Kita Masih Memiliki Kekuatan
Kita Masih Memiliki Kekuatan
*
Untuk memperoleh Kekuasaan, Kedaulatan dan Kemerdekaan
Islam yang sejati maka perlulah dibangunkan kekuatan. Karena
tanpa kekuatan, tidak mungkin tercapainya kekuasaan. Adapun
yang dimaksudkan dengan kekuatan di sini ialah segala
kekuatan, dlahir dan bathin, ideologis, politis, militer,
psikologis, ekonomis dan lain-lain lagi; kekuatan dalam segala
lapangan dan segi, yang menjadi syarat dan rukun untuk
mencapai maksud tersebut.
Kalimat panjang diatas merupakan asas, dan metode
perjuangan versi Imam Syahid Kartosoewirjo, yang
dituliskannya dengan judul _Hikmah dan Ajaran dari
Perjalanan Suci Isra Miraj Rasulullah Saw._, 7 Rajab 1374 H.
Kekuasaan, Kedaulatan dan Kemerdekaan Islam adalah tiga
prinsip yang diyakininya akan sangat menentukan wajah masa
depan Umat Islam Bangsa Indonesia. Dan agaknya triumvirat
prinsip itulah yang tidak pernah KITA lihat sejak Imam
Kartosoewirjo Syahid, bahkan mungkin hingga hari ini.
Menjelaskan dan mengilustrasikan wajah Negara Islam
Indonesia berarti pula menjelaskan dua perspektif besar, yaitu:
krisis yang kompleks sejak medio 1962 dan prognosis
millennium ketiga (benturan peradaban) yang kini masih
menjulurkan guritanya. Dua perspektif besar itulah yang telah
meluluh-lantakkan topeng (bisa juga wajah asli) KITA yang
telah di-make up bertahun-tahun. Sejak itu, tidak satu pun
citra --yang selama puluhan tahun ditonjolkan dan terlanjur
diyakini-- mampu bertahan. Tragisnya, kenyataan transformatif
itu belum cukup kuat menstimulasi perubahan yang signifikan.
Dan masa-masa setelah itu membuat KITA semua sulit
memastikan, apakah KITA berhadapan dengan wajah asli atau
topeng. KITA terjebak dalam kehidupan yang penuh dengan
kontradiksi, inkonsistensi, serba paradoks dan ambivalensi.
Dalam kesempatan ini, KITA tidak lagi untuk membahas krisis
yang kompleks sejak medio 1962, apalagi untuk
memperdebatkan dan mendakwa krisis yang pernah terjadi itu.
Namun, di sini KITA bermaksud merefleksikan apa yang
menjadi asas dan metode tersebut, yang diungkap oleh Asy
Syahid Kartosoewirjo. Juga mencoba mengapresiasi apa yang
dimaksud dengan prognosis millennium ketiga, dengan