PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ruptur tendon adalah sebuah penyakit dengan prevalensi kasus yang tidak
terlalu sering namun dapat menimbulkan respon nyeri yang kuat. Seringkali orang
yang sedang masa aktif dapat mengalami keadaan ini. Namun, tak jarang pula
pasien dengan penyakit lain datang dengan gangguan ini, dikarenaka terjadinya
kelemahan tendon.
Pecahnya atau robeknya tendon biasanya terdiagnosis secara asesmen
klinis, namun pemeriksaan X-ray dan ultrasound digunakan untuk memastikan
diagnosisnya. MRI adalah standar definitif dalam menunjukkan gambaran ruptur
tendon.
Tergantung pada lokasi dan keparahan dari ruptur tendon, dokter dapat
memilih tatalaksana yang dengan medikasi dan fisioterapi atau dengan operasi.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1.
Definisi tendon
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang.
Anatomi Tendon
Tendon terdiri dari jaringan padat dan jaringan ikat fibrosa yang tersusun
Fungsi tendon
Setiap otot biasanya memiliki dua tendon untuk mengikat dua tulang yang
berbeda dengan otot yang melintasi sendi. Hal ini memungkinkan tendon untuk
bertindak sebagai katrol.
Tendon berfungsi sebagai kekuatan untuk tarikan otot ke tulang. Kontraksi
otot menarik tendon, kemudian tulang, sehingga terjadi gerakan. Tulang-tulang
berhubungan pada sendi oleh ligamen dan jaringan ikat lainnya, sehingga
kontraksi tendon menghasilkan gerakan-gerakan tertentu, tergantung pada otot
dan sendi yang terlibat.
II.4.
Anatomi Pedis
Gambar II.1. Aspek otot dilihat dari anterior. Dari superfisial dan dorsal.
II.5.
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon
adalah robek atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang
melebihi kekuatan tendon.
II.6.
Etiologi
Penyebab paling sering pada ruptur tendon adalah cedera yang timbul
dalam kegiatan aktivitas yang membutuhkan beban otot ekstra, seperti olah raga,
melompat dan berputar pada olah raga badminton, tenis, basket dan sepak bola.
Trauma benda tajam atau tumpul menjadi penyebab kedua yang dapat
menyebabkan rusaknya otot atau tendon pada lokasi yang terkena trauma. Dengan
kecepatan dan momentum tertentu, tendon dapat ruptur secara mekanik.
Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes juga dapat menjadi
penyebab lemahnya otot ataupun integritas dari tendon itu sendiri. Secara
sistemik, terjadi gangguan pembentukan dan perusakan dari myosit tersebut,
sehingga bila terkena penyebab mekanik yang ringan dan tidak memiliki
momentum yang cukup untuk merobek, tendon tersebut akan dengan gampangnya
rusak.
II.7.
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini yang utama adalah nyeri.
Nyeri inisial yang muncul pada ruptur tendon juga dibarengi dengan adanya
kerusakan saraf yang menempel pada otot tersebut. Dengan adanya ruptur, akan
terlihat adanya memar karena iritasi atau respon stress yang ditimbulkan tendon
tersebut.
Tanpa adanya integritas dari keseluruhan tendon, maka otot tersebut akan
mengalami penurunan daya kontraksi. Pada klinisnya,akan dijumpai kelemahan
dari gerakan yang di-insersio oleh tendon tersebut. Bila ruptur komplit tendon,
integritas dari tulang akan terganggu, dan mengakibatkan posisi-posisi dari tulang
tersebut bergeser dan akan terlihat deformitas. Keluhan yang ditunjukkan adalah
ketidakmampuan penderita dalam menanggung beban ataupun memindahkan
tulang yang terlibat.
II.8.
Patofisiologi
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot quadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
II.9.
Achilles
Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius,
soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian pergelangan
kaki. Tendon Achilles adalah tendon tertebal dan terkuat pada tubuh manusia.
Panjangnya sekitar 15 sentimeter, dimulai dari pertengahan tungkai bawah.
Kemudian strukturnya kian mengumpul dan melekat pada bagian tengah-belakang
tulang calcaneus. Tendon ini sangat penting untuk berjalan, berlari dan melompat
secara normal. Cidera karena olahraga dan karena trauma pada tendon Achilles
adalah biasa dan bisa menyebabkan kecacatan.
3.
Rotator cuff
Rotator cuff terletak di bahu dan terdiri dari 4 otot: supraspinatus (yang
umum tendon paling pecah), infraspinatus, teres minor, dan m. subskapularis.
Kelompok otot ini berfungsi untuk mengangkat tangan ke samping, membantu
memutar lengan, dan menjaga bahu keluar dari soket tersebut.
4.
Bisep
Otot bisep fungsi sebagai fleksor lengan dari siku. Otot ini membawa
tangan ke arah bahu dengan menekuk siku.
Empat contoh diatas adalah otot dan tendon yang tersering mengalami
cidera, namun bukan berarti tempat lain tidak dapat mengalami ruptur.
II.10. Komplikasi
Komplikasi dari rupture tendon adalah infeksi, laserasi multipel, resiko
adhesi, pengurangan jarak gerakan,dan retraksi dari tempat luka. Selain hal
tersebut dapat pula terjadi sindrom kompartemen.
II.11. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan X-ray kurang baik dalam menggambarkan gangguan ruptur
tendon yang minimal. Namun dapat dijumpai deformitas pada ruptur tendon
subkutan.
USG otot dan tendon juga disarankan pada fasilitas yang tidak memiliki
pemeriksaan penunjang yang memadai dan membutuhkan penegakan penunjang
yang cepat.
MRI adalah uji diagnostik pencitraan yang paling memadai dalam
melaksanakan pemeriksaan penunjang ruptur tendon.
II.12. Penatalaksanaan Medis
Tindakan pembedahan dapat dilakukan, dimana ujung tendon yang
terputus disambungkan kembali dengan teknik penjahitan. Tindakan pembedahan
adalah yang paling efektif dalam penatalaksanaan tendon yang terputus. Teknikteknik dalam penjahitan tendon ada banyak, namun yang paling banyak dipakai
adalah teknik Kessler dan Bunnel.
10
BAB III
Laporan Kasus
III.1. Identitas Pasien
Nama
: Nn. TT
Umur
: 14 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMP
Agama
: Kristen
No. RM
: 02.29.64
Tanggal Masuk
: 23 Desember 2016
III.2. Anamnesis
Keluhan Utama
terkena luka robek. Awalnya pasien sedang pulang setelah mengantar kakak
dengan menggunakan motor matic. Di tengah jalan o.s. memutar gas secara tidak
sengaja dan menghantamkan punggung kakinya ke pohon.
Riwayat mengonsumsi alkohol/NAPZA
: tidak dijumpai
: tidak dijumpai
: disangkal
: disangkal
Vital Sign
Sensorium
: Compos Mentis
Heart rate
: 90x/i
Temperatur
: 37.1 C
11
Respiratory rate
: 22x/i
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Pemeriksaan Umum :
Kepala:
Mata
: CA (-/-), SI (-/-), Injeksi konjungtiva (-)
Hidung
: deformitas (-), discharge (-)
Mulut
: darah (-)
Leher
: kaku kuduk (-)
Lain-lain : Luka (-)
Kesimpulan : dalam batas normal
Thorax
Pulmo/
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi
: Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), suara tambahan (-)
Cor/
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di SIC IV 2 jari LMCS,
Perkusi
: Kesan kardiomegali (-)
Auskultasi
: S1-S2 regular, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terlihat massa
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Perkusi
: Timpani (+)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-)
Hepar/ Lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior D/S : Inspeksi : perubahan kulit (-), Rotasi (-), Muscle wasting
(-)
Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-)
ROM : dalam batas normal
Inferior D
: Inspeksi : perubahan kulit (-), Rotasi (-), Muscle wasting
(-)
Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-)
ROM : dalam batas normal
Inferior S
: Inspeksi : Skin loss pada regio dorsum pedis, ukuran 5cm
x 4 cm, dasar tulang. Tampak tendon extensor digitorum
longus dan tendon hallucis longus ruptur. Tampak a.
dorsalis pedis ruptur. Drop foot (+)
Palpasi : krepitasi (-)
ROM : Ekstensi metatarsophalangeal (-) Fleksi
metatarsophalangeal (+)
12
HB
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Waktu Pembekuan
Waktu Perdarahan
Golongan Darah
GDS
HbsAg
: 12,7
g/dL
: 10.900/mm3
: 41 %
: 4.63 juta/mm3
: 405.000/mm3
: 6 menit
: 3 menit
: AB
: 119 mg/dL
: Negatif
13
14
Laporan Operasi:
Pasien dibaringkan diatas bed dengan keadaan supine setelah diganti
dengan baju operasi. Dilakukan induksi anestesi epidural dengan bupivacaine,
dilanjutkan dengan sterilisasi bagian luka dengan povidon iodine dan pembilasan
dengan cairan saline. selanjutnya pemasangan drape untuk membatasi ruang
lingkup operasi.
Selanjutnya, dilakukan identifikasi bagian yang bermasalah . Dijumpai
skin loss regio dorsalis pedis sinistra, arteri dorsalis pedis ruptur, extensor hallucis
longus, dan extensor digiti longus II-V. tampak posisi drop foot. (Lihat Gambar
III.2).
Dilakukan ligasi arteri dorsalis pedis. Lalu dilanjutkan dengan diseksi
bagian luka untuk menjangkau tendon lebih jauh. Dilakukan pula insisi bagian
lateral luka untuk melebarkan ruang luka supaya dapat menarik tendon. (Lihat
Gambar III.3.).
Setelah menarik dan menandai seluruh tendon, dilakukan repair tendon
menggunakan teknik jahitan bunnel. (Lihat Gambar III.4.).
Selesai repair tendon, posisi jari dipastikan sudah ekstensi semua.
dilakukan penutupan luka primer dengan jahitan matras (Lihat Gambar III.5.).
Selesai operasi. Setelah pengangkatan drape dilakukan pemasangan boot slab
pada plantar pedis untuk menjaga tetap ekstensi, setelah itu dibalut dengan perban.
(Lihat Gambar III.6.).
15
16
Gambar III.5. Jari yang sudah ekstensi dan kulit yang telah terjahit
17
Perintah Post-Op:
bag
Infus RL 20 tpm
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 g
Injeksi Gentamisin 2 x 40 mg
Injeksi Ketorolac 2 x 30 mg
Injeksi Ranitidin 2 x 4 mg
Vitamin C 3x50 mg tab
Pertahankan Boot Slab sampai dengan 6 minggu
18
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan usia 14 tahun datang ke IGD RS Bhayangkara
Kota Palangkaraya digendong oleh seorang temannya pada hari Jumat, tanggal
23 Oktober 2016 dengan keluhan luka pada bagian punggung kaki sebelah kiri.
Pasien mengeluhkan nyeri pada kakinya yang luka. Tampak pinggir luka bersih,
ukuran 4 cm x 5 cm, dasar tulang. Bagian tendon tampak terpisah dandapat dilihat
perdarahan yang aktif. Bagian jari kaki dari pasien tampak jatuh, dengan
punggung kaki yang tidak dapat digerakkan keatas mendekati betis. Dari anamesis
dan pemeriksaan fisik diatas, didapatkan bahwa keluhan pada pasien tersebut
mengarah kepada diagnosis ruptur tendon extensor pedis superfisial multiple dan
ruptur arteri dorsalis pedis.
Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil HB 12,7 g/dL, leukosit
10.900/mm3, Hematokrit 41 %, Eritrosit 4.63 juta/mm3, Platelet 405.000/mm3,
Waktu Pembekuan 6 menit, Waktu Perdarahan 3 menit. Peningkatan leukosit
dijumpai pada penderita penyakit ini karena terjadinya pengaktifan sistem NB
leukosit ketika terjadi kontak antara organ bawah kulit dengan lingkungan sekitar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pasien anak
perempuan usia 14 tahun, terdiagnosis skin loss dengan ruptur tendon ekstensor
hallucis longus, ruptur tendon ekstensor digiti pedis II-V dan ruptur arteri dorsalis
pedis sehingga penatalaksanaan awal pada kasus ini adalah penanganan luka
gawat darurat karena luka yang terjadi karena kecelakaan menurut penggolongan
CDC termasuk luka terkontaminasi, sehingga ditangani dengan wound toilet,
pemberian anti nyeri dengan ketorolac, roentgen pedis AP/ Oblique untuk
memastikan ada tidaknya fraktur lalu dibebat tekan untuk dirujuk ke dokter
spesialis orthopedi untuk dilanjutkan debridement dan penyambungan tendon.
Selain wound toilet juga diberikan obat Ceftriaxone dan Gentamicin,
dimana ceftriaxone adalah obat antibiotik golongan cephalosporin dengan efek
terhadap gram negatif yang broad-spectrum, sementara gentamicin adalah
antibiotik golongan aminoglikosida yang juga memiliki efek terhadap bakteri
19
: Ad Bonam
Quo Ad Sanam
: Ad Bonam
20
BAB V
KESIMPULAN
Tendon adalah jaringan fibrosa yang melekatkan otot ke tulang. Dalam
beberapa kasus, tendon dapat snap atau pecah . Kondisi yang membuat pecah
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam, cedera dalam berolahraga, penyakit
tertentu (seperti arthritis dan diabetes).
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon
adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang
melebihi kekuatan tendon.
Penatalaksanaan medis pada kasus rupture tendon biasanya melalui
pembedahan jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan infeksi. Pada
kasus ini tampak bahwa ruptur tendon yang disambung dengan jahitan bunnel,
lalu dipertahankan ekstensinya dengan pemasangan boot slab seperti pembahasan
diatas.yang menunjukkan adanya kebutuhan penanganan ahli bedah orthopedik.
21
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3.
2006. Jakarta : Erlangga Medical Series
2. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004.
Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI
4. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Ed.3.
2003. The McGraw Hill Companies.
5. [Accessed 26th December 2016] Tendon Repair: The Modified Kessler
Technique, accessed at:
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0ah
UKEwiBkvT3mJLRAhXKO48KHYbRAewQFggtMAU&url=https%3A
%2F%2Ffhs.mcmaster.ca%2Fsurgery%2Fdocuments
%2FTendonRepairsOutlineHandoutof13Aug2008providedbyColinWhite.p
df&usg=AFQjCNGlLJNiLveUee3zjvBTnE09GmekQ&sig2=FXvqMFfdxv26QTF3uDHGSA
6. Geert I. Pagenstert, Victor Valderrabano, Beat Hintermann, Tendon
injuries of the foot and ankle in athletes, Clinic of Orthopedic
Traumatology, Orthopedic Surgery Department, University Clinics Basel,
Switzerland,
CH-4031
Basel;
Schweizerische
Zeitschrift
fr
22