Anda di halaman 1dari 2

GELEMBUNG DAN BUSA

Busa adalah dispersi dari gas ke dalam cairan atau padatan. Busa padat digunakan
untuk bahan konstruksi ringan (busa beton atau busa logam), aplikasi farmasi yang sebagian
besar melibatkan gas (biasanya udara) tersebar di cairan (biasanya larutan berair). Untuk
membentuk busa, komponen aktif permukaan seperti surfaktan, polimer protein, atau partikel
koloid, harus stabil di antarmuka udara-air. Meningkatnya konsentrasi komponen aktif
permukaan mengakibatkan kemampuan pembusaan juga meningkat. Pada CMC, sifat
pembusaan meningkat karena konsentrasi surfaktan meningkat mencapai saturasi akibat
adsorpsi surfaktan yang konstan di atas CMC.
Mekanisme pembentukan busa
Terbentuknya busa dimulai ketika gelembung gas masuk ke dalam larutan surfaktan.
Kemudian surfaktan akan terabsorbsi pada antarmuka gas/cairan dan terbentuk gelembung
gas yang terbungkus oleh lapisan film atau disebut busa. Busa ini akan cenderung naik ke
permukaan karena berat jenis gas lebih kecil daripada air. Namun pada permukaan cairan
juga terdapat surfaktan yang duduk pada lapisan batas air dan udara. Sehingga busa yang
terbentuk tidak bisa lepas keluar ke udara, melainkan tetap bertahan pada batas permukaan
cairan. Jika busa-busa di permukaan semakin banyak maka mereka akan saling mendekat,
sehingga akhirnya dapat kontak satu sama lain atau bahkan saling bergabung membentuk
busa yang lebih besar.
Stabilitas busa
Stabilitas busa merujuk pada kemampuan busa untuk mempertahankan parameter
utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter tersebut meliputi ukuran
gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.
Penyebab utama pecahnya busa adalah penipisan (thinning) lapisan film dan koalesen.
Thinning terjadi karena busa cenderung naik ke atas namun sekaligus ditarik ke bawah karena
adanya aliran cairan (drainase) akibat gaya gravitasi. Karena ditarik dari dua arah maka film
busa menipis sehingga lebih mudah pecah. Di samping itu, ukuran busa yang bervariasi
menyebabkan adanya gradien tekanan gas. Akibatnya dapat terjadi difusi gas, dimana busabusa kecil akan bergabung menjadi busa yang lebih besar (koalesen). Ukuran busa yang
semakin besar berarti tegangan permukaan semakin besar, sehingga semakin mudah pecah.

Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara meningkatkan


viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahan gliserol atau polimer. Peningkatan
viskositas sediaan akan membuat kecepatan drainase menurun. Bila kecepatan drainase
menurun, maka thinning dapat diminimalisasi. Di samping itu, polimer yang mengelilingi
busa akan menciptakan suatu halangan sterik sehingga menghambat busa-busa untuk saling
bergabung. Selain itu stabilitas busa juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas
permukaan dan elastisitas permukaan lewat pencampuran beberapa macam surfaktan
sehingga didapat film surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah.
Pemilihan surfaktan juga harus dipertimbangkan. Surfaktan yang sangat hidrofilik,
berat jenis surfaktan pada antarmuka rendah sehingga tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan dan tidak dapat meningkatkan elasitisitas permukaan. Akibatnya bentuk dan
stabilitas busa buruk. Surfaktan yang sangat hidrofobik membuat lapisan film pecah sehingga
mentidakstabilkan busa. Pada surfaktan nonionik, kestabilan busa dapat tercapai dengan
pemanjangan rantai alkil atau rantai Ethylene Oxide, misalnya, emulsi dan mikroemulsi.
Konsentrasi yang relatif kecil dari kopolimer EO-PO-EO hidrofobik atau EO yang
mengandung surfaktan efektif dalam mengurangi atau menghilangkan pembentukan busa.
Fase kristal cair atau mikroemulsi melalui screening elektrostatik (pH dan konsentrasi
garam), penambahan co-surfaktan, dan suhu.
Daftar Pustaka
Kartika, G.F. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai Bahan Pengental
Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sediaan Shampoo. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.

Anda mungkin juga menyukai