1. Asma
A. Definisi
Asma adalah peradangan (inflamasi) kronik saluran napas (trakeobronkial) yang
ditandai peningkatan respon saluran napas oleh berbagai stimulus (alergen) yang
menyebabkan obstruksi saluran napas bersifat reversibel spontan maupun dengan
pengobatan.1
B. Faktor resiko
-
Alergen (tepung sari bunga, debu rumah tangga, alergen binatang, alergen kecoa,
jamur)
Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
Infeksi saluran napas (influenza, pneumonia)
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Sulfur dioksida
Olahraga
Perubahan cuaca
Asap rokok
Polusi udara
Stres emosional.1
C. Diagnosa
o Anamnesa
Pada anamnesa tanyakan:2
-
Hewan berbulu
Zat-zat kimia dalam partikel udara
Perubahaan temperature
Kutu debu
Obat-obatan (Aspirin dan -Blocker)
Olahraga
Serbuk bunga
Infeksi saluran nafas
Merokok
Emosi
- Gejala mereda dengan terapi asma
- Gejala flu pasien butuh lebih dari 10 hari untuk sembuh
o Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat
normal. Kelainan yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah
suara wheezing pada auskultasi. Pada keadaan serangan,
saluran nafas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat jalan nafas; maka sebagai
kompensasi penderita bernafas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
menutupnya saluran nafas. Hal itu meningkatkan kerja pernafasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak nafas, mengi, dan hiperinflasi.1
Pada serangan ringan, mengi terdengar saat ekspirasi paksa. Walupun demikian
mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.1
o Pemeriksaan faal paru
Pemeriksaan faal paru digunakan untuk menilai:1
-
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital
paksa (KVP) dilakukan dengan maneuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung pada kemampuan penderita sehingga
dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.1
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:1
-
Obstruksi jalan nafas diketahui bila nilai rasio VEP1/KVP <75% atau
VEP<80% nilai prediksi. Spirometri adalah metode yang dipilih untuk
mengukur hambatan aliran udara dan menentukan apakah hambatan tersebut
reversibel atau tidak.
Revesibiliti, yaitu perbaikan VEP115% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 1014 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid inhalasi/oral selama 2 minggu.
Menilai derajat berat asma.
D. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (tabel 1.1).1
3
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah gambaran
klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam
pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel 1.2
menunjukkan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada penderita yang sudah
dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambran klinis
yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat.1
Tabel 1.1 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum
Pengobatan)
Derajat Asma
Intermitten
Gejala
Gejala Malam
Bulanan
* Gejala < 1 kali/minggu
* Tanpa gejala di luar
serangan
* Serangan singkat
* 2 kali sebulan
Faal Paru
APE 80%
* VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE < 20%
Persisten Ringan
Mingguan
* Gejala > 1 kali/minggu
* Serangan dapat
mengganggu aktiviti dan
tidur
Persisten Sedang
Harian
* Gejala setiap hari
* Serangan dapat
mengganggu aktiviti dan
tidur
* Membutuhkan
bronkodilator setiap hari
* > 1 kali/minggu
APE 60-80%
* VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
Persisten Berat
Kontinyu
* Gejala terus menerus
* Sering kambuh
* Aktiviti fisik terbatas
* Sering
APE 60%
* VEP1 60% nilai prediksi
APE 60% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
(Sumber: PDPI, 2003)1
Tabel 1.2 Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan
E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:1
-
Edukasi
Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Identifikasi dan mengendalikan factor pencetus
Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Kontrol secara teratur
Pola hidup sehat
Ketujuh hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa
yang mudah dan dikenal (dalam edukasi) dengan 7 langkah mengatasi asma, yaitu:1
-
Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.1
o Pengontrol
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol
pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat
pengontrol:1
-
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid inhalasi adalah penanganan jangka panjang yang paling
efektif untuk mengontrol asma. Efek samping steroid inhalasi adalah efek
samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena iritasi
saluran napas atas. Semua efek samping tersebut dapat dicegah dengan
6
Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan melalui oral atau parenteral.
Kemungkinan digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten
berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas mengingat
risiko efek sistemik. Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid
oral/ parenteral jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes,
supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesiti,
penipisan kulit, striae dan kelemahan otot.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti inflamasi. Pada dosis yang sangat rendah efek antiinflamasinya minim
pada inflamasi kronik jalan napas dan studi menunjukkan tidak berefek pada
hiperesponsif jalan napas. Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator
tambahan pada serangan asma berat. Teofilin atau aminofilin lepas lambat
dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan
pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Efek samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi, hal itu dapat dicegah dengan
pemberian dosis yang tepat dengan monitor ketat. Gejala gastrointestinal
nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan sering terjadi.1
sedikit atau jarang daripada pemberian oral. Bentuk oral juga dapat mengontrol
asma, yang beredar Indonesia adalah salbutamol lepas lambat, prokaterol dan
bambuterol. Mekanisme kerja dan perannya dalam tetapi sama saja dengan
bentuk inhalasi agonis 2 kerja lama, hanya efek sampingnya lebih banyak.
Efek samping berupa rangsangan kardiovaskular, ansieti dan tremor otot
rangka.1
-
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan asntiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor
leukotriene sisteinil). Efek samping jarang ditemukan. Zileuton dihubungkan
dengan toksik hati, sehingga monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan
terapi zileuton.1
o Pelega
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki
dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti
mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega:1
-
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis -2. Aminofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan
untuk mengatasi gejala walau disadari onsetnya lebih lama daripada agonis -2
. Teofilin berguna untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernapasan
dan mempertahankan respons terhadap agonis -2 di antara pemberian satu
dengan berikutnya. Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping
sebagaimana metilsantin, tetapi dapat dicegah dengan dosis yang sesuai dan
dilakukan pemantauan.
Antikolinergik
8
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila
tidak tersedia agonis 2 atau tidak respons dengan agonis 2 kerja singkat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut
atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan
bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).1
pertimbangkan
berikutnya.1
kemungkinan
beratnya
asma
meningkat
menjadi
tahapan
Semua tahapan : ditambahkan agonis 2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak
melebihi 3-4 kali sehari
Berat Asma
Medikasi pengontrol
Alternatif/ Pilihan lain
Alternatif lain
harian
Asma
Tidak perlu
----------Intermitten
Asma
Glukokortikosteroid
* Teofilin lepas lambat
-----Persisten
inhalasi (200-400 ug
* Kromolin
Ringan
BD/hari atau ekivalennya) * Leukotriene modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi
* Glukokortikosteroid inhalasi * Ditambah agonis
Persisten
glukokortikosteroid (400- (400-800 ug BD/hari atau
2 kerja lama oral
Sedang
800 ug BD/hari atau
ekivalennya) ditambah Teofilin * Ditambah teofilin
ekivalennya) dan agonis
lepas lambat, atau
lepas lambat
2 kerja lama
* Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya) ditambah agonis
2 kerja lama oral, atau
* Glukokortikosteroid inhalasi
dosis tinggi (>800 ug BD/hari
atau ekivalennya), atau
* Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi
Prednisolone/ metilprednisolon
Persisten
glukokortikosteroid (>800 oral selang sehari 10 mg
Berat
ug BD/hari atau
ditambah agonis 2 kerja lama
ekivalennya) dan agonis
oral, ditambah teofilin lepas
2 kerja lama, ditambah
lambat
1 di bawah ini:
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi
asma tetap terkontrol
(Sumber: PDPI, 2003)
11
Teknik inhalasi
Kepatuhan
12
itu mengontrol asma selama kehamilan sangat penting untuk mencegah keadaan yang tidak
diinginkan baik pada ibu maupun janinnya.1
A. Patofisiologi
Hiperventilasi relatif selama kehamilan mulai terlihat pada trimester pertama.
Perubahan ini dikarenakan adanya peningkatan volume tidal sedangkan frekuensi
pernafasan relatif tidak mengalami perubahan selama kehamilan. Peningkatan volume
tidal prinsipnya disebabkan oleh peningkatan produksi progesteron plasenta yang juga
menyebabkan sensasi nafas pendek (dispneu kehamilan) yang biasa terjadi pada
kehamilan. Hiperventilasi kehamilan berhubungan dengan perubahan penting pada gas
darah arteri dengan tekanan karbondioksida arteri istirahat (PCO 2) < 35 mmHg.
Alkalosis respirator kronis ini sebagian dikompensasi oleh peningkatan ekskresi
bikarbonat ginjal. Konsumsi oksigen total dan rasio metabolik basal juga meningkat
sampai 20% dan 15% sesuai dengan peningkatan tekanan oksigen ibu yang juga biasa
terjadi pada kehamilan normal. Nilai normal PO2 bervariasi dari 106-108 mmHg selama
trimester pertama dan sedikit menurun pada trimester ketiga. Oksigenisasi banyak
dipengaruhi oleh posisi tubuh. 25% wanita hamil memiliki tekanan oksigen arteri < 90
mmHg pada posisi berbaring dan ada kecenderungan mengalami peningkatan gradien
oksigen arterial-alveolar pada posisi berbaring dari pada posisi berdiri.3
o Efek asma terhadap kehamilan
Asma khususnya jika berat pada kenyataannya dapat berpengaruh pada
kehamilan. Menurut Clark, dkk (1993) dua penelitian besar epidemiologi
mengatakan bahwa asma berpotensi memberikan efek yang merugikan, diikuti
dengan peningkatan insidensi lahir premature, BBLR, kematian perinatal, dan
preeklamsi, gangguan tekanan darah ini disertai dengan bocornya protein pada
urine ibu dan sangat potensial untuk terjadinya kerusakan ginjal, otak, hepar, dan
mata. Lehrer, dkk (1993) melaporkan bahwa wanita asma memiliki insidensi dua
koma lima kali lipat dari kehamilan menimbulkan hipertensi.4
13
Komplikasi
yang
dapat
mengancam
hidup
yaitu
pneumothorax,
14
terjadi serangan, harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu pemberian inhalasi
agonis 2, oksigen dan kortikosteroid sistemik.1
Pemilihan obat pada penderita hamil, dianjurkan:1
-
Obat inhalasi
Memakai obat-obat lama yang pernah dipakai pada kehamilan sebelumnya yang
sudah terdokumentasi dan terbukti aman
Pembedahan
Hiperesponsif jalan napas, gangguan aliran udara dan hipersekresi mukosa pada
penderita asma merupakan factor predisposisi timbulnya komplikasi respirasi selama dan
sesudah tindakan bedah. Komplikasi pembedahan pada asma tergantung pada beberapa
faktor yaitu berat penyakit saat pembedahan, jenis pembedahan (bedah toraks dan abdomen
bagian atas mempunyai resiko lebih tinggi) dan jenis anestesi (anestesi umum dan
penggunaan pipa endotrakeal mempunyai resiko lebih tinggi). Faktor-faktor tersebut perlu
dinilai atau dievaluasi termasuk pemeriksaan spirometri. Jika memungkinkan evaluasi
penilaian tersebut dilakukan beberapa hari sebelum operasi, untuk memberikan kesempatan
pengobatan tambahan. Bila didapatkan VEP1 < 80% nilai terbaik atau prediksi, maka
pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi jalan napas. Pada penderita yang
mendapat kortikosteroid sistemik dalam 6 bulan terakhir, sebaiknya diberikan kortikosteroid
sistemik selama operasi yaitu hidrokortison iv 100 mg atau ekivalennya setiap 8 jam dan
segera diturunkan dalam 24 jam pembedahan. Harus diperhatikan pemberian kortikosteroid
jangka lama dapat menghambat penyembuhan luka.1
Untuk penderita asma stabil yang akan dibedah dianjurkan pemberian aminofilin infus 4
jam sebelum operasi dan kortikosteroid injeksi 2 jam sebelum pembedahan untuk mencegah
terjadi bronkospasme.1
Asma kerja
Asma adalah kelainan yang berhubungan dengan pekerjaan yang paling sering
ditemukan di negara-negara industri. Definisi asma kerja ialah asma yang disebabkan oleh
pajanan zat di tempat kerja. Pekerja yang mempunyai resiko tinggi terjadi asma kerja adalah
15
farmakologi pada asma kerja sama dengan obat untuk asma secara umumnya, bersama-sama
dengan menghindari pajanan secara adekuat. Penanganan asma sebaiknya berkonsultasi
dengan spesialis paru atau spesialis kesehatan kerja.1
Atopi dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko sensitisasi bahan kerja yang
berpotensi menimbulkan gangguan pernapasan. Pencegahan yang paling efektif adalah
membatasi atau mengurangi pajanan bahan kerja dengan cara mengganti dengan bahan yang
aman bila mungkin, dan melakukan higiene lingkungan kerja yang adekuat.1
Rhinitis, Sinusitis dan Polip Hidung
Asma dan rhinitis sering terdapat bersamaan. Alergen yang umum seperti debu rumah,
bulu binatang, tepung sari, aspirin dan anti inflamasi nonsteroid dapat mempengaruhi hidung
maupun bronkus. Rhinitis sering mendahului timbulnya asma, sebagian besar penderita
asma yaitu 75% asma alergi dan lebih dari 80% nonalergi mempunyai gejala rhinitis alergi
musiman. Asma dan rhinitis adalah kelainan inflamasi saluran napas, tetapi terdapat
perbedaan antara kedua penyakit tersebut dalam hal mekanisme, gambaran klinis dan
pengobatan. Pengobatan rhinitis dapat memperbaiki gejala asma. Obat-obat antiinflamasi
seperti kortikosteroid, kromolin, antileukotrin dan antikolinergik efektif untuk kedua
penyakit, sedangkan agonis lebih efektif untuk rhinitis dan agonis lebih efektif untuk
asma.1
Sinusitis adalah suatu komplikasi dari infeksi saluran napas atas, rhinitis alergi, polip
hidup dan obstruksi hidung lain. Sinusitis akut dan kronik dapat mencetuskan asma.
Pemberian antibiotik dapat mengurangi gejala untuk beberapa waktu. Pemberian antibiotik
minimal 10 hari. Pengobatan juga meliputi pemberian obat dekongestan atau steroid
topikal.1
Polip hidung dihubungkan dengan asma, rhinitis dan sensitif terhadap aspirin. Timbul
terutama pada penderita usia > 40 tahun dan sering pada penderita dengan uji kulit negatif.
Tujuh sampai 15%, penderita asma mempunyai polip hidung, frekuensi tertinggi pada
penderita usia > 50 tahun. Dua puluh sembilan sampai 70% penderita dengan polip hidung
menderita asma. Polip hidung mempunyai respons yang baik pada pemberian steroid
sistemik dan steroid topikal.1
17
Refluks Gastroesofagus
Hubungan antara gejala asma yang meningkat terutama malam hari dengan refluks
gastroesofagus adalah masih diperdebatkan, walaupun kejadian refluks gastroesofagus pada
penderita asma hamper 3 kali lebih banyak dibandingkan pada bukan penderita asma.
Sebagian besar penderita asma dengan gangguan tersebut, mempunyai hernia hiatus, yang
dipikirkan akibat penggunaan metilsantin yang mepunyai sifat merelaksasi cincin bawah
esofagus.1
Diagnosis refluks gastroesofagus dengan melakukan pemeriksaan pH esofagus dan
fungsi paru secara bersamaan. Berikan pengobatan untuk mengatasi gejala refluks dan
anjurkan pola makan jumlah sedikit tetapi sering, hindari makanan (snack) dan minum
diantara makanan utama dan waktu tidur, hindari makanan berlemak, alcohol, teofilin,
agonis 2 oral, beri pengobatan untuk meningkatkan tekanan esofagus bagian bawah seperti
antagonis H2 atau penghambat pompa proton dan bila tidur dengan posisi kepala tinggi.1
18