Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

RETENSI URINE DI RUANG MAWAR 2


RSUD Dr. MOEWARDI

Disusunoleh :

Indah Apriliana
P1337420614036

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2016/2017

A. Pengertian
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung
kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth.
(2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio
urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita
Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat
terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes).
B. Etiologi
Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat,
kelainan uretra ( tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau gangguan
persyarafan ( stroke, cidera tulang belakang, multiple sklerosis dan parkinson).
Beberapa pengobatan dapat menyebabkan retensi urine baik dengan menghambat
kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung kemih. (Karch,
2008)
C. Patofisiologi
Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber
penyebabnya antara lain :
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan
sensorik.

Misalnya

DM

berat

sehingga

terjadi

neuropati

yang

mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.


2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat
antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah)
menyebabkan kelemahan pada otot detrusor..
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker,
prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor

penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung
kemih (bladder neck sclerosis).

D. Tanda dan Gejala


1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
E. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine


adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan
Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Kateterisasi urethra.
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik.
G. Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.

Urolitiasis atau nefrolitiasis


Pielonefritis
Hydronefrosis
Pendarahan
Ekstravasasi urine

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin
yang keluar.
b) Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen.
c) Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak
yang menunjukkan distensi kandung kemih.
d) Kaji pola nutrisi dan cairan.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih
untuk berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah
retensi urine dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih

Intervensi :
1) Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandung kemih.
2) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
3) Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.
b.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada


kandung kemih.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah nyeri


dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
-

Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas

dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan intervensi.
2) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
3) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri.
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
4) Berikan tindakan kenyamanan
R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan
otot.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.

R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan


intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien
terhadap aktivitas.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai