Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri
sendi
yang
disertai
leukopenia,
ruam,
limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma
yang
ditandai
dengan
hemokonsentrasi
(peningkatan
hematokrit)
atau
penumpukan cairan dirongga tubuh.1
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang berbasis perkotaan namun mulai meluas ke pedesaan. Pada setiap kasus demam berdarah rata-rata kematian mencapai 5% dari semua kasus. Penyakit demam berdarah bahkan menjadi wabah 5 tahunan yang terakhir terjadi pada tahun 2003/2004. Sementara itu, terhitung sejak tahu 1968 hingga tahun 2009 World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak dibawah 15 tahun. Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 158.115 kasus, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382 kota.2 Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue antara lain faktor host, lingkungan, serta faktor virusnya sendiri. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya infeksi dengue. Lingkungan pemukiman sangat besar peranannya dalam penyebaran penyakit menular. Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok. Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan penatalaksanaan pada keadaan ini tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan
pernggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penetalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.1,2