Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem pencernaan makanan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkannya untuk di proses oleh tubuh. Makanan adalah tiap zat atau bahan yang
dapat digunakan dalam metabolisme guna memperoleh bahan-bahan untuk memperoleh
tenaga atau energi. Selama dalam proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zatzat sederhana dan dapat diserap oleh usus, kemudian digunakan oleh jaringan tubuh.
Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena sintesis berbagai enzim yang
terkandung dalam berbagai cairan pencernaan. Setiap enzim mempunyai tugas khusus
dan bekerja atas satu jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis
makanan lainnya. Agar makan itu berguna bagi tubuh, maka makanan itu harus di
distribusi oleh darah sampai pada sel-sel di seluruh tubuh Sistem pencernaan terdiri atas
suatu saluran panjang yaitu saluran cerna yang dimulai dari mulut sampai anus, dan
kelenjar-kelenjar yang berhubungan yang letaknya di luar saluran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu system pencernaan ?
2. Apa saja anatomi pencernaan dalam tubuh ?
3. Bagaimana fisiologi Pencernaan dalam tubuh ?
4. Gangguan apa saja yang berhubungan dengan system pencernaan ?

BAB II
LANDASAN TEORITIS
1

KONSEP DASAR SISTEM PENCERNAAN


A. PENGERTIAN SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan (digestive system) merupakan sistem organ dalam hewan
multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta
mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Sistem pencernaan antara satu hewan
dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya sistem pencernaan
makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran pencernaan dan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga
lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam
usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus.
B. ANATOMI PENCERNAAN

Anatomi pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.


Saluran pencernaan terdiri atas mulut, pharynk, esophagus, lambung, usus halus, usus
besar, dan berakhir pada anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri atas kelenjar ludah,
kelenjar lambung, kelenjar usus, hati, dan pankreas.
1. Rongga Mulut

Di dalam mulut terdapat alat-alat yang membantu dalam proses pencernaan,


yaitu: gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur). Dan di dalam ronggga mulut,
makanan menggalami pencerrnaan secara mekanik dan kimiawi.
a. Gigi
Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga makanan menjadi
halus. Gigi dapat di bedakan atas empat macam yaitu, Gigi seri, gigi taring, gigi
geraham depan dan gigi geraham belakang. Secara umum, gigi manusia terdiri
dari tiga bagian, yaitu: Mahkota gigi (korona), leher gigi (kolum), dan akar gigi
(radiks). Setiap gigi memiliki bentuk mahkota gigi yang berbeda-beda. Gigi seri
berbentuk seperti pahat runcing, dan gigi geraham berbentuk agak silindris
dengan permukaan lebar dan datar berlekuk-lekuk dan gigi taring yang berbentuk
seperti pahat runcing berfungsi untuk merobek makanan. Sedangkan gigi
geraham dengan permukaan yang lebar dan datar berlekuk-lekuk, berfungsi untuk
mengunyah.
Leher gigi merupakan bagian gigi yang terlindung dalam gusi, sedangkan
akar gigi merupakan bagian gigi yang tertanam di dalam rahang. Tulang gigi
tersusun atas zat dentin. Sum-sum gigi (pulpa), merupakan rongga gigi yang di
dalamnya terdapat serabut saraf dan pembuluh_pembuluh darah.
Pada bayi, gigi sudah mulai tumbuh pada usia 6 bulan. Gigi pertama yang
tumbuh disebut gigi susu. Gigi anak-anak pada usia 6 tahun jumlahnya 20 yang
terdiri dari 8 gigi seri, 4 gigi taring, dan 8 gigi geraham.
b. Lidah
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga mulut dan
membantu mendorong makanan ( proses penelanan ). Selain itu lidah juga
berfungsi sebagai alat pengecap yang dapat merasakan manis, asin, pahit, dan
asam.
c. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur ( saliva ). Kelenjar ludah
dalam rongga mulut ada 3 pasang, yaitu:
1) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga
2) Kelenjar submandibulavis, terletak di rahang bawah
3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah.
Ludah berfungsi untuk memudahkan penelanan makanan. Selain itu, lidah
juga melindungi selaput mulut terhadap panas, dingin, asam, dan basah.
Rangsang untuk pembentukan saliva (air liur) adalah: adanya makanan dalam
mulut, dan melihat, mencium dan memikirkan makanan. Fungsi saliva (ludah)

adalah untuk membantu pembentukan bolus makanan dan berperan sebagai


pelumas untuk mempermudah menelan.
Didalam ludah terdapat enzim ptialin ( amilase ). Enzim ptialin berfungsi
mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat ( amilum )
menjadi gula sederhana ( maltosa ). Maltosa mudah di cerna oleh organ
pencernaan selanjutnya. Enzim ptialin bekeja dengan baik pada PH antara 6, 8-7
dan suhu 37oC.
2. Tekak (pharynk)
Pharynk merupakan pertemuan saluran pernafasan antara rongga hidung
dengan tenggorokan dan saluran pencernaan antara rongga mulut dan kerongkongan.
Lubang yang menuju tenggorokan disebut glotis dan ditutup oleh klep yang disebut
epiglotis pada waktu proses menelan.
3. Kerongkongan (esophagus)
Pangkal saluran pencernaan, berbentuk sebuah tabung berotot yang
panjangnya 25 cm, dimulai dari farink sampai pintu masuk kardiak lambung di
bawah. Esophagus memiliki fungsi sebagai pen ghantar makanan dari farynk ke
lambung.
Kerongkongan ( esofagus ) merupakan saluran penghubung antara rongga
mulut dengan lambung, kerongkongan berfungsi sebagai jalan makanan yang telah
di kunyah menuju lambung, jadi, pada kerongkongan tidak terjadi proses
pencernaan.
Otot kerongkongan dapat berkontraksi secara bergelombang sehingga dapat
mendorong makanan masuk ke dalam lambung, gerak kerongkongan ini di sebut
gerak peristalis. Gerak peristalis merupakan gerak kembang kempis kerongkongan
untuk mendorong makanan ke dalam lambung.
4. Lambung
Lambung ( fentrikulus ) merupakan kantung besar yang terletak disebelah kiri
rongga perut. Lambung sering pula disebut perut besar atau kantung nasi.
Lambung terdiri dari 3 bagian yaitu bagian atas ( kardiak ), bagian tengah
yang membulat ( fundus ), dan bagian bawah ( pilorus ). Kardiak berdekatan dengan
hati dan berhubungan dengan kerongkongan. Pilorus berhubungan langsung dengan
usus dua belas jari. Di bagian ujung kardiak dan pilorus terdapat klep ( sfigter ) yang
mengatur masuk dan keluarnya makanan ke dalam dari lambung.
Dinding lambung terdiri dari otot yang tersusun melingkar, memanjang, dan
menyerong. Otot-otot tersebut menyebabkan lambung berkontraksi. Akibatnya
kontraksi otot lambung, makanan teraduk dengan baik sehingga akan bercampur
4

merata dengan getah lambung. Hal ini menyebabkan makanan didalam lambung
berbentuk seperti bubur.
Dinding lambung mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi sebagai
kelenjar pencernaan yang menghasilkan getah lambung. Getah lambung
mengandung air lendir ( musin ), asam lambung, enzim renim, dan enzim
pepsinogen. Getah lambung bersifat asam karena banyak mengandung asam
lambung.
Asam lambung berfungsi membunuh kuman penyakit atau bakteri yang masuk
bersama makanan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi
pepsin-pepsin yang berfungsi memecah protein menjadi pepton dan proteosa-enzim
renin berfungsi menggumpalkan protein susu (kasein) yang terdapat dalam susu.
Adanya enzim renin dan enzim pepsin menunjukkan bahwa didalam lambung terjadi
proses pencernaan kimiawi- selain menghasilkan enzim pencernaaan, dinding
lambung juga menghasilkan hormon gastrin. Hormon gastrin berfungsi untuk
mengeluarkan (sekresi) getah lambung.
Lambung dapat meregang sampai dapat menyimpan 2 liter cairan, makanan
umumnya dapat bertahan 3-4 jam didalam lambung. Dari lambung , makanan sedikit
demi sedikit keluar menuju usus 12 jari melalui sfingter pilorus.
5. Hati
Fungsi hati yang pertama yaitu sebagai pemproduksi cairan empedu untuk
menetralkan racun-racun yang masuk ke dalam tubuh. Hati juga memegang peranan
penting pada metabolisme tiga bahan makanan yang dikirimkan oleh vena porta
setelah diabsorbsi oleh tubuh dari usus, bahan makanan tersebut adalah karbohidrat,
protein, dan lemak.
6. Usus Halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 68
meter, lebar 25 mm dengan banyaklipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus.
Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap
proses penyerapan makanan. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian seperti berikut:
a. Duodenum (usus 12 jari), panjangnya 25 cm,
Duodenum adalah bagian pertama usus halus, bagian usus ini merupakan
tempat bermuaranya saluran getah pankreas dan getah empedu. Saluran empedu
dan saluran pankreas masuk ke dalam usus dua belas jari pada suatu lobang
yang disebut ampula hepatopankreatika atau ampula pateri. Saluran empedu
menghasilkan getah empedu (bilus) yang dihasilkan oleh hati. Getah empedu
berfungsi untuk mengemulsikan lemak. Pankreas yang terdapat di bawah
5

lambung menghasilkan getah pankreas, getah pankreas menghasilkan enzim


pencernaan seperti amilase, tritsin, dan lipase
b. Jejunum (usus kosong), panjangnya 7 m,
Pada bagian inilah pencernaan diselesaikan, pada usus ini juga terjadi
pencernaan secara kimiawi. Kelenjar-kelenjar ususnya menghasilkan enzim
pencernaan, seperti yang dihasilkan pankreas.
c. Ileum (usus penyerapan), panjangnya 1 m.
Pada bagian ini, sari-sari makanan hasil proses pencernaan diserap,
makanan akan diserap oleh jonjot usus. Asam amino dan glukosa, vitamin,
garam mineral, akan diangkut oleh kapiler darah, sedangkan asam lemak dan
gliserol akan diangkut oleh pembuluh kil (pembuluh getah bening). Pembuluh
getah bening usus menuju ke pembuluh balik besar bawah selangka.
Setiap hari, disekresikan kira-kira 2000 cc getah usus dari sel usus
menuju, lumeu usus. Getah usus halus ini berwarna kuning jernih, dan
mengandung

berbagai

enzim

misalnya

peptidase,

maltase,

sukrase,

ribonuklease, dll. Sebagian enzim-enzim ini terdapat pada permukaan sel epitel
sehingga pencernaan makanan berlangsung pada permukaan atau di dalam selsel epitel. Sekresi getah usus halus dikontrol oleh reflek otonom, hormon
sekretin, dan kolesistokinin.
Fungsi usus halus adalah mencerna, dan menyerap khime dari
lambung. Isinya yang cair digerakkan oleh serangkaian gerakan peristaltik yang
cepat. Di samping gerakan peristaltik ada juga gerakan lain yaitu gerakan
sexmental, gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus satu dari yang lain.
Dua cairan pencerna masuk ke usus duabelas jari (duodenum) melalui saluransaluran, empedu dan getah pangkreas (dari pangkreas). Empedu digunakan
untuk pencernaan lemak yang dipecahkan dalam bagian-bagian kecil, dengan
demikian membantu kerja lipase. Empedu ini sifatnya alkalis dan membuat
makanan yang keluar dari lambung yang asam menjadi netral. Garam empedu
mengurangi ketegangan permukaan isi usus dan membantu membentuk emulsi
dari lemak yang dimakan.
Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat
kimiawi. Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses
pencernaan kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di
dalam dinding usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini
bercampur dengan kimus di dalam usus halus. Getah pencernaan yang berperan
di usus halus ini berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah usus.
6

1) Cairan Empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan
tidak mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam
empedu yang berperan dalam pencernaan makanan. Cairan empedu
tersusun atas bahan-bahan berikut:
a) Air, berguna sebagai pelarut utama.
b) Mucin, berguna untuk membasahi dan melicinkan duodenum agar tidak
terjadi iritasi pada dinding usus.
c) Garam empedu, mengandung natrium karbonat yang mengakibatkan
empedu bersifat alkali. Garam empedu juga berfungsi menurunkan
tegangan permukaan lemak dan air (mengemulsikan lemak).
Cairan ini dihasilkan oleh hati. Hati merupakan kelenjar pencernaan
terbesar dalam tubuh yang beratnya 2 kg. Dalam sistem pencernaan, hati
berfungsi sebagai pembentuk empedu, tempat penimbunan zat-zat makanan
dari darah dan penyerapan unsur besi dari darah yang telah rusak. Selain
itu, hati juga berfungsi membentuk darah pada janin atau pada keadaan
darurat, pembentukan fibrinogen dan heparin untuk disalurkan ke peredaran
darah serta pengaturan suhu tubuh.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke
usus halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses
pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi
dengan empedu terlebih dahulu. Selain itu, cairan empedu berfungsi
menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan aktivitas pepsin pada
protein, dan merangsang gerak peristaltik usus.
2) Getah Pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini
berperan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke
dalam

saluran

pencernaan

dan

sebagai

kelenjar

endokrin

yang

menghasilkan hormone insulin. Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel


berbentuk pulau- pulau yang disebut pulau-pulau langerhans. Insulin ini
berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah diabetes
melitus.
Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas
masuk ke usus halus. Dalam pancreas terdapat tiga macam enzim, yaitu

lipase yang membantu dalam pemecahan lemak, tripsin membantu dalam


pemecahan protein, dan amylase membantu dalam pemecahan pati.
3) Getah Usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu
menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti
berikut.
a) Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa.
b)Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan maltosa
menjadi dua molekul glukosa.
c) Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa.
d)Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan
peptida menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil
pencernaan terakhir di usus halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui
dinding usus halus terutama di bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin
dan mineral juga diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak,
penyerapannya bersama dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut
dalam air penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi (jonjotjonjot usus). Di dalam villi ini terdapat pembuluh darah, pembuluh kil
(limfa), dan sel goblet. Di sini asam amino dan glukosa diserap dan
diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena porta hepatikus,
sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu
membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama gliserol diserap ke dalam
villi. Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan, kemudian asam
lemak mengikat gliserin dan membentuk lemak kembali. Lemak yang
terbentuk masuk ke tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa).
Melalui pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedangkan garam
empedu masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi menjadi
empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong
menuju usus besar (kolon).
7. Usus Besar

Usus besar atau kolon memiliki panjang 1 meter dan terdiri atas kolon
ascendens, kolon transversum, dan kolon descendens. Di antara intestinum tenue
(usus halus) dan intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada
ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing) yang
berisi massa sel darah putih yang berperan dalam imunitas.
Makanan yang tidak dicerna diusus halus, misalnya selulosa bersama dengan
lendir akan menuju keusus, besar menjadi fases. Dalam usus besar juga terdapat
bakteri escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa
makanan. Bakteri e.coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting
dalam proses pembekuan darah.
Usus besar terdiri dari bagian yang naik, yaitu mulai dari usus buntu
(apendiks), bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus. Didalam usus
besar fases di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan pristalsis menuju ke
rektum (poros usus). Gerakan pristalsis dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar).
Pada saat buang air besar otot sfingeres dianus di pengaruhi oleh otot lurik (otot
sadar) jadi, proses defekasi (buang air besar) dilakukan dengan adanya konstrasi otot
dinding perut yang di ikuti dengan mengendurnya otot sfingeter anus dan konstraksi
kolon serta rektum, akibatnya feses dapat terdorong keluar anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat
suatu rangsang yang disebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya aktivitas
kontraksi rektum dan otot sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya
defekasi. Di dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan
sempurna.
C. FISIOLOGI PENCERNAAN
Proses pencernaan makanan berlangsung di dalam saluran pencernaan makanan.
Proses tersebut di mulai dari rongga mulut. Di dalam rongga mulut makanan dipotongpotong oleh gigi seri dan dikunyah oleh gigi geraham , sehingga makanan menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Walaupun zat makanan telah dilumatkan atau
dihancurkan dalam rongga mulut tetapi belum dapat diserap oleh dinding usus halus.
Karena itu, makanan harus diubah menjadi sari makanan yang mudah larut. Dalam prose
ini dibutuhkan beberapa enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan.
Waktu pencernaan, makanan tersebut diproses menjadi sari makanan yang
diserap oleh jonjot usus dan sisa makanan dikeluarkan melalui poros usus. Sari makanan
hanya dapat diserap dan diangkut oleh darah dan getah bening bila larut di dalamnya,
kemudian makanan tersebut didistribusikan ke bagian tubuh yang membutuhkannya.

Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua


macam seperti berikut.
1. Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta peremasan
yang terjadi di lambung.
2. Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim
pencernaan dengan mengubah makanan yang ber-molekul besar menjadi molekul
yang berukuran kecil.
Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut
hingga proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Adapun proses
pencernaan makanan meliputi hal-hal berikut.
1. Ingesti: pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.
2. Mastikasi: proses mengunyah makanan oleh gigi.
3. Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.
4. Digesti: pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan
bantuan enzim, terdapat di lambung.
5. Absorpsi: proses penyerapan, terjadi di usus halus.
6. Defekasi: pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh melalui
anus.

D. GANGGUAN PADA SISTEM PENCERNAAN


1. Gastritis
a. Pengertian
Gastritis bersal dari dua kata yaitu gaster yang berarti lambung, dan it is
berarti peradangan atau pembengkakan. Gastritis adalah suatu inflamasi yang
terjadi didaerah mukosa lambung yang disebabkan oleh kuman-kuman, diman
bisa terjadi secara akut dan kronis.
Secara klinis gastritis terbagi atas :
1) Gastritis akut
Inflamasi akut dari dinding lambung yang biasannya terbatas pada
bagian mukosa saja. Terjaddi atas gastritis atas, gastritis ekssogen da n
endogen akut.
2) Gastritis kronis
Inflamasi kronis pada dinding lambung yang bisa bagia n mukosa saja
atas ssudah penetrasi kelapisan sub mukosa lambung yang kaya akan
pembuluh darah. Gastritis kronis terjadi kare na gastritis akut yang tidak
tertangani.
b. Etiologi

10

Makanan minuman yang dapat mersak mukosa lambung, banyak


mengkumsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan seperti yudium, kafein. Infeksi
bakjteri terutama sreptococcus, stapylococcus, serta bahan kimia dan minuman
yanag bersifat korosif seperti asam pekat dan soda kausatif. Makanan dan
minuman yang terlalu asam, pedas, panas, berle mak juga dapat menyebabkan
gastritis. Terlalu banyak berpikir atau stres dapat meningkatkan asam lambung.
c. Patofisiologi
Pada gaster yang terjadi peradangan pada lapisan mokusa terjadi
kemerahan, edema dan meradang, biasanya peradangan ini terbatas pada
mukosanya saja. Apabilaa sering mengkonsumsi bahan-bahan yang bersifat
iritasi, maka dapat menyebabkan perdarahan mukosa lambung juga dapat
menimbulkan kerak yang disertai reaksi inflamasi. Jika hal ini terus berlanjut,
maka akn terjadi peningkatan sekresi asam lambung serta dapat meningkatkan
jumlah asam lambung.Keadaan demikian dapat menyebabkan iritasi yang lebih
parah pada mukosa lambung akibat hiper sekresi dari asam lambung.
d. Manifestasi Klinik
1) Gastritis akut
Rasa nyeri pada epigastrium yang mungkin ditambah mual. Nyeri
dapat timbul kembali bila perut kosong. Saat nyeri penderita berkeringat,
gelisah, sakit perut dan mungkin disertai peningkatan suhu tubuh, tachicardi,
sianosis, persaan seperti terbakar pada epigastrium, kejng-kejng dan lemah.
2) Gastritis kronis
Tanda dan gejala hanpir sam dengan gastrritis akut, hanya disertai
dengan penurunan berat badan, nyeri dada, enemia nyeri, seperti ulkus
peptikum dan dapat terjdi aklohidrasi, kadar gastrium serum tinggi.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto lambung
2) Foto Rontgen
3) Gastrokopi
4) Endoskopi
5) Biopsi Mukosa
6) Analisa lambung
f. Penatalaksanaan Medis
1) Selama masa akut; istirahat 1 2 hari
2) Mengatur diet; lembek dan tidak pedas
3) Mengganti cairan tubuh melalui intravena
4) Beri antimetik; psimpesan
5) Beri analgetik dan anti inflamasi
6) Terapi infus; D5 %
11

g. Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis


1) Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang
meliputi aspek bio, psiko, sosio dan spiritual secara komprehensif. Maksud
dari pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien.
Data tersebut berasal dari pasien (data primer), dari keluarga (data sekunder)
dan data dari catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan
melihat catatan medis, adapun data yang diperlukan pada klien Gastritis
adalah sebagai berikut :
a) Data dasar
Adapun data dasar yang dikumpulkan meliputi :
Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnose medis.
Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang
dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap,
factor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit
sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah sakit dan
riwayat pemakaian obat.
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi adakah keluarga yang mempunyai penyakit
keturunan seperti hipertensi, jantung, DM, dan lain-lain.
Riwayat psikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk
mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara
klien menerima keadaannya.
Pola kebiasaan sehari-hari
Meliputi cairan, nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat
tidur, aktivitas dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan.
b) Pemeriksaan fisik
12

Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai


ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik yaitu palpasi, inspeksi,
auskultasi dan perkusi. Menurut Doengoes, 2000 adapun hasil
pengkajiannya yaitu :
Aktivitas/istirahat
Gejala : lemah, lemas, gangguan pola tidur dan istirahat, kram
abdomen, nyeri ulu hati.
Tanda : nyeri ulu hati saat istirahat.
Sirkulasi
Gejala : keringat dingin (menunjukkan status syok, nyeri akut,
respon psikologik)
Eliminasi
Gejala : bising usus hiperperaktif atau hipoaktif, abdomen teraba
keras. Distensi perubahan pola BAB.
Tanda : feses encer atau bercampur darah (melena), bau busuk,
konstipasi.
Integritas

ego

Gejala : stress (keuangan, hubungan kerja). Perasaan tidak berdaya.


Tanda : ansietas, misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar.
Makanan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual dan muntah, nyeri ulu hati, kram pada
abdomen, sendawa bau busa, penurunan berat badan.
Tanda : membrane mukosa kering, muntah berupa cairan yang
berwarna kekuning-kuningan, distensi abdomen, kram pada
abdomen.
Neurosensori
Gejala : pusing, pandangan berkunang-kunang, kelemahan pada otot
Tanda : lethargi, disorientasi (mengantuk)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri epigastrium kiri samping tengah atau ulu hati, nyeri
yang digambarkan sampai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih
Tanda : meringis, ekspresi wajah tegang.
Pernafasan
Gejala : sedikit sesak

13

Penyuluhan
Gejala : faktor makanan, pola makan yang tidak teratur, diet yang
salah, gaya hidup yang salah.
c) Pemeriksaan Diagnostik
Menurut priyanto, 2006 pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan
untuk pasien gastritis adalah:

Pemeriksaan darah seperti Hb, Ht, Leukosit, Trombosit.

Pemeriksaan endoskopi.

Pemeriksaan hispatologi biopsy segmen lambung.


2) Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan peradadangan pada epigastrium
b) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak
nyaman setelah makan, anoreksia, mual, dan muntah.
c) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan
adanya nyeri
d) Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan fisik
3) RENCANA KEPERAWATAN
No
1

Tanggal

Diagnose

Tujuan

Intervensi

Rasional

24 juli

keperawatan
Nyeri berhubungan

Nyeri teratasi dengan

Kaji tingkat nyeri

Untuk mengetahui

2010

dengan peradangan

criteria :

klien

tingkat nyeri yang

pada epigastrium Klien mengatakan tidak

dirasakan dan

nyeri pada bagian

memudahkan dalam

epigastrium

menentukan

Ekspresi wajah Nampak

intervensi selanjutnya

ceria
Pantau tanda-

Perubahab frekuensi

tanda vital klien

jantung atau tekanan


darah menunjukan
bahwa pasien
mengalami nyeri

14

Berikan tindakan

Tindakan non

yang nyaman

analgesic diberikan

seperti posisi

dengan sentuhan

relaksasi atau

lembut dan

latihan napas

menghilangkan

dalam.

ketidak nyamanan

Kolaborais

Analgetik dapat

pemberian obat

menekan puncak
periode nyeri
sehingga dapat
memberikan
kenyamanan

25 juli

Resiko tinggi

Pemenuhan kebutuhan

Kaji pola makan

Mengkaji pola makan

2010

nutrisi kurang dari

nutrisi terpenuhi

klien

klien akan

kebutuhan

dengan criteria :

memudahkan dalam

berhubungan

Porsi makan

memenuhi kebutuhan

dengan rasa tidak

dihabiskan

dan membantu dalam

nyaman setelah

intervensi selanjutnya

makan, anoreksia,
mual, muntah

Observasi

Mengetahui seberapa

makanan klien

banyak makanan yang


dapat dihabiskan klien
sehingga member
gambaran tentang
intake makanan klien

Sajikan makanan

Makanan yang hangat

yang hangat dan

dan bervariasi dapat

bervariasi

menembah selera
makan klien sehingga
kebutuhan nutrisi
terpenuhi

15

Anjurkan klien

Memaksimalkan

untuk makan

masakan nutrisi tanpa

sedikit tapi sering

kelemahan

26 juli

Gangguan

Kebutuhan istirahat

Kaji tingkat pola

Membantu

2010

pemenuhan

tidur dapat terpenuhi

istirahat tidur

menentukan tindakan

kebutuhan istirahat

dengan criteria :

yang akan diberikan

tidur berhububngan Klien mengatakan

sesuai dengan kondisi

dengan adanya

klien

nyeri

sudah bias tidur


Konjungtiva tidak
anemi lagi
Keadaan umum baik

Ciptakan

Memberikan suasana

lingkunagan yang

yang aman dan

nyaman dan

nyaman

nyaman
Healt education

Klien dapat mengerti

tentang penting

sehingga bias diajak

istirahat tidur

bekerja sama dalam


proses penyembuhan

27 juli

Gangguan personal

Personal hygiene

Kaji tingkat

Membantu menetukan

2010

hygiene

terpenuhi dengan

kelemahan fisik

tindakan yang akan

berhubungan

criteria :

dan kemampuan

diberikan sesuai

klien

dengan kondisi klien

Kaji personal

Mengetahui

hygiene klien

sejaumana kebutuhan

dengan kelemahan Badan Nampak bersih


fiseik

Rambut Nampak bersih

klien yang dapat


dilakukan sendiri
Anjurkan pada

Hidup sehat dapat

klien agar selalu

terpenuhi agar klien

hidup sehat

memperoleh
kenyamanan dan
membuat perasaan
menjadi nyaman

16

4) Evaluasi
No
1

DX
1

Hari / tgl
24 juli 2010

Jam
10.30

Evaluasi
S : Klien mengatakan sudah tidak nyeri
pada daerah epigastrium
O : Ekspresi wajah sudah Nampak ceria
A : Masalah teratasi
P : intervensi dipertahankan

25 juli 20210

17.30

S : keluarga klien mengatakan sudah rajin


makan
O : porsi makan dihabiskan
A : Masalah teratasi

P : intervensi dipertahankan
3

26 juli 2010

21. 45

S : klien mengatakan sudah bisa tidur


O : konjungtiva tidak enemis dan keadaan
umum baik
A : Masalah teratasi
P : intervensi dipertahankan

27 juli 2010

07.30

S : klien mengatakan sudah bisa mandi 1-2x /


hari

17

O : Rambut Nampak bersih dan Rapi


A : Masalah teratasi
P : intervensi dipertahankan
2. Ulkus Gaster / Peptikum
a. Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang
menyebutkan kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua
pada tahun 1586 menjadi orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung
melalui autopsi, pada tahun 1688 Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara
autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada
lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).
Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam
dinding mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum
sering disebut sebagai ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada
lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002. hal.1064).
Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke
bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ulkus
(misalnya ulkus karena stress). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak
pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu
esophagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum.
( Sylvia, A. Price, 2006).
b. Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui.
Beberapa teori yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai
berikut:
getah lambung terhadap resistensi mukosa.
Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah
lambung. Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan
banyak penderita dengan anemia pernisiosa disertai dengan alkorida.
Golongan darah

18

Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak


duodeni jikadibandingkan dengan pada

tukak lambung. Adapun sebabnya

belum diketahui dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada
penderita dengan golongan darah O kemunkinan terjadinya tukak duodeni
adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan lainnya. Kerusakan di daerah
piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik berupa tukak
yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering
ditemukan kelainan pada korpus lambung.
c. Patofisiologi
Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
kecepatan sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar
mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum.
Semua daerah yang secara normal terpapar oleh cairan lambung dipasok dengan
baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus campuran pada esophagus
bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada
leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar
mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang
menyekresi mukus yang sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum
dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas
yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam
klorida cairan lambung sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah
pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam
jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci pertama
dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati (Lewis,2000).
Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi
cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini
menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun
secara hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus,
kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang
19

cepat

dari

cairan

pancreas-

yang

mengandung

natrium

bikarbonat

berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir


asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat
disebabkan oleh salah-satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang
berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2) berkurangnya kemampuan sawar
mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks
asam pepsin.
Penyebab khusus
Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus
peptikum menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan
bagian mukosa duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka
infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan
obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan penetrasi sawar
mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar.
Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat
berpenetrasi kedalam jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel,
bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada
kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini
mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah
bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada
manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang
berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya

adalah factor

psikogenik seperti pada saat mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.
Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti
20

Indometasin, Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklooksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat
secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain,
hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah perlindungan
mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local
melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak
terhadap agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan
ulkus (Kee, 1995).
Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat
(Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan
meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi
kerusakan epitel mukosa.
Faktor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang
berlanjut pada ulkus akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan
parut; maka akan terjadi penetrasi dari seluruh dinding lambung.
d. Klasifikasi
No Ulkus duodenal
1
Insidens

Ulkus Lambung
Insiden

Usia 30-60 tahun

Biasanya 50 tahun lebih

Pria: wanita 3:1

Pria:wanita 2:1

Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung


Tanda dan gejala
Tanda dan gejala
Hipersekresi asam lambung

Normal

Dapat mengalami penambahan berat badan

lambung

Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering

Penurunan berat badan dapat terjadi

terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.

Nyeri terjadi sampai 1 jam setelah

Makan makanan menghilangkan nyeri

makan; jarang terbangun pada malam

Muntah tidak umum

hari;

Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus

dapat hilang dengan muntah.

21

sampai

hiposekresi

asam

lambung tetapi bila ada milena lebih umum

Makan makanan tidak membantu dan

daripada hematemesis.

kadang meningkatkan nyeri.

Lebih mungkin terjadi perforasi daripada

Muntah umum terjadi

ulkus lambung

Hemoragi lebih umum terjadi daripada


ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada milena.

Kemungkinan Malignansi

Kemungkinan malignansi Kadang-

Jarang

kadang

Faktor Risiko

Faktor Risiko

Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal

Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,

kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.

stres

e. Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia
adalah suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna
seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas :
1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2). Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia
akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati,
rasa tidak nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit
timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah
malam, rasa sakit hilang setelah pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger
pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang timbul setelah makan,
berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit gaster
sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut. Rasa
sakit bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke
punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami
komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis
tukak gaster karena dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang
sama, juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut.
22

Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya
tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya berupa
perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptic disebabkan
edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui
terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri
tekan abdomen
2) Bising usus mungkin tidak ada
3) Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan
4) Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn
biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karenaukuran atau lokasinya.
5) Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative
terhadap darah samar.
6) Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus.
7) Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis
terhadap antibody pada antigen H. pylori.
g. Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
1) Penurunan stress dan istirahat.
2) Penghentian merokok
3) Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai
pengaruh userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi
asam lambung.
4) Obat-obatan
5) Intervensi bedah

23

h. Komplikasi
Komplikasi

ulkus

peptikum

adalah

ulkus

yang

membandel(intraktibilitas), perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap


komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan (Price, 1996).
1) Intraktibilitas.
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas,
yang berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa
adekuat. Pasien dapat tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk
bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu
mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk
anjuran

pembedahan.

Perubahan

menjadi

ganas

tidak

perlu

terlalu

dipertimbangkan baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum.


Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas, paling tidak menurut
pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan
tanpa mengalami degenerasi ganas.
2) Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering
terjadi, sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit
(Guyton, 1996). Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami
perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior bulbus
duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis
atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan
perdarhan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan
darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter
(melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah
darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan
darurat.
3) Perporasi.
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan
komplikasi ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus
peptikum (Price, 1995). Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum
atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi
24

klinik,

pasien

dengan

komplikasi

perporasi

datang

dengan

keluhan

nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit,
timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan
yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan
pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan
pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya
dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui
adanya udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit
translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga
peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).
4) Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema,
pilospasme, atau jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum.
Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang
terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia
mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul
kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat,
dapat timbul nyeri dan muntah (Mineta,1983)
i. Konsep Dasar Askep
1) Pengkajian
a) Identitas Klien
Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal
lahir,agama dan tanggal pengkajian.
b) Keluhan utama/alasan masuk RS:
Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian
perut, ulu hati dan mual serta muntah.
c) Riwayat kesehatan sekarang:
Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam
setelah makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam
Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)
d) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS)
e) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka
lambung.
f) Data Dasar Pengkajian pasien
25

Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan

aktivitas sehari hari, ketidakmampuan untuk tidur.


Tanda :
periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.
Integritas Ego

Gejala :

ketidak berdayaan, putus asa, Marah ditekan

Tanda :

Depresi, ansietas.

Eliminasi
Gejala :

Diare Konstipasi Nyeri abdomen tak jelas dan disteres,


kembung Penggunaan laksatif/diuretic.

Makanan/Cairan
Gejala :

lapar terus menerus/menyangkal lapar


Takut penigkatan berat badan.

Tanda :

penurunan berat badan / anoreksia

Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.

Higiene
Tanda :

peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).

Neurosensori
Gejala :

Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.


Kelemahan, keseimbangan buruk.

Tanda :

Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.

Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.


Oftalmik : hemoragis retina.
Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi

Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar

Keamanan
Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.

Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia
Riwayat penyakit maag, depresi.

Pemeriksaan Fisik
g) Keadaan umum :
Penampilan umum

:Klien tampak rapi

Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat


26

: sakit

Kesadaran

: sadar

GCS

: E4V5M6

BB

: 50 Kg

TB

: 165 cm

h) Tanda- tanda vital :


TD

: 120/80 mmHg

ND

: 80x/menit

RR

: 20 x/menit

: 37 oC

i) Kulit
Warna kulit (sianosis,ikterus,pucat) : Pucat
Kelembapan

: kering

Turgor kulit

: baik

Ada/tidaknya oedema

: tidak ada oedema

j) Mata
Fungsi penglihatan

: baik

Palpebra

: terbuka / tertutup

Ukuran pupil

: .Normal

Konjungtiva

Sklera

Lensa / iris

Oedema palpebra

: Tidak ada oedema

Mulut dan tenggorok

Membran mukosa

: Kering

Kebersihan mulut

: Baik

Keadaan gigi

: Baik.

Tanda radang (bibir, gusi, lidah)

: tidak ada

Trismus

Kesulitan menelan

: Tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: bentuk abdomen simestris atau tidak,

Palpasi

: ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan


27

Perkusi

: batas hepar, batas ginjal, batas lien,


ada/tidaknya

penimbunan

cairan

diperut(kembung).
Auskultasi

: bising usus, bising vena, pergesekan


hepar dan lien

Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling


menonjol selama periode eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3
jam setelah makan dan sering disertai dengan mual dan muntah. Pada ulkus
gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan. Nyeri dapat digambarkan
sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi
pasien asimtomatik
2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a) Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan
lunak pasca operasi
b) Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder
akibat hematemesis dan melena massif
c) Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi
d) Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk,
nyeri pasca operasi
e) Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake makanan yang tidak adekuat
f) Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah
berlebihan, respon perubahan pasca bedah gastreoktomi
g) Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap
informasi, dan rencana pembedahan.
3) Rencana Asuhan Keperawatan
N
o
1

Diagnosa

Tujuan

Kriteria

Intervensi

Keperawatan
1). Nyeri b.d Dalam

Hasil
-secara subjektib -Jelaskan

iritasi

melaporkan

mukosa waktu 1 x

dan

pasien

lambung,

24 jam dan

nyeri berkurang memberikan

perporasi

3 x 24 jam

atau

mukosa,

pascabedah

diadaptasi.

kerusakan

gastrekotom -Skala nyeri 0-1 -lakukan

Rasional
bantu -pendekatan

dengan

dengan menggunakan

tehnik

pereda relaksasi

dan

terapi

dapat nyeri non farmakologi nonfarmakologi


dan noninvasive

28

menunjukkan

telah
keefektifan

manajemen dalam mengurangi nyeri.

jaringan lunak i, nyeri

(0-4).

nyeri.

pasca operasi

berkurang/h

Dapat

1). Istirahatkan pasien akan menurunkan kebutuhan

ilang atau

mengidentifikasi pada saat nyeri muncul

teradaptasi.

aktifitas

yang 2).

1). istirahat secara fisiologis

Ajrkan

relaksasi

atau

saat nyeri

menurunkan

3).

nyeri.

distraksi pada saat nyeri

gelisah

nafas

tidak 4).

diperlukan

pada metabolism basal.


2).

Ajarkan

yang

tehnik untuk memenuhi kebutuhan

meningkatkan

-pasien

oksigen

Meningkatkan

tehnik oksigen

asupan

sehingga

akan

menurunkan nyeri sekunder

Manajemen dari iskemia intestinal

Lingkungan:
Lingkungan

3).

Distraksi

(pengalihan

tenang, Panggilan

dapat

batasi pengunjung, dan menurunkan


istirahatkan pasien.

stimulus

internal.

5). lakukanManajemen Lingkungan


sentuhan

tenang

menurunkanstimulus
eksternal

dan

akan
nyeri

pembatasan

pengunjung akan membantu


meningkatkan

oksigen

ruanganyang akan berkurang


apabila banyak pengunjung
yang

berada

di

ruangan.

Istirahat akan menurunkan


kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
5). Manajemen sentuhan pada
saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian:
1).

Pemakaina Simetidin

penghambat
(

seperti

/Ranitidin).
29

penghambat

H2 histamine H2 menurunkan
Simetidin produksi

asam

meningkatkanpH

lambun,
Lambung

2). Antasida

dan menurunkan iritasi pada


mukosa
untuk

lambung,

penting

penyembuhan

dan

pencegahan lesi.
2).

Antasida

untuk

mempertahankan
2

Risiko

tinggi Dalam

-pasien

-Kaji

syok

wkatu 3 x menunjukkan

hipovolemik

24

hematemesis.

jauh

tinkat

dan pemberian intervensi yang


diberikan

sesuai

dengan

-hematemesis

kemampuan individu.

sekunder akibat hivopolemi

dan

1). Penurunan kualitas dan

hematemesis

terkontrol

denyut jantung merupakan

-konjungtivitis

parameter penting gejala awal

tidak anemis

syok

-pasien

2). Hipotensi dapat terjadi

dan
masif

darah syok

lambung pada tingkat 4,5


dan Deteksi
awal
mengenai

respon perdarahan dari sevberapa

jam perbaikan sistem melena

b.d penurunan tidak terjadi kardiovaskuler


volume

sumber

pH

melena

melena -monitor TT

tidak

mengeluh

pada

pusing,

tersebut

memebran

manifestasi terlibatnya sistem

mukosa lembab,

kardiovaskuler

turgor

melakukan kompensasi dalam

kulit

normal,

dan

hipovolemia,

memberikan

mempertahankan

akral hangat.

darah.

-TTV

dalam

3).

batas

normal,

hal

Peningkatan

dalam
tekanaan
frekuensi

nafas merupakan manifestasi

CRT > 3 detik,

dri

urine

untuk mengambil sebanyak-

> 600

kompensasi

respirasi

ml/hari

banyaknya oksigen, akibat

Laboratorium:

penurunan

nilai

haemoglobin sekunder dari

haemoglobin,

penurunan volume darah.

sel darahmerah,

4). Hipotermi dapat terjadi

hematokrit, dan

pada perdarahan massif.


30

kadar

BUN/kreatinin
dalam
normal.

Monitor status cairan Jumlah

batas (turgor kulit, membrane penganti

dan

tipecairan

darah

ditentukan

mukosa dan keluaran dari keadaan status cairan.


urine).

Penurunan

volume

darah

mengakibatkan menurunnya
produksi urine, monitor yang
ketat pada produksi urine<
600ml/ hari merupakan tandatanda

terjadinya

syok

hipovolemik.
Lakukan

kolaborasi Pemberian PRC disesuaikan

pemberian

paket sel dengan

banyaknya
keluar

dan

darah

darah

yang

hasil

merah(PRC=Pocked

pemeriksaan

Red Cells).

Apabila dalam kondsi kritis,

hemoglobin.

sementara persediaan darah


masih belum didapatkan dari
segera,

maka

pemberian

cairan pengganti darah dapat


diberikan untuk menurunkan
risiko syok.
Evaluasi adanya respon Secara fisiologis tubuh pasien
seklinik dari pemberian akan bereaksi terhadap darah
transfusi.

yang masuk melalui transfuse


sehingga

memiliki

kecenderungan
reaksi

alergi

menjadi
transfuse.

Perawat melakukan monitor


untuk mencegah respon klinik
pada pasien.
Lakukan
cooling.

gastric

Intervensi pemberian cairan


ke lambung bertujuan untuk
melakukan

31

vasokontriksi

pembuluh darah lambung dan


diharapkan

dapat

menurunkan pendarahan.
Evaluasi kondisi pasien Perubahan
setiap pergantian shift.

akibat

kardiovaskuler

hematemesis

dan

melena massif masih bisa


bervariasi
tingkat

sesuai

dengan

toleransi

individu.

Penemuan perubahan sebagai


deteksi awal untuk mencegah
meningkatnya risiko syok.
Kolaborasi

pemberian Intervensi terapi endoskopik

terapi endoskopik.

dilakukan dengan melakukan


hemostasis koagulasi

atau

thrombosis terapi. Beberapa


intervensi

elektrokoagulasi,

heater probe atau laser YAG


dilakukan untuk mengontrol
perdarahan

dari

ulkus

peptikum( Shoemaker, 1995).


Lakukan

dokumentasi Setiap perubahan yang terjadi

intervensi

yang pada pasien harus diketahui

telahdilakukan
dilaporkan

dan oleh

tim

apabila mendapat

didapatkan

medis

untuk

asuhan

medis.

perubahan Dokumentasi yang baik dapat

kondisi mendadak.

menunjang

asuhan

yang

berkelanjutan.
Kolaborasi : dilakukan Perporasi
tindakan

ulkus

peptikum

pembedahan yang tidak membaik dengan

gastrektomi.

terapi

farmakologi

dan

endoskopi akan mendapatkan


terapi

bedah

menghilangkan

untuk
sumber

perdarahan pada lambung dan


32

Resiko

Injuri Dalam

-TTV

duodenum.
dalam -Lakukan perawatan di -menurunkan risiko injuri dan

b.d

waktu 2 x batas normal.

pascaprosedur

24

gastreoktomi

jam -Tidak

terjadi

pasca

infeksi

pada

intervensi

daerah insisi.

ruang infensif.

memudahkan

intervensi

pasien selama 48 jam di


ruang intensif.
-monitor

adanya -Komplikasi

yang

terjadi

gastrektomi

komplikasi

pada

pasien tidak

pascaoperasi

adalahperdarahan, kebocoran

mengalamii

gastrektomi.

pada

njuri.

operasi
daerah

infeksi

ini

anastosmis,

luka

gangguan

operasi,

respirasi,

masalah

yang

dan

berkaitan

dengan balance cairan dan


elektrolit
-Kaji factor-faktor yang -keterampilan
meningkatkan
injuri.

risiko kritis

keperawatan

diperlukan

pengkajian

vital

agar
dapat

dilakukan secara sistematis.


- kaji status neurologis -Pengkajian status neurologis
dan laporkan apabial dilakukan
terdapat

pada

setiap.

perubahan pergantian sift jaga. Setiap

status neurologi.

adanya

perubahan

status

neurologis merupakan salahsatu

tanda

terjadinya

komplikasi bedah. Penurunan


resposivitas, perubahan pupil,
gangguan
yang

atau

bersifat

kelemahan
satu

sisi

(unilateral), ketidakmampuan
mengontrol

nyeri,

atau

perubahan neurologi lainnya


perlu dilaporkan pada tim
medis

untuk

mendapatkan

intervensi selanjutnya.
33

-Perubahan

status Pasien akan mendapat cairan

hemodinamik

yang intravena

optimal.
1).

Lakukan

sebagai

pemeliharaan haemodinamik
hidrasi 1).

awal pasca bedah.

Jenis

cairan

yang

digunakan adalah kombinasi


dari NaCl 0,9% dan RL
dengan

jumlah

100-200

ml/jam dan dilakukan pada


12-16

jam

setelah

pembedahan.
Cairan ini akan membantu
memelihara

sirkulasi

yang

adekuat dari volume darah


sebagai proteksi pada organ
vital dan mencegah kondisi
hivopolemia pascabedah.
2). Pantau pengeluaran Pasien
urine rutin.

pascaoperasi

gastrektomi akan mengalami


transudasi

cairan

ke

intertisisal.

Perawat

akan

memantau

kondisi

urine

dalam

kisaran

30

ml/

jamhidrasi optimal sebagai


batas

dalam

pemberian

rehidrasi

optimal.

(Shoemarker, 1995).a
3). Evaluasikan secara Perawat mendokumentasikan
hati-hati

dan jumlah

urine

dan

waktu

dokumentasikan intake pencatatan, serta memeriksa


atau output cairan.

kepatenan saluran urine

-Monitor kondisi selang Drainase pasca opeasi harus


pasca operasi.

dipantau,

perhatikan

kepatenan selang dan aadanya


34

thrombosis,

selang

terlipat

dan adanya perdarahan baru


yang ada didalam selang.
-Monitor kondisi selang Secara umum pasien pasca
nasogastrik

bedah

gastroktomi

akan

terpasang selang nasogastrik.


Perawat berusaha untuk tidak
mengangkat,
posisi,

meamnipulasi

engirigasi
untuk

mengubah
selang

terapi.

atau

kecuali
Hal

ini

dilakukan untuk menurunkan


3.

risiko kerusakan anastosmis.


napas -Kaji dan monitor jalan Deteksi awal u/ intervensi

Resiko

Dalam

ketidakefektifa

waktu 2 x bersih dan tidak napas.

n jalan nafas 24
b.dkemampuan

-jalan
jam ada

pascabedah

akumulasi

melihat pasien bernafas/ tidal

darah.

batuk menurun, gastrektomi, -

adalah dengan meletakkan

Suara

normal,

nafas

telapak

tidak

mulut/hidung pasien.

nyeri

kebersihan

pascaoperasi.

jalan nafas ada bunyi nafas -Beri


pasien tetap tambahan
optimal.

slnjutnya. Salah- satu cara u/

oksigen

tangan

3 Pemenuhan

liter/menit.

oksigen

membantu

diatas
dapat

meningkatkan

seperti stridor.

paO2 di cairan otak yang

akan

tidak

ada

penggunaan otot

mempengaruhi

pengaturan pernafasan.

bantu

-bersihkan sekresi pada -kesulitan napa sdapat terjadi

pernafasan.

jalan napas dan lakukan apabila sekresi mucus yang

RR

dalam suctioning

apabila berlebihan.

batas normal 12- kemampuan


20x/menit.

mengevakuasi

secret

tidak efektif.
-Instruksikan

pasien -pada

pasien

pascabedah

untuk melakukan napas dengan toleransi yang baik,


dalam
efektif.
35

dan

batuk pernafasan difragma

dapat

meningkatkan ekspansi paru.

U/

memperbesar

ekspansi

dada dan pertukaran gas,


contohnya meminta pasien u/
menguap

atau

inspirasi

maksimal.
-memfasilitasi
-Lakukan

pembersihan

fisioterapi jalan napas dari secret yang

dada.

tidak

dapat

dikeluarkandengan

batuk

efektif.
1) Lakukan auskultasi agar
1)

tetapkan lokasi dari dapat menentukan area paru


setiap

segmen

paru- dengan bunyi napas ronkhi.

paru.
2) Jaga posisi pasien agar 2) apabila tingkat toleransi
jangan sampai jatuh, dari pasien tidak optimal,
gunakan

pagar perawat

mencegah

dan

pengamanan yang ada menjaga trauma sekunder dari


pada setiap sisi tempat intervensi seperti memasang
tidur.

pagar pengaman.

3. Cholecistitys
a. Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi
akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu,
biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus,
yang

secara

tiba-tiba

menyebabkan

serangan

nyeri

yang

luar

biasa

(www.medicastore.com).
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu,

36

yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat
(www.medicastore.com).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya
untuk
relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).
b. Etiologi
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu
empedu.
Kadang

suatu

infeksi

bakteri

menyebabkan

terjadinya

peradangan.

Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya:
1) Cedera,
2) Pembedahan
3) Luka bakar
4) Sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
5) Penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan
lewat infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian
atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung
empedu.
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan
kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung
empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya
meningkat pada usia diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).
c. Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan
empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang
dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke
kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan
empedu

dipekatkan

dengan

mengabsorpsi

air.

Derajat

pemekatannya

diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam

37

kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan


susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu
(www.mamashealth.com).
d. Gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
1) Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di
perut

kanan

bagian atas.
2) Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering
menjalar
3)
4)
5)
6)

ke

bahu kanan.
Biasanya terdapat mual dan muntah.
Nyeri tekan perut
Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung

meninggi.
7) Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam
1 minggu.
8) Gangguan pencernaan menahun
9) Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
10) Sendawa.
e. KOMPLIKASI
Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya
gerakan usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi
kandung empedu.
Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari
empedu kedalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat
sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase,
mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh
penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).
f. Pemeriksaan penunjang
1) CT scan perut
2) Kolesistogram oral
3) USG perut.
4) blood tests (looking for elevated white blood cells)
g. Penatalaksanaan medis
1) Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
38

2) Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui


laparoskopi.
3) Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis
lainnya,dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat
badan.
4) Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.
h. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
a)
Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer,

atau

stasis

vascular

(peningkatan

risiko

pembentukan

trombus).
b)
Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
c)
Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/
ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa
yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi
d)
Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e)
Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga

tentang

hipertermia

malignant/reaksi

penyakit

hepatic

(efek

detoksifikasi

dari

anestesi

obat-obatan

Riwayat

dan

dapat

mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.


Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f)Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan
39

kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan


juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
2) Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post Operatif meliputi :
1) Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,
ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi
trakeobronkial.
2) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya
penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas
misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
3) Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan
pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh
secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
4) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang (Doenges,1999).
3) Intervensi Dan Implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994).
Implementasi adalah

pengelolaan

dan

perwujudan

dari

rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi ,1995).


Intervensi keperawatan pada pasien post Operatif (Doenges, 1999)
meliputi:
DP 1 :
Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia lainnya.
Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.
INTERVENSI
- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi

rahang, aliran udara faringeal oral.


R : mencegah obstruksi jalan napas.
- Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.
R : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau
lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
- Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu
pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,
warna kulit, dan aliran udara.
R : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upaya
memperbaikinya dapat segerra dilakukan.
40

- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan

pernapasan
dan jenis pembedahan.
R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
- Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan
lanjutkan
pada periode pascaoperasi.
R : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi,
meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu
mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.
- Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam
tenggorok atau trakhea.
- Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
R : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen
yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong
pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi.
DP 2:
Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber
bantuan sesuai kebutuhan.
INTERVENSI
- Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari

pengaruh
anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
R : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan
akan
membantu menghilangkan ansietas.
- Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak,
sadar penuh akan apa yang diucapkan.
R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori
pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.
- Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.
R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang
bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur
dilakukan.
41

- Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya
cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama
masa disorientasi.
- Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan
kepatenannya.
R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan
pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk.
- Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.
R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi
disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.
DP 3 :
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.
Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,
kualitas

denyut

nadi

baik,

turgor

kulit

normal,

membran

mukosa

lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).


INTERVENSI
- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran
cairan/kebutuhan

penggantian

dan

pilihan-pilihan

yang

mempengaruhi

intervensi.
- Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan.
R : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada
sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan
malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
- Pantau tanda-tanda vital.
R : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
kekurangan cairan.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan
pernapasan
dan jenis pembedahan.
R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
- Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
42

R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.


- Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
- Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,
misalnya ketidak seimbangan.
DP 4:
Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
INTERVENSI
- Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan
intensiitas (0-10).
R : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.
- Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan
persiapan untuk prosedur.
R : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat
misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa
sakit.
- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
R : pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.
- Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi Fowler ; miring.
R : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung artritis,
sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
- Observasi efek analgetik.
R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
- Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.
R : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki, menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
4) Evaluasi

43

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf


keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif meliputi : 5
1) Menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia lainnya.
2) Meningkatkan tingkat kesadaran.
3) Keseimbangan cairan tubuh adekuat.
4) Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

44

PADA TN. A DENGAN DIAGNOSA ULKUS GASTER


I.

PENGKAJIAN
A. Wawancara
1. Identitas Klien
Nama

: Tn. A

Umur

: 65 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Bugis

Status perkawinan

: Kawin

Pendidikan Terakhir : SMU


Pekerjaan

: Purnawirawan ABRI

Alamat

: Jl. Bunaken No. 40 A Makassar

Tanggal masuk RS

: 12 Maret 2004

Golongan darah

:O

Ruangan

: Mawar IA

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama

: Tn .S

Umur

: 30 tahun

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Pendidikan Terakhir : S1 (Ekomomi)


Hubungan dg klien

: anak kandung

Alamat

: Jl. Bunaken No. 40 A Makassar

B. Riwayat Kesehatan Saat Ini


1. Keluhan utama
Pasien merasa sakit/nyeri pada ulu hati, merasa tidak enak dan kurang berselera
terhadap makanan, perasaan selalu kenyang dan kadang disertai dengan
muntah.

2. Alasan masuk rumah sakit


Sejak tadi sore pasien merasa tidak enak, merasa mual dan nyeri yang
dirasakan semakin lama semakin tidak dapat ditahan dan semakin sering timbul
sehingga pasien dan keluarganya memutuskan untuk masuk rumah sakit.
45

3. Riwayat penyakit
Pasien sudah mengalami nyeri pada ulu hati sejak 2 tahun yang lalu dan pernah
dirawat di rumah sakit Labuang Baji pada tahun 2003.Keluhan yang paling
sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada ulu hati. Hal ini dapat timbul
secara terputus-putus, biasanya 2 sampai dengan 3 jam setelah makan atau pada
waktu lambung kosong dan meredah setelah menelan obat atau makanan.
Pasien juga mengatakan bahwa nyeri dapat berkurang pada saat pasien
beristirahat yang cukup atau rileks dan kontrol ke rumah sakit kira-kira satu
bulan terakhir pasien tidak lagi kontrol ke rumah sakit sebab tidak ada lagi
gejala yang timbul.Biasanya obat yang dikonsumsi adalah antasida dan
beberapa obat lainnya.
C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sejak kecil klien tidak pernah mengalami penyakit akut maupun kronis, namun
kadang-kadang pasien tersebut kadang-kadang flu, demam dan batuk-batuk
ringan.Klien tersebut pernah dirawat dengan penyakit gastritis sebanyak 1 kali dan
pernah juga dirawat dengan Ulkus peptikum sebanyak dua kali di rumah sakit
Labuang Baji.Selama menderita penyakit tersebut, Tn.A rajin kontrol setiap
bulannya ke rumah sakit.Riwayat penyakit gastritis sudah dialami sejak berumur
45 tahun, namun masih dapat ditahan sampai umur 50 tahun.Dan pada akhirnya
klien tersebut mengalami Ulkus peptikum.Klien tidak pernah dioperasi dan tidak
mengalami alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
tersebut (Ulkus peptikum).

E. Riwayat Psikososial Keluarga


1. Pola koping
Klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu yang wajar terjadi di
2.

usia tua.
Harapan klien tentang penyakitnya:

46

Klien berharap penyakitnya sembuh dan tidak dapat kambuh lagi dan jangan
3.
4.

5.

6.
7.
8.

sampai dirawat lagi di rumah sakit.


Faktor stressor
Merasa bosan dan diam terus di rumah
Konsep diri
Klien tidak merasa rendah diri karena penyakitnya dianggap wajar terjadi pada
usia tua.
Pengetahuan klien
Tentang penyakitnya: klien mengatakan bahwa penyakitnya merupakan hal
yang biasa terjadi pada usia tua.
Hubungan dengan anggota keluarganya
Baik, anak-anak klien sering berkunjung ke rumah klien.
Hubungan dengan masyarakat
Klien di lingkungannya bergabung dengan masyarakat lainnya.
Aktivitas social
Klien mau mengikuti kegiatan sosial di masyarakat sesuai dengan

kemampuannya
9. Kegiatan keagamaan
Klien rajin shalat dan mengikuti pengajian
10. Keyakinan tentang kesehatan
Klien mengatakan bahwa menjaga kesehatan itu merupakan hal yang paling
penting.
F. Kebutuhan Dasar
1. Pola makan
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan porsi tiap kali makan 1 piring
berupa nasi, sayur, kadang-kadang ada buah.Makanan yang spesifik tidak ada
dan selera makan biasa.Setelah masuk RS klien diberi makan 3 x/hari, selera
2.

makan terganggu.
Pola minum
Sebelum masuk RS pasien dapat minum 8 9 gelas/hari dibarengi dengan

3.

minuman kesukaan klien (kopi) setiap pagi.


Pola eliminasi BAK
Klien buang air kecil lancar dengan frekuensi 4 5 x/hari, tidak ada kelainan

4.

saat klien miksi dan tidak ada keluhan lain.


Pola eliminasi BAB
Klien buang air besar 1 x/hari dengan konsistensi lunak, kadang-kadang encer

5.

dan berwarna kuning.


Pola tidur
Sebelum masuk RS klien tidur malam sekitar jam 6 8 jam, klien juga
mengatakan tidur siang pada pukul 13.00 14.00. Setelah masuk RS istirahat
sedikit terganggu karena adanya nyeri dan suasana RS tetapi tidak terlalu
mengganggu terhadap penyakitnya.
47

6.

Aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan bahwa ia tidak bekerja/sudah pension, tetapi kadang-kadang
melakukan aktivitas sehari-hari di rumah dengan membersihkan halaman
rumah.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kelemahan diakibatkan oleh adanya nyeri ulu hati sebelum masuk RS BB klien
56 kg dan setelah di rawat BB 54 kg. Klien tidak merasa tidak betah di RS bila
tidak ada aktivitas dan vital sign TD: 130/90 mmHg, HR 100 x/menit, RR 24
2.

3.
4.
5.

6.

7.
8.
9.

x/menit, temperaturnya/suhu: 37 C.
Kulit
Kulit sudah mulai keriput, kering, tidak ada lagi atau benjolan, sianosis (-) dan
edema (-).
Kepala
Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka, rambut beruban.
Mata
Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)
Hidung
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (-) tidak ditemukan darah/cairan
keluar dari hidung.
Mulut dan tenggorokan
Bibir agak kering, sianosis (-), fungsi pengecapan baik, tonsil tidak infeksi,
jumlah gigi sudah tidak lengkap.
Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, leher dapat digerakkan dengan bebas.
Dada
Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris.
Sistem pernafasan
Tidak ada sesak, pernafasan teratur dengan frekuensi 26 x/menit, suara

pernafasan normal pada auskultasi.


10. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah selama ini teratur, frekuensi jantung normal tidak ad tanda-tanda
kelainan.
11. Sistem gastrointestinal
a. Inspeksi: bentuk abdomen datar, umbilicus tidak menonjol, tidak ada
benjolan.
b. Auskultasi: peristaltic usus meningkat, bunyi peristaltic bising usus.
c. Palpasi: tidak dijumpai adanya massa, nyeri area epigastik, hepar dan lien
tidak teraba.
d. Perkusi; suara timpani.
12. Sistem musculoskeletal

48

Nyeri sendi kadang-kadang dialami klien bila cuaca terlalu dingin, kelemahan
otot (+), kekakuan otot dan sendi (-), tonus otot sedang, atropi otot (-), edema
(-).
13. Sistem neurologi
Kesadaran komfos mentis, kehilangan memori (-), komunikasi lancar dan jelas,
orientasi terhadap orang baik.
14. Sistem endokrin
Belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan sistem endokrin.
H. Pemeriksaan Penunjang
Penonjolan besar berbentuk nodular pada kurvatura minor lambung melalui
pemeriksaan radiogram dengan barium.

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Klasifikasi Data
Data Subjektif:
a. Nyeri pada ulu hati
b. Lemah
c. Selera makan menurun
Data Objektif:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Gelisah
Meringis
Nadi 100 x/menit
RR 24 x/menit
BB menurun 2 kg dari 56 kg menjadi 54 kg
Mual/muntah
Porsi makanan tidak dihabiskan
Penonjolan pada kurvatura minor
Turgor kulit buruk
Skala nyeri 7 10 (berat)
TD 120/90 mmHg

B. Analisa Data
Data
DS:

Penyebab/Etiologi
Ulkus peptikum

- Lemah

Kerusakan

- Nyeri ulu hati

penghalang/sawar mukosa

DO:

Kontinuitas mukosa lambung

- Gelisah

terputus dan meluas sampai


49

Masalah
Gangguan
sekat rasa nyaman,
nyeri

- Meringis

di epitel

- Nadi 100 x/menit

erosi

- RR 24 x/menit

Stimulus zat-zat perangsang

- Skala nyeri 7

(alkohol, kafein, aspirin, dsb)

DS:

Merangsang ujung saraf nyeri


Ulkus peptikum

Nutrisi

- Nafsu makan menurun

Peningkatan sekresi lambung

kurang

DO:

Mempengaruhi

kerja

N. kebutuhan

- BB menurun 2 kg dari 56 vagus

tubuh

kg menjadi 54 kg

Terjadi

- Mual/muntah

(asam lambung)

- Turgor kulit buruk

Mual/muntah

- Porsi

makanan

dari

peningkatan

HCl

tidak Penurunan nafsu makan

dihabiskan
DS:

Zat

- Nyeri ulu hati

kafein, aspirin, dsb)

- Lemah

Restriksi mukosa lambung

DO:

Ulkus peptikum

perangsang

(alkohol, Potensial
perdarahan

- Penonjolan pada kurvatura Kerusakan jaringan


minor

Mukosa kapiler rusak

- Skala nyeri 9
- Gelisah
C. Diagnosa Berdasarkan Prioritas
1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas
mukosa lambung yang ditandai dengan:
a. Nyeri ulu hati
b. Lemah
c. Gelisah
d. Meringis
e. Nadi 100 x/menit
f. RR 24 x/menit
g. Skala nyeri 7
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake
oral ditandai dengan:
a. Nafsu makan kurang
b. Mual
c. Muntah
d. BB menurun 2 kg dari 56 kg menjadi 54 kg
50

e. Turgor kulit buruk


f. Porsi makanan tidak dihabiskan
3. Potensial perdarahan berhubungan dengan kerusakan mukosa kapiler lambung
ditandai dengan:
a. Nyeri ulu hati
b. Lemah
c. Penonjolan pada kurvatura minor
d. Gelisah
e. Skala nyeri 9
III.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas
mukosa lambung.
Tindakan/Intervensi
Mandiri:
Kaji

tingkat

Rasional
Nyeri merupakan pengalaman subjektif

nyeri,

lokasi dan

harus

dijelaskan

oleh

pasien.

lamanya dan karakteristik nyeri Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor


serta

faktor

yang

dapat yang berhubungan merupakan hal yang

memperburuk atau meredakan.

penting untuk memilih intervensi yang


cocok

Beri

aktivitas

meningkatkan

untuk

mengevaluasi

keefektifan terapi yang diberikan.


untuk Relaksasi otot menurunkan peristaltic dan

dorongan

melakukan

dan

istirahat

yang menurunkan nyeri gastritis.


dan

relaksasi
Anjurkan klien untuk makan Makanan yang mencukupi jumlah partikel
dengan teratur
Dorong

dalam lambung membantu menetralisir


keasaman sekresi lambung
untuk Alkohol pada lambung yang kosong akan

klien

menghindari
menurunkan

merokok

dan mengikis

lapisan

mukosa.

Merokok

masukan menurunkan sekresi bikarbonat pankreas

minuman yang mengandung yang meningkatkan keasaman sedangkan


alkohol ataupun kafein, dan mencerna

kafein

dapat

merangsang

makan yang mengandung gas. sekresi asam lambung.


Masase daerah yang nyeri jika Masase dapat meningkatkan relaksasi
pasien

dapat

mentoleransi otot,

perhatian

dan

sentuhan
meningkatkan kemampuan koping.
Kompres hangat pada daerah Meningkatkan
sirkulasi
otot

dan

nyeri

memfokuskan

meningkatkan relaksasi otot


51

Tindakan kolaboratif

Menghilangkan nyeri dan menurunkan

Berikan obat sesuai indikasi

Analgesik
Aseraminofen
Antasida
Berikan
dan

aktivitas peristaltic
Meningkatkan kenyamanan dan istirahat
Menurunkan keasaman lambung

lakukan Berguna untuk membuat program diet

perubahan diit
2.

untuk memenuhi kebutuhan individu

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya intake oral.


Tindakan/Intervensi
Mandiri:

Rasional
Makan terlalu

Berikan makan sedikit tapi rangsangan


sering
Diskusikan

yang

banyak

berlebihan

mengakibatkan
dan

berulangnya

gejala.
disukai Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan

klien dan masukkan dalam rasa berpartisipasi.


diet murni
Bantu
pasien
pemilihan

dalam Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak

makanan/cairan memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat

yang memenuhi kebutuhan ini

untuk

regenerasi

jaringan

dan

nutrisi dan pembatasan bila penyembuhan


diet dimulai
Timbang berat badan setiap Mengkaji pemasukan yang adekuat
hari sesuai dengan indikasi
Anjurkan makan pada posisi menurunkan rangsangan penuh pada abdomen
duduk tegak
Tindakan kolaboratif
Berikan diet sesuai kebutuhan

dan dapat meningkatkan pemasukan


Berguna untuk membuat program diet
untuk memenuhi kebutuhan individu.

Makanan lunak
Berikan obat sesuai indikasi Untuk menekan timbulnya rangsangan
antiemetik

3.

yang dapat menghambat intake oral.

Potensial perdarahan berhubungan dengan kerusakan mukosa kapiler.


Tindakan/Intervensi
Mandiri:

Rasional
Pengkajian

yang

sering

dan

cermat

Pantau terhadap darah samar terhadap status klien dapat membantu


pada aspirat lambung dan mendiagnosa perdarahan sebelum status

52

feses.
klien terganggu lebih parah
Pantau pH lambung setiap 4 Dengan mempertahankan pH lambung di
jam
Pantau

tanda

dan

bawah 5 telah menurunkan perdarahan


gejala Hemorogi adalah komplikasi paling umum

hemorogi

dari penyakit Ulkus peptikum. Tanda dan


gejala hemorogi dapat tersembunyi atau
timbul secara bertahap dan cukup jelas dan

Tindakan kolaboratif

massif.
Pemberian

sesuai

dapat

Berikan obat sesuai indikasi


Berikan diet sesuai kebutuhan

mengurangi adanya perdarahan


Pemberian diit yang sesuai

dapat

obat

mencegah

adanya

lambung

yang

yang

kerusakan
dapat

mukosa

merangsang

terjadinya perdarahan.
IV.

EVALUASI.
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali noprmal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pencernaan (digestive system) merupakan sistem organ dalam hewan multisel
yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa
proses tersebut melalui dubur. Proses pencernaan makanan berlangsung di dalam saluran
pencernaan makanan. Proses tersebut di mulai dari rongga mulut. Berdasarkan prosesnya,
pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam seperti berikut: Proses mekanis,
yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta peremasan yang terjadi di lambung.
Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim pencernaan
dengan mengubah makanan yang ber-molekul besar menjadi molekul yang berukuran kecil.
Alat-alat pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran
pencernaan terdiri atas mulut, pharynk, esophagus, lambung, usus halus, usus besar, dan
berakhir pada anus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri atas kelenjar ludah, kelenjar

53

lambung, kelenjar usus, hati, dan pankreas. Adapun gangguan-gangguan yang disebabkan
oleh system pencernaan adalah: diare, sembelit, peritonitis, apendisitas, kolik, dan ulkus.
B. Kritik dan Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari
makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami
susun bermanfaat bagi kita semua, Amien.

DAFTAR PUSTAKA
Watson, Roger. Anatomi dan Fisiologi, Jakarta : EGC. 2002
Almatsier, sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001
Simbolon, Hubu. Biologi, Jakarta : Erlangga, 1992
Irianto, Kus., Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Bandung : Yrama Widya, 2005.
Green, J.H., Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2002.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
http://arifs45.multiply.com/journal/item/8
http://kamus.landak.com/cari/cholecystectomy
http://www.mamashealth.com/stomach/cholecy.asp
http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=607
http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=608
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, Edisi I. Jakarta : EGC.
Syaifudin, H, B.Ac, Drs. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2. Jakarta:
EGC.

54

Anda mungkin juga menyukai