Anda di halaman 1dari 11

DASAR TEORI

Penirisan adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang
terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan penirisan tambang adalah
upaya mencegah atau mengeluarkan air yang memasuki daerah tambang yang
mengganggu aktifitas penambangan.
Penanganan masalah air dalam tambang terbuka dapat dibedakan menjadi :
1. Mine drainage, yang merupakan upaya untuk mencegah masuk dan mengalirnya air
ke lokasi penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penangan air tanah dan
air yang berasal dari sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering, yang merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah
masuk ke tempat penggalian, terutama untuk penanganan air hujan.
Faktor-faktor Penting Dalam Sistem Penirisan
a. Curah Hujan
Adalah jumlah air hujan yang yang jatuh pada satuan luas, dinyatakan dalam
1mm 1 liter/m2. Sumber utama air permukaan pada suatu tambang terbuka adalah
air hujan. Curah hujan yang relatif tinggi pada wilayah Indonesia berakibat pentingnya
penanganan air hujan yang baik agar produktifitas tambang tidak menurun. Adapun
rumus curah hujan secara umum adalah :
CH = I + ET + RO S

Dimana :

CH

= curah hujan

= infiltrasi

ET

= evapotranpirasi

RO

= limpasan permukaan

= perubahan permukaan air tanah

Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah


hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penirisan. Pengolahan data ini
dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbell, yaitu
suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi harga ekstrim).
Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis tidak
terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar (harga
maksimal).
Beberapa perhitungan yang harus dilakukan, yaitu :
Analisa frekuensi untuk nilai ekstrim
Data yang diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan adalah besarnya curah
hujan harian maksimal dalam setahun ( disebut Xi mm/ 24 jam ) selama N tahun
pengamatan. Tujuan analisa frekuensi adalah untuk mendapatkan persamaan
regresi dari data yang ada, yang merupakan nilai hujan harian ekstrim. Harga I
menyatakan angka tahun pertama sampai dengan tahun ke N.
Persamaan regresinya adalah :
1
X= +

dan 1 adalah koefisien, dengan perhitungan :

= + 1 Yn

Dimana :

= standart deviasi dari data

= standart deviasi yang diharapkan

= harga rata-rata curah hujan

= harga rata-rata yang diharapkan

Periode Ulang Hujan


Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan tinggi
intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan terjadinya
adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Hubungan antara periode ulang hujan dengan faktor resiko :
1

Td = N ( - )
2
Dimana :
Td

= periode ulang hujan (tahun)

= umur penirisan

= faktor resiko, biasanya diambil sama dengan 1 3 , artinya apabila

terjadi

kerusakan pada sistem penirisan tidak sampai membahayakan.

Setelah diperoleh data-data seperti tersebut di atas, pengolahan data curah hujan
selanjutnya dapat dilakukan.
2. Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan. Intensitas digunakan
untuk menghitung debit rencana air limpasan. Perhitungan intensitas curah hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan kurva durasi yang nantinya dapat dipakai sebagai
dasar perencanaan debit limpasan hujan pada daerah penelitian. Untuk mengolah data
curah hujan menjadi intensitas curah hujan digunakan cara statistik dari pengamatan
durasi yang terjadi.
Rumus yang digunakan untuk pengolahan data adalah rumus Hasper der
Weduwen, yang dapat digunakan untuk daerah aliran kurang dari 100 km2. Rumus
diperoleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas
dasar bahwa hujan menpunyai distribusi simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari
1 jam dan durasi hujan dari 1 jam sampai 24 jam.

0 < t < 1 , maka R =

11300 t
t 3,12

1 < t < 24, maka R =

11300t
t 3,12

R1
100

Dimana :


100

R1

1218t 54

= XT

(1 t ) 1272t

= durasi hujan (jam)

R, R1 = curah hujan menurut Hasper der Weduwen (mm)


XT

= curah hujan harian maksimal yang terpilih (mm)

Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper der Weduwen digunakan


rumus :
I=

R
t

( mm jam )

Apabila tidak ada data durasi hujan maka besarnya intensitas hujan dihitung
dengan rumus Mononobe :
I=

t 24

24 t

2/3

Dimana :
I

= intensitas curah hujan ( mm jam )

= waktu (jam)

Xt

= curah hujan (mm)

Pemilihan Rumus Intensitas Curah Hujan


Harga-harga

intensitas curah hujan (I) yang didapatkan dari perhitungan

rumus-rumus di atas besarnya dapat berubah dari setiap perubahan harga durasinya (t).
Penyederhanaan persamaan tersebut dilakukan dengan Metode Talbot, Metode
Sherman dan Metode Ishiguro.
Rumus Talbot

Rumus ini dikemukakan oleh Profesor Talbot dan banyak digunakan karena
mudah diterapkan, dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga yng
diukur.
I=

a=

b=

a
t b

.
2

.t.

2
2

.t.
( )

. .t .
. ( )
2

Rumus Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Profesor Sherman sesuai untuk jangka waktu curah
hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
I = a tn

log . (log t ) log t. log . log t


. (log t ) ( log t )
2

Log a =

n=

log . log t log t. log


. (log t ) ( log t )
2

Rumus Ishiguro
Dikemukakan oleh Dr. Ishiguro

I=

a
t b

. t. t.
. ( )

. . t .
. ( )

. t

Dimana :
I = intensitas curah hujan ( mm jam )
T= lamanya curah hujan (jam)

3.

A,b,n

= tetapan-tetapan

= banyaknya data
Air Limpasan

Air limpasan disebut juga air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Besarnya air limpasan adalah besarnya curah hujan dikurangi oleh
besarnya penyerapan (infiltrasi) dan penguapan.
Bila curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan
permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan.
Banyaknya air limpasan tergantung beberapa faktor, sehingga tidak semua air hujan
yang ajatuh ke permukaan bumi akan menjadi sumber air limpasan. Dari beberapa
faktor yang paling mempengaruhi adalah kondisi penggunaan lahan dan kemiringan,
atau perbedaan tinggi daerah. Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu
angka yang disebut koefisien limpasan.

Penentuan besarnya debiit air limpasan maksimal ditentukan dengan Metode


rasional. Metode ini hanya berlaku untuk menghitug limpasan curah hujan untuk
daerah pengaliran dengan luas sampaidengan 13 km2, sedangkan untuk daerah yang
lebih luas digunakan rumus Metode Rasionall yang telah dimodofikasi.
Rumus Metode Rasional :
Q = 0,278 x C x I x A
Dimana :
2

Q = debit limpasan ( m s )
C = koefisien limpasan
I = intensitas curah hujan ( mm h )
A = luas daerah limpasan (km2)
Koefisien limpasan dapat ditentukan berdasarkan pengamatan di lapangan yang
tergantung pada keadaan tanah, jenis tanaman dan vegetasi. Dari hasil pengamatan
kemudian disesuaikan dengan tabel koefisien limpasan.

4.

Daerah Tangkapan Hujan


Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan yang bila terjadi hujan

maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju titik
pengaliran.

Hujan yang terjadi dipermukaan bumi merupakan hasil dari suatu daur air. Daur
air di muka bumi secara garis besar terdiri dari penguapan, presipitasi dan pengaliran.
Air yang menguap terutama air laut, akan naik ke atmosfir berubah menjadi awan dan
setelah mengalami berbagai proses kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke
permukaan bumi.
Air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian meresap ke dalam tanah (infiltrasi)
dan sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi) dan sebagian lagi akan mengisi
cekungan dan lekukan dipermukaan bumi dan mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Disamping itu ada sebagian air hujan yang jatuh akan menguap lagi (evaporasi) dan
ada pula yang terserap oleh tumbuhan (transpirasi).

DAUR HIDROLOGI
Awan
Presipitasi

Kondensasi

Intersepsi

Infiltrasi

Uap air

Limpasan permukaan

Aliran air tanah

Evapotramnspirasi

Perembesan air tanah

Air hujan yang akan mempengaruhi secara langsung sistem penirisan adalah air
hujan yang mengalir pada permukaan tanah (run off) ditambah sejumlah air yang keluar
dari proses infiltrasi air tanah.
Semua air yang mangalir ini tidak akan menjadi sumber dari suatu sistem
penirisan. Kondisi ini tegantung dari daerah tangkapan hujannya dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi serta keadaan
geologi.
Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan pada peta daerah yang
akan diteliti. Setelah daerah tersbut ditentukan, maka pengukuran luasnya
menggunakan planimeter dengan mmemperhatikan daerah aliran air limpasan yang
mengalir sesuai dengan kontur masing-masing daerah. Hasil dari pembacaan
planimeter kemudian dikalikan dengan skala yang digunakan dalam peta sejhingga
didapatkan luas tangkapan hujan dalam m2.
5.

Jenis dan Sifat Fisik Batuan

Besarnya air limpasan juga tergantung pada permeabilitas batuan, yaitu daya
atau kemampuan tanah untuk dilalui oleh air. Jika Permeabilitas batuan besar maka air
limpasan yang mengalir akan banyak berkurang karena air akan mengalami infiltrasi.
Batuan yang memiliki permebilitas yang kecil menyebabkan air hujan yang jatuh
sebagian besar akan menjadi air limpasan.
Bila lapisan tanah lunak dan lolos air, maka akan mudah terkikis oleh
perembesan air dan tebing akan mudah longsor sehingga perlu penyemenan atau
pembetonan yang cocok, biasanya bentuk segitiga atau trapesium.

Anda mungkin juga menyukai