Anda di halaman 1dari 12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau

nyeri

sendi

yang

disertai

leukopenia,

ruam,

limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma


yang

ditandai

dengan

hemokonsentrasi

(peningkatan

hematokrit)

atau

penumpukan cairan dirongga tubuh.1


Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum panas hingga 5
hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur kemudian
berkembng biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat ditularkan kepada
manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam
tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang
hidupnya.3,4
3.2 Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
berbasis perkotaan namun mulai meluas ke pedesaan. Pada setiap kasus demam
berdarah rata-rata kematian mencapai 5% dari semua kasus. Penyakit demam
berdarah bahkan menjadi wabah 5 tahunan yang terakhir terjadi pada tahun
2003/2004. Sementara itu, terhitung sejak tahu 1968 hingga tahun 2009 World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus
tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak dibawah 15 tahun. Tahun 2007 jumlah
kasus DBD di Indonesia sebanyak 158.115 kasus, tahun 2008 sebanyak 137.469
kasus, tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus dengan kota terjangkit sebanyak 382
kota.2

3.3 Gambaran Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD).6
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan adekuat.
Masa inkubasi infeksi DBD dimulai sejak nyamuk mulai menggigit
sampai menimbulkan gejala, kurang lebih 13-15 hari. Setelah virus masuk ke
dalam tubuh, maka akan terjadi viremia (darah mengandung virus) yang
menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyari otot, pegalpegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit, serta dapat
terjadi hepatomegali dan splenomegali.5
Keadaan viremia tersebut dapat menyebabkan terjadinya kebocoran
plasma (plasma keluar dari pembuluh darah). Dengan demikian, komponen darah
mengalami hemokonsentrasi (pengentalan darah) dan trombositopenia sehingga
mudah terjadi perdarahan di dalam tubuh. Kekentalan darah tersebut dapat
ditentukan dari peningkatan nilai hematokrit yang melebihi 20% dari nilai normal.
Oleh karena itu, penting dilakukan pemantauan jumlah hematokrit dan jumlah
trombosit dari sampel darah penderita.5
Perjalanan penyakit DBD terdapat tiga fase yaitu fase demam
(berlangsung antara 2-7 hari), fase kritis (berlangsung antara 24-48 jam), dan fase
penyembuhan (berlangsung antara 2-7 hari).5

Gambar 3.1 Perjalanan Penyakit DBD


Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang
suhu tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun
panas. Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah
(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya
secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan
tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase
kritis.2,5,10 Warning signs meliputi:5

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm


Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari

pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang. 2,5,10
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya
peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil positif.3
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.3,5
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini
harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga
dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan
peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.3,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.3,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis
akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat
tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,

kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik,
dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan
hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
1,2,5

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat


dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang
menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya
kebocoran plasma.5
Fase Penyembuhan (Recovery)
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi
gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum
pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status
hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami
ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus
generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan
pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang
disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera
setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian
cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan
edema paru atau gagal jantung kongestif.5

3.4 Klasifikasi Infeksi Virus Dengue


DHF (Dengue Haemoragic Fever) atau DBD diklasifikasikan menjadi 4
yaitu1 :

Tabel 3.1 Derajat Klinis DBD


DF/DHF

DERAJAT

DF

TANDA DAN GEJALA

Demam disertai 2 atau a


b
lebih tanda: sakit kepala,
nyeri retro-orbital, mialgia,

Demam

disertai

manifestasi

II

ditemukan

bukti

dengan Trombositopenia

perdarahan cells/mm3,

(torniquet positif)
DHF

Leukopenia
Trombositopenia,

tidak
kebocoran

plasma.

artralgia.
DHF

LABORATORIUM

bukti

<100.000
ada

kebocoran

plasma.

Seperti derajat I, disertai Trombositopenia


perdarahan spontan di kulit cells/mm3,

bukti

<100.000
ada

kebocoran

dan atau perdarahan lain plasma.


(petekie,

purpura,

ekimosis, epistaksis)
DHF

III

Seperti derajat I atau II Trombositopenia


disertai dengan kegagalan cells/mm3,

bukti

<100.000
ada

kebocoran

sirkulasi (nadi cepat dan plasma.


lemah,

tekanan

menurun (
atau

kurang),

nadi

20 mmHg
hipotensi,

gelisah)
DHF

IV

Seperti derajat III disertai Trombositopenia (platelet < 100.000


syok berat dan nadi tidak cells/mm3,
terukur dengan nadi tidak plasma.
teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.

*DHF derajat III dan IV juga disebut DSS (Dengue Shock Syndrome)

bukti

ada

kebocoran

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar
hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama
menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,3,7
Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/l. Pada umumnya
trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu
turun. Jumlah trombosit <100.000/l biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit
dalam batas normal atau menurun.1,3
Peningkatan

kadar

hematokrit

(>20%)

yang

menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit
secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan
perdarahan.1,3
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,3,5

3.6 Diagnosa
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan
bila semua hal di bawah ini terpenuhi:1,8
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan
melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.


Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

terapi

cairan

dan hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,8

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.


Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.


Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.
Sedangkan

menurut

WHO

2009,

berdasarkan

riwayat

penyakit,

pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD


ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan),
menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta
apakah pasien memerlukan rawat.5
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien
tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam
lebih dari tig a

hari,

jumlah

leukosit

rendah

atau

menurun,

dan/atau

trombositopenia uji torniquet positif.

3.7 Diagnosa Banding


1. Demam Thypoid
Dasar yang mendukung: Demam naik turun, terutama saat malam hari, sakit
kepala, adanya nyeri pada ulu hati, nafsu makan menurun, nyeri sendi.

Dasar yang tidak mendukung: Demam tidak disertai dengan mengigau, lidah
kotor tidak ada, bradikardi relatif tidak ada, hepatimegali dan splenomegali tidak
ada.
2. Malaria
Dasar yang mendukung: Demam, berkeringat, nyeri kepala.
Dasar yang tidak mendukung: Demam tidak bersifat periodik, demam tanpa
disertai menggil, tidak riwayat berpergian ke daerah endemik, tidak ada
splenomegali, tidak ada ikterus dan tidak ada anemia.
3. chikungunya
Dasar yang mendukung: Demam disertai sakit kepala, mual, nyeri sendi, nafsu
makan menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium.
Dasar yang tidak mendukung: Nyeri sendi tidak terus menerus, tidak ada riwayat
pergi ke tempat endemik, tidak terdapat pendarahan.
Diagnosis banding demam dengeu terdiri atas (WHO 2009):6
1. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
2. Penyakit virus lainnya
Misalnya: Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Enterovirus,
Influenza, Hepatitis A
3. Penyakit bakterial
Leptospirosis, thypoid
4. Penyakit parasit : Malaria

3.8 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk pasien DBD. Terapi untuk DBD
bersifat simptomatik dan kontrol terhadap manifestasi klinis dari syok dan
perdarahan yang terjadi. Pasien yang syok jika tidak ditatalaksana dalam waktu
12- 24 jam akan mengalami kematian. Manajemen terpenting pada pasien DHF
adalah observasi ketat terhadap tanda vital dan monitoring laboratorium.

Manajemen demam DBD sama seperti penatalaksanaan DD. Paracetamol


direkomendasisikan untuk menurunkan suhu dibawah 39oC. Pemberian cairan oral
sangat direkomendasikan selama pasien dapat mentolerir cairan yang diberikan
seperti halnya pasien diare. Cairan IV perlu diberikan terutama jika pasien muntah
terhadap makanan atau cairan yang diberikan.9
Protokol I. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue
dewasa tanpa syok
Apabila didapatkan nilai Hb, Ht dan trombosit seperti: 1
1

Hb, Ht, trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien


dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol ke polklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya dimana dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan Leukosit, trombosit
tiap 24 jam, atau apabila keadaan pendrita memburuk, segera kembali ke
IGD

Hb, Ht normal tapi trombosi <100.000, dianjurkan untuk dirawat

Hb, ht meningkat dan trombosit normal dan atau turun juga dianjurkan
untuk dirawat.

Protokol II. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue


dewasa diruang rawat
Pasien tersangka demam berdarah dengue tanpa perdarahan spontan dan
masif dan tanpa syok, diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah seperti
rumus : 1
1500+(20 x(BB dalam kg-20)
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
1 Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000, jumlah pemberian
cairan tetap sesuai rumus diatas dengan pemantauan Hb,Ht trombosit tiap 12
jam
2

Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000, maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol III

Protokol III. Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan


Ht >20 %
Peningkatan Ht > 20 % berarti tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5
%. Tetapi awal pemberian cairan adalah infuse cairan kristaloid 6-7
ml/kgBB/jam:1
1

Bila terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht


menurun, frekuensi naf (hearts rate) turun, tekanan darah stabil, produksi
meningkat, maka cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Bila
keadaan membaik setelah pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi
lagi menjadi 3 ml/KgBB/jam. Jika keadaan tetap membaik, maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Bila tidak terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tandatanda ht dan frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun , < 20 mmHg,
produksi menurun, maka naikkan jumlah cairan cairan infuse menjadi 10
ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik setelah pemantauan 2 jam, maka
cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam, tetapi bila keadaan tidak
membaik maka naikkan jumlah cairan infuse 15 ml/KgBB/jam dan bila
perkembangan menjadi buruk dengan tanda-tanda syok, tangani pasien
sesuai dengan protocol V. Bila syok teratasi maka pemberian cairan dimulai
lagi seperti pemberian terapi awal.

Protokol IV. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada demam berdarah


dengue dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah
epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia),
hematuria, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan 4-5 cc/ KgBB/jam. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit sebaiknya diulang
setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis didapatkan
tanda-tanda koagulsi intravaskular diseminata/ KID (protrombin time), PTT
(partial protrombin time), fibrinogen, D-Dimer atau CT (clotting time), BT

(blooding time), tes parakoagulasi dengan ethanol gelation test. Tranfusi


komponen darah sesuai indikasi, seperti FFP (fresh frozen plasma) jika terdapat
defisiensi faktor pembekuan dengan PT dan APTT yang memanjang, PRC
(packed red cell) bila Hb < 10 gr% dan tranfuse trombosit jika terdapat
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/ l disertai atau
tanpa KID.1

Protokol V. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.


Atasi renjatan melalui penggantian cairan intravaskular yang hilang atau
resusitasi cairan dengan cairan kristaloid. Pada fase awal, guyur cairan 10-20 ml/
KgBB, evaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (TD sistolik 100
mmHg, tekanan nadi . 20 mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume
cukup, akral hangat, kulit tidak pucat dan diuresis 0,5-1 cc/KgBB/jam), jumlah
cairan dikurangi

7 ml/KgBB/jam. Bila keadaan tetap stabil 60-120 menit,

pemberian cairan 5 ml/KgBB/jam. Bila 24-48 jam renjatan teratasi, cairan


perinfus dihentikan mencegah hipervolemi seperti edema paru dan gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan O2 2-4 L/ menit. Pantau tanda vital dalam 48 jam
pertama kemungkinan terjadinya renjatan berulang. Bila pada fase awal
pemberian cairan renjatan belum teratasi, periksa hematokrit, bila meningkat
berarti perembesn plasma masih berlangsung dan diberikan diberikan tranfusi
darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.1
Pemberian cairan koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20
ml/kg BB, evaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan belum teratasi, pasang
kateter vena sentral untuk memantau kecukupan cairan dan cairan koloid
dinaikkan hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan
sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan belum teratasi, periksa
dan koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID, infeksi
sekunder. Bila keadaan belum teratasi, berikan obat inotropik atau vasopresor.1

Anda mungkin juga menyukai