Blok 14 Adelita
Blok 14 Adelita
Abstrak
: Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi
jumlah pemakaian jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya
jaringan jalan serta kecepatan kendaraan maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan
lalu lintas. Fraktur adalah terputusnya / hilangnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial, umumnya
disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur dapat
menyebabkan berbagai komplikasi oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat sedini
mungkin. Untuk mendiagnosis fraktur kita dapat melakukan pemeriksaan radiologi. Dengan
pemeriksaan radiologi kita dapat menentukan tipe dan tingkat keparahan fraktur.
Kata kunci
: Fraktur
Abstract
: With the rapid progress of traffic in Indonesia in terms of both the number of
road usage , the number of vehicles , the number of users of transport services and the
increase in the road network and speed of vehicles , the majority of fractures are caused by
traffic accidents . A fracture is a break / loss of continuity of the network structure of bone ,
joint cartilage , epiphyseal cartilage both total or partial , is generally caused by trauma ,
trauma either directly or indirectly . Fractures can lead to various complications therefore,
needs proper treatment as early as possible . To diagnose a fracture we can perform
radiological examinations . With radiological examination we can determine the type and
severity of the fracture.
Keywords
: Fracture
Pendahuluan
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah
pemakaian jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya
jaringan jalan serta kecepatan kendaraan maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan
lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita
harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organorgan lain seperti trauma capitis, trauma thoraks, trauma abdomen, trauma ginjal, dll. Fraktur
yang diakibatkan juga sering berupa fraktur terbuka.1
2,3
tertutup, yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. (2). Fraktur
terbuka, yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak.2
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab untuk mendapatkan data pasien beserta keadaan dan
keluhan-keluhan yang dialami pasien. Anamnesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu auto
anamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan
pasien sendiri. Sedangkan alloanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan dengan orang lain
yang dianggap mengetahui keadaan penderita.5
Pemeriksaan Fisik
A.
B.
Pada look, feel and move ini juga dicari komplikasi-komplikasi lokal dan keadaan
neurovaskuler distal.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan pemeriksaan
radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada transversal, spiral oblik
atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau
fibula saja.6 Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental. Foto yang digunakan
adalah foto polos AP dan lateral. CT scan tidak diperlukan.6
patologis (pathological fracture ). Fraktur yang terjadi pada kasus ini adalah fraktur karena
trauma langsung pada tibia plateu akibat kecelakaan lalu lintas.
Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur
tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe
spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal.
Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia
sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.
Klasifikasi Fraktur
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi:
Fraktur Komplit- Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
Fraktur Inkomplit-Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada
korteks yang utuh).
2. Menurut Black dan Matassarin(1993), fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia
luar meliputi:
Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi,kulit masih utuh dan
tulang tidak menonjol melalui kulit.
Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit karena ada hubungan
dengan dunia luar,maka berpotensi mendapat infeksi.
Jenis Fraktur
Linier
Penjelasan
Fraktur berbentuk 1 garis lurus biasanya pada antebrachii, cruris
atau cranium. Fraktur yang tegak lurus terhadap sumbu panjang
Cominutiva
Spiral
oblique
Avulsi
Epifise
ligament)
Merupakan pure cartilaginous fraktur yang mengenai epifise.
vertebralis.
Fraktur tidak sempurna, sering terjadi pada anak- anak, Korteks
tulangnya sebagian masih utuh begitu juga periosteumnya. Fraktur
ini akan segera sembuh dan mengalami remodeling ke bentuk dan
Segmental
fungsi normal.
Dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Sulit ditangani karena
biasanya salah satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah
menjadi sulit untuk menyembuh sehingga perlu proses pembedahan.
Tabel 1: Jenis Fraktur Menurut Garis Patah Tulang
Pembidaian
Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
Menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur
terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam
kerangka kerja terpadu. Tindakan terhadap fraktur terbuka:8
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota
gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi
terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden
period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable
fracture) minimal dengan Kischner wire.
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada
operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk
fraktur terbuka grade 1-2.
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena
sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan
terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa
(pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan
panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah
gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan.
Non Medika Mentosa
a. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam pelaksanaannya
menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif (Kisher, 1996).
Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini
mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta
memperbaiki fungsi tubuh.8
8
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan berupa:
1. Passive movement/ gerakan pasif
Pasive movement adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang dihasilkan
oleh kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot pasien. Teknik yang digunakan
adalah relaxed passive movement , yaitu pemberian gerak pasif sampai batas nyeri pasien
tanpa pemberian kekuatan tambahan dari terapis. Menurut Gartland relaxed passive
movement bermanfaat untuk mempertahankan LGS dan mencegah kontraktur otot.
2. Active movement/ gerakan aktif
Active movement adalah gerakan yang timbul dari kontraksi otot pasien sendiri secara
volunteer atau sadar. Dengan gerakan aktif akan menimbulkan kontraksi otot,
meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke jaringan lunak di sekitar fraktur termasuk
fraktur itu sendiri sehingga proses penyambungan tulang akan berlangsung lebih baik.
b. Transver dan ambulasi:
Salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu mobilisasi dini mungkin untuk
mencegah komplikasi tirah baring lama. Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai
dari tidur terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow
saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu
lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai
digeser menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh
terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang
sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan keseimbangan
memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang juga kaki yang sakit
diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan
jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight
Bearing (NWB), dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada
kruk dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.5
c. Edukasi:
1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak
mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot
yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi.
2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih sesuai
program yang diberikan terapis.
3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu, yang menumpu pada kaki
terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan diusahakan
jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin.
4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama
sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi
penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk
menyangga
berat
tubuh,
kemudian
setelah
itu
dapat
dilanjutkan
dengan
metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak
penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut
sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing(FWB).
Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.5
Komplikasi
Komplikasi Segera
Lokal:
(Komplikasi yang
-Kulit abrasi,laserasi,penetrasi
atau segera
setelahnya)
-Otot
-Organ dalam: Jantung,paru,hepar,limpa dan kandung kemih(fraktur pelvis)
Umum:
-Rudapaksa/fraktur multiple
Komplikasi Dini
-Syok: Hemoragik,neurogenik
Lokal:
(Komplikasi yang
terjadi beberapa
osteomyelitis.
hari setelah
Umum:
kejadian)
Komplikasi Lama
(Komplikasi terjadi
setelah fraktur
tulang lama)
sehingga tentunya penanganannya juga tidak sederhana. Jangan lupa anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap jika terjadi fraktur.
Daftar Pustaka
1. Grace PA, Borley NR. At a galance ilmu bedah. Ed 3. Jakarta: erlangga; 2007. h. 30-45.
2. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar ilmu bedah orthopedi. Edisi 2. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2003. hal. 370-1;455-62.
3. Carter MA. Anatomi dan fisiologi tulang. Dalam: Price SA, Wilson LM [Editor].
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC; 2006. hal.
1357-62.
4. Eiff PM, Hatch RL, Calmbach WL, Higgins MK. Tibial fractures. In: Fracture management
for primary care. 2nd edition. Philadelphia: Saunders; 2003. p. 269-84.
5. Luqmani R., Robbs J., Porter D., Keating J. Trauma. Textbook of Orthopaedics, Trauma, and
Rheumatology. 1st ed. Mosby Elsevier. 2008.
6. Brinker. Review of orthopaedic trauma. 11th ed. Saunders Company. Pennsylvania;
2001.p.127-35.
7. Christy L, Kathryn L. Alteration of musculoskeletal function. Pathopyhsiology: The Biologic
Basis For Disease In Adults and Children. 6th ed;2010.
8. Blundell A., Harrison R. Knee examination. Musculoskeletal examination 2. OSCEs at A
Glance. 1st ed. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons Ltd., Publication; 2009.
9. Anwar R,Tuson K, Khan SA. Tibial fracture. Classification and Diagnosis in Orthopaedic
Trauma. Cambridge University Press;2008.
12