Anda di halaman 1dari 5

KONTRIBUSI PLASENTA AKRETA TERHADAP INSIDENSI PERDARAHAN

POST PARTUM DAN PERDARAHAN POST PARTUM BERAT

PENDAHULUAN
Peningkatan insidensi perdarahan postpartum di negara berpendapatan tinggi seperti
Australia, Kanada, Norwegia, Irlandia, Skotlandia dan Amerika Serikat selama dua
dekade terakhir ini masih sulit untuk dijelaskan. Subtipe perdarahan postpartum yang
mendasari peningkatan ini diidentifikasi sebagai perdarahan postpartum atonik. Di
Kanada terjadi peningkatan jumlah perdarahan post partum atonik sebesar 29%
dibandingkan 3.9% pada tahun 2003 dan 5,0% pada tahun 2010. Namun, peningkatan
ini tidak menjelaskan perubahan pada usia ibu, obesitas, hamil multifetus, induksi
persalinan, augmentasi dengan oksitosin dan faktor obstetri dari ibu, janin, dan bayi
lainnya. Oleh sebab itu, International Postpartum Hemorrhage Collaborative Group
merekomendasikan investigasi terhadap pengaruh dari plasenta akreta, suatu komplikasi
kehamilan yang sangat mengancam nyawa, dimana ditemukan laporan adanya
peningkatan sebagai konsekuensi dari persalinan dengan sectio cesarea selama 20-30
tahun belakangan ini. Insidensi dari plasenta akreta berada antara rentang 1 dan 90 per
10.000 kelahiran dan bervariasi berdasarkan jumlah populasi dari ibu dengan riwayat
persalinan sectio caesarea sebelumnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan hubungan antara plasenta
akreta dan perdarahan postpartum serta perdarahan postpartum berat (seperti perdarahan
postpartum yang menerima transfusi darah, histerektomi, atau prosedur lain untuk
mengontrol perdarahan) serta untuk menentukan faktor yang mempengaruhi plasenta
akreta yang berhubungan dengan perdarahan postpartum dan perdarahan postpartum
berat pada populasi (contohnya untuk menentukan insidensi perdarahan postpartum
yang berhubungan dengan plasenta akreta). Kami juga mengeksplorasi hubungan antara
plasenta akreta dan faktor risiko plasenta akreta seperti usia ibu yang tua, grande
multipara, hamil multifetus atau janin lebih dari satu, persalinan sectio cesarea, dan
plasenta previa sehingga memungkinkan antisipasi peningkatan sementara insidensi
plasenta akreta dikemudian hari.

METODE DAN BAHAN


Penelitian ini melibatkan semua wanita melahirkan dengan bayi hidup atau mati di
rumah sakit di kanada (kecuali Quebec) pada tahun 2009 dan 2010 (N=570.637). Data
penelitian diperoleh dari database Canadian Institute for Health Informations
Discharge Abstarct. Database ini juga terdiri dari informasi demografi, riwayat
kesehatan, dan diagnosis serta prosedur yang berhubungan dengan semua pasien yang
dirawat di Kanada kecuali Quebec. Database ini telah divalidasi keakuratan informasi
tentang ibu dan informasi perinatal lainnya dimana informasi tentang perdarahan
postpartum memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta prosedur seperti
transfusi darah juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas sangat tinggi.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif, yang meliputi semua
persalinan di rumah sakit Kanada (kecuali Quebec) yang melahirkan hidup atau mati
antara bulan April 2009 dan maret 2011. Pemilihan tahun pada penelitian ini karena
Canadian Institute for Health Information baru mulai mengumpulkan informasi
diagnosis plasenta akreta pada tahun 2009.
Plasenta akreta didefiniskan menggunakan kode O43.2 dari International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems (versi Kanada) yaitu suatu
keadaan abnormal dari adesi atau perlengketan plasenta termasuk plasenta akreta,
inkreta, dan perkreta. Perdarahan postpartum menggunakan kode O72.0 sampai O72.3
yang didefinisikan sebagai hilangnya darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah
persalinan pervaginam atau 1000 mL atau lebih setelah persalinan dengan sectio cesarea
atau yang ditulis oleh tenaga media di status pasien. Subtipe perdarahan postpartum
didefinisikan berdasarkan diagnosis klinis pada status pasien termasuk perdarahan
postpartum atonik (yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan), perdarahan pada kala
tiga (termasuk retensi plasenta, perlengketan plasenta yang terjadi pada kala tiga
persalinan), perdarahan postpartum sekunder atau tertunda (yang terjadi antara 24
sampai 6 minggu setelah persalinan) dan perdarahan postpartum yang disebabkan
karena gangguan koagulasi. Perdarahan postpartum berat didefinisikan sebagai
terjadinya perdarahan postpartum disertai dengan tranfusi darah, histerektomi, atau
prosedur lain untuk mengontrol perdarahan (seperti penjahitan pada uterus, ligasi arteri
pelvis, atau embolisasi arteri pelvis). Retensi plasenta tanpa adanya perdarahan

dimaksudkan sebagai retensi plasenta atau sebagian dari plasenta setelah melahirkan
yang tidak diikuti dengan adanya perdarahan.
Faktor risiko yang diamati pada plasenta akreta adalah usia ibu (kurang dari 20 tahun,
20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40 tahun atau lebih), paritas (nulipara, 1, 2-4, 5 atau lebih,
dan missing), hamil dengan lebih dari satu janin atau multifetus, plasenta previa dengan
riwayat persalinan dengan sectio cesarea sebelumnya, plasenta previa tanpa riwayat
persalinan dengan sectio cesarea sebelumnya, dan riwayat persalinan dengan sectio
cesarea sebelumnya tanpa disertai plasenta previa.
Regresi logistik digunakan untuk menghitung odds ratio faktor risiko dari plasenta
akreta dalam menentukan hubungan antara plasenta akreta dengan faktor risiko.
Dilakukan perhitungan jumlah, rasio jumlah, variabel yang berhubungan di populasi
(seperti insidensi perdarahan postpartum yang berhubungan dengan plasenta akreta),
dan 95% confidence interval (CI). Software statistik SAS 9.3, Stata 12.1 dan OpenEpi
(www.OpenEpi.com) 3.01 digunakan untuk analisis data.
HASIL
Insidensi plasenta akreta adalah 14.4 (95% CI 13.4-15.4) per 10.000 kelahiran (819
kasus dari 570.637 persalinan) dengan case fatality rate plasenta akreta sebesar 0,12%.
Insidensi plasenta akreta dengan perdarahan post partum adalah 7.2 (95% CI 6.5-8.0)
per 10.000 kelahiran. Perdarahan post partum pada wanita dengan plasenta akreta
didominasi oleh perdarahan pada kala 3 (41% dari seluruh kasus). Diantara keseluruhan
pasien dengan plasenta akreta, 17% menjalani histerektomi dengan atau tanpa
perdarahan post partum. Sebagian besar perdarahan postpartum atonik dan plasenta
akreta adalah perdarahan yang berat dimana 0.63 (95% CI 0.42-0.87) per 10.000 wanita
dengan perdarahan postpartum atonik memerlukan transfusi darah, histerektomi, atau
prosedur lain untuk mengontrol perdarahan.
Faktor risiko terjadinya plasenta akreta adalah usia ibu yang tua dan paritas yang rendah
atau terlalu tinggi. Hamil dengan janin lebih dari satu atau multifetus juga berhubungan
dengan peningkatan risiko plasenta akreta. Selain itu plasenta previa yang dialami saat
hamil ditambah lagi dengan adanya riwayat sectio cesarea juga berhubungan kuat
dengan kejadian plasenta akreta.

Walaupun plasenta akreta berhubungan kuat dengan perdarahan post partum (rate ratio
8.3, 95% CI 7.7-8.9), namun memiliki jumlah yang sedikit pada populasi kecil yang
berhubungan dengan variabel (1.0%, 95% CI 0.93-1.16). Disisi lain, terdapat hubungan
yang kuat antara plasenta akreta dan perdarahan post partum dengan histerektomi (rate
ratio 286, 95% CI 226-361) yang diperoleh dari 29% populasi yang berhubungan
dengan variabel (95% CI 24.3-34.3)

DISKUSI
Penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 50% perdarahan post partum terjadi pada
pasien dengan plasenta akreta dan 22,6% mengalami perdarahan post partum yang berat
berupa perdarahan postpartum dengan transfusi darah, histerektomi, atau prosedur lain
untuk mengontrol perdarahan termasuk jahitan pada uterus dan ligasi atau embolisasi
arteri pelvis). Plasenta akreta berhubungan kuat dengan perdarahan post partum dan
perdarahan pada kala 3. Hubungan antara variabel plasenta akreta dengan perdarahan
post partum terjadi pada populasi yang rendah sebesar 1%. Hal ini menunjukkan
hubungan yang rendah antara plasenta akreta dan perdarahan post partum atonik.
Sementara itu angka kejadian plasenta akreta dan perdarahan postpartum lebih rendah
jika dibandingkan dengan besarnya peningkatan absolut sementara perdarahan
postpartum atonik. Kedua hal ini, memberi kesan bahwa peningkatan sementara
kejadian plasenta akreta tidak dapat menjelaskan peningkatan yang terjadi pada
perdarahan postpartum atonik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa plasenta akreta berhubungan dengan insidensi
terjadinya perdarahan postpartum dengan histerektomi sebesar 29%, dimana terjadi
peningkatan signifikan dari 4.9 menjadi 5.8 per 10.000 kelahiran di kanada antara tahun
2003 dan 2010 Penelitian ini memberi kesan bahwa peningkatan kejadian plasenta
akreta secara signifikan mempengaruhi peningkatan insidensi perdarahan post partum
dengan histerektomi di Kanada.
Kelebihan dari peneilitian ini adalah desain populasi yang meliputi seluruh persalinan
dalam rumah sakit di Kanada (kecuali Quebec), dimana penelitian sebelumnya dengan
topik ini terbatas pada pelayanan kesehatan tersier. Sumber data yang digunakan
dipenelitian ini telah tervalidasi. Beberapa keterbatasan pada penelitian ini termasuk

kemungkinan besar kurangnya diagnosis atau laporan kejadian dari plasenta akreta,
yang dapat berakibat hal ini dapat kurang mewakili dalam kasus perdarahan post
partum. Angka kejadian plasenta akreta pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
yang dilaporkan di Irlandia. Angka kejadian plasenta akreta diduga bervariasi
berdasarkan prevalensi persalinan dengan sectio cesarea sebelumnya dengan angka
fertilitas wanita dengan riwayat sectio cesarea. Keterbatasan lain berupa data yang
terbatas mulai dari tahun 2009, tidak jelasnya apakah perdarahan postpartum terjadi
sebelum atau setelah histerektomi, prosedur untuk mengontrol perdarahan atau transfusi
darah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa plasenta previa dengan adanya riwayat sectio cesarea
sebelumnya berhubungan kuat dengan kejadian plasenta akreta. Hal ini mendukung
rekomendasi American College of Obstetricians and Gynecologist untuk melakukan
skrining plasenta akreta dengan menggunakan alat ultrasound pada pasien dengan scar
di uterus dan plasenta previa. Confidental Enquiries into Maternal Death di Inggris
merekomendasikan dilakukan deteksi dini lokasi perlengketan plasenta pada semua
wanita dengan riwayat sectio cesarea sebelumnya. Faktor risiko selain plasenta previa
dan riwayar sectio cesarea yang ditemukan di penelitian terdahulu adalah riwayat
kuretase, Ashermans syndrome, riwayat aborsi atau keguguran, riwayat operasi uterus
lainnya, trauma dan jenis kelamin janin perempuan.

KESIMPULAN
Plasenta akreta merupakan kondisi yang jarang mengakibatkan peningkatan insidensi
perdarahan post partum yang diobservasi di Kanada dan tempat lain dalam beberapa
dekade terakhir. Namun, peningkatan sementara dari plasenta akreta dapat berpengaruh
terhadap peningkatan sementara dari perdarahan post partum dengan histerektomi dan
jenis perdarahan postpartum berat lainnya. Plasenta previa berhubungan kuat dengan
kejadian plasenta akreta, namun mayoritas pasien dengan plasenta akreta memiliki
riwayat operasi sectio cesarea sebelumnya dengan atau tanpa adanya plasenta previa.
Hal ini menunjukkan pentingnya mengetahui lokasi perlengketan plasenta dengan
menggunakan USG pada semua wanita dengan riwayat sectio cesarea sebelumnya.
Level of Evidence : II

Anda mungkin juga menyukai