PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering
ditemukan terutama di negara maju. Global Initiative For Asthma (GINA)
mendefinisikan asma sebagai suatu gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik
dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mas, eosinofil, dan limfosit T.
Prevalensi total asma di seluruh dunia diperkirakan sekitar 6% pada dewasa dan
10% pada anak. Selain itu prevalensi ini juga bervariasi antar negara (Sekarwana
et al, 2011).
Survey Asthma insight& Reality in Europe (AIRE) mengenai prevalensi
asma di Eropa yang telah dilakukan di 7 negara meliputi 73.880 rumah tangga
yang berjumlah 213.158 orang. Hasil survey menunjukkan bahwa prevalensi
populasi current asthma sebesar 2,7%. Prevalensi asma di Indonesia berdasarkan
penelitian yang dilakukan tahun 2002 pada anak usia 13-14 tahun adalah sekitar
6,7% (IDAI, 2010).
Eksaserbasi atau Serangan asthma merupakan episode perburukan gejalagejala asma secara progresif. Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai
yang berat dan dapat juga mengancam kehidupan. Berbagai faktor yang menjadi
pencetus timbulnya asma atara lain yaitu aktivitas fisik, alergen, infeksi,
perubahan mendadak suhu udara atau pajanan terhadap bahan-bahan iritan seperti
asap rokok. Selain itu terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya prevalensi asma di suatu tempat, antara lain umur, gender, ras, sosioekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi prevalensi
asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, status asma, dan
kematian karena penyakit asma (IDAI, 2010; Sekarwana et al, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ASMA BRONKIAL
A.1. Definisi
Global Initiative For Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu
gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan
khususnya sel mas, eosinofil, dan limfosit T (Lenfance, 2002). Sedangkan definisi
asma menurut Pedoman Nasional Asma Anak yaitu wheezing dan/atau batuk
persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cendrung
pada malam hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus (seperti aktivitas
fisik), bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/ keluarganya (IDAI, 2010).
A.2. Epidemiologi
Prevalensi total asma di seluruh dunia diperkirakan sekitar 6% pada
dewasa dan 10% pada anak. Selain itu prevalensi ini juga bervariasi antar negara
(Sekarwana et al, 2011). Survey Asthma insight& Reality in Europe (AIRE)
mengenai prevalensi asma di Eropa yang telah dilakukan di 7 negara meliputi
73.880 rumah tangga yang berjumlah 213.158 orang. Hasil survey menunjukkan
bahwa prevalensi populasi current asthma sebesar 2,7%. Prevalensi asma di
Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan tahun 2002 pada anak usia 1314 tahun adalah sekitar 6,7% (IDAI, 2010).
A.3. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus
A.3.1. Faktor Risiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian
asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa
faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih
dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain (Suardi dkk, 2008):
3. Cuaca
Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan
dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat,
SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air
dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi.
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan
asma. Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan
faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik
dapat mempermudah terjadinya asma pada anak. Rinitis alergi dapat
memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
7. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak
dan orang dewasa.
8. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan
dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau
menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut
terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat
memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak
masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga
karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya
pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan
keluarganya.
A.4. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel.
Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.
Konsep dari patogenesis asma yaitu asma merpakan suatu proses inflamasi
kronik yang khas dimana melibatkan dinding saluran pernapasan, menyebabkan
terbatasnya aliran udara, dan hiperreaktivitas saluran pernapasan. Dalam proses
ini terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Inflamasi akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
virus, iritan, alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
2. Inflamasi kronik
Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol
berhubungan dengan inflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai
sel terlibat dan teraktivasi, seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast,
sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Pada otopsi ditemukan
infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukan
sumbatan bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus
oleh mukus ini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan
sel-sel mononuklear terjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti
ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil
dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan
kerusakan mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang
lebih kuat.
3
Airway remodeling
2.
3.
4.
5.
6.
7.
saluran
respiratorik
secara
berlebihan
merupakan
patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas
ini belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos
saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyerbabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos.
Hiperreaktivitas
bronkus
secara
klinis
sering
diperiksa
dengan
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga
golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada
permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Pada umur 56 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya
orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen,
aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun dan
tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang
dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan.
Jika waktu serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan
kelainan fisik. Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada
golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75%
sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun
pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan
lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu
terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat
dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai
puncaknya pada umur 814 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma
persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa
muda. Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti
dada burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus
Harrison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu
bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak
10
dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil
ada juga yang mengalami gangguan psikososial.
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat asma
Gejala
Intermitten
Gejala
malam
2x/bulan
Bulanan
Faal paru
APE 80%
serangan
nilai terbaik
Serangan singkat
Persisten
Mingguan
ringan
> 2x/bulan
VEP1
80%
< 1x/hari
> 1x/minggu
Harian
sedang
Serangan
Variabilitas APE
20-30%
APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-80%
mengganggu
nilai terbaik
30%
APE 60%
membutuhkan
Persisten
berat
Sering kambuh
terbaik
Sering
11
Tahap I : intermitten
Serangan singkat
Tahap I
Tahap 2
Tahap 3
intermiten
persisten
persisten
Intermiten
sedang
Persisten
sedang
Persisten
ringan
sedang
Persisten
Persisten
Persisten
ringan
sedang
berat
Persisten
Persisten
Persisten
sedang
berat
berat
Persisten
Persisten
Persisten
berat
berat
berat
12
13
A.7.3. Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:
14
Kesadaran: kebingungan.
15
Retraksi dangkal/hilang.
A.8. Diagnosis
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh
dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan
beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik
sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari
oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa
berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik
1. Anamnesis
16
tidak
dapat
dilakukan
(antara
lain
dermatophagoism,
Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar
timus yang menekan trakea.
19
Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam
hari dan biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai bronkitis asmatika,
20
inhalasi satu kali tidak memberikan respon yang baik maka dianjurkan mencari
pertolongan dokter atau dibawa ke rumah sakit.
Pada serangan asma ringan, hanya satu kali dilakukan nebulisasi sudah
menunjukkan respon yang baik. Kemudian pasien diobservasi selama 1 jam, jika
respon masih baik pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat -agonis
(hirupan/oral) yang diberikan setiap 4-6 jam. Jika pencetusnya adalah infeksi
virus dapat ditambahkan steroid oral yang diberikan jangka pendek yaitu sekitar
3-5 hari. Setelah itu, sekitar 24-48 jam pasien dianjurkan kontrol ke klinik rawat
jalan untuk reevaluasi tatalaksananya.
2. Serangan Asma Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua kali, pasien hanya menunjukkan
respon parsial kemungkinan termasuk dalam derajat sedang. Oleh karena itu perlu
dilakukan penilaian derajatulang sesuai dengan pedoman penilaian derajatnya.
Pada serangan asma sedang dilakukan observasi dan ditangani di Ruang Rawat
Sehari (RRS). Kemudian diberikan terapi steroid sistemik (oral) metilprednisolon
dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hati selama 3-5 hari.
3. Serangan Asma Berat
Disebut serangan asma berat jika dengan nebulisasi dengan B-Agonis dan
antikoinergik tiga kali berturut turut pasien tidak menunjukan respon atau tanda
serta gejala serangan masih ada. Pada pasien dengan serangan berat harus dirawat
di Ruang Rawat Inap. Apabila sejak awal datang sudah dinilai sebagai serangan
21
dengan penambahan
antikolinergik., berikan oksigen 2-4 liter/menit sejak awal masuk dan saat
nebulisasi. Kemudian pasang jalur parenteral dan foto toraks. Pada pasien dengan
serangan asma berat dan henti napas, langsung dilakukan foto toraks untuk
mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.
b. Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari
Pemberian oksigen sejak dari UGD dilanjutkan, setelah d UGD dilakukan
nebulisasi 2 kali dalam 1 jam dengan respon parsial, kemudian di RRS dilanjutkan
dengan nebulisasi -agonis dan anytikolinergik tiap 2 jam serta diberikan steroid
sistemik oral berupa metilprednisolon atau prednisolon. Pemberian steroid
dilanjutkan selama 3-5 hari. Apabila dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien
tersebut boleh pulang dan dibekali obat seperti pasien serangan asma ringan.
Namun, apabila selama 12 jam responnya tibak baik maka pasien dipindahkan ke
Ruang Rawat Inap dengan tatalaksana serangan asma berat.
c. Tatalaksana di Ruang Rawat Inap
Tatalaksana di ruang rawat inap yatu:
Pemberian oksigen diteruskan
Pemberian cairan intravena dan koreksi asidosis jika ditemukan adanya
dehidrasi dan asidosis.
Pemberian steroid intravena dengan dosis 0,5-2 mg/kgBB/hari secara bolus
tiap 6-8 jam.
Nebulisasi -agonis + antikolinergik dan oksigen, kemudian dilanjutkan tiap
1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian menunjukkan perbaikan klinis maka
dapat diberikan setiap 4-6 jam.
Pemberian aminofilin secara intravena:
1. Aminofilin dosis awal 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dextrose atau
garam fisiologis sebanyak 20 ml dalam waktu 20-30 menit pada pasien
yang belum pernah mendapatkan aminofilin.
2. Aminofilin diberikan separuh dari dosis awal pada pasien yang telah
mendapatkan terapi aminofilin sebelumnya (<8 jam).
3. Selanjutnya aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam
22
2.
kesadaran
3.
Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap
A.10.2. Tatalaksana Jangka Panjang
1. Asma Episodik Jarang
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator
golongan SABA atau golongan santin kerja cepat bila ada gejala atau serangan.
Konsensus internasional III dan juga Pedoman Nasional Asma Anak tidak
menganjurkan antiinflamasi sebagai obat pengendali untuk asma ringan. Dalam
alur tatalaksana jangka panjang, jika tatalaksana episodik jarang sudah adekuat
namun responnya tetap tidak baik dalam 4-6 minggu maka tatalaksananya
berpindah ke asma episodik sering.
2. Asma Episodik Sering
Jika penggunaan -agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu atau
serangan sedang/ berat terjadi >1x/bulan maka diindikasikan pemberian
antiinflamasi berupa steroid hirupan sebagai pengendali. Obat steroid hirupan
yang sudah sering diberikan pada anak adalah budesonid sehingga digunakan
23
sebagai standar pengobatan jangka panjang. Dosis rendah steroid hirupan pada
anak <12 tahun yaitu budesonid 100-200 g/hari (50-100 g/hari flutikason),
sedangkan pada anak >12 tahun yaitu 200-400 g/hari (100-200 g/hari
flutikason). Setelah terapi 6-8 minggu dilakukan evaluasi untuk menilai respon
obat antiinflamasi yang diberikan.
Jika terapi yang diberikan selama 6-8 minggu tidak menunjukkan respon
( masih terdapat gejala asma, gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari) maka
dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai
dengan 400 g/hari yang termasuk dalam tatalaksana asma persisten. Jika
tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responnya
tetap tidak baik dalam waktu 6-8 minggu, maka tatalaksananya berpindah ke yang
lebih berat (step up). Sebaliknya, jika samanya terkendali dalam 6-8 minggu maka
derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step down) dan bila memungkinkan
penggunaan steroid hirupan dihentikan.
3. Asma Persisten
Tatalaksana pada asma persisten setelah diberikan steroid hirupan dosis
rendah tidak menunjukkan respon yang baik, diperlukan terapi alternatif
pengganti yaitu meningkatkan penggunaan steroid hirupan menjadi dosis medium
atau steroid hirupan dosis rendah ditambah Long acting -2 Agonist (LABA), atau
ditambahkan Theophylin Slow Release (TSR), atau ditambahkan Anti Leukotrine
Reseptor (ALTR). Dosis medium steroid hirupan adalan 200-400 g/hari untuk
anak usia <12 tahun dan 400-600 g/hari budesonid.
Apabila pengobatan 6-8 minggu lapis kedua tetap terdapat gejala asma maka
diberikan alternatif selanjutnya yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid
sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium tapi ditambahkan LABA,
TSR, atau ALTR. Dosis tinggi yang dimaksud adalah setara setara dengan >400
g/hari budesonid untuk anak usia <12 tahun dan >600 g/hari budesonid untuk
anak >2 tahun.
Penggunaan LABA pada steroid hirupan telah banyak dibuktikan
keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEV1, menurunkan gejala asma, dan
24
memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800
/hari namun tetap tidak menunjukkan respon, maka baru digunakan steroid oral
(sistemik). Dosis awal steroid oral yaitu 1-2 mg/kgBB/hari, dosis kemudian
diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari.
A.10.3. Cara Pemberian Obat
Tabel . Anjuran alat inhalasi yang disesuaikan dengan Usia
Umur
<2 tahun
5-8 tahun
>8 tahun
Alat Inhalasi
- Nebulizer
- MDI (Matered Dose Inhaler) dengan Spacer
Aerochamber, Babyhaler
- Nebulizer
- MDI dengan spacer
- DPI (Dry Power Inhaler: diskhaler, Turbuhaler
- Nebulizer
- MDI dengan spacer
- DPI
- MDI tanpa spacer
Kurangnya
berperan
dalam
menyebarkan
25
informasi
tentang
asma
dan
A.11. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks
membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat
diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan
kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung
dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis
berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi
bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta
berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila
tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal napas, gagal jantung,
bahkan kematian.
A.12. Prognosis
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan
dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7
10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata
46%, akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relatif berat
(6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti
sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.
DIAGNOSIS
GEJALA
26
Asma
Bronkiolitis
fever
Ekspirasi memanjang
Cenderung lebih ringan dibandingkan
denganwheezing akibat asma
Berespons baik terhadap bronkodilator
Wheezing adalah suara pernapasan dengan frekuensi tinggi dan nyaring yang
terdengar di akhir ekspirasi dan disebabkan oleh udara yang melewati jalan napas
yang tersumbat atau mengalami penyempitan. Pada umur 2 tahun pertama atau
umur < 2 tahun, wheezing pada umumnya disebabkan oleh infeksi saluran
respiratorik akut akibat virus seperti bronkiolitis atau karena batuk dan pilek.
Wheezing yang terjadi pada bayi jarang berulang. Setelah umur 2 tahun, hampir
semua wheezing disebabkan oleh asma. Perbedaannya yaitu:
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit
FUI : Jakarta, 2004.
28
Patologi
Anatomik
Fakultas
Kedokteran
Universitas
LAMPIRAN
DISKUSI
29
1. Mengapa faktor pencetus asma paling sering alergen dan infeksi? (Astrid
Feliasari)
Jawab:
Konsep dari patogenesis asma merupakan suatu inflamasi yang khas dimana
melibatkan dinding saluran pernapasan, menyebabkan terbatasnya aliran
udara, dan hiperreaktivitas saluran pernapasan. Pencetus serangan asma
paling sering adalah alergen dan infeksi karena menginduksi respon inflamasi
akut.
2. Apakah kontrol digunakan terus menerus atau bisa dihentikan? Jika bisa,
kapan pengobatan kontroler itu bisa dihentikan? (Ria Mayasari)
Jawab:
Obat kontroller tidak digunakan secara terus menerus. Obat tersebut dapat
dihentikan apabila selama 1-2 tahun penggunaan obatkontroller dosis rendah
sudah tidak menunjukkan adanya gejala dan kekambuhan lagi. Selain itu juga
obat kontroller dapat dihentikan apabila asmanya sudah dinyatakan terkontrol
oleh dokter melalui hasil kuesioner test asma yang menunjukkan asma
terkontrol.
3. Pada pasien dengan serangan asma, diterapi awal dengan B-Agonis inhalasi.
Jika tidak tersedia fasilitas alat inhalasi, alternatif apa yang bisa dberikan
untuk mengatasi serangan dan apakah B-agonis inhalasi harus dilarutkan
dengan garam fisiologi (NaCl)? (Satrio Wahyu Sadewo)
Jawab:
Jika tidak ada fasilitas alat inhalasi maka bisa diberikan B-agonis secara
injeksi, dan jika B-agonis tida tersedia maka bisa
digantikan dengan
30
Pada penggunaan steroid inhalasi tidak perlu dilakukan tappering off, tapi
pada penggunaan steroid oral sangat perlu dilakukan tappering off yaitu
diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang sehari pada pagi hari.
5. Bagaimana edukasi ke orangtua mengenai serangan asma? (Sri Hotnauli
Panjaitan)
Jawab:
Orang tua harus diberi pengertian dalam hal komunikasi, edukasi dan
informasi mengenai asma secara menyeluruh dalam hal perjalanan asma,
gejala-gejala asma, penanggulangan asma, komplikasi asma, dan yang paling
penting tentang faktor pencetus asma, cara mencegah serangan asma dan rajin
kontrol asma ke klinik atau ke rumah sakit karena kurangnya pengetahuan
tentang asma dan tatalaksananya berhubungan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas penyakit ini.
6. Apa saja diagnosis banding asma dan bagaimana cara menyingkirkan
diagnosis banding yang ada? (Arianti Miranti L.F)
Jawab:
Diagnosis banding Asma yaitu:
b. Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau
kelenjar timus yang menekan trakea.
c. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan
fibrosis kistik.
d. Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan
stenosis bronkus.
e. Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial
f. Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan
tidak herediter. Bila sering berulang dan kronik biasanya
disebabkan oleh asma.
g. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun
dan terbanyak di bawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
31
32
9.
Salah satu komplikasi Asma adalah gagal jantung. Bagaimana asma bisa
menyebabkan gagal jantung? (Evitawati)
Pada asma terjadi reaksi hipersensitivitas pada saluran pernapasan sehingga
menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi yang mengakibatkan terjadinya
keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksemia). Kondisi
ini akan menyebabkan jantung bekerja ekstra untuk memopakan darah ke
seluruh tubuh agar kebutuhan oksigen terpenuhi diseuruh jaringan. Jika
kondisi ini dibiarkan terus menerus, maka akan menyebabkan jantung tidak
mampu lagi mengkompensasi kondisi ini, sehingga lama kelamaan akan
menyebabkan terjadinya gagal jantung.
10. Penggunaan obat inhalasi apa saja yang paling bagus? (Maria S.S)
Semua obat inhalasi yang digunakan adalah yang paling bagus, namun
disesuaikan lagi dengan usianya. Berikut ini adalah obat nhalasi yang
digunakan sesuai usia, yaitu:
Umur
<2 tahun
5-8 tahun
>8 tahun
Alat Inhalasi
- Nebulizer
- MDI (Matered Dose Inhaler) dengan Spacer
Aerochamber, Babyhaler
- Nebulizer
- MDI dengan spacer
- DPI (Dry Power Inhaler: diskhaler, Turbuhaler
- Nebulizer
- MDI dengan spacer
- DPI
- MDI tanpa spacer
11. Anak dengan penyakit jantung selain B-agonis, obat pengganti apa yang bisa
diberikan? (Regan Januardi)
Pemberian B-agonis yang diberikan adalah secara inhalasi, jadi pemberiannya
aman dan tidak mempengaruhi atau berefek pada gagal jantungnya. Jadi pada
pasien ini tidak perlu obat pengganti dan tetap diberikan B-agonis secara
inhalasi. Dilihat lagi kondisi pasien ini, apabila terlihat sesak karena asma
33
34