Bab Iii
Bab Iii
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau
nyeri
sendi
yang
disertai
leukopenia,
ruam,
limfadenopati,
ditandai
dengan
hemokonsentrasi
(peningkatan
hematokrit)
atau
mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang. 2,5,10
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya
peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.3
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.3,5
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini
harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga
dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan
peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.3,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.3,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis
akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat
tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,
dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan
hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
1,2,5
DERAJAT
DF
Demam
disertai
manifestasi
II
ditemukan
bukti
dengan Trombositopenia
perdarahan cells/mm3,
(torniquet positif)
DHF
Leukopenia
Trombositopenia,
tidak
kebocoran
plasma.
artralgia.
DHF
LABORATORIUM
bukti
<100.000
ada
kebocoran
plasma.
bukti
<100.000
ada
kebocoran
purpura,
ekimosis, epistaksis)
DHF
III
bukti
<100.000
ada
kebocoran
tekanan
menurun (
atau
kurang),
nadi
20 mmHg
hipotensi,
gelisah)
DHF
IV
*DHF derajat III dan IV juga disebut DSS (Dengue Shock Syndrome)
bukti
ada
kebocoran
kadar
hematokrit
(>20%)
yang
menggambarkan
hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit
secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan
perdarahan.1,3
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,3,5
3.6 Diagnosa
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan
bila semua hal di bawah ini terpenuhi:1,8
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
terapi
cairan
dan hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,8
perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
menurut
WHO
2009,
berdasarkan
riwayat
penyakit,
hari,
jumlah
leukosit
rendah
atau
menurun,
dan/atau
Dasar yang tidak mendukung: Demam tidak disertai dengan mengigau, lidah
kotor tidak ada, bradikardi relatif tidak ada, hepatimegali dan splenomegali tidak
ada.
2. Malaria
Dasar yang mendukung: Demam, berkeringat, nyeri kepala.
Dasar yang tidak mendukung: Demam tidak bersifat periodik, demam tanpa
disertai menggil, tidak riwayat berpergian ke daerah endemik, tidak ada
splenomegali, tidak ada ikterus dan tidak ada anemia.
3. chikungunya
Dasar yang mendukung: Demam disertai sakit kepala, mual, nyeri sendi, nafsu
makan menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium.
Dasar yang tidak mendukung: Nyeri sendi tidak terus menerus, tidak ada riwayat
pergi ke tempat endemik, tidak terdapat pendarahan.
Diagnosis banding demam dengeu terdiri atas (WHO 2009):6
1. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
2. Penyakit virus lainnya
Misalnya: Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Enterovirus,
Influenza, Hepatitis A
3. Penyakit bakterial
Leptospirosis, thypoid
4. Penyakit parasit : Malaria
3.8 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk pasien DBD. Terapi untuk DBD
bersifat simptomatik dan kontrol terhadap manifestasi klinis dari syok dan
perdarahan yang terjadi. Pasien yang syok jika tidak ditatalaksana dalam waktu
12- 24 jam akan mengalami kematian. Manajemen terpenting pada pasien DHF
adalah observasi ketat terhadap tanda vital dan monitoring laboratorium.
Hb, ht meningkat dan trombosit normal dan atau turun juga dianjurkan
untuk dirawat.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000, maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol III
Bila tidak terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tandatanda ht dan frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun , < 20 mmHg,
produksi menurun, maka naikkan jumlah cairan cairan infuse menjadi 10
ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik setelah pemantauan 2 jam, maka
cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam, tetapi bila keadaan tidak
membaik maka naikkan jumlah cairan infuse 15 ml/KgBB/jam dan bila
perkembangan menjadi buruk dengan tanda-tanda syok, tangani pasien
sesuai dengan protocol V. Bila syok teratasi maka pemberian cairan dimulai
lagi seperti pemberian terapi awal.