Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

Daftar Isi --------------------------------------------------------------------------1


Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------2
Tinjauan pustaka -----------------------------------------------------------------3
Definisi gagal napas ----------------------------------------------------3
Etiologi gagal napas ----------------------------------------------------3
Patofisiologi gagal napas ----------------------------------------------4
Gagal napas hipoksemia -----------------------------------------------5
Patofisiologi gagal napas hipoksemia -----------------------6
Manifestasi klinis gagal napas hipoksemia -----------------9
Gagal napas hiperkapnia -----------------------------------------------11
Patofisiologi gagal napas hiperkapnia ----------------------11
Manifestasi klinis gagal napas hiperkapnia ----------------12
Diagnosis klinis gagal napas ------------------------------------------12
Perbedaaan gagal napas akut dan kronik ----------------------------14
Penatalaksanaan gagal napas akut ------------------------------------14
Komplikasi dan prognosis gagal napas ------------------------------19
Daftar pustaka --------------------------------------------------------------------20

BAB 1
PENDAHULUAN

Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2. Bila
terjadi kegagalan pernapasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami
defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya.
Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan
pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida. primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbondioksida. Ada
beberapa tingkatan dari gagal pernafasan, dan dapat terjadi secara akut atau secara kronik.
Kegagalan pernafasan kronik menyatakan gangguan fungsional jangka panjang yang
menetap selama beberapa hari atau bulan dan mencerminkan adanya proses patologis
yang mengarah kepada kegagalan dan proses komplikasi untuk menstabilkan keadaan.
Gas-gas dalam darah dapat sedikit abnormal atau dalam batas normal pada saat istirahat,
tetapi dalam keadaan di mana kebutuhan meningkat seperti pada sewaktu latihan maka
gas-gas darah dapat jauh dari batas normal. Peningkatan kerja pernafasan mengurangi
cadangan pernafasan dan pengurangan aktivitas fisik adalah dua mekanisme utama untuk
mengatasi insufisiensi pernafasan kronik.
Kegagalan pernafasan akut secara numerik didefinisikan bila PaO2 50 sampai
60 mmHg atau dengan kadar CO2 50 mmHg dalam keadaan istirahat pada ketinggian
permukaan laut. Alasan pemakaian definisi numerik berdasarkan gas-gas darah ini karena
batas antara insufisiensi pernafasan kronik dan kegagalan pernafasan tidak jelas dan tidak
bisa berdasarkan observasi klinis saja. Sebaliknya, harus diingat bahwa definisi
berdasarkan gas-gas darah ini tidak bersifat absolut. Makna dari angka-angka ini
tergantung dari riwayat penyakit terdahulu. Orang yang sebelumnya dalam keadaan sehat
yang kemudian mengalami kelainan gas-gas darah setelah mengalami kecelakaan hampir
tenggelam dapat diperkirakan akan jatuh ke dalam keadaan koma, sedangkan penderita
PPOM dapat melakukan kegiatan fisik dalam batas tertentu seperti dalam keadaaan gas
darah yang sama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Gagal Napas


Gagal napas adalah ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan
suatu keadaan pertukaran antara atmosfer dan sel-sel tubuh yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh normal. Perananan sistem pernapasan ialah mempertahankan PO2,
PCO2, dan pH arteri tetap normal. Gagal napas dapat diakibatkan kelainan pada: paru,
jantung, dinding dada, otot pernapasan, mekanisme pengendalian sentral ventilasi di
medulla oblongata.
Gagal napas terjadi bila: 1). PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg, atau 2). PCO2 arterial
(PaCO2) > 45 mmHg , kecuali jika peningkatan PCO2 disebabkan oleh kompensasi dari
alkalosis metabolik. Secara umum gagal nafas dibedakan menjadi gagal nafas tipe
hiperkapnia dan gagal nafas tipe hipoksemia.
PO2 < 60 mmHg, yang berarti adanya gagal napas hipoksemia, berlaku bila
bernapas pada udara ruangan biasa (fraksi O2 inspirasi [F1O2] = 0,21), maupun saat
mendapat bantuan oksigen. PaCO2 > 45 mmHg, yang berarti suatu gagal napas
hiperkapnia. Pengecualian terhadap angka di atas terjadi pada keadaan asidosis
metabolik.
2. Etiologi Gagal Nafas
Gagal napas dapat dipresipitasi oleh karena kelainan patologi di setiap komponen
sistem respirasi, dari mulai saluran napas atas sampai ke sistem muskuloskeleteal:

Obstruksi jalan napas: benda asing, tumor, bronkospasme, bronchitis kronik.

Parenkim paru: pneumonia, acute respiratory distress syndrome (ARDS), edema


alveolar, kolaps lobus paru, pulmonary haemorrhage, atelectasis, interstisial lung
disease.

Patologis di pleura: pneumothorax, efusi pleura signifikan, haemothorax.

Vascular: emboli paru, chronic thrombo-embolic pulmonary hypertension


(CTEPH)

Susunan saraf pusat: obat sedative, opiate, setiap kondisi yang menyebabkan
koma, motor neuron disease.

Susuan saraf perifer: Guillain-Baree syndrome, lesi medulla spinalis,


poliomyelitis.
3

Sistem

muscular:

myasthenia

gravis,

muscular

dystrophies,

residual

neuromuscular blockade following anaesthesia.

Sistem skeletal: fraktur iga, kyphoscoliosis.

3. Patofisologi Gagal Napas


Gagal napas dapat terjadi karena abnormalitas pada segala komponen sistem
respirasi. Paisen dengan hipoperfusi sekunder menjadi syok dapat terlihat seperti gagal
napas.
Kapasitas ventilasi (kemampuan bernapas tanpa fatigue) sangat melebihi
kebututhan ventilasi (pernapasan yang dibutuhkan untuk mengatur kebutuhan
metabolik). Proses patologis yang ada dalam gagal napas:
4

1. Gangguan difusi
2. Ventilation/perfusion mismatch, V/Q mismatch.
3. Right to left shunting of blood
4. Hipoventilasi alveolar
Tiga poin pertama mendominasi gagal napas hipoksemia , dan hipoventilasi
alveolar bertanggung jawab atas gagal napas hiperkapnia.
Lebih mudah mempertimbangkan gagal napas hipoksemia sebagai lung failure,
seperti yang terjadi pada pneumonia, interstisial lung disease and acute cardiac
pulmonary edema, dan gagal napas hiperkapnea sebagai gagal pompa otot pernapasan
dimana hipoventilasi alveolar lebih dominan. Secara jelas, antara gagal pompa otot
pernapasan dan gagal paru dapat terjadi pada pasien, seperti pasien asthma dengan
hiperkapnea sebagai progres dari proses hipoksemia.

4. Gagal Napas hipoksemia


Gagal napas hipoksemia jauh lebih sering dijumpai daripada gagal napas
hiperkapnea. Pasien tipe ini mempunyai nilai PO2 arterial yang rendah, tetapi PaCO2
normal atau rendah. PaCO2 tersebut membedakannya dari gagal napas hiperkapnea, yang
masalah utamanya ialah hipoventilasi alveolar. Selain pada lingkungan yang tidak biasa
dimana atmosfer memiliki kadar oksigen yang sangat rendah, sepeti ketinggian atau saat
oksigen digantikan oleh udara lain, gagal napas hipoksemia menandakan adanya penyakit
yang mempengaruhi parenkin paru atau sirkulasi paru. Contoh situasi klinis yang umm

menunjukkan hipoksemua tanpa peningkatan PaCO2 ialah pneumonia, aspirasi isi


lambung, emboli paru, asma, ARDS.
Istilah hipoksemia menunjukkan PO2 yang rendah di dalam darah arteri (PaO2)
dan dapat digunakan untuk menunjukkan PO2 pada kapiler, vena dan kapiler paru. Istilah
tersebut juga dipakai untuk menekankan rendahnya kadar O2 darah atau berkurangnya
saturasi oksigen di dalam hemoglobin.
Hipoksemia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia berarti penurunan
penyampaian (delivery) O2 ke jaringan atau efek dari penurunan penyampaian O2 ke
jaringan. Hipoksia dapat pula terjadi akibat penurunan penyampaian O2 karena faktor
rendahnya curah jantung, anemia, syok septik atau keracunan karbon monoksida, dimana
PaO2 dapat meningkat atau normal.

a. Patofisologi Gagal Nafas Hipoksemia.

Mekanisme fisiologi hipoksemia dibagi dalam dua golongan utama, yaitu


berkurangnya PO2 alveolar dan

meningkatnya pengaruh campuran darah vena

(venous admixture). Jika darah vena yang bersaturasi rendah kembali ke paru, dan
tidak mendapatkan oksigen selama perjalanan di pembuluh darah paru, maka darah
yang keluar di arteri akan memiliki kandungan oksigen dan tekanan parsial oksigen
yang sama dengan darah vena sistemik. PO2 darah vena sistemik (PVO2) menentukan
batas bawah PaO2. Bila semua darah vena yang bersaturasi rendah melalui sirkulasi
paru dan mencapai keseimbangan dengan gas di rongga alveolar, maka
PO2 = PAO2. Maka PO2 alveolar (PAO2) menentukan batas atas PO2 arteri. Semua
nilai PO2 berada diantara PVO2 dan PAO2.
Hipoksemia arteri selalu merupakan akibat penurunan PO2 alveolar, atau
peningkatan jumlah darah vena bersaturasi rendah yang bercampur dengan darah
7

kapiler pulmonal (campuran vena). Pada banyak pasien dengan napas hipoksemik,
kedua mekanisme ini berperan.

a. Penurunan PO2 Alveolar


Tekanan total di ruang alveolar ialah jumlah dari PO2, PCO2, PH2O, dan PN2.
Bila PH2O dan PN2 tidak berubah bermakna, setiap peningkatan pada PACO2 akan
menyebabkan penurunan PaO2. Hipoventilasi alveolar menyebabkan penurunan
PAO2, yang menimbulkan penurunan PaO2 bila darah arteri dalam keseimbangan
dengan gas di ruang alveolus. Persamaan gas alveolar, bila disederhanakan
menunjukkan hubungan antara PO2 dan PCO2 alveolar:
PAO2 = FiO2 x PB - PACO2
R
FiO2 adalah fraksi oksigen dari udara inspirasi. PB ialah tekanan barometric, dan
R ialah rasio pertukaran udara pernapasan, menunjukkan rasio steady-state CO2
memasuki dan O2 meninggalkan ruang alveolar. Dalam praktek, PCO2 arteri
digunakan sebagai nilai perkiraan PCO2 alveolar (PaCO2). PAO2 berkurang bila
PACO2 meningkat. Jadi, hipoventilasi alveolar menyebabkan hipoksemia
(berkurangnya PaO2).
Persamaan gas alveolar juga mengindikasikan bahwa hipoksemia akan terjadi
jika tekanan barometric total berkurang, seperti pada ketinggian, atau bila FiO2 rendah
(seperti saat seseorang menghisap campuran gas dimana sebagian oksigen digantikan
gas lain). Hal ini juga akibat penurunan PO2. Pada hipoksemia, yang terjadi hanya
karena penurunan PaO2. Perbedaan PO2 alveolar - arteri adalah normal pada
hipoksemia karena hipoventilasi.

b. Pencampuran Vena (Venous Admixture)


Meningkatnya jumlah darah vena yang mengalami deoksigenasi, yang mencapai
arteri tanpa teroksigenasi lengkap oleh paparan gas alveolar. Perbedaan PO2 alveolararterial (PA-A O2) meningkat dalam keadaan hipoksemia karena peningkatan
pencampuran darah vena. Dalam pernapasan udara ruangan, perbedaan (PA-A O2)
normalnya sekitar 10 dan 20 mmHg, meningkat dengan usia dan saat subyek berada
pada posisi tegak.

c. Right-to-left shunt
Hipoksemia terjadi karena salah satu penyebab meningkatnya pencampuran
vena, yang dikenal sebagai pirau kanan ke kiri (right-to-left-shunt). Sebagian darah
vena sistemik tidak melalui alveolus, bercampur dengan darah yang berasal dari paru,
akibatnya adalah percampuran arterial dari darah vena sistemik dan darah kapiler paru
dengan PO2 diantara PAO2 dan PVO2. Pirau kanan ke kiri dapat terjadi karena:
1). Kolaps lengkap atau atelektasis salah satu paru atau lobus sedangkan aliran darah
dipertahankan.
2). Penyakit jantung congenital dengan defek septum.
3). ARDS, dimana dapat terjadi edema paru yang berat, atelektasis lokal, atau kolaps
alveolar sehingga terjadi pirau kanan ke kiri yang berat.
Petanda terjadinya pirau kanan ke kiri ialah: 1). Hipoksemia berat dalam pernapasan
udara ruangan. 2). Hanya sedikit peningkatan PaO2 jika diberikan tambahan oksigen.
3). Dibutuhkan FiO2 > 0,6 untuk mencapai PaO2 yang diinginkan. 4). PaO2 < 550
mmHg saat mendapat O2 100%. Jika PaO2 < 550 mmHg saat bernapas dengan O2
100% maka dikatakan terjadi pirau kanan ke kiri.

d. Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi (ventilation-perfusion mismatching = V/Q


mismatching)
Merupakan penyebab hipoksemia tersering, terjadi ketidaksesuaian ventilasiperfusi. Ketidaksesuaian ini bukan disebabkan karena darah vena tidak melintasi
daerah paru yang mendapat ventilasi seperti yang terjadi pada pirau kanan ke kiri.
Sebaliknya beberapa area di paru mendapat ventilasi yang kurang dibandingkan
banyaknya aliran darah yang menuju ke area-area tersebut. Disisi lain, beberapa area
paru yang lain mendapat ventilasi berlebih dibandingkan aliran darah regional yang
relative sedikit.
Darah yang melalui kapiler paru di area yang hipoventilasi relatif, akan kurang
mendapat oksigen dibandingkan keadaan normal. Hal tersebut menimbulkan
hipoksemia darah arteri. Efek ketidaksesuaian V/Q terhadap pertukaran gas antara
kapiler-alveolus seringkali kompleks. Contoh dari penyakit paru yang merubah
distribusi ventilasi atau aliran darah sehingga terjadi ketidaksesuaian V/Q adalah:
Asma dan penyakit paru obstruktif kronik lain, dimana variasi pada resistensi
jalan napas cenderung mendistribusikan ventilasi secara tidak rata.

Penyakit vascular paru seperti tromboemboli paru, dimana distribusi perfusi


berubah.
Petunjuk akan adanya ketidaksesuaian V/Q adalah PaO2 dapat dinaikkan ke nilai
yang dapat ditoleransi secara mudah dengan pemberian oksigen tambahan.

e.

Keterbatasan Difusi (diffusion limitation)


Keterbatasan difusi O2 merupakan penyebab hipoksemia yang jarang. Dasar

mekanisme ini sering tidak dimengerti. Dalam keadaan normal, terdapat waktu yang
lebih dari cukup bagi darah vena yang melintasi kedua paru untuk mendapatkan
keseimbangan gas dengan alveolus. Walaupun jarang, dapat terjadi darah kapiler paru
mengalir terlalu cepat sehingga tidak cukup waktu bagi PO2 kapiler paru untuk
mengalami kesetimbangan dengan PO2 alveolus. Keterbatasan difusi akan
menyebabkan hipoksemia bila PAO2 sangat rendah sehingga difusi oksigen melalui
membrane alveolar-kapiler melambat atau jika waktu transit darah kapiler paru sangat
pendek. Beberapa keadaan dimana keterbatasan difusi untuk transfer oksigen
dianggap sebagai penyebab utama hipoksemia ialah: penyakit vaskuler paru;
pulmonary alveolar proteinosis, keadaan dimana ruang alveolar diisi cairan
mengandung protein dan lipid.

b. Manifestasi Klinis Gagal Napas Hipoksemia


Manifestasi gagal napas hipoksemik merupakan kombinasi dari gambaran
hipoksemia arterial dan hipoksemia jaringan. Hipoksemia arterial meningkatkan
ventilasi melalui stimulus kemoreseptor glomus karotikus, diikuti dispnea, takipnea,
hiperpnea, dan biasanya hiperventilasi.

10

Derajat respon ventilasi tergantung kemampuan mendeteksi hipoksemia dan


kemampuan sistem pernapasan untuk merespon. Pada pasien yang fungsi glomus
karotikusnya terganggu maka tidak ada respon ventilasi terhadap hipoksemia.
Mungkin didapatkan sianosis, terutama di ekstremitas distal, tetapi juga didapatkan
pada daerah sentral di sekitar membrane mukosa dan bibir. Derajat sianosis
tergantung pada konsentrasi hemoglobin dan keadaan perfusi pasien.
Manifestasi lain dari hipoksemia adalah akibat pasokan oksigen ke jaringan
yang tidak mencukupi atau hipoksia. Hipoksia menyebabkan pergeseran metabolisme
ke arah anaerobik disertai pembentukan asam laktat. Peningkatan kadar asam laktat
di darah selanjutnya akan merangsang ventilasi. Hipoksia dini yang ringan dapat
menyebabkan gangguan mental, terutama untuk pekerjaan kompleks dan berpikir
abstrak. Hipoksia yang lebih berat dapat menyebabkan perubahan status mental yang
lebih lanjut, seperti somnolen, koma, kejang dan kerusakan otak hipoksik permanen.
Aktivitas sistem saraf simpatis meningkat. Sehingga menyebabkan terjadinya
takikardi, diaphoresis dan vasokonstriksi sistemik, diikuti hipertensi. Hipoksia yang
lebih berat lagi, dapat menyebabkan bradikardia, vasodilatasi, dan hipotensi, serta
menimbulkan iskemia miokard, infark, aritmia dan gagal jantung.
Manifestasi gagal napas hipoksemik akan lebih buruk jika ada gangguan
hantaran oksigen ke jaringan (tissue oxygen delivery). Pasien dengan curah jantung
yang berkurang, anemia, atau kelainan sirkulasi akan mengalami hipoksia jaringan
global dan regional pada hipoksemia yang lebih dini. Misalnya pada pasien syok
hipovolemik yang menunjukkan tanda-tanda asidosis laktat pada hipoksemia arterial
ringan.

11

5. Gagal Napas Hiperkapnia


a. Patofisiologi Gagal Napas Hiperkapnia

12

Gagal napas tipe hiperkapnia adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2,
pada umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi
CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang
abnormal. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 tersisih di alveolus dan
PaO2 arterial menurun. Maka pada pasien biasanya didapatkan hiperkapnia dan
hipoksemia bersama-sama, kecuali bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Paru
mungkin normal atau tidak pada pasien dengan gagal napas hiperkapnia, terutama
jika penyakit utama mengenai bagian non parenkim paru sepertti dinding dada, otot
pernapasan, atau batang otak. Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh
hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmoner. Hiperkapnik yang terjadi karena
kelainan extrapulmoner dapat disebabkan karena penekanan dorongan pernapasan
sentral atau gangguan pada respon ventilasi. Contoh: penyakit yang menyebabkan
kelemahan otot pernapasan, penyakit sistem saraf pusat yang mengganggu
pengendalian ventilasi, kondisi yang mempengaruhi bentuk atau ukuran dinding
dada.
Gagal napas hiperkapnia terutama disebabkan oleh hipoventilasi alveolar.
Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35.
Kegagalan ventilasi terjadi bila minute ventilation berkurang secara tidak wajar
atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi
peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran
gas (dead space).

b. Manifestasi Klinis Gagal Nafas Hiperkapnia


Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat. Peningkatan
PaCO2 merupakan penekanan sistem saraf pusat, mekanismenya terutama melalui
turunnya PH cairan cerebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO2.
Karena CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, PH turun
secara cepat dan hebat karena hiperkapnia akut.
Peningkatan PaCO2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga bikarbonat
serum dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap asidosis
respiratorik kronik. Kadar PH yang rendah lebih berkorelasi dengan perubahan status
mental . Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia.
Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan hiperkapnia
mungkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau menurun, tergantung pada
13

penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas. Jadi, dispnea, takipnea, hiperpnea,
bradipnea, dan hipopnea dapat berhubungan dengan gagal napas hiperkapnea.

6. Diagnosis Klinis Gagal Nafas


Diagnosis gagal napas dimulai jika ada gejala klinik yang muncul. Gejala klinis
pada gagal napas terdiri dari tanda kompensasi pernapasan yaitu takipneu, penggunaan
otot pernapasan tambahan, restriksi intrakostal, suprasternal dan supraklavikular. Gejala
peningkatan tonus simpatis seperti takikardi, hipertensi dan berkeringat. Gejala hipoksia
yaitu perubahan status mental misalnya bingung atau koma, bradikardi dan hipotensi.
Gejala desaturasi hemoglobin yaitu sianosis.
Kriteria gejala klinis dan tanda-tanda gawat nafas ditandai dengan perubahan pola
pernafasan dari normal antara lain sebagai berikut
a. Penurunan frekuensi pernafasan (Bradipneu) atau meningkat (Takipneu).
b. Adanya retraksi dinding dada
c. Sesak nafas / dyspneu
d. Sianosis (kebiruan), diakibatkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.
e. Penggunaan otot bantu pernafasan
f. Gerakan dinding asimetris
g. Pernafsan paradoksal
h. Retraksi dinding dada
i. Suara nafas menurun atau hilang atau didapatkan suara tambahan seperti stridor,
rhonki, atau wheezing.
Untuk membedakan penyebab dari gagal napas dapat diketahui dari gejala gagal
nafps antara lain :
Hipoksemia

Hiperkapnia

Ansietas

Somnolen

Takikardia

Letargi

Takipneu

Koma

Diaforesis

Sakit kepala

Aritmia

Edema papil

Perubahan Status Mental

Asteriks

Bingung

Agitasi

Sianosis

Tremor

14

Kejang

Bicara kacau

Asidosis Laktat
Tabel 1. Manifestasi Klinis Hiperkapnia dan Hipoksemia

Dalam mementukan kondisi gagal nafas, indikator penting yang perlu diketahui
antara lain Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan , normal 16-20x/mnt. Jika
frekuensi pernafasan > 35 kali/ mnt maka akan menimbulkan kelelahan otot pernafasan
yang pada akhirnya mengantarkan pada gagal nafas, sehingga membutuhkan bantuan
ventilator. Indikator yang kedua adalah Kapasitas Vital menggunakan spirometer, Jika
hasilnya kurang dari 10-20 ml/kg maka hal tersebut merupakan tanda gagal nafas.
Untuk menunjang diagnosis pada kasus gagal nafas dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang antara lain dengan pengukuran gas darah pada arteri, pengukuran saturasi
oksigen menggunakan pulse oxymeter, dan pengukuran PaO2 dan PaCO2. Selain itu dapat
dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui apakah ada anemia, yang
dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk
menunjang diagnosis underlying disease (penyakit yang mendasarinya).

7. Perbedaan gagal napas akut dan kronik


Gagal napas kronis, yaituu kurangnya pasokan oksigen ke dalam darah oleh sistem
pernapasan dalam jangka panjang, hal ini terjadi dalam periode waktu lama, serta gagal
napas akut, yaitu gagal napas yang terjadi dalam beberapa jam ditandai dengan
berkurangnya pengiriman oksigen secara akut dalam mengeluarkan CO2 dari darah.
Gagal napas akut tipe 2 berkembang dari menit sampai beberapa hari dan
direfleksikan oleh adanya asidosis respiratorik dengan pH dibawah 7,3. Gagal napas
tkronik tipe 2 berkembang dari hari sampai bulan. Karakterisktiknya adalah kompensasi
dari ginjal dengan pH mendekati normal dan serum HCO3 meningkat.

8. Penatalaksanaan Gagal Napas Akut


Tipe 1

Suplementasi oksigen ialah terapi terpenting untuk gagal napas hipoksemik.

Walaupun umumnya tidak didapatkan hiperkapnia, tetapi dapat terjadi karena


beban kerja pernapasan menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Perhatian

15

terhadap transportasi oksigen penting, dan anemia berat harus dikoreksi serta
curah jantung yang adekuat harus diperhatikan.

Mengobati penyakit dasar, terutama jika pneumonia, sepsis, atau penyebab


lain.

Jalan napas (airway). Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi,
dan pemberian obat-obatan pernapasan, pada semua pasein dengan gangguan
pernapasan, harus dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas.
Pertimbangan untuk insersi jalan napas artifisial, seperti EET berdasarkan
manfaat dan risiko jalan napas artifisial dibandingkan jalan napas alami.
Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik ialah:
Secara fisiologis: hipoksemia menetap setelah pemberian oksigen, PCO2
> 55 mmHg dengan pH < 7,25, kapasitas vital < 15 mL/kg dengan
penyakit neuromuscular.
Secara klinis: perubahan status mental dengan gangguan proteksi jalan
napas, gangguan respirasi dengan ketidakstabilan hemodinamik, obstruksi
jalan napas atas (pertimbangkan trakeostomi jika obstruksi terletak di atas
trakea), secret yang banyak yang tidak dapat dikeluarkan oleh pasien dan
membutuhkan penyedotan.

Indikasi utama pemasangan ventilator adalah adanya gagal napas atau keadaan
klinis yang mengarah ke gagal napas. Kondisi yang megarah ke gagal napas
adalah termasuk hipoksemia yang refrakter, hiperkapnia akut, atau kombinasi
keduanya. Indikasi lainnya adalah pneumonia berat yang tetap hipoksemia
walaupun sudah diberikan oksigen dengan tekanan tinggi atau eksaserbasi PPOK
dimana PaCO2 nya meningkat mendadak dan menimbulkan asidosis.

Hipoksemia

PaO2 < 60 mmHg atau SatO2 < 90% pada FiO2 > 50%

Adanya shunt (pada atelectasis, edemaa paru, pneumonia, emboli


paru)

Adanya

ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi

(V/Q)

atau

percampuran darah vena (pada asma dan PPOK)

16

Adanya hipoventilasi dan peninggian tekanan PaCO2 (pada henti


napas, gagal napas akut).

Pada FiO2 yang rendah, tekanan barometric yang rendah, dan adanya
tksin tertentu (kebaakaran, ketinggian tertentu, keracunan CO)

Keseimbangan difusi yang tak adekuat (anemia, curah jantung yang


tinggi, umumnya ini adalah faktor yang memperburuk bukan faktor
utama)

Hiperkapnia
PaCO2 > 55 dengan asidosis atau peningkatan PaCO2 dari kedaan
awal yang disertai asidosis). Hal ini dapat terjadi pada:

Peningkatan beban kerja melebihi kapasitas kerja karena


-

Compliance yang rendah (ARDS, luka bakar daerah dada, efusi


pleura, obesitas, pneumonia)

Resistensi yang tinggi (asma, PPOK, tumor atau sumbatan pada


saluran napas)

Peningkatan VCO2 bersamaan dengan terbatasnyaa kapasitas kerja


(diet, PPOK)

Peningkatan dead space (ruang rugi) yang memerlukan peningkatan


ventilasi bersamaan dengan keterbatasan kapasitas kerja.

Penurunan kapasitas kerja.


-

Karena penurunan pusat napas di otak pada overdosis obat dan


sindrom hipoventilasi sentral

Penyakit neuromuscular (miastenia gravis, ssindrom GuillainBarre)

Mechanical disadvantage (hiperventilasi)

Atrofi otot napas (pada malnutrisi, paralisis jangka lama,


steroid)

Gangguan metabolik (asidosis, penurunan O2 delivery)

Kelelahan.

Oksigen, besarnya oksigen tambahan yang diperlukan tergantung pada


mekanisme hipoksemia, tipe alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah
oksigen yang diperlukan, kecenderungan pasien dan dokter, potensi efek
samping oksigen pada konsentrasi berbeda-beda, dan ventilasi semenit pasien.
17

Karena oksigen konsentrasi tinggi merusak paru, harus diupayakan untuk


meminimalkan jumlah dan lama terapi oksigen.

Ventilasi mekanik, positive end expiratory pressure (PEEP): pada penyakit


berat (ARDS)

Diuretika

Bronkodilator
Agonis beta adernegik: terbutalin, albuterol
Antikolinergik: diberikan kombinasi dengan agonis beta adrenegik

Antibiotik: sesuai indikasi

Kortikosteroid oral atau parenteral, mekanismeya dalam menurunkan


inflamasi jalan napas tidak diketahui pasti, tetapi perubahan pada sifat dan
jumlah sel inflamasi telah didemonstrasikan setelah pemberian sistemik dan
topical.

Ekspektoran dan nukleonik, dapat memperbaiki volume atau karakteristik


sputum pada pasien yang kekurangan cairan.

Fisioterapi dada

Tipe 2

Tujuan: memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal, hingga penyakit


dasar dapat diobati

Menjaga patensi jalan napas: penyedotan secret, drainase postural, stimulasi


batuk, perkusi dada, atau dengan pemasangan selang endotrakea atau
trakeostomi.

Alat napas buatan: ventilator mekanik

18

Oksigen: jika ada hipoksemia, pada beberapa pasien diberikan secara hatihati.

Penyakit primer yang membutuhkan terapi khusus ialah miastenia gravis,


kelainan elektrolit, penyakit paru obstruktif, obstructive sleep apnea, dan
miksedema.

9. Komplikasi dan Prognosis Gagal Nafas


Gagal nafas merupakan suatu kondisi kegawatan yang dapat mengancam jiwa.
Komplikasi gagal nafas dapat mempengaruhi organ-organ vital terutama otak dan
jaringan karena tidak adekuatnya oksigenasi. Oleh karena itu penanganan yang cepat dan
tepat pada kegawatan nafas sangat diperlukan.

Komplikasi paru: emboli paru, barotrauma, fibrosis pulmonal.

Komplikasi kardiovaskular: hipotensi, cadiac output menurun, aritmia,


pericarditis, infark miokard akut.

Prognosis dari gagal nafas sangat ditentukan oleh faktor penyebab gagal nafas,
penyakit primer, berat dan lamanya gagal nafas, kecepatan penanganan, serta komplikasi
yang terjadi. Hasil akhir pada pasien gagal napas sangat tergantung dari etiologi/penyakit
yang mendasarinya, serta penanganan yang cepat dan adekuat. Jika penyakit tersebut
diterapi dengan benar maka hasilnya akan baik. Jika gagal napas berkembang dengan
perlahan maka dapat timbul hipertensi pulmoner, hal ini akan lebih memperberat keadaan
hipoksemi. Adanya penyakit ginjal dan infeksi paru akan memperburuk prognosis.
Kematian pada kasus gagal napas umumnya disebabkan karena kegagalan multiorgan.
Angka kematian pada gagal napas yang disertai kegagalan kardiovaskular, ginjal, atau
neurologis sebesar 55,4%, 57,4%, dan 48,1%. Sedangkan angka kematian pada gagal
napas dengan kegagalan satu organ sebesar 20,7%

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin Z, Purwato J. 2014. Gagal Nafas Akut. Dalam : Aru W. Sudoyo (ed.) . Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 6th ed. Jakarta : Interna Publishing. pp. 4090-7.
2. Bhandary R. Respiratory failure. Critical illness and intensive care; 2015.
3. Brown BC. Respiratory failure. Medicine; 2016
4. Hart N. Respiratory Failure. Elsevier: Medicine 36:5; 2008.p 243-5.
5. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Penatalaksanaan di bidang
ilmu penyakit dalam, pannduan praktis klinis. Jakarta: Interna publishing;2016.

20

Anda mungkin juga menyukai