BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
b)
c)
pH (Derajat Keasaman)
5
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa
sutau larutan. Standart pH yang diijinkan adalah 6 sampai 9.
(Handbook of Environmental Management anf Technology, Hal 239)
d)
2.2.
6
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
TABEL 2.1 Macam-Macam Karakteristik Pompa
KlasifikasiUtama
Kinetik
Type Pompa
Centrifugal
Kegunaan Pompa
Air limbah sebelum diolah
Peripheral
Pembuangan effluent
Limbah logam, pasir lumpur,
Rotor
gas
SCREW
Diafragma Penghisap
Lumpur kasar
Permasalahan zat kimia
Limbah logam
kedua
(permasalahan
Air Lift
kimia)
Pasir,
Pneumatic Ejektor
sirkulasi
td = Q
V = Ax H
dengan :
V
lumpur
dan
7
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
A
td
Sumber :
0,5 m
0,7m
0,9m
2 m
1m
0,5m
1,4 m
4m
2,5 m
0,5 m
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum
diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis
dapat optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda
Mahendra S.Putra ( 0352010056 )
8
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
diantara nilai 6,5 8,5. Sebenarnya pada proses biologis tersebut
kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas
buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan
bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila
: H+ = H- dan pH = 7
Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair,
seperti :
-
Pencampuran limbah.
Inffluen
pH sensor
Pipa Injeksi
Effluen
Pengaduk
9
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Gambar 2.2 Netralisasi
Proses pencampuran dilakukan dengan cara :
Mekanisme mixing : membuat aliran turbulen dengan tenaga penggerak
motor dimana bak pengaduk dilengkapi dengan peralatan mekanis, seperti
a. Paddle dengan putaran 2 150 rpm.
b. Turbine dengan putaran 10 150 rpm
c. Propeller dengan putaran 150 1500 rpm
KL
41.0
43.5
60.0
65.0
70.0
70.0
97.5
172.5
KT
0.32
1.00
5.31
5.75
4.80
1.65
1.08
1.12
10
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Flat paddles, 2 blades (single paddle),Di/Wi = 4
Flat paddles, 2 blades ,Di/Wi = 6
Flat paddles, 2 blades ,Di/Wi = 8
Flat paddles, 4 blades ,Di/Wi = 6
Flat paddles, 6 blades ,Di/Wi = 6
43.0
36.5
33.0
49.0
71.0
2.25
1.70
1.15
2.75
3.82
20
1000
30
900
40
790
50 or More
700
Q1 = bak
Dimana :
Q1
bak Jumlah
bak Netralisasi
11
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
td = Waktu detensi (detik)
- Volume = A x h bak
V = . . d2 . h
3
Kt .. n .
Dimana :
Di = Diameter turbin (m)
P = Power Impeller (Hp)
n = Kecepatan putaran turbin (rps)
KT= Konstanta Impeller (Reynold ,hal 181 Rumus 8.2)
= Densitas Cairan (N/m3).....Appendix C Reynold
- Cek Diameter Impeller
Di
12
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Jarak Impeller = Di
- Agar aliran tetap turbulen Cek NRE
Cek NRE > 10.000
Di 2 n
NRE =
Dimana :
Di n 2
g
- Cek P (Power)
Karena Di ada pembulatan dari nilai hasil rumus 8.11 dibandingkan
dengan rumus 8.9 (Reynold).
- Bak Pembubuh Kapur (Ca(OH)2)
- Debit Bak Pembubuh Kapur (Qbpk)
Qbpk = 2-5% Q Bak Netralisasi
- Volume Bak
V = Qbpk x td
Dimana :
V
13
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Volume = A x h bak
V = . . d2 . h
3
Kt .. n .
Dimana :
Di = Diameter turbin (m)
P = Power Impeller (Hp)
n = Kecepatan putaran turbin (rps)
KT= Konstanta Impeller (Reynold ,hal 181 Rumus 8.2)
= Densitas Cairan (N/m3).....Appendix C Reynold
- Cek Diameter Impeller
Di
14
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
- Jarak Impeller dengan dasar bak
Jarak Impeller = Di
- Agar aliran tetap turbulen Cek NRE
Cek NRE > 10.000
Di n
NRE =
Dimana :
Di n 2
g
H = 9,81 Q
Dimana : H = Head Pompa (m)
P = Power Pompa (Kw)
= Efisiensi Pompa
Q = Debit Pompa (m3/dt)
- Perhitungan Headloss
Mahendra S.Putra ( 0352010056 )
15
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
- H = Hstatik + Hsuction + Hdischarge
= Hstatik + (Hf Mayor + Hf Minor)suction + (Hf Mayor + Hf Minor)dis
- Cari Nilai Hf Minor :
- Hf Minor (suct+disc) = H [Hstatik + Hf mayor (s+d)]
Cari nilai Kecepatan dan di cek Vmixing Jet (velocity = 6-7,6 m/s)
V2
- Hf min = K
2g
V=
2 g Hf min : K
0
,
785
Dimana :
0,5
a. Koagulasi-Flokulasi
Tingkat pengolahan air buangan selalu meningkat karena
perkembangan industri yang kompleks dan meningkatnya populasi penduduk.
Populasi yang ada dalam air terdiri dari bahan-bahan organik dan an-organik
terlarut, bakteri dan plankton, dan bahan an-organik yang tersuspensi.
Komponen kasar seperti pasir dan lumpur dapat dipisah dengan cara
pengendapan secara sederhana, sedangkan partikel-partikel halus tidak dapat
dipisah dengan cara sederhana tetepi harus dilakukan flokulasi untuk
menghasilkan partikel besar yang dapat dipisahkan. Koloid adalah substans
yang berdiameter 0.1 milimikcron-100 milimicron yang sukar dipisahkan
Mahendra S.Putra ( 0352010056 )
16
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
dengan cara sedimentasi sederhana. Untuk dapat mengatasinya(hydroxide)
yang bermuatan positif. Hydroxide ini akan menetralisir koloid yang
bermuatan negatif.
Koagulasi dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan partikel
tak stabil dan penggabungan awal dari partikel awal tak stabil dengan cara
penambahan bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk keperluan ini
diperlukan energi yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat yaitu
antara 30-60 detik, dengan gradien kecepoatan 200-500/detik. Flokulasi
adalah transportasi partikel tak stabil sehingga terjadi kontak antara partikel.
Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat untuk mengabungkan partikel
yang tidak stabil sehingga membentuk flok yang cepat mengendap. Nilai
gradien kecepatan bewrkisar antara 10-90/detik, dengan waktu kontak 5-10
menit.
(sumber: Putu wesen Teknologi Pengolahan Lombah Cair Industri 2000)
17
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan
air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air
untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan
sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi
koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan
alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan
baik antara
2Al. 3SO4-
Reaksi hidrolisa:
Al2(SO4)3 + 6H2O
2Al(OH)3 +3H2SO4
Impeler
Motor
Controller
18
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
-
Reducer
Sist Transmisi
Shaft
Bearing
Headloos Besar
3. Flokulasi pneumatis
Pengolahan dengan proses koagulasi selalu diikuti dengan proses
flokulasi. Pengolahan dengan cara ini diperlukan untuk mengolah limbah
yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi yang disebabkan oleh zat
pencemar.
Perbedaan proses koagulasi dengan flokulasi adalah pada
kecepatan pengadukannya. Koagulasi diperlukan pengadukan yang relatif
cepat sedangkan flokulasi pengadukannya secara perlahan.
Rumus yang digunakan:
Mahendra S.Putra ( 0352010056 )
19
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
1. Koagulasi
P
C
G=
P = .G2 . C
Dimana :
P
Untuk blade :
P = 1,44 x 10-4 CD [(1 K) n]3 b (r4-ro4)
Dimana:
n
= Koefisien gosokan
P = C . G2
V= R
.S
n
Dimana :
Mahendra S.Putra ( 0352010056 )
20
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
R = jari jari hidrolis
S
= kemiringan saluran
= 0,015
Inffluen
Effluen
Inffluen
Effluen
21
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan
tetap berada atau tertahan dalam reaktor.
Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah
akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor.
Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 0,3 m/jam. Untuk
mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik
puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai antara 2 6 m/jam.
Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong
sludge tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya
densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor
dan kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor. Hal ini dapat dilakukan
dengan membuat gas-solid-liquid separator yang ditempatkan di bagian atas
reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam separator tersebut dan
sludge dikembalikan lagi ke reaktor.
Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang
bergerak naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu
juga turunnya aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge
memberikan ketidak seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya
sludge akan ikut keluar reaktor
Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air
limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid dapat
menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended
22
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses dan air limbah yang
mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan busa.
Keuntungan :
-
Biogas berguna
23
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
limbah yang mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan
busa.
Keuntungan :
-
Biogas berguna
Pengolahan Lumpur
24
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang
perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari
lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Sludge
dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan
karena :
a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk
menimbulkan bau.
b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari
bahan organik.
c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% - 12%
solid).
Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai
penguruk lahan yang sudah aman.
25
Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Vi
V 1 p
1 pi
dengan :
Vi = volume cake kering, m3/hari
V = volume lumpur mula-mula, m3/hari
p