329.
Tidak menuliskan yang diketahui
0
332. Skor Maksimal
333.
4
Menuliskan kecukupan data dengan benar 336.
2
335. Kecukupan
Data
Tidak Menuliskan kecukupan data dengan 339.
0
benar
342. Skor Maksimal
343.
341.
2
345. Perencanaan
347.
Menuliskan cara yang di gunakan untuk
348.
memecahkan masalah dengan benar dan
4
lengkap.
Menuliskan cara yang di gunakan untuk
351.
memecahkan masalah dengan benar tetapi
3
tidak lengkap
Menuliskan cara yang di gunakan untuk 354.
2
memecahkan masalah yang salah
Tidak menuliskan cara yang di gunakan 357.
0
untuk memecahkan masalah
360. Skor Maksimal
361.
4
363. Penyelesaian Matematika
365.
Menuliskan aturan penyelesaian dengan 367.
366.
6
hasil benar dan lengkap
Menuliskan aturan penyelesaian dengan 370.
5
hasil benar tetapi tidak lengkap
373.
Menuliskan
aturan
penyelesaian
4
mendekati benar dan lengkap

318. 319.
1

334.

Indikator

Diketahui

56

314. Aspek
Pemecahan
Masalah

313.
No

389.
4.

401.

407.
408.

315.

Indikator

316.
Skor

Menuliskan aturan penyelesaian dengan 376.


3
hasil salah tetapi lengkap
Menuliskan aturan penyelesaian dengan 379.
2
hasil salah dan tidak lengkap
382.
Tidak menulis penyelesaian soal
0
385. Skor Maksimal
387.
386.
6
388. Memeriksa Kembali
390.
Menuliskan pemeriksaan secara benar dan 391.
4
lengkap
Menuliskan pemeriksaan secara benar 394.
3
tetapi tidak lengkap
397.
Menuliskan pemeriksaan yang salah
2
Tidak ada pemeriksaan atu tidak ada 400.
0
keterangan
402.
404.
403. Skor Maksimal
4
406.
405.
Total Skor
20
(Sumber: Dinda Puteri Rezeki, 2012)
409.

Agar memenuhi kriteria alat evaluasi penilaian yang baik yakni

mampu mencerminkan kemampuan yang sebenarnya dari tes yang dievaluasi,


maka alat evaluasi tersebut harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Validitas Tes
410.

Perhitungan validitas butir tes menggunakan rumus product moment

angka kasar yaitu: 39

39
Indra Jaya, 2010. Statistik Penelitian Untuk Pendidikan. Bandung: Citapustaka
Media Perintis, h. 122.

57

N xy x y

rxy

N x x N y y

411.

412.

Keterangan:

413.

= Skor butir

414.

= Skor total

415.

rxy

= Koefisien korelasi antara skor butir dan skor total

416.

= Banyak siswa

417.

Kriteria pengujian validitas adalah setiap item valid apabila

rxy rtabel
(

r tabel rtabel

diperoleh dari nilai kritis

product moment)

b. Reliabilitas Tes
418.

Untuk menguji reliabilitas tes bebentuk uraian, digunakan rumus alpha

yang dikemukakan oleh Arikunto yaitu : 40


n
r11

n 1

419.

i 2

t 2

( X ) 2
X
N

N
2

t
420.

40 Suharsimi Arikounto. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi


Aksara, h.109

58

( Y )
Y

N
2t =
N
2

421.

422.

Keterangan :

423. r11:

Reliabilitas yang dicari

424.
425.

2
i

Jumlah varians skor tiap-tiap item

Varians total

426. n

Jumlah soal

427. N

Jumlah responden

428.
429. Dengan kriteria reliabilitas tes :
430.

r11 0,20 reliabilitas sangat rendah (SR)

431.

0,20 <r11 0,40 reliabilitas rendah (RD)

432.

0,40 <r11 0,60 reliabilitas sedang (SD)

433.

0,60 <r11 0,80 reliabilitas tinggi (TG)

434.

0,80 <r11 1,00 reliabilitas sangat tinggi (ST)

435.
436.
c. Tingkat Kesukaran
437.

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak

terlalu sukar. Ukuran menentukan tingkat kesukaran soal digunakan rumus


yang digunakan oleh Suharsimi Arikunto yaitu :

59

I
438.

B
N

439.
440.

Keterangan:
I :Indeks Kesukaran

441.B: Jumlah Skor


442.

N : Jumlah skor ideal pada setiap soal tersebut ( n x Skor Maks )

443.

Kriteria penentuan indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :

444.

TK = 0,00

; soal dengan kategori terlalu sukar (TS)

445.

0,00<TK< 0,30

; soal dengan kategori sukar (SK)

446.

0,30<TK< 0,70

; soal dengan kategori sedang (SD)

447.

0,70<TK< 1

; soal dengan kategori mudah (MD)

448.

TK = 1

; soal dengan kategori terlalu mudah(TM)

d. Daya Pembeda Soal


449.

Untuk menghitung daya beda soal terlebih dahulu skor dari peserta tes

diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah. Untuk kelompok kecil ( kurang
dari 100), maka seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar yaitu 50 %
kelompok atas dan 50% kelompok bawah.41 Dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

DP

SA SB
IA

450.
451.

Keterangan:

452.

DP : Daya pembeda soal

41 Ibid, h. 212

60

453.

SA

Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

454.

SB

Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

455.

IA

Jumlah skor ideal salah satu kelompok butir soal yang dipilih

456.

Kriteria tingkat daya pembeda soal adalah sebagai berikut :

457.

Dp 0,0

sangat jelek

458.

0,0 < Dp 0,20

jelek

459.

0,20 < Dp 0,40

cukup

460.

0,40 < Dp 0,70

baik

461.

0,70 < Dp 1,0

sangat baik

H. Teknik Analisis Data


462.

Untuk melihat tingkat kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa data dianalisis secara Deskriptif.


Sedangkan untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa data dianalisis dengan
statistik inferensial yaitu menggunakan teknik analisis varians (ANAVA) lalu
dilanjutkan dengan Uji Tukey.
1. Analisis Deskriptif
463.

Data hasil postes kemampuan berpikir kreatif dianalisis secara deskriptif

dengan tujuan untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan berpikir kreatif


matematika siswa setelah pelaksanaan pembelajaran matematika realistik dan
pembelajaran kooperatif tipe Problem based introduction. Untuk menentukan
kriteria kemampuan berpikir kreatif matematika siswa berpedoman pada
Sudijono dengan kriteria yaitu: Sangat Kurang, Kurang, Cukup, Baik,

61

Sangat Baik.42 Berdasarkan pandangan tersebut hasil postes kemampuan


berpikir kreatif matematika siswa pada akhir pelaksanaan pembelajaran dapat
disajikan dalam interval kriteria sebagai berikut:
464.
465.

Tabel 3.6 Interval Kriteria Skor Kemampuan Berpikir Kreatif

466.

1. No

2. Interval Nilai

4. 1

5. 0 SKBK <

467.

45

468.
469.
470.
(Sumber:
Puteri
2012 )
471.

3.

Kategori
Penilaian
6.
Sangat
Kurang

7. 2

8. 45 SKBK <

9.

Kurang

10.3

65

11. 65
SKBK <

12.

Cukup

13.4

75

14. 75
SKBK <

15.

Baik

90
16.5

17. 90 SKBK
100

18.

Sangat Baik

gan :
Skor
Kemampuan Berpikir Kreatif
472.

Dinda
Rezeki,
Keteran
SKBK =

Dengan cara yang sama juga digunakan untuk menentukan kriteria

dan menganalisis data tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa


secara deskriptif pada akhir pelaksanaan pembelajaran, dan disajikan dalam
interval kriteria sebagai berikut:
473.

Tabel 3.7 Interval Kriteria Skor Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematika
474.
No
477.
1
480.

475.

478.
481.

Interval Nilai

0 SKPMM
< 45
45 SKPMM

476.

Kategori
Penilaian
479.
Sangat
Kurang
482.
Kurang

42 Anas Sudijono. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo


Persada, h. 453

62

2
483.
3
486.
4
489.
5

< 65
485.
Cukup
65 SKPMM
< 75
488.
Baik
487. 75 SKPMM
< 90
490. 90 SKPMM 491. Sangat Baik
100
(Sumber: Dinda Putri Rezeki, 2012)
484.

492.

493.
Keterangan : SKPMM = Skor Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika
494.
2. Analisis Statistik Inferensial
495.
Setelah data diperoleh kemudian diolah dengan teknik analisis data
sebagai berikut:
1. Menghitung rata-rata skor dengan rumus:
X
X
N
496.
497.
498.
Keterangan :
X
499.
500.

= rata-rata skor

= jumlah skor

501.
N = Jumlah sampel
502.
2. Menghitung standar deviasi
503. Standar deviasi dapat dicari dengan rumus:

N
2

SD

504.
505.
506.
507.

508.

Keterangan :
SD = standar deviasi

X
N

tiap skor dikuadratkan lalu dijumlahkan kemudian dibagi N.

63

509.

= semua skor dijumlahkan, dibagi N kemudian

dikuadratkan.
510.
3. Uji Normalitas
511.

Untuk menguji apakah sampel berdistribusi normal atau tidak

digunakan uji normalitas liliefors. Langkah-langkahnya sebagai berikut:


512.
a. Mencari bilangan baku
513. Untuk mencari bilangan baku, digunakan rumus:

Z1

514.
515.
516.
517.

Keterangan :
X
rata-rata sampel
S = simpangan baku (standar deviasi)

Sz
1

b. Menghitung Peluang

F z S Z
1

c. Menghitung Selisih

, kemudian harga mutlaknya

d. Mengambil
kriteria

518.
4. Uji Homogenitas
519.

, yaitu harga paling besar diantara harga mutlak. Dengan

ditolak jika

L
tabel

Uji Homogenitas sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Uji homogenitas varians dalam penelitian ini dilkukan

64

dengan menggunakan Uji Barlett. Hipotesis statistik yang diuji dinyatakan sebagai
berikut:
520.
521.
522.

H1 : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku

Formula yang digunakan untuk uji Barlett43:

523.2 = (ln 10) {B (db).log si2 }


524.B = ( db) log s2
525.Keterangan :
526.db = n 1
527.n = banyaknya subyek setiap kelompok.
528.si2= Variansi dari setiap kelompok
529.s2 = Variansi gabungan
530.Dengan ketentuan :

Tolak H0 jika 2hitung > 2 tabel ( Tidak Homogen)


Terima H0 jika 2hitung < 2 tabel (Homogen )

531. 2 tabel merupakan daftar distribusi chi-kuadrat dengan db = k 1 ( k =


banyaknya kelompok) dan = 0,05.
532.
5. Uji Hipotesis
533.

Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan

kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diajar dengan


Pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem
43 Indra Jaya, Op cit., h. 206

65

based introduction pada materi relasi dan fungsi dilakukan dengan teknik analisis

0,05
varians (ANAVA) pada taraf signifikan

. Apabila di dalam analisis

ditemukan adanya interaksi, maka dilanjutkan dengan Uji Tukey karena jumlah
sampel setiap kelas sama. Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui
perbedaan Pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction terhadap kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
I. Hipotesis Statistik
534.
Hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
535.

Hipotesis 1
A1 A2

536.

Ho:

537.
538.

Ha
:
Hipotesis 2

539.

Ho

A A
1

A B A B
1

541.

544.
545.
546.
547.

Ha
Hipotesis 3

A B A B

Ho

A B A B

543.

542.

A B A B
1

540.

Ha
Hipotesis 4
H0
: INT. A X B = 0
Ha
: INT. A X B 0
Keterangan:

66

548.

: Skor rata-rata siswa yang diajar dengan pembelajaran


Matematika Realistik

549.

: Skor rata-rata siswa yang diajar dengan pembelajaran


Kooperatif Tipe Problem Based Introduction

550.
siswa

: Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika

551.

: Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa

A B

552.

: Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif


matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik

A B
1

553.

: Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik

A B

554.

: Skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif


matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif
tipe Problem based introduction

A B
2

555.

: Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem based introduction

67

556.
557.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
1 Temuan Umum Penelitian
558.
Nama Madrasah adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Cerdas
Murni tembung Kec Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara. Madrasah ini memiliki akreditas B.
559.
2 Temuan Khusus Penelitian
a Deskripsi Hasil Penelitian
560.

Secara ringkas hasil penelitian dari kemampuan berpikir kreatif dan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Introduction dapat dideskripsikan seperti terlihat pada tabel. di bawah
ini:
561.

Tabel 4.1 Hasil Perbedaan Kemampuan Berpikir Kreatif dan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar
dengan Pembelajaran matematika Realistik dan pembelajaran
Kooperatif tipe Problem Based Introduction

562.
563.
Sumb
er
Statistik
567. B1(B
K)

564.

A1 (PMR)

568. n = 39
X
572.
=
2758

565.

A2(PBI)

569. n = 40
573.

= 2083
2

566.

Jumlah

570. n = 79
X
574.
=
5561

576.
=
577.
=
578.
=
200052
201989
402041
580. Sd = 11,48 581. Sd = 11,94944 582. Sd =
11,6514

68

563.
Sumb
er
Statistik

564.

A1 (PMR)

584. Var =
131,892
588. Mean =
70,71
592. n = 39
X
596.
=
2141

591.
B2
(PM)

615.
Juml
ah

597.

= 2571
2

601.
169479

Sd = 10,41199

609. Var =
108,4096
613. Mean = 64,
275
617. n = 80
621.

624.
=
322533
628. Sd =
13,88
632. Var =
192,7
636. Mean =
62,8

Sd = 11,40 605.

608. Var =
130,1471
612. Mean =
54,89
616. n = 78
X
620.
=
4899

A2(PBI)

585. Var =
142,7891
589. Mean =
70,075
593. n = 40

600.
200052
604.

565.

625.
371468

= 5374
2

629.

Sd = 11, 512

633.

Var =132,526

637. Mean =
67,175

566.

Jumlah

586. Var =
135,754
590. Mean =
70,39
594. n = 79
X
598.
=
4712

602.
=
291960
606. Sd =
11,82
610. Var =
139,87
614. Mean =
59,65
618. n = 158
X
622.
=
10273
626.
=
694001
630. Sd =
12,88
634. Var =
165,99
638. Mean =
65,02

639.
640.

Keterangan:

641.

: Siswa yang diajar dengan Pembelajaran Matematika

Realistik

69

642.

: Siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe

Problem Based Introduction

643.

: Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa

644.
: Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
Deskripsi Pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Problem Based Introduction Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Dan Pemecahan masalah Matematika siswa Pada
Masing-masing Sub-Kelompok
645.

Deskripsi masing-masing kelompok dapat diuraikan berdasarkan

hasil analisis statistik tendensi sentral seperti terlihat pada rangkuman hasil
sebagai berikut:
a

Data Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa yang Diajar


dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1B1)

646.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan berpikir

kreatif matematika siswa yang diajar dengan Pembelajaran Matematika


Realistik pada lampiran 9 dan data distribusi frekuensi pada lampiran 11
dapat diuraikan sebagai berikut: nilai rata-rata hitung (X) sebesar 70,71;
Variansi = 131,892; Standar Deviasi (SD) =11,48; nilai maksimum = 86; nilai
minimum = 48 dengan rentangan nilai (Range) = 38.
647.

Dari hasil Variansi di atas menunjukkan bahwa kemampuan

berpikir kreatif matematika yang diajar dengan Pembelajaran matematika realistik


mempunyai nilai yang beragam atau berbeda antara siswa yang satu dengan
yang lainnya, karena dapat kita lihat bahwa nilai variansi melebihi nilai tertinggi

70

dari data di atas. Artinya semua siswa tidak memiliki kemampuan yang sama
dalam berpikir kreatif dan pemecahan masalah. Siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kreatif adalah mereka yang mampu menimbulkan ide-ide baru yang
menghasilkan jawaban-jawaban yang bervariasi dalam menyelesaikan sebuah
masalah. Ciri-cirinya adalah lancar dalam berpiki (Fluency)

Keluwesan

(Fleksibilitas) elaborasi dan original dari hasil penelitian yang dilakukan


ditemukan jawaban yang bervariasi oleh beberapa siswa dalam menjawab soal
khususnya materi relasi dan fungsi. Namun ada juga siswa yang tidak memiliki
kemampuan berpikir kreatif karena jawabannya terlihat monoton seperti contoh
yang diberikan. Karena memang tidak semua siswa memiliki kemampuan yang
sama, karena banyak faktor lain penyebab terciptanya kemampuan berpikir kreatif
tersebut dan itu diluar kemampuan sekolah. Secara kuantitatif dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
648.
649.
650.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir Kreatif


Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik
(A1B1)
19.

652.
653.

23.
27.
31.
35.
39.
43.

Kelas
1
2
3
4
5
6

20.
24.
28.
32.
36.
40.
44.

47.

Interval Kelas
47,5 53,5
53,5 69,5
69,5 75,5
75,5 81,5
81,5 87,5
87,5 93,5

Jumlah

21.

o
25.
29.
33.
37.
41.
45.
48.

4
9
6
9
8
3
3

22.

Fr

26. 10,25%
30. 23,08%
34. 15,38%
38. 23,08%
42. 20,51%
46. 7,69%
49.
100%

651.

654.
655.
Ber
asar

kan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data kelompok sebagai berikut:

71

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

47.5

9
53.5

6
69.5

9
75.5

8
81.5

3
87.5

656.

657. Gambar 4.1 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika


Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1B1)
658.
659.

Sedangkan kategori penilaian data kemampuan

berpikir kreatif matematika yang diajar dengan Pembelajaran


Matematika Realistik dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
660.
661.

662.

663.
No
668.
1
673.
2
678.
3
683.
4
688.
5

Tabel 4.3 Kategori Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif


Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran
Matematika Realistik (A1B1)
665. J
uml
664. Interval
666. Perse
667. Kategori
ah
Nilai
ntase
Penilaian
Sisw
a
669. 0 SKBK
670. 0
672. Sangat Kurang
< 45
671. 0%
674. 45 SKBK 675. 1 676. 28,18
677. Kurang
< 65
1
%
679. 65 SKBK 680. 1 681. 30,74
682. Cukup
< 75
2
%
684. 75 SKBK 685. 1 686. 40,98
687. Baik
< 90
6
%
689. 90 SKBK
690. 0
692. Sangat Baik
100
691. 0%

72

693.
698.

694.
695.
696.
697.
Dari Tabel di atas Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang

diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik diperoleh bahwa: jumlah siswa


yang memperoleh nilai sangat kurang sebanyak 0 orang atau sebesar 0% artinya
tidak ada siswa yang tidak dapat menjawab semua soal yang diberikan, yang
memiliki kategori kurang sebanyak 11 orang atau sebesar 28,18% yang kurang
dalam memberikan jawaban yang beragam, kurangnya analisis siswa dalam
menyelesaikan soal secara beragam, kurangnya siswa dalam mencari gagasan dan
kurangnya siswa dalam penerapan dalam menyelesaikan soal yang diberikan,
yang memiliki nilai kategori cukup sebanyak 12 orang atau sebesar 30,74%
indikasinya dari penyelesaian soal yang diberikan siswa dapat mengembangkan
penyelesaian soal namun tidak dapat menganalisis soal secara beragam, dan yang
memiliki nilai kategori baik sebanyak 16 orang atau 40,98% artinya siswa mampu
menganalisis soal secara baik dan mampu menuliskan banyak cara dalam
menyelesaikan soal, yang memiliki nilai kategori sangat baik yaitu tidak ada atau
sebanyak 0% artinya tidak ada siswa yang mampu menyelesaika soal dengan
semua kategori yang mencakup kemampuan berpikir kreatif tinggi. Dengan Mean
= 70,71 maka rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada kelas
yang diajar menggunakan pembelajaran Matematika realistik dapat dikategorikan
Cukup.
a. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa yang diajar
dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2B1)
699.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan

berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe

73

Problem Based Introduction pada lampiran 10 dan data distribusi frekuensi pada
lampiran 11 dapat diuraikan sebagai berikut: nilai rata-rata hitung (X) sebesar
70,075; Variansi =142,789; Standar Deviasi (SD) = 11,95; Nilai maksimum = 87;
nilai minimum = 60 dengan rentangan nilai (Range) = 27.
700.

Dari hasil Variansi di atas adalah kemampuan berpikir kreatif matematika

siswa yang diajar dengan Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based


Introduction mempunyai nilai yang sangat beragam atau berbeda antara
siswa yang satu dengan yang lainnya, karena dapat kita lihat bahwa nilai
variansi melebihi nilai tertinggi dari data di atas. Artinya semua siswa tidak
memiliki kemampuan yang sama dalam berpikir kreatif dan pemecahan
masalah. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah mereka
yang mampu menimbulkan ide-ide baru yang menghasilkan jawaban-jawaban
yang bervariasi dalam menyelesaikan sebuah masalah. Ciri-cirinya adalah
lancar dalam berpiki (Fluency)

Keluwesan (Fleksibilitas) elaborasi dan

original dari hasil penelitian yang dilakukan ditemukan jawaban yang


bervariasi oleh beberapa siswa dalam menjawab soal khususnya materi relasi
dan fungsi. Namun ada juga siswa yang tidak memiliki kemampuan berpikir
kreatif karena jawabannya terlihat monoton seperti contoh yang diberikan.
Karena memang tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama, karena
banyak faktor lain penyebab terciptanya kemampuan berpikir kreatif tersebut
dan itu diluar kemampuan sekolah. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti
dalam pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction adalah 1)
menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan

74

sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi


siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
yang

dipilih.

2)

membantu

siswa

masalah

mendefinisikan

dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan


masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal dan lainlain) 3) mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan
pemecahan

masalah.

4)

membantu

siswa

dalam

merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan


dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5)membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan. Secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut ini:

701.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir


Kreatif Matematika Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran
Tipe Problem Based Introduction (A2B1)

702.
elas
706.
710.
714.
718.
722.
726.
730.

K
1
2
3
4
5
6
7

703.

Interval Kelas

707. 47,5 53,5


711. 53,5 59,5
715. 59,5 65,5
719. 65,5 71,5
723. 71,5 77,5
727. 77,5 83,5
731. 83,5 89,5
734. Jumlah

704.

Fo

708. 5
712. 3
716. 5
720. 5
724. 9
728. 8
732. 5
735. 40

705.
709.
713.
717.
721.
725.
729.
733.
736.

Fr
12,5%
7,5%
12,5%
12.5%
22,5%
20%
12,5
100%

75

737.

Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data

kelompok sebagai berikut:

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

47.5

3
53.5

5
59.5

5
65.5

9
71.5

8
77.5

5
83.5

738. Gambar 4. 2 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika


Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based
Introduction (A2B1)
739.

Sedangkan kategori penilaian data kemampuan berpikir kreatif

matematika yang diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based


Introduction dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
740.

Tabel 4.5 Kategori Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif


Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran
Kooperatif tipe Problem Based Introduction (A2B1)

76

741.
N
746.
1
751.
2
756.
3
761.
4
766.
5
771.
776.

742.

Interval
Nilai

743. J
uml
ah
Sisw
a

744.

Perse
ntase

745.

Kategori
Penilaian

747.

0 SKBK
748. 9
750. Sangat Kurang
< 45
749. 30%
752. 45 SKBK 753. 1 754. 43,33
755. Kurang
< 65
3
%
757. 65 SKBK
759. 26,67
758. 8
760. Cukup
< 75
%
762. 75 SKBK
763. 0
765. Baik
< 90
764. 0%
767. 90 SKBK
768. 0
770. Sangat Baik
100
769. 0%
772.
773.
774.
775.
Dari Tabel di atas Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang

diajar dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction


diperoleh bahwa: jumlah siswa yang memperoleh nilai sangat kurang sebanyak 9
orang atau sebesar 30% artinya siswwa tidak mampu menjawab soal secara
beragam tidak mampu mencari ide baru dalam menyelesaikan soal dan tidak
mampu menerapkan konsep yang diberikan, yang memiliki kategori kurang
sebanyak 13 orang atau sebear 43,33% yang kurang dalam memberikan jawaban
yang beragam, kurangnya analisis siswa dalam menyelesaikan soal secara
beragam, kurangnya siswa dalam mencari gagasan dan kurangnya siswa dalam
penerapan dalam menyelesaikan soal yang diberikan,, yang memiliki nilai
kategori cukup sebanyak 8 orang atau sebesar 26,67% indikasinya dari
penyelesaian soal yang diberikan siswa dapat mengembangkan penyelesaian soal
namun tidak dapat menganalisis soal secara beragam, yang memiliki nilai kategori
baik yaitu tidak ada atau 0%, yang memiliki nilai kategori sangat baik yaitu tidak
ada atau sebanyak 0%.

77

b. Data hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang


Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1B2)
777.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Pembelajaran
Matematika Realistik pada lampiran 9 dan data distribusi frekuensi pada lampiran
11 dapat diuraikan sebagai berikut: nilai rata-rata hitung (X) sebesar 54,89;
Variansi = 130,15; Standar Deviasi (SD) = 11,40; Nilai maksimum = 84; nilai
minimum = 35 dengan rentangan nilai (Range) = 49.
778.

Hasil Variansi di atas

adalah kemampuan Pemecahan masalah matematika yang diajar dengan


Pembelajaran Matematika realistik mempunyai nilai yang beragam atau
berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, karena dapat kita lihat
bahwa nilai variansi melebihi nilai tertinggi dari data di atas artinya tidak
semua siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang merata yaitu
kemampuan pemecahan masalah yang diajar dengan pembelajaran matematika
realistik. Sebagai indikator penilaian kemampuan pemecahan masalah adalah
1) mampu menganalis masalah, 2) mampu merumuskan masalah,
3) mampu mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis,
4) mampu menguji hipotesis-hipotesis itu dan 5) mampu
menyimpulkan hipotesis yang benar. Secara kuantitatif dapat dilihat
pada tabel berikut ini:

78

779.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran
Matematika Realistik (A1B2)
780.
elas
784.
788.
792.
796.
800.
804.
808.

815.

781.

Interval
782. Fo
783. Fr
Kelas
1 785. 34,5 42,5
786. 4
787. 10.4%
2 789. 42,5 50,5
790. 8
791. 20,8%
3 793. 50,5 58,5
794. 11
795. 28,6%
4 797. 58,5 66,5
798. 11
799. 28,6%
5 801. 66,5 74,5
802. 2
803. 5,2%
6 805. 74,5 82,5
806. 2
807. 5,2%
7 809. 82,5 90,5
810. 1
811. 2,6%
812. Jumlah
813. 39
814. 100%
Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data

kelompok sebagai berikut:

79

816.

12
10
8
6

4
2
0
34,5
817.
818.

8
42,5

11
50,5

11
58,5

2
66,5

2
74,5

1
82,5

Gambar 4. 3 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika Siswa
Sedangkan kategori penilaian data kemampuan pemecahan masalah

matematika yang diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik dapat


dilihat pada Tabel berikut ini:
819.

Tabel 4.7 Kategori Penilaian Kemampuan Pemecahan masalah


Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran Matematika
Realistik (A1B2)

820.
N

821.

Interval
Nilai

822. Ju
mlah

823.

Perse
ntase

824.

Kategori
Penilaian

80

Siswa
825. 826. 0 SKKM
828.
25,64
829. Sangat
827. 10
1
< 45
%
Kurang
830. 831. 45 SKKM
833.
58,97
832. 23
834. Kurang
2
< 65
%
835. 836. 65 SKKM
838.
12,82
837. 5
839. Cukup
3
< 75
%
840. 841. 75 SKKM
843.
2,56
842. 1
844. Baik
4
< 90
%
845. 846. 90 SKKM
848.
0%
847. 0
849. Sangat Baik
5
100
850.
851.
852.
853.
854.
855.
856.
Dari Tabel di atas Kemampuan Pemecahan masalah matematika siswa
yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik diperoleh bahwa: jumlah
siswa yang memperoleh nilai sangat kurang Sebanyak 10 orang atau sebesar
25,564% artinya dari proses pembelajaran matematika realistik tersebut siswa
sangat kurang mampu menganalis masalah, sangat tidak mampu
merumuskan masalah, sangat tidak mampu mencari data dan
merumuskan hipotesis-hipotesis, sangat tidak mampu menguji
hipotesis-hipotesis itu dan sangat tidak mampu menyimpulkan
hipotesis yang benar, yang memiliki kategori kurang sebanyak 23 orang
atau sebear 58,97% siswa kurang mampu menganalis masalah, kurang
mampu merumuskan masalah, kurang mampu mencari data dan
merumuskan

hipotesis-hipotesis,

hipotesis-hipotesis

itu

dan

kurang

kurang

mampu

mampu

menguji

menyimpulkan

hipotesis yang benar, yang memiliki nilai kategori cukup sebanyak 5 orang
atau sebesar 12,82% siswa cukup baik dalam mampu menganalis masalah,
merumuskan masalah, mencari data dan merumuskan hipotesis-

81

hipotesis,

menguji hipotesis-hipotesis itu dan menyimpulkan

hipotesis yang benar, yang memiliki nilai kategori baik sebanyak 1 orang
atau 2,56% siswa baik dalam mampu menganalis masalah, merumuskan
masalah, mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis,
menguji hipotesis-hipotesis itu dan menyimpulkan hipotesis yang
benar, yang memiliki nilai kategori sangat baik yaitu tidak ada atau sebanyak
0%.
c. Data Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang
Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction
(A2B2)
857.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Pembelajaran


Kooperatif Tipe Problem Based Introduction pada lampiran 10, data distribusi
frekuensi pada lampiran 11 dapat diuraikan sebagai berikut: nilai rata-rata hitung
(X) sebesar 64,275; Variansi = 108,41; Standar Deviasi (SD) = 10,412; Nilai
maksimum = 80; nilai minimum = 45 dengan rentangan nilai (Range) = 35.
858.

Makna dari hasil

Variansi di atas adalah kemampuan Pemecahan masalah matematika yang


diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction
mempunyai nilai yang sangat beragam atau berbeda antara siswa yang satu
dengan yang lainnya, karena dapat kita lihat bahwa nilai variansi melebihi
nilai tertinggi dari data di atas tidak semua siswa memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang merata yaitu kemampuan pemecahan masalah yang

82

diajar dengan pembelajaran matematika realistik. Sebagai indikator penilaian


kemampuan pemecahan masalah adalah 1) mampu menganalis masalah, 2)
mampu merumuskan masalah, 3) mampu mencari data dan
merumuskan hipotesis-hipotesis, 4) mampu menguji hipotesishipotesis itu dan 5) mampu menyimpulkan hipotesis yang
benar. Secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut ini:
859.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2B2)

860.
864.
868.
872.
876.
880.
884.
888.
892.
899.

862. F
863. Fr
o
865. 44,5 49,5
866. 4
867. 10%
869. 49,5 54,5
870. 4
871. 10%
873. 54,5 59,5
874. 5 875. 12,5%
877. 59,5 64,5
878. 6
879. 15%
881. 64,5 69,5
882. 6
883. 15%
885. 69,5 74,5
886. 8
887. 20%
889. 74,5 79,5
890. 4
891. 10%
893. 79,5 84,5
894. 3
895. 7,5%
897. 4
896. Jumlah
898. 100%
0
Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data

Kelas
1
2
3
4
5
6
7
8

861.

kelompok sebagai berikut:

Interval Kelas

83

900.

8
7
6
5

4
3
2
1
0

4
49,5

44,5

5
54,5

6
59,5

6
64,5

8
69,5

4
74,5

3
79,5

901. Gambar 4. 4 Histogram Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika Siswa yang Diajar dengan pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction (A2B2)
902.

Sedangkan kategori penilaian data kemampuan pemecahan

masalah matematika yang diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem


Based Introduction dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
903.

Tabel 4.9 Kategori Penilaian Kemampuan Pemecahan masalah


Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran Kooperatif
Tipe Problem Based Introduction (A2B2)

904.

905.

Interval

906.

Ju

907.

Perse

908.

Kategori

84

N
909.
1
914.
2
919.
3
924.
4
929.
5
934.
939.
940.

mlah
Siswa

Nilai
910.
915.
920.
925.
930.

0 SKKM
< 45
45 SKKM
< 65
65 SKKM
< 75
75 SKKM
< 90
90 SKKM
100
935.

911.

916.

20

921.

12

926.

931.

936.

ntase

Penilaian
913.

912.
917.

5%
50%

922.

30%

927.

15%

932.

0%

937.

Sangat
Kurang

918.

Kurang

923.

Cukup

928.
933.

Baik

Sangat Baik
938.

Dari Tabel di atas Kemampuan Pemecahan masalah matematika siswa

yang diajar dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction


diperoleh bahwa: jumlah siswa yang memperoleh nilai sangat kurang yaitu 2
Orang atau sebesar 5% siswa sangat tidak mampu menganalis masalah,
merumuskan masalah, mencari data dan merumuskan hipotesishipotesis,

menguji hipotesis-hipotesis itu dan menyimpulkan

hipotesis yang benar, yang memiliki kategori kurang sebanyak 20 orang


atau sebesar 50% siswa kurang baik dalam mampu menganalis masalah,
merumuskan masalah, mencari data dan merumuskan hipotesishipotesis,

menguji hipotesis-hipotesis itu dan menyimpulkan

hipotesis yang benar, yang memiliki nilai kategori cukup sebanyak 12 orang
atau sebesar 30%

siswa cukup baik dalam mampu menganalis masalah,

merumuskan masalah, mencari data dan merumuskan hipotesishipotesis,

menguji hipotesis-hipotesis itu dan menyimpulkan

hipotesis yang benar, yang memiliki nilai kategori baik sebanyak 6 orang
atau 15% siswa baik dalam mampu menganalis masalah, merumuskan

85

masalah, mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis,


menguji hipotesis-hipotesis itu dan menyimpulkan hipotesis yang
benar, yang memiliki nilai kategori sangat baik yaitu tidak ada atau sebanyak
0%.
d. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan pemecahan
masalah
Matematika Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran
Matematika Realistik (A1)
941.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan

berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang


diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik, data distribusi frekuensi pada
lampiran 11 dapat diuraikan sebagai berikut: nilai rata-rata hitung (X) sebesar
62,81; Variansi = 192,7; Standar Deviasi (SD) = 13,88; Nilai maksimum = 86;
nilai minimum = 35 dengan rentangan nilai (Range) = 53.
942.

Makna dari hasil Variansi di atas adalah kemampuan berpikir kreatif

dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran Matematika Realistik mempunyai nilai yang beragam atau
berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, karena dapat kita lihat
bahwa nilai variansi melebihi nilai tertinggi dari data di atas. Secara kuantitatif
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
943.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir


Kreatif dan Kemampuan Pemecahan masalah Matematika
Siswa dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1)
944.
945.
elas
949.
953.
957.

K
1
2
3

946.

Interval
Kelas
950. 34,5 41,5
954. 41,5 48,5
958. 48,5 55,5

947.

Fo

951. 4
955. 9
959. 16

948.
952.
956.
960.

Fr
5,2%
11,7%
20,8%

86

961.
965.
969.
973.
977.

4 962. 55,5 62,5


5 966. 62,5 69,5
6 970. 69,5 76,5
7 974. 76,5 83,5
8 978. 83,5 90,5
981. Jumlah

963.
967.
971.
975.
979.
982.

11
8
15
9
6
78

964.
968.
972.
976.
980.
983.

14,3%
10,4%
19,5%
11,7%
7,8%
100%

984.
985.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data
kelompok sebagai berikut:
986.
987.

16
14
12
10
8
6

4
2
0
34,5

9
41,5

16
48,5

11
55,5

8
62,5

15
69,5

9
76,5

6
83,5

988. Gambar 4. 5 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif dan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang diajar dengan
Pembelajaran Matematika Realistik (A1)
989.

Sedangkan kategori penilaian data kemampuan berpikir kreatif dan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran Matematika Realistik dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
990.

991.
N

Tabel 4.11 Kategori Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif dan


kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang diajar
dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1)

992.

Interval Nilai

993. J
uml 994. Per
ah
sentas
Sisw
e
a

995.

Kategori
Penilaian

87

996. 997.
1
1001. 1002.
2
1006.1007.
3
1011. 1012.
4
1016. 1017.
5
1021. Dari

0 SKBK/KM 998. 1
< 45
0
45 SKBK/KM 1003. 3
< 65
4
65 SKBK /KM 1008. 1
< 75
7
75 SKBK/KM 1013. 1
< 90
7
90 SKBK/KM
1018. 0
100
Tabel di atas Kemampuan

999.

12,
82%
1004. 43,
52%
1009. 21,
76%
1014. 21,
76%
1019. 0%

1000. Sangat
Kurang
1005. Kurang
1010. Cukup
1015. Baik
1020. Sangat Baik

berpikir kreatif dan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran


Matematika Realistik diperoleh bahwa: jumlah siswa yang memperoleh nilai
sangat kurang Sebanyak 10 orang atau sebesar 12,82%, yang memiliki kategori
kurang sebanyak 34 orang atau sebesar 43,52%, yang memiliki nilai kategori
cukup sebanyak 17 orang atau sebesar 21,76%, yang memiliki nilai kategori baik
sebanyak 17 orang atau 21,76%, yang memiliki nilai kategori sangat baik yaitu
tidak ada atau sebanyak 0%.
e. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif dan pemecahan masalah
Matematika Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction (A2)
1022.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan

berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction, data distribusi
frekuensi pada lampiran 15 dapat diuraikan sebagai berikut: nilai rata-rata hitung
(X) sebesar 67,175; Variansi = 132,53; Standar Deviasi (SD) = 11,512; Nilai
maksimum = 87; nilai minimum = 45 dengan rentangan nilai (Range) = 42.
Makna dari hasil Variansi di atas adalah kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran

88

Kooperatif Tipe Problem Based Introduction mempunyai nilai yang sangat


beragam atau berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, karena dapat
kita lihat bahwa nilai variansi melebihi nilai tertinggi dari data di atas. Secara
kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut ini:
1023.

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir


Kreatif dan Kemampuan Pemecahan masalah Matematika
Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction (A2)
1024.
1025. K 1026. Interval
elas
Kelas
1029. 1 1030. 44,5 50,5
1033. 2 1034. 50,5 56,5

1027. Fo

1032. 12,5%
1036. 8,75%
1040. 13,75
1037. 3 1038. 56,5 61,5
1039. 11
%
1041. 4 1042. 61,5 67,5
1043. 10
1044. 12,5%
1045. 5 1046. 67,5 73,5
1047. 12
1048. 15%
1049. 6 1050. 73,5 79,5
1051. 14
1052. 17,5%
1053. 7 1054. 79,5 85,5
1055. 14
1056. 17,5%
1057. 8 1058. 85,5 91,5
1059. 2
1060. 2,5%
1061. Jumlah
1062. 80
1063. 100%
1064.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data
kelompok sebagai berikut:

1031. 10
1035. 7

1028. Fr

89

1065.

14
12

10

10
8
6
4
2
0
44.5

7
50.5

11
56.5

10
61.5

12
67.5

14
73.5

14
79.5

2
85.5

1066. Gambar 4. 6 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif dan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar dengan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2)
1067.
1068.

Sedangkan kategori penilaian data kemampuan berpikir kreatif dan

komunikasi matematika siswa yang diajar dengan metode pembelajaran


konvensional dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
1069.

Tabel 4.13 Kategori Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif dan


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang
Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based
Introduction (A2)
1070.

1071.
N
1072. Interval Nilai
1076. 1077. 0 SKBK/KM
1
< 45
1081.1082. 45 SKBK/KM
2
< 65
1086. 1087. 65 SKBK
3
/KM < 75
1091.1092. 75 SKBK/KM
4
< 90
1096.1097. 90 SKBK/KM

1073. J
umla
h
Sisw
a
1078. 2
1083. 3
3
1088. 2
5
1093. 2
0
1098. 0

1074. Per
sentas
e
1079. 2,5
%
1084. 41,
25%
1089. 31,
25%
1094. 25
%
1099. 0%

1075. Kategori
Penilaian
1080. Sangat
Kurang
1085. Kurang
1090. Cukup
1095. Baik
1100. Sangat Baik

90

100

1102.

1101.
Dari Tabel di atas Kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan

masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Kooperatif Tipe


Problem Based Introduction diperoleh bahwa: jumlah siswa yang memperoleh
nilai sangat kurang sebanyak 2 orang atau sebesar 2,5%, yang memiliki kategori
kurang sebanyak 33 orang atau sebesar 41,25%, yang memiliki nilai kategori
cukup sebanyak 25 orang atau sebesar 31,25%, yang memiliki nilai kategori baik
sebanyak 20 orang atau 25%, yang memiliki nilai kategori sangat baik tidak ada
atau 0%.
1103.
f. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa yang Diajar
dengan

Pembelajaran

Matematika

Realistik

dan

Pembelajaran

Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (B1)


1104.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan

berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika


Realistik dan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction, data
distribusi frekuensi pada lampiran 11 dapat diuraikan sebagai berikut: nilai ratarata hitung (X) sebesar 77,57; Variansi = 157,6; Standar Deviasi (SD) = 12,65.
Nilai maksimum = 87; nilai minimum = 48 dengan rentangan nilai (Range) = 39.
1105.

Makna dari hasil Variansi di atas adalah kemampuan berpikir

kreatif matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik


dan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction mempunyai nilai
yang sangat beragam atau berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya,
karena dapat kita lihat bahwa nilai variansi melebihi nilai tertinggi dari data di
atas. Secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut ini:

91

1106.

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berpikir


Kreatif Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Pembelajaran
Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction (B1)
1107. K
elas

1108. Interval
Kelas

1109. Fo

1111. 1

1112. 47,5 52,5

1113. 9

1115. 2

1116. 52,5 57,5

1117. 6

1119. 3

1120. 57,5 62,5

1121. 8

1123. 4

1124. 62,5 67,5

1125. 4

1127. 5

1128. 67,5 72,5

1129. 10

1131. 6

1132. 72,5 77,5

1133. 17

1135. 7

1136. 77,5 82,5

1137. 13

1139. 8

1140. 82,5 87,5

1141. 12

1143. Jumlah
1146.
1147.

1144. 79

1110. Fr
1114. 11,39
%
1118. 7,595
%
1122. 10,13
%
1126. 5,063
%
1130. 12,66
%
1134. 21,52
%
1138. 16,46
%
1142. 15,19
%
1145. 100%

Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat dibentuk histogram data

kelompok sebagai berikut:

92

1148.

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

47.5

6
52.5

8
57.5

4
62.5

10
67.5

17
72.5

13
77.5

12
82.5

1149. Gambar 4. 7 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika


Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik dan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction(B1)
1150.

Sedangkan kategori penilaian data kemampuan berpikir kreatif

matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik dan


Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introductiondapat dilihat pada
Tabel berikut ini:

93

1151.

Tabel 4.15 Kategori Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif


Matematika Siswa yang Diajar Dengan Matematika Realistik dan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction(B1)

1152.
1153. Interval
N
Nilai
1157. 1158.
1
1162.1163.
2
1167.1168.
3
1172.1173.
4
1177.1178.
5

0 SKBK
< 45
45 SKBK
< 65
65 SKBK
< 75
75 SKBK
< 90
90 SKBK
100

1154. Jum
lah
Siswa
1159. 0
1164. 24
1169. 25
1174. 40
1179. 0

1155. Per
sentas
e
1160. 0%
1165. 30,
38%
1170. 31,
65%
1175. 50,
64%
1180. 0%

1156. Kategori
Penilaian
1161. Sangat Kurang
1166. Kurang
1171. Cukup
1176. Baik
1181. Sangat Baik

1182.
1183. Dari Tabel di atas Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang
diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introductiondiperoleh bahwa: jumlah siswa yang memperoleh nilai

sangat kurang tidak ada atau sebesar 0%, yang memiliki kategori kurang
sebanyak 24 orang atau sebesar 30,38%, yang memiliki nilai kategori cukup
sebanyak 25 orang atau sebesar 31,65%, yang memiliki nilai kategori baik
sebanyak 40 orang atau 50,64%, yang memiliki nilai kategori sangat baik tidak
ada atau sebanyak 0%.
g. Data Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang
Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (B2)
1184.
1185.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran
Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based
Introduction, data distribusi frekuensi pada lampiran 11 dapat diuraikan sebagai

94

berikut: nilai rata-rata hitung (X) sebesar 59,65; Variansi = 121,621; Standar
Deviasi (SD) = 11,82; Nilai maksimum = 84; nilai minimum = 35 dengan
rentangan nilai (Range) = 49.
1186.
1187.
Makna dari hasil Variansi di atas adalah kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik
dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction mempunyai nilai
yang sangat beragam atau berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya,
karena dapat kita lihat bahwa nilai variansi melebihi nilai tertinggi dari data di
atas. Secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut ini:
1188.
1189.
Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa yang Diajar Dengan Pembelajaran
Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction (B2)
1190.
1191.
elas
1195.
1199.
1203.
1207.
1211.
1215.
1219.
1223.

1192. Interval
Kelas
1 1196. 34,5 41,5
2 1200. 41,5 48,5
3 1204. 48,5 55,5
4 1208. 55,5 62 ,5
5 1212. 62,5 69,5
6 1216. 69,5 76,5
7 1220. 76,5 83,5
8 1224. 83,5 90,5
1227. Jumlah

1193. Fo
1197.
1201.
1205.
1209.
1213.
1217.
1221.
1225.
1228.

4
12
16
14
13
13
6
1
79

1194. Fr
1198.
1202.
1206.
1210.
1214.
1218.
1222.
1226.
1229.

5,063
15,19
20,25
17,72
16,46
16,46
7,595
1,266
100%

95

1230.
berikut:Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat

1231.

dibentuk histogram data kelompok sebagai berikut:

1
83,5

16
14
12
10
8
6

4
2
0
34,5

12
41,5

16
48,5

14
55,5

13
62,5

13
69,5

6
76,5

1232. Gambar 4. 8 Histogram Kemampuan pemecahan masalah


Matematika Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika
Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction
(B2)
1233.

Sedangkan kategori penilaian data

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar


dengan pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran

96

Kooperatif Tipe Problem Based Introduction dapat dilihat pada Tabel


berikut ini:

1234.

Tabel 4.17 Kategori Penilaian Kemampuan pemecahan masalah


Matematika
Siswa Yang Diajar Dengan pembelajaran
Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem
Based Introduction (B2)

1235.
1236. Interval
N
Nilai
1240. 1241.
1
1245.1246.
2
1250.1251.
3
1255.1256.
4
1260.1261.
5
1266.

0 SKBK
< 45
45 SKBK
< 65
65 SKBK
< 75
75 SKBK
< 90
90 SKBK
100

1237. Jum
lah
Siswa
1242. 12
1247. 43
1252. 17
1257. 4
1262. 0

1238. Per
1239. Kategori
sentas
Penilaian
e
1243. 15,
1244. Sangat Kurang
19%
1248. 54,
1249. Kurang
43%
1253. 21,
1254. Cukup
52%
1258. 5,0
1259. Baik
6%
1263. 0%
1264. Sangat Baik

1265.
Dari Tabel di atas Kemampuan Pemecahan masalah

matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik dan


Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction diperoleh bahwa: jumlah

siswa yang memperoleh nilai sangat kurang sebanyak 12 orang atau sebesar
15,19%, yang memiliki kategori kurang sebanyak 43 orang atau sebesar 54,43%,
yang memiliki nilai kategori cukup sebanyak 17 orang atau sebesar 21,52 %,
yang memiliki nilai kategori baik sebanyak 4 orang atau 5,06%, yang memiliki
nilai kategori sangat baik tidak ada atau sebanyak 0%.
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1267.
Sebelum melakukan uji hipotesis dengan analisis varians (ANAVA)
terhadap hasil tes siswa perlu dilakukan uji persyaratan data meliputi: Pertama,
bahwa data bersumber dari sampel jenuh. Kedua, sampel berasal dari populasi

97

yang berdistribusi normal. Ketiga, kelompok data mempunyai variansi yang


homogen. Maka, akan dilakukan uji persyaratan analisis normalitas dan
homogenitas dari distribusi data hasil tes yang telah dikumpulkan.
1. Uji Normalitas
1268.
Salah satu teknik analisis dalam uji normalitas adalah teknik analisis
Lilliefors, yaitu suatu teknik analisis uji persyaratan sebelum dilakukannya uji
hipotesis. Berdasarkan sampel acak maka diuji hipotesis nol bahwa sampel berasal
dari populasi berdistribusi normal dan hipotesis tandingan bahwa populasi
berdistribusi tidak normal. Dengan ketentuan Jika L-hitung < L-tabel maka sebaran
data memiliki distribusi normal. Tetapi jika L-hitung > L-tabel maka sebaran data tidak
berdistribusi normal. Hasil analisis normalitas untuk masing-masing sub
kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa yang Diajar
dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1B1)
1269.

Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada

hasil kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran Matematika Realistik (A1B1) diperoleh nilai L-hitung = 0,094 dengan
nilai L-tabel = 0,141 Karena L-hitung < L-tabel yakni 0,098 < 0,141 maka dapat
disimpulkan hipotesis nol diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel pada
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran
Matematika Realistik berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

98

b) Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa

yang Diajar

dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2B1)


1270.

Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada

hasil kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2B1) diperoleh nilai
L-hitung = 0,13 dengan nilai L-tabel = 0,14. Karena L-hitung < L-tabel yakni 0,13 < 0,14
maka dapat disimpulkan hipotesis nol diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sampel pada hasil kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar
dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
c) Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar
dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1B2)
1271.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada hasil
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran Matematika Realistik (A1B2) diperoleh nilai L-hitung = 0,141 dengan
nilai L-tabel = 0,141. Karena L-hitung < L-tabel, maka dapat disimpulkan hipotesis nol
diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel pada hasil kemampuan
Pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran
Matematika Realistik berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
1272.
d) Hasil Kemampuan Pemecahan masalah Matematika Siswa yang Diajar
dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2B2)
1273.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada hasil
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2B2) diperoleh nilai

99

L-hitung = 0,065 dengan nilai L-tabel = 0,14. Karena L-hitung < L-tabel yakni 0,065 < 0.14
maka dapat disimpulkan hipotesis nol diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sampel pada hasil kemampuan Pemecahan masalah matematika siswa yang diajar
dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
1274.
e) Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif dan pemecahan masalah Matematika
Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik (A1)
1275.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada hasil
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik (A1) diperoleh nilai L-hitung =
0,096 dengan nilai L-tabel = 0,1003. Karena L-hitung < L-tabel yakni 0,096< 0,1003
maka dapat disimpulkan hipotesis nol diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sampel pada hasil kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
1276.
f) Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif

dan

Pemecahan

Masalah

Matematika Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe


Problem Based Introduction (A2)
1277.

Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada

hasil kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajar dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (A2)
diperoleh nilai L-hitung = 0,070 dengan nilai L-tabel = 0,099. Karena L-hitung < L-tabel
yakni 0,070 < 0,099 maka dapat disimpulkan hipotesis nol diterima. Sehingga
dapat dikatakan bahwa sampel pada hasil kemampuan berpikir kreatif dan

100

pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran


Kooperatif Tipe Problem Based Introduction berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
g) Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa yang Diajar dengan
Pembelajaran Matematika Realistik dan Pembelajaran Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction (B1)
1278.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada hasil
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran
Matematika Realistik dan Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (B1)
diperoleh nilai L-hitung = 0,096 dengan nilai L-tabel = 0,0997. Karena L-hitung < L-tabel
yakni 0,0096 < 0,0997 maka dapat disimpulkan hipotesis nol diterima. Sehingga
dapat dikatakan bahwa sampel pada hasil kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik dan Kooperatif Tipe
Problem Based Introduction berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
1279.
h) Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Diajar
dengan

Pembelajaran

Matematika

Realistik

dan

Pembelajaran

Kooperatif Tipe Problem Based Introduction (B2)


1280.
1281.

Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas untuk sampel pada

hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran Matematika Realistik dan Kooperatif Tipe Problem Based
Introduction (B2) diperoleh nilai Lhitung = 0,083 dengan nilai L-tabel = 0,099.
Karena L-hitung < L-tabel yakni 0,083 < 0,099 maka dapat disimpulkan hipotesis nol
diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel pada hasil kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran

101

Matematika Realistik dan Kooperatif Tipe Problem Based Introduction berasal


dari populasi yang berdistribusi normal.
1282. Kesimpulan dari seluruh data hasil uji normalitas kelompok-kelompok
data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa semua sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal sebab semua L-hitung < L-tabel. Kesimpulan hasil uji
normalitas dari masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:
1283.

Tabel 4.18 Rangkuman Hasil Uji Normalitas dengan Teknik


Analisis Lilliefors

1284. Kel
ompok

1285. L
hitung

1288.

A
B

1289.

0,09
8

1294.

A
B

1295.

0,09
6

1298.

A2
B1

1299.

0,14
6

1302.

A
B2

1303.

0,10
8

1306.

A1

1307.

0,09
1

1314.

1315.

0,05
5

1318.

B1

1319.

1322.

B2

1323.

1286.

L - tabel =
0,05

1287.

Kesimpulan

1293.

Ho : Diterima,
Normal

1297.

Ho : Diterima,
Normal

1301.

Ho : Diterima,
Normal

1305.

Ho : Diterima,
Normal

1313.

Ho : Diterima,
Normal

1317.

Ho : Diterima,
Normal

0,06
3

1321.

Ho : Diterima,
Normal

0,10
5

1325.

Ho : Diterima,
Normal

1290. 0,141
1291.
1292. 0,14

1308. 0,0966
1309. 0,0991
1310.
1311. 0,0997
1312.

1326.
1327. Keterangan:
1328.

A1B1 = Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa


yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik

102

1329.

A1B2 =
Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Matematika Realistik

1330.

A2B1 = Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa yang


Diajar dengan Pembelajaran kooperatif Tipe Problem Based
Introduction

1331.

A2B2 =

Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran kooperatif Tipe Problem


Based Introduction
2. Uji Homogenitas
1332.
Pengujian homogenitas varians populasi yang berdistribusi normal
dilakukan dengan uji Bartlett. Dari hasil perhitungan 2hitung (chi-Kuadrat)
diperoleh nilai lebih kecil dibandingkan harga pada 2tabel. Hipotesis statistik yang
diuji dinyatakan sebagai berikut:

1333. H0 :

1334. Ha : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku


1335.

Dengan Ketentuan Jika X2hitung < X2tabel maka dapat dikatakan bahwa,

responden yang dijadikan sampel penelitian tidak berbeda atau menyerupai


karakteristik dari populasinya atau Homogen. Jika X2hitung > X2tabel maka dapat
dikatakan bahwa, responden yang dijadikan sampel penelitian berbeda
karakteristik dari populasinya atau tidak homogen.

103

1336.

Uji homogenitas dilakukan pada masing-masing sub-kelompok sampel

yakni: (A1B1), (A1B2), (A2B1), (A2B2). Rangkuman hasil analisis homogenitas


dapat dilihat pada tabel berikut:
1337.

Tabel 4.19 Rangkuman hasil Uji Homogenitas untuk kelompok


sampel (A1B1), (A1B2), (A2B1), (A2B2)

1338. Kel
ompok

1339. 1340. S
Db

1347.

1348.
38

1356.

1357.
38

1365.

1366.
39

1374.

1375.
39

1383.

1384.
77

1392.

1393.
79

1401.

1402.
77

1410.

1411.
77

1349. 1
31,8
92
1358. 1
30,1
47
1367. 1
42,7
89
1376. 1
08,4
1
1385. 1
52,7
03
1394. 1
32,5
26
1403. 1
35,7
54
1412. 1
39,8
73

1342.
logSi

1343. d
b.log
Si

1350. 50 1351.
11,896 2,12

1352. 8
0,57

1359. 49 1360.
45,586 2,11

1361. 8
0,35

1368. 55 1369.
68,771 2,155

1370. 8
4,033

1377. 42
27,99

1378.
2,035

1379. 7
9,37

1386. 11 1387.
758,13 2,184

1388. 1
68,16
1397. 1
67,66
1
1406. 1
64,22
1
1415. 1
65,22
1

1341. dk
.Si

1395. 10 1396.
469,55 2,122
1404. 10
453,05 1405.
8
2,133
1413. 10
770,22 1414.
1
2,146

1344.
X

1345.
X

hit

tab

ung

el

1353.
0,773

1346.
Keputus
an

1354.

1355.
Homo
ge
n

1390.

1391.
Homo
ge
n

1389.
0,391

1407.
0,017

1419.

1420.

Berdasarkan tabel hasil uji homogenitas di atas dapat disimpulkan

bahwa, semua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogen


3. Pengujian Hipotesis
a. Analisis Varians dan Uji Tukey

104

1421.
1422.

Analisis yang digunakan untuk menguji keempat hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah analisis varians dua jalan dan diuji dengan
Tukey. Hasil analisis data berdasarkan ANAVA 2 x 2 secara ringkas disajikan pada
tabel berikut:
1423. Tabel 4.20 Rangkuman Hasil Analisis Varians

1424. Sumber
Varians

1425.
1426. JK
Dk

1427. R 1428. FHi


JK
tung

1437. Antar
Kolom (A):

1438.
1

1441.
1,09

1444. Antar
Baris (B):

1445. 1446. 462


1
0,519

1440. 7
53,2
58
1447. 4
620,
519
1454.
85508,5

1455.
123,83

1451. Interaksi
(A x B)
1458. Antar
Kelompok A
dan B
1465. Dalam
Kelompok
(Antar Sel)
1472. Total
Reduksi

1452.
1

1439.
753,278

1453.
85508,5

1460.
1461. 1
81641 ,29
428,
142
1467. 107
1466.
1468. 6
702,23
156
90,4
7
1473. 1474. 260
1475.
157
60,943
1459.
3

1448.
6,69

1429. FTabel
1435. 1436.

0
0
,
,
0
0
5
1

1443.
1442.
6,85
4,08
9

1462.
0,364

1464.
1463.
4,13
2,84
2

1476.

1477. 1478.

1479.
1480.

Setelah diketahui uji perbedaan melalui analisis varians (ANAVA)

2 x 2 digunakan uji lanjut dengan uji Tukey yang dilakukan pada kelompok.: (1)

105

Main Effect A yaitu A1 dan A2 serta main effect B yaitu B1 dan B2 dan (2) Simple
Effect A yaitu A1 dan A2 untuk B1 serta A1 dan A2 untuk B2, Simple Effect B yaitu
B1 dan B2 untuk A1 serta B1 dan B2 untuk A2.
1481.

Setelah dilakukan analisis varians (ANAVA) melalui uji F maka

kemudian melakukan perhitungan koefisien Qhitung melalui uji Tukey, maka


masing-masing hipotesis dan pembahasan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Hipotesis Pertama
1482.

Hipotesis penelitian: Tingkat kemampuan berpikir kreatif dan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran Matematika Realistik lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan pembelajaran Kooperatif tipe Problem Based Introduction.
1483.

Hipotesis Statistik

A A
1

1484.

Ho

A A
1

1485. Ha
:
1486. Terima Ho, jika : Fhitung < Ftabel

1487.
1488.

Berdasarkan hasil analisis uji F yang terdapat pada rangkuman hasil

ANAVA sebelumnya, diperoleh nilai Fhitung Kolom= 14,5 > Ftabel

3,897 maka

menolak H0 dan Menerima Ha.


1489.

Berdasarkan hasil pembuktian hipotesis pertama ini memberikan

temuan bahwa: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan


pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Pembelajaran

106

Matematika Realistik dan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
Problem Based Introduction pada materi relasi fungsi.
1490.

1491.

Sehingga

dapat

disimpulkan

bahwa

secara

keseluruhan

kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika


siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada
siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Introduction pada materi relasi fungsi.
2. Hipotesis Kedua
1492.

Hipotesis penelitian: Tingkat kemampuan berpikir kreatif matematika

siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik lebih baik


daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Introduction.
1493.

Hipotesis Statistik:

A B A B
1

1494. Ho

A B A B
1

1495. Ha
:
1496. Terima Ho, jika : Fhitung < Ftabel
1497.
1498.

Untuk menguji hipotesis kedua maka langkah selanjutnya dilakukan uji

ANAVA satu jalur untuk simple affect A yaitu: Perbedaan antara A1 dan A2 yang
terjadi pada B1. Rangkuman hasil analisis dapat dilihat pada pada tabel berikut:
1499.

Tabel 4.21 Perbedaan Antara A1 Dan A2 yang Terjadi Pada B1

1500.

1501. Sumber

1502.

1503. JK

1504. R

1505.

1506. FTabel

107

Varians

Dk

1516. 879
39,84
1515.
1514. Antar (A)
1
1521. Dalam
1528. Total

1536.

1522. 1523. 985


77
28,67

JK

1517. 8
7939,
84

FHitung
1518.
631,
1
8

1524. 1
39,3
3

1512.

1513.
0,
0,0
0
1
5

1519.
3,966

1520. 7
,09
3

1529. 1530. 105


78
88,83 1531.
1525.
1535.

Berdasarkan hasil analisis uji F yang terdapat pada rangkuman

hasil ANAVA, diperoleh nilai Fhitung = 631,18 > Ftabel pada taraf (= 0,05) = 3,966
berdasarkan ketentuan sebelumnya maka menolak Ho dan menerima Ha.
1537.

Berdasarkan hasil pembuktian hipotesis kedua ini memberikan

temuan bahwa: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematika


siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction pada materi
relasi fungsi.
1538.

Selanjutnya dilakukan uji Tukey, Berdasarkan uji Tukey yang

dilakukan pada lampiran 24, diperoleh Q3(A1B1 dan A2B1)hitung < Qtabel di mana
Qhitung = 0,345dan Qtabel = 2,82. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan hasil kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar
dengan pembelajaran matematika realistik Tidak lebih baik daripada siswa yang
diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction pada
materi relasi fungsi

108

3. Hipotesis ketiga
1539.

Hipotesis penelitian: kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realistik lebih baik


daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Introduction
1540.

Hipotesis Statistik

A B A B

A B A B

1541. Ho

1542. Ha
:
Terima
H
jika
1543.
o,
: Fhitung < Ftabel
1544.

Untuk menguji hipotesis ketiga maka langkah selanjutnya dilakukan

uji ANAVA satu jalur untuk simple affect A yaitu: Perbedaan antara A1 dan A2
yang terjadi pada B2. Rangkuman hasil analisis dapat dilihat pada pada tabel
berikut:
1545.

Tabel 4.22 Perbedaan Antara A1 Dan A2 yang Terjadi Pada B2

1546. Sumber
Varians

1547.
Dk

1548. JK

1549. R 1550.
JK FHitung

1561. 1736,
511

1562. 1
736,5 14,3
9
11

1551. FTabel
1557.

0 1558.
, 0,01
0
5

1563.

1559. Antar
(A)
1566. Dalam
1573. Total

1560.
1

1568. 917
1567.
3,5647 1569. 1
77
44
20,7
1574. 1575. 10910
78
,08
1576.
1580.

1570.

1564.
1565.
3,96
7,093
6

109

1581.
1582. Berdasarkan hasil analisis uji F yang terdapat pada rangkuman hasil
ANAVA, diperoleh nilai Fhitung = 14,39, diketahui nilai pada Ftabel pada taraf (=
0,05) = 3,966. Selanjutnya dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel untuk
menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho, diketahui bahwa nilai
koefisien Fhitung > Ftabel berdasarkan ketentuan sebelumnya maka menolak Ho dan
menerima Ha.
1583.

Berdasarkan hasil pembuktian hipotesis ketiga ini memberikan

temuan bahwa: Terdapat perbedaan kemampuan Pemecahan masalah matematika


siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik dan siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction pada materi
relasi fungsi.
1584.
Selanjutnya dilakukan uji Tukey, Berdasarkan uji Tukey yang
dilakukan pada lampiran 24, diperoleh Q4(A1B2 dan A2B2)hitung > Qtabel di
mana Qhitung = 5,02 dan Qtabel= 2,86. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa: secara keseluruhan hasil kemampuan pemecahana masalah matematika
siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada
siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Introduction pada materi relasi fungsi.
4. Hipotesis Keempat
1585.

Hipotesis Penelitian: Terdapat interaksi antara model pembelajaran

terhadap kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa pada materi relasi fungsi.
1586.

Hipotesis Statistik

110

1587.

H0: INT. A X B = 0

1588.

Ha: INT. A X B 0

1589.

Terima H0, jika : INT. A X B = 0

1590.

Setelah melakukan analisis uji F dan uji Tukey pada hipotesis pertama,

kedua dan ketiga selanjutnya peneliti melakukan analisis pada hipotesis


keempat.

Berdasarkan hasil analisis uji F yang terdapat pada rangkuman

hasil ANAVA sebelumnya, diperoleh nilai Fhitung = 123,83 dan Ftabel pada taraf
(= 0,05) = 3,897 untuk menentukan kriteria penerimaan dan penolakan Ho.
Selanjutnya dengan melihat nilai Fhitung sebagai hasil interaksi untuk
menentukan kriteria penerimaan dan penolakan H0, dan diketahui bahwa nilai
INT. A X B 0.
1591.

Berdasarkan ketentuan sebelumnya maka menolak H 0 dan Menerima

Ha. Dapat dikatakan bahwa: Terdapat interaksi antara model pembelajaran


yang di gunakan terhadap kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada materi relasi fungsi.
1592.

Interaksi antara A dan B yang terjadi disinyalir adanya perbedaan rata-

rata antara perbedaan rata-rata B1 dan B2 untuk level A1, dan perbedaan ratarata antara B1 dan B2 untuk level A2, sehingga perlu pengujian perbedaan pada
simple effect.

Tabel berikut merupakan rangkuman hasil analisis simple effect Perbedaan


antara B1 dan B2 yang terjadi pada A1 dan perbedaan antara B1 dan B2 yang
terjadi pada A2:

111

Tabel 4.23 Perbedaan antara B1 dan B2 yang terjadi pada A1

1593.

1594. Su
1595.
mber
Dk
Varians
1607. Ant 1608.
ar (B)
1
1614. Dala 1615.
m
76
1621. Tota
l

1622.
77

1596. JK
1609. 4880,
63
1616. 9957,
49
1623.
4880,63

1597. R
JK

1598. F

1610. 48
80,63
1617. 13
1,019

1611. 3
7,25

Hitung

1618.

1599. FTabel
1605. 1606.
0,05 0,01

1612.
3,966

1613.
7,093

1624.

1628.

1629.

Berdasarkan hasil analisis uji F yang terdapat pada tabel, diperoleh

nilai FHitung= 37,25. Diketahui nilai pada FTabel pada taraf (0,05) = 3,966. Dengan
membandingkan nilai Fhitung dengan nilai FTabel untuk menentukan kriteria
penerimaan dan penolakan H0. Diketahui bahwa nilai koefisien Fhitung > FTabel.
1630.

Dari hasil pembuktian simple effect perbedaan antara B1 dan B2

yang terjadi pada A1, memberikan temuan bahwa: Terdapat interaksi antara
model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada materi relasi fungsi. Selanjutnya
dilakukan uji Tukey, hasil perhitungan yang diperoleh pada uji Tukey di lampiran
24 diperoleh Q5(A1B1 dan A1B2)Qhitung = 7,117 > Q(0,05) = 2,86. Dari hasil
pembuktian uji Tukey ini dapat disimpulkan bahwa: Terdapat interaksi yang
signifikan antara model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi relasi fungsi.

Demikian halnya dengan perbedaan simple affect yang terjadi B1 dan B2 yang
terjadi pada A2. dapat dijelaskan berdasarkan tabel berikut:
1631.

Tabel 4.24 Perbedaan antara B1 dan B2 yang terjadi pada A2

112

1637. FTabel
1636. F 1643. 1644.
0,0
0,0
Hitung
5
1
1645. Ant 1646. 1647. 29 1648. 721 1649. 5
ar (A)
1
76,8
4,006
,76
1652. Dal 1653. 1654. 97 1655. 125
1650. 3 1651. 7
am
78
744,75
3,14
,96
,09
6
3
1656.
1661. 10
1659. Tota 1660.
0721,5
l
79
5
1662.
1632. Su
1633.
mber
1634. JK
Dk
Varians

1666.

1635. RJ
K

Berdasarkan hasil analisis uji F yang terdapat tabel di atas,

diperoleh nilai Fhitung = 5,76, diketahui nilai pada Ftabel pada taraf (0,05) = 3,966.
Dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel untuk menentukan kriteria
penerimaan dan penolakan H0, dan diketahui bahwa nilai koefisien Fhitung > FTabel.
Dari ketentuan sebelumnya maka hasil analisis menolak Ho dan menerima Ha.
1667.

Dengan demikian, hasil pembuktian simple affect Perbedaan antara B1

dan B2 yang terjadi pada A2 memberikan temuan bahwa Terdapat interaksi


antara model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi relasi fungsi
1668.

Selanjutnya dilakukan uji Tukey, hasil perhitungan yang

diperoleh pada uji Tukey di lampiran 24, diperoleh Q6(A2B1 dan A2B2) Qhitung =
3,52 > Q(0,05) = 2,86. Dari hasil pembuktian uji Tukey ini dapat bahwa Terdapat
interaksi yang signifikan antara model pembelajaran yang di gunakan terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa pada materi relasi fungsi.

113

1669.

Dari semua perhitungan Uji F dan Uji Tukey yang dilakukan pada

analisis data untuk membuktikan Hipotesis, maka dapat di buat Rangkuman hasil
analisis uji F dan uji tukey pada tabel berikut ini:
1670.
1671.
1672.
1673.
1674.
1675.
1676.
1677.
1678.
1679.
1680. Tabel 4.25 Rangkuman Hasil Analisis Uji Tukey
1681.
1687. Ft
1690. Q
1685. F
abe
ta
tab
1682.
1684. F
1689. Qh
l
bel
1683. Pasangan
1691. Kesimpu
el
No
hit
itun

1688.
Kelompok
lan
ung 1686.
1698.
g
=
=0,0
0,
0,05
5
01

1707.
1700. 1701. Q1 (A1 dan 1702. 1
1705.
3,02
1
A2)
4,5 1703.
1704. 1706.
1710. 1711. Q2(B1 dan 1712. 6 3,897 6,859 1715.
7,46
2
B2)
,69
1718. 1719. Q3(A1B1
3
dan A2B1)
1728. 1729. Q4(A1B2
4
dan A2B2)
1736. 1737. Q5(A1B1
5
dan A1B2)
1744. 1745. Q6(A2B1
6
dan A2B2)
1752. 1753. Q7(A1B1
7
dan A2B2)
1760. 1761. Q8(A2B1

1709. Signif
ikan
1708.
2,82 1717. Signif
ikan

1720. 6 1721. 1722.


31, 3,966
1723.
18
7,093
1730. 1
4,3
1724.
9
1738. 3
7,2
5

1725.
0,345

1726. 1727. Tidak


2,86
Signifika
n

1733.
5,02

1735. Signif
ikan

1741.
7,117

1743. Signif
ikan

1746. 5
,76

1749.
3,52

1751. Signif
ikan

1754. 2
176
,63
1762. 0

1757.
3,58

1759. Signif
ikan

1765.

1767. Signif

114

,12
3

dan A1B2)

6,91

ikan

1768.
1769.
1770. Tabel 4.26 Rangkuman Hasil Analisis
1771. 1772. Hipotesis
No.
Statistik
1776. 1777.
H

1.
A1 A 2

o:
1778.

Ha :

A1 A2

Terima Ho ,jika;
Fhitung < Ftabel
1780.
1779.

1786. 1787.
2

A1 A2

Ho:
1788.

Ha :

A1 A2

Terima Ho ,jika;
Fhitung < Ftabel
1790.
1789.

1773.

Hipotesis
Verbal
Ho
:
Tidak
terdapat
perbedaan
kemampuan
berpikir
kreatif
dan
kemampuan
pemecahan
masalah matematika antara
siswa yang diajar dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik dan siswa yang
diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem
Based Introduction.
1781.
Ha : Terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan
masalah matematika antara
siswa yang diajar dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik dan siswa yang
diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem
Based Introduction.

1774.
Temuan
1782. Terdap
at perbedaan
kemampuan
berpikir kreatif
dan kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
anatara siswa
yang diajar
dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik dan
siswa yang
diajar dengan
pembelajaran
kooperatif tipe
Problem Based
Introduction.
1783. pada
materi relasi
fungsi.

Ho
:
Tidak
terdapat
perbedaan
kemampuan
berpikir kreatif matematika
antara siswa yang diajar
dengan
pembelajaran
Matematika Realistik dan
siswa yang diajar dengan
pembelajaran kooperatif tipe
Problem
Based
Introduction..
1791.
Ha : Terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kreatif
matematika antara siswa
yang
diajar
dengan
pembelajaran
Matematika

1792. Terdap
at perbedaan
kemampuan
berpikir kreatif
matematika
anatara siswa
yang diajar
dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik dan
siswa yang diajar
dengan
pembelajaran
kooperatif tipe
Problem Based

Kesim
pulan
1784. Secara
keseluruhan
kemampuan
berpikir kreatif
dan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
siswa yang
diajar dengan
pembelajaran
Matematika
Realitik lebih
baik daripada
siswa yang
diajar dengan
pembelajaran
kooperatif tipe
Problem Based
Introduction
1785. pada
materi relasi
fungsi.
1793. Secara
keseluruhan
kemampuan
berpikir kreatif
matematika
siswa yang
diajar dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik Tidak
lebih baik
daripada siswa
yang diajar
dengan
pembelajaran
kooperatif tipe
1775.

115

1794. 1795.
3

A1 B 2 A 2 B 2

Ho :
1796.

Ha

A1 B 2 A 2 B 2
1797. Terima Ho, jika:
Fhitung < Ftabel
1798.

1803. 1804. H0: INT. A


4
XB =0
1805. Ha: INT. A
XB 0
1806.

Realistik dan siswa yang


diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe Problem
Based Introduction.
Ho: Tidak terdapat
perbedaan
kemampuan
pemecahan masalah
matematika antara
siswa yang diajar
dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik dan siswa
yang diajar dengan
pembelajaran
kooperatif
tipe
Problem
Based
Introduction.
1799.
Ha:
Terdapat
perbedaan
kemampuan
pemecahan masalah
matematika antara
siswa yang diajar
dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik dan siswa
yang diajar dengan
pembelajaran
kooperatif
tipe
Problem
Based
Introduction.
1800.
1807.
Ho : Tidak terdapat interaksi
antara model pembelajaran
yang di gunakan terhadap
kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa
1808.
Ha = Terdapat interaksi antara
model pembelajaran yang di
gunakan
terhadap
kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa
1809.

Introduction.

1801. Terdap
at
perbedaan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
siswa yang diajar
dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik
dan
siswa yang diajar
dengan
pembelajaran
kooperatif tipe
Problem Based
Introduction.

1810. Terdap
at interaksi
yang signifikan
antara model
pembelajaran
yang di gunakan
terhadap
kemampuan
berpikir kreatif
dan kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
siswa pada
materi relasi
fungsi

Problem Based
Introduction
pada materi
relasi fungsi.
1802. Secara
keseluruhan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
siswa yang
diajar dengan
pembelajaran
Matematika
Realistik lebih
baik daripada
siswa yang
diajar dengan
pembelajaran
kooperatif tipe
Problem Based
Introduction
pada materi
relasi fungsi.

1812. Secara
keseluruhan
terdapat
interaksi antara
model
pembelajaran
yang di
gunakan
terhadap
kemampuan
berpikir kreatif
dan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika

116

1811.

siswa pada
materi relasi
fungsi
1813.
1814. Simpulan : Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih sesuai diajarkan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction dan kemampuan pemecahan
masalah matematika lebih sesuai diajarkan dengan Pembelajaran matematika realistik

1815.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1816.
Penelitian eksperimen mengenai perbedaan kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar dengan
pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif tipe problem
based introduction di kelas VIII MTs Cerdas Murni Tembung ditinjau dari
penilaian tes kemampuan siswa yang menghasilkan skor rata-rata hitung yang
berbeda.
1817.

Temuan hipotesis pertama memberikan kesimpulan bahwa:

secara umum kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran Matematika Realitik lebih
baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Introduction pada materi relasi fungsi di MTs Cerdas Murni sesuai dengan
pendapat Suwarsono (dikuti Hadi:2003) bahwa Pembelajaran Matematika
Realistik Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan
antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan
matematika pada umumnya bagi manusia, pembelajaran Matematika realistik
dapat menemukan ide matematika murni yang dapat dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh siswa yang
disebut pakar matematika. Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus
tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dan yang lainnya.

117

Pembelajaran matematika merupakan suatu yang utama dan untuk mempelajari


matematika orang harus menjalani sendiri proses itu dan menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. Memadukan kelebihankelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul
yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan
pembelajaran yang berbasis lingkungan dan konsep matematika dengan cara siswa
sendiri.
1818.

Temuan

hipotesis

kedua

memberikan

kesimpulan

bahwa

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran


matematika realistik Tidak lebih baik daripada siswa yang diajar dengan
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction pada materi Lingkaran
di kelas VIII MTs Cerdas Murni Tembung. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Slavin bahwa pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa
berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam pembelajaran ini
membolehkan untuk bertukar pikiran/ide dan pemeriksaan ide sendiri, sehingga
diharapkan dapat mengoptimalkan aktivitas serta daya cipta atau kreativitas siswa
dalam berpikir. Khususnya dalam pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based
Introduction sendiri, adanya pertukaran ide/pikiran merupakan hal yang utama. Ini
dikarenakan siswa mempunyai tanggung jawab atas dirinya dan kelompoknya.
Agar kelompoknya mendapatkan prestasi yang bagus, maka siswa harus
membantu temannya dalam memahami materi yang di pelajari, maksudnya bukan
berarti siswa lain tergantung dengan siswa yang lebih paham, tetapi masingmasing

siswa

sesuai

potensinya

akan

berpengaruh

dalam

kesuksesan

118

kelompoknya. Jadi, siswa yang kurang pemahamannya terhadap materi yang


dipelajari akan terpacu untuk ikut memberikan jawaban seperti teman-temannya
yang lain dalam kelompoknya.
1819.
1820.
Dengan demikian, antara satu siswa dengan siswa yang lain dalam
kelompok dapat memberikan jawabannya dengan caranya sendiri-sendiri. Tanpa
disadari siswa telah melakukan aktivitas berpikir kreatif, karena masing-masing
siswa akan berusaha untuk menjawab pertanyaan dengan cara yang berbeda
dengan temannya disamping itu juga memperhatikan kualitas jawaban yang di
berikan.
1821. Demikian pula dari hasil penelitian yang di kemukakan oleh Slavin
bahwa : pertama, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap
toleransi, dan menghargai pendapat orang lain. Kedua, pembelajaran kooperatif
dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, kreatif, memecahkan
masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dalam
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction Siswa dilibatkan pada
kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain. Dapat memperoleh dari
berbagai sumber. Realistic dengan kehidupan siswa. Konsep sesuai dengan
kebutuhan siswa. Memupuk sifat inquiri (menemukan) siswa. Retensi konsep jadi
kuat. Memupuk kemampuan Pemecahan masalah.
1822. Temuan

hipotesis

ketiga

memberikan

kesimpulan

bahwa:

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan

119

pembelajaran Matematika realistik lebih baik daripada siswa yang diajar dengan
pembelajaran problem solving pada materi Relasi Fungsi di kelas VIII MTs
Cerdas murni Tembung. Senada dengan Suwarsono Pembelajaran Matematika
Realistik adalah Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang
keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang
kegunaan matematika pada umunya bagi manusia. Matematika adalah suatu
bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan
oleh orang lain tidak hanya oleh siswa yang disebut pakar matematika. Cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus
sama antara orang yang satu dan yang lainnya. Mempelajari proses pembelajaran
matematika merupakan suatu yang utama dan untuk mempelajari matematika
orang harus menjalani sendiri proses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep
matematika dengan bantuan guru. Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai
pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan
pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pembelajaran yang berbasis
lingkungan dan konsep matematika dengan cara siswa sendiri.
1823.

Pemecahan masalah dianggap merupakan standar kemampuan

yang harus dimiliki para siswa setelah menyelesaikan suatu pembelajaran.


Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang merupakan target
pembelajaran matematika yang sangat berguna bagi siswa dalam kehidupannya.
Hal ini dikarenakan dengan adanya kemampuan pemecahan masalah yang di
berikan siswa, maka menunjukkan bahwa suatu pembelajaran telah mampu atau
berhasil membantu siswa untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.

120

1824.

Temuan hipotesis keempat memberikan kesimpulan bahwa:

Terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan terhadap kemampuan


berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya dalam latar belakang masalah, bahwa strategi yang
di gunakan dalam proses belajar mengajar berpengaruh dalam menentukan hasil
belajar siswa. Yang dalam hal ini adalah kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah. Menurut Nurizzati berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah mempunyai hubungan yang sangat kuat.
Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu
memecahkan masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai
alternatif pemecahan masalah itu. Jadi, pada dasarnya ketika siswa berusaha untuk
berpikir kreatif dalam belajar matematika, secara otomatis siswa telah
memecahkan masalah yang dihadapinya.
1825.
1826.
Dengan adanya pembelajaran yang bervariasi yang diberikan
kepada siswa, maka kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dapat terbentuk dan terdorong keluar. Disamping
aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran di
tuntut interaksi seimbang, interaksi yang dimaksudkan adalah adanya interaksi
atau komunikasi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru. Dalam
proses belajar diharapkan adanya komunikasi banyak arah yang memungkinkan
akan terjadinya aktivitas dan kreativitas yang diharapkan. Hal ini tentu tergantung
dengan strategi belajar yang di gunakan, karena strategi yang digunakan akan
membantu dalam menampilkan hasil pembelajaran yang dimaksud. Selain itu juga

121

strategi belajar menentukan apakah siswa dapat berinteraksi dengan siswa saja
atau antara siswa dan guru. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa kreativitas akan
tercipta jika adanya komunikasi banyak arah yaitu antara siswa dengan guru dan
juga antara siswa dengan siswa.
1827.
1828.
Dalam hal ini pemilihan pembelajaran matematika realistik dan
pembelajaran kooperatif tipe problem based introduction dapat membantu siswa
untuk berkomunikasi banyak arah, dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Introduction siswa akan berinteraksi dalam kelompoknya, demikian pula
dengan Matematika Realistik siswa memiliki kemungkinan akan mendiskusikan
dengan teman semejanya apabila permasalahan yang diberikan tidak terpecahkan.
Dengan demikian ini membuktikan bahwa pembelajaran yang diberikan kepada
siswa berinteraksi dengan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.
1829.
Berdasarkan hasil temuan yang telah dipaparkan di atas, hasil
temuan dalam penelitian ini menggambarkan bahwa kemampuan bepikir kreatif
dan kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction dimana dalam
pembelajaran ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menekankan
adanya interaksi antar teman sebaya. Gagasan Piaget dan Vigotsky keduanya
menentukan adanya hakekat sosial dalam belajar disamping penekanan utama
perubahan kognitif. Dimana dalam pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Introduction siswa akan beridiskusi dan berlatih untuk menyelesaikan masalah
yang di berikan. Selain itu, didapat pula kesimpulan bahwa dengan adanya
motivasi yang diberikan teman sebaya siswa akan lebih terdorong dan terpacu

122

dalam melakukan sesuatu kearah yang lebih baik. Contohnya, ketika berdiskusi
siswa akan terdorong untuk mengajukan jawabannya kepada teman-teman
anggota kelompoknya. Dengan demikian, tidak ada siswa yang menjadi pasif
karena semua ingin memberikan pendapatnya dengan mengajukan jawaban yang
berbeda dengan cara penyelesaian yang bervariasi. Hal ini, menunujukkan siswa
sudah berpikir kreatif karena berusaha mencari cara penyelesaian yang berbeda
dari temannya yang lain. Ini juga sudah menunjukkan bahwa siswa telah
mengerahkan kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya.
C. Keterbatasan dan Kelemahan
1830.

Sebelum kesimpulan hasil penelitian di kemukakan, terlebih

dahulu di utarakan keterbatasan maupun kelemahan-kelemahan yang yang ada


pada penelitian ini. Hal ini diperlukan, agar tidak terjadi kesalahan dalam
memanfaatkan hasil penelitian ini.
1831.

Penelitian yang mendeskripsikan tentang perbedaan kemampuan

berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang


diajar dengan pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran kooperatif tipe
Problem Based Introduction. Dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada
materi relasi fungsi
1832.

Dalam belajar matematika, banyak hal-hal yang mendukung

kegiatan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa, salah satunya
yaitu strategi pembelajaran yang digunakan. Pada penelitian ini peneliti hanya
melihat kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dan

123

pembelajaran

Kooperatif

tipe

Problem

Based

Introduction

tidak

pada

pembelajaran yang lain. Kemudian pada saat penelitian berlangsung peneliti


sudah semaksimal mungkin melakukan pengawasan pada saat postes berlangsung,
namun jika ada kecurangan yang terjadi di luar pengawasan peneliti seperti
adanya siswa yang mencontek temannya itu merupakan suatu kelemahan dan
keterbatasan peneliti.
1833.

124

1834. BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, serta permasalahan yang
telah dirumuskan, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut :

Kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah


matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran matematika realistik
lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
problem based introduction pada materi relasi fungsi di kelas VIII MTs
cerdas murni tembung.

Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran matematika realistik tidak lebih baik daripada siswa yang
diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe problem based introduction
pada materi lingkaran di kelas VIII MTs Madinatussalam Sei Rotan.

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan


pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe problem based
introduction pada materi relasi fungsi kelas VIII MTs cerdas murni
tembung.

125

Terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran yang


digunakan terhadap kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada materi relasi fungsi.

2. Implikasi
Berdasarkan temuan dan kesimpulan sebelumnya, maka implikasi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pemilihan sebuah model pembelajaran dalam pembelajaran merupakan salah
satu hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Untuk
menggunakan suatu model dalam pembelajaran perlu melihat kondisi siswa
terlebih dahulu. Salah satu pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa adalah Pembelajaran Matematika realistik. Dalam
proses Pembelajaran matematika realistik selain mencakup beragam tujuan sosial,
juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik lainnya. Pembelajaran
ini mampu membantu siswa dalam memahami konsep-konsep sulit. Adapun
langkah-langkah yang digunakan dalam Pembelajaran matematika realistik yang
dapat dibahas adalah sebagai berikut:
Pertama: mempersiapkan semua perlengkapan yang akan dibutuhkan siswa
pada saat proses berlangsung. Adapun perlengkapan tersebut berupa LKS
(Lembar Kegiatan Siswa), gunakan LKS untuk mengekplorasi pengetahuan siswa

126

dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah


matematika siswa selama pembelajaran berlangsung. LKS adakalanya disajikan
dalam bentuk yang menarik yaitu memberikan permasalahan yang akan
diselesaikan oleh siswa dengan bantuan gambar. Hal ini dikarenakan siswa lebih
cepat memproses pengetahuan dalam bentuk gambar. LKS tersebut berisi
permasalahan yang mencakup seluruh indikator dari kompetensi dasar yang ingin
dicapai siswa. Lalu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai
dengan tahap-tahap Pembelajaran Matematika realistik. Kemudian membuat 10
butir soal tes (5 butir soal untuk tes kemampuan berpikir kreatif dan 5 butir soal
untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa) untuk mengukur
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang mencakup seluruh indikator dari kompetensi dasar yang ingin dicapai.
Kedua: Dengan berpedoman pada RPP, dalam pembelajaran menggunakan
LKS sebagai bahan yang akan di pecahkan dan disiskusikan oleh siswa dalam
belajar kelompok yang di bentuk.
Tahap I: Memahami masalah kontekstual, Guru memberikan masalah
kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru
menjelaskan masalah dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya terhadap
bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa.
Tahap II: Menyelesaikan masalah kontekstual, Siswa secara individual
disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS dengan caranya sendiri.
Cara pemecahan masalah yang berbeda lebih diutamakan, guru memotivasi siswa
untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaanpertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian

127

masalah. Guru diharapkan tidak memberi tahu penyelesaian masalah tersebut,


sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri.

Tahap III: Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban, Siswa untuk


membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok dan setelah
itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru.
Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan
pendapat meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya.

Tahap IV: Menarik kesimpulan, Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan


diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
tentang konsep, definisi, teorema, atau prosedur matematika yang terkait masalah
kontekstual yang baru diselesaikan.
Ketiga: seperti yang telah dijelaskan pada langkah kedua, bahwa pada
pertemuan satu dan kedua berbeda sub materi pembelajaran, maka LKS yang
diberikan pun berbeda dengan pertemuan pertama. Dimana LKS 1 membahas
mengenai masalah relasi dan aplikasinya dalam ke hidupan sehari-hari.
Sedangkan LKS 2 membahas mengenai masalah relasi fungsi dan aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua: pada pertemuan ketiga lakukanlah tes setelah perlakuan dengan


menggunakan 10 butir soal untuk mengukur kemampuan siswa yang telah

128

dipersiapkan sebelumnya. Pertama-tama berilah arahan kepada siswa untuk


mengerjakan tes yang diberikan kemudian bagikanlah lembar soal kepada masingmasing siswa. Setelah seluruh siswa mendapatkan lembar soal, maka
instruksikanlah siswa untuk mulai mengerjakan soal yang ada dengan mengikuti
instruksi yang ada di lembar soal. Selama tes berlangsung, awasi siswa agar tidak
bekerja sama selama tes berlangsung. Ketika waktu tes sudah hampir habis,
mulailah untuk mengingatkan siswa dan mengarahkan cara pengumpulan lembar
jawaban siswa. Setelah waktu habis, kumpulkan lembar jawaban seluruh siswa
dan tutup pertemuan untuk hari itu.

Kelima: merupakan langkah terakhir yaitu memeriksa jawaban tes siswa


dengan berpedoman pada pedoaman penskoran yang telah dibuat sebelumnya
sesuai dengan pedoman penskoran kemampuan siswa. Hasilnya menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran matematika realistik tidak lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan pembelajaran kooperatif tipe problem based introduction, Lain halnya
dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan
pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada siswa yang diajar dengan
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Introduction
3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti ingin memberikan saransaran sebagai berikut:

129

a. Sebaiknya pada saat pembelajaran berlangsung, guru berusaha untuk


mengeksplorasi

pengetahuan

yang

dimiliki

siswa

seperti

dengan

menggunakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) dan media yang mendukung


pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dan kreatif dalam proses
pembelajaran.

b. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik lebih


baik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa, untuk itu pembelajaran ini dapat digunakan oleh guru dalam pelajaran
matematika.

c. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Problem


Based Introduction lebih baik untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif matematika siswa, untuk itu pembelajaran ini dapat digunakan oleh
guru dalam pelajaran matematika.

d. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti dapat melakukan penelitian pada materi


yang lain agar dapat dijadikan sebagai studi perbandingan dalam
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.

130

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Susanto. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Erman Suherman, dkk. 2001. Common Textbook Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: JCA-UPI
Hamzah B.Uno. 2008. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara
Herman Hudojo,

2001.

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: UM Press


Herman Hudojo,

2001.

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Malang: UM Press


M. Ali Hamzah & Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014)
Mardianto. 2012, Pikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publihing
Muhammad Putra. Penerapan Model Pembelajaran Matematika
Realistik Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas IV Di Gugus 4 Kecamatan Kuta Utara. Jurusan
Pendidikan Sekolah Dasar

FIP, Universitas Pendidikan

Ganesha, Singaraja Indonesia. Di Akses pada tanggal 19


februari 2015 jam 15.30
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

131

Muhibbin Syah. 2010.

Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)


Mulyono Abdurrahman. 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Mulyono

Abdurrahman.

Anak

Berkesulitan

Belajar

Teori,

Diagnosis, dan Remediasinya ( Jakarta : Rineka Cipta,


2012)
Permendiknas No.22 Tahun 2006. Standar Isi,
Robert L.solso, Otto H.Maclin & Kimberly Maclin. 2008. Psikologi Kognitif.
Jakarta: Erlangga
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sanjaya . 2010.

Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Grup


Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta
Syafaruddin dkk, Inovasi Pendidikan Suatu Analisis Terhadap Kebijakan Baru
Pendidikan (Medan: Perdana Publishing, 2012)
Syaiful Bahri Djamarah. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta : Rineka Cipta
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,1996)

Anda mungkin juga menyukai