Anda di halaman 1dari 14

BEBERAPA KESALAHAN UMUM

DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH1

Parlindungan Pardede2

Berdasarkan pengalaman penulis dalam membimbing penulisan makalah,


artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat
empat kelompok kesalahan yang sering ditemukan para penulis (pemula): bagaimana
membuat alinea yang efektif, bagaimana membuat tulisan mudah dipahami,
bagaimana cara mengutip dengan benar, bagaimana cara menuliskan referensi.
Berikut ini adalah uraian singkat mengenai ketiga hal itu.

A. Alinea Yang Efektif


Pada dasarnya setiap karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas
suatu permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah
persyaratan yang sangat penting dalam menulis karya ilmiah. Berikut ini merupakan
konsep-konsep mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka mengembangkan
kemampuan menulis alinea yang efektif.
Alinea pada hakikatnya merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang
membahas satu ide pokok . Seluruh kalimat itu harus memiliki hubungan logis.
Kalimat yang tidak berhubungan logis (atau tidak relevan dengan ide) pokok harus
dihapus dari alinea. Kalimat yang bersifat pengulangan juga harus dihilangkan.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa
jumlah kalimat yang diperlukan untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban
yang pasti untuk pertanyaan ini. Yang perlu dipedomani adalah bahwa sebuah alinea
tidak boleh terlalu pendek sehingga ide pokoknya tidak dikembangkan secara
memadai, atau terlalu panjang sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas hingga
perlu dikembangkan dalam beberapa alinea terpisah.
Dilihat dari fungsinya, kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat
dibedakan ke dalam tiga jenis: kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat
kesimpulan. Kalimat topik berfungsi menyatakan ide pokok atau mengungkapkan apa
yang akan dibahas dalam alinea tersebut. Kalimat pendukung berfungsi
menghadirkan bukti, fakta, argumen, atau penjelasan lain untuk memperjelas ide
pokok. Sedangkan kalimat kesimpulan digunakan untuk merangkum isi alinea atau
menunjukkan transisi ke alinea berikutnya. Tidak semua alinea membutuhkan kalimat
kesimpulan. Oleh karena itu, jenis kalimat yang harus ada dalam sebuah alinea adalah
kalimat topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat digambarkan seperti
dalam gambar 2 berikut.
1
Dipresentasikan Dalam Forum Ilmiah Dwi-Bulanan FKIP-UKI, 17 Juni 2010
2
Dosen FKIP-UKI

1
Gambar 2: Tampilan Sebuah Alinea

(Kalimat topik) …………………………………………………………………………………………


……………………………(Kalimat pendukung) …………………………………………………………
(Kalimat pendukung) ………………………………………………………………………………………
(Kalimat pendukung) ………………………………………………………………………………………
……… (Kalimat pendukung) ……………………………………………………………………………..
(Kalimat kesimpulan).………………………………………………………………………………………

1. Kalimat Topik
Dalam tulisan ilmiah, kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir
alinea, tergantung pola berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola
berpikir deduktif, kalimat topik diposisikan di awal alinea, jika induktif, di akhir.
Untuk penulis pemula, menempatkan kalimat topik di awal alinea lebih
disarankan, karena mendukung suatu ide yang lebih umum dengan menghadirkan
detil-detil yang spesifik (deduktif) biasanya lebih mudah dilakukan daripada
menyimpulkan beberapa detil spesifik menjadi sebuah ide yang lebih umum.
Selain itu, perlu diingat bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga
unsur: subjek, verba, dan ide pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat
topik berperan sebagai topik alinea, sedangkan ide pengendali merupakan sebuah
kata atau frasa yang mengendalikan informasi-informasi dalam kalimat-kalimat
lain dalam alinea tersebut. Subjek bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum
verba) atau di akhir (sesudah verba). Lihat contoh 1 berikut.

Contoh 1

1. Karya ilmiah memiliki empat ciri khas.


S V IP
2. Terdapat empat ciri khas yang dimiliki oleh karya ilmiah.
IP V S

Berdasarkan penjelasan dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat


topik harus memenuhi tiga persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk
kalimat lengkap (complete). Dalam kalimat itu harus terdapat unsur subjek,
predikat, dan objek (ide pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus
terbatas (limited), dalam arti tidak lebih dari satu ide karena sebuah alinea hanya
dapat membahas sebuah ide secara tuntas. Ketiga, ide pengendali harus spesifik
(specific). Hal ini berarti ide tersebut harus relevan dan secara langsung
berhubungan dengan topik.
Untuk memahami ketiga persyaratan kalimat topik ini secara lebih jelas, lihat
contoh-contoh dan penjelasan dalam contoh 2 berikut.

2
Contoh 2

1.a. Kemampuan menulis yang baik


1.b. Kemampuan menulis yang baik memberikan banyak keuntungan.

2.a. Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah.


2.b. Pulau Bali terkenal dengan berbagai pemandangan yang indah dan
penduduknya yang ramah.

3.a. Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius.


3.b. Kenaikan harga kebutuhan pokok menimbulkan masalah yang serius bagi
kalangan berpenghasilan rendah.

Kalimat (1.a.) di atas bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki
unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat
topik yang baik karena adanya unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Kalimat
(2.a.) merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya hanya satu,
yakni “berbagai pemandangan yang indah”. Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik
yang baik karena ide pengendalinya lebih dari satu. Kalimat (3.a.) bukan
merupakan kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya tidak spesifik—bagi
siapa masalah yang serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan kalimat topik
yang baik karena ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang
serius tersebut dialami kalangan berpenghasilan rendah.

2. Kalimat Pendukung
Kalimat pendukung dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat
pendukung mayor, yaitu kalimat-kalimat yang secara langsung digunakan untuk
menjelaskan ide pokok dalam yang dinyatakan dalam kalimat topik. Penjelasan
tersebut bisa dilakukan dengan cara menghadirkan bukti, fakta, argumen, kutipan
atau penjelasan lain. Kedua, kalimat pendukung minor, yaitu kalimat-kalimat yang
fungsinya memberikan keterangan yang lebih terperinci terhadap penjelasan dalam
suatu kalimat pendukung mayor. Keberadaan satu atau lebih kalimat pendukung
mayor dalam sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan keberadaan kalimat
pendukung minor sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat
pendukung mayor masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau
tidak. Dengan kata lain, tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor.
Lihat contoh 3 berikut.

Contoh 3

(1) Penggunaan bahasa sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan
evolusi yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis
mengungkapkan bahasa mulai dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana

3
komunikasi antar individu dalam kelompok kecil sekitar 200.000 tahun lalu (Gianella dan
Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa digunakan hanya untuk berbagi informasi dan
perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4) Sekitar tahun 30.000 sebelum masehi,
kebutuhan untuk berkomunikasi dengan individu lain dari kelompok dan generasi berbeda
mendorong manusia menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan ideogram di
dinding gua, seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005: 20). (6)
Perkembangan ini kemudian diikuti oleh penemuan sistem tulisan sekitar 4000 tahun SM,
yang memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan data dalam bentuk yang lebih
permanen. (7) Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan penemuan telegraf
pada tahun 1837, telefon (1871), dan internet pada abad ke-20 membuat komunikasi dengan
bahasa dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.

Dalam alinea di atas, kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2)
merupakan kalimat pendukung mayor pertama (KPM1) yang secara langsung
menjelaskan tahapan evolusi bahasa sebagai media komunikasi dengan menghadirkan
tahapan awal perkembangan bahasa. Kalimat (3) adalah kalimat pendukung minor
(KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi dalam KPM1.
Kalimat (4) merupakan kalimat pendukung mayor kedua (KPM2) yang secara
langsung menjelaskan tahapan kedua evolusi bahasa. Kalimat (5) adalah kalimat
pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi
dalam KPM2. Kalimat (6) merupakan kalimat pendukung mayor ketiga (KPM3) yang
secara langsung menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan
kalimat pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan
tahapan keempat evolusi bahasa.
Hubungan antara kalimat topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor
(KPM) serta kalimat-kalimat pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat
digambarkan dalam grafik di sebelah kanan ini.

3. Kalimat Kesimpulan KT
Pada bagian akhir berbagai
alinea penulis juga bisa meletakkan
kalimat kesimpulan, yakni kalimat KPM1 KPM2 KPM3 KPM4
yang merangkum informasi pada
kalimat-kalimat sebelumnya atau
menarik kesimpulan berdasarkan
KPm KPm
informasi tersebut. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa kalimat kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang
dinyatakan dalam kalimat topik. Lihat contoh 4 berikut.

4
Contoh 4

(1) Masyarakat Indonesia menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai


pilihan pertama untuk menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan
salah satu universitas tertua di Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi
dalam rangka menghasilkan lulusan berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni yang
dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan 95% responden tidak mengalami kesulitan
memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya selama kuliah di UKI untuk
berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu lokasi paling strategis di
Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak mengalami kesulitan mencapai kampus.
(6) Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang
tinggi. (7) Ketiga faktor diatas mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk
kuliah.

Dalam alinea di atas, kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini
merangkum informasi yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini
juga mengungkapkan ide pokok yang telah dinyatakan di kalimat topik, meskipun
dengan cara yang tidak sama persis.

Karakteristik Alinea yang Baik


Selain penggunaan kalimat topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat,
sebuah alinea juga harus memenuhi unsur koherensi (coherence). dan kohesi. Yang
dimaksud dengan koherensi adalah kesatuan isi atau kepaduan maksud. Koherensi
tercipta bila seluruh kalimat pendukung membahas hanya satu hal, yakni topik, dan
jika peristiwa, waktu, ruang, dan proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung
arti hubungan yang erat; perpaduan yang kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi
alinea tercipta bila seluruh kalimat yang membangunnya dipadu dengan erat dan
kokoh dengan menggunakan konjungsi, pronominal, repetisi, sinonim, hiponim,
paralelisme, dan elipsasi dengan tepat.

B. Membuat Tulisan yang Mudah Dipahami


Tujuan utama pembuatan setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah
mengkomunikasikan informasi, ide, atau konsep kepada pembaca sehingga dapat
dipahami, dimanfaatkan, dan dikembangkan. Akan tetapi, ada “sekelompok”
tertentu yang cenderung menganggap bahwa tolok ukur keilmiahan sebuah tulisan
adalah kerumitan tulisan itu: semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto
”Kalau bisa ditulis secara rumit mengapa harus dibuat sederhana?” terkesan lebih
pas daripada antitesisnya, “Kalau bisa ditulis sederhana, jangan dibuat rumit.”
Padahal, keilmiahan sebuah karya tulis pada hakikatnya berhubungan dengan faktor
kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam berpikir. Jika semua
faktor itu kalau dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung
menulis karya ilmiah dengan empat karakteristik berikut. Pertama, menggunakan

5
kalimat-kalimat yang panjang. Kelompok ini kelihatannya menganggap bahwa
kalimat kalimat pendek yang mudah dipahami hanya cocok untuk tulisan anak-
anak atau orang awam. Oleh karena itu mereka menyusun kalimat-kalimat yang
mengandung banyak frasa dan klausa dengan ‘alasan’ semakin panjang kalimat,
semakin mendalam pembahasan. Padahal kalimat yang sangat panjang akan
menimbulkan masalah pemahaman karena tidak jelas mana subjek, mana predikat,
dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan seperti ini sebaiknya dicegah. Jika tidak
terpaksa, jangan gunakan kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek dan
efektif akan membuat pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh
berikut. Mana yang lebih mudah dipahami?

Contoh 5

a. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang
dilakukan oleh guru dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui
penguasaannya akan kompetensi bahasa tertentu dengan cara mengidentifikasi
kesalahan apa yang dilakukan secara sistematis, seperti slip, keseleo, salah omong,
alias lapses dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia melakukan
kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan, kemudian
menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan teori-teori
dan prosedur-prosedur linguistik, diakhiri dengan mengadakan perbaikan terhadap
kesalahan itu.

b. Analisis kesalahan merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang
dilakukan oleh guru untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa
tertentu. Analisis ini dilakukan dalam lima langkah: pertama, mengidentifikasi
kesalahan yang dilakukan secara sistematis, seperti salah omong dalam pembelajaran
berbicara; kedua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan, menentukan dan
mengklasifikasikan jenis kesalahan; ketiga, menginterpretasikan penyebab kesalahan;
dan keempat, mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu berdasarkan teori-teori
dan prosedur-prosedur linguistik.

Kecenderungan kedua yang sering dilakukan kelompok yang menganggap


keilmiahan identik dengan kerumitan adalah memuat sebanyak mungkin istilah
asing. Contoh 6 di bawah ini memperlihatkan fenomena ini dengan cukup baik. Anda
dapat memahaminya?

Contoh 6

Sekarang, aplikasikan sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan kan pada


sistem itu sebuah logika modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting
dan anteseden yang dibutuhkan mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma
Godel) dan kebutuhan akan teorema juga merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa

6
semua kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat dirumuskan ‘Jika p maka mungkin
(‘’) diketahui p’ dapat diketahui, pKp:

Harus diakui bahwa sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak
memiliki padanan yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam karya
tulis ilmiah. Permasalahan ini sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada satu
bahasa pun yang memiliki kosa kata lengkap hingga tidak lagi memerlukan ungkapan
untuk gagasan, temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap permasalahan apakah istilah-
istilah asing tersebut harus diterjemahkan, dibiarkan, atau dikombinasikan dengan istilah
Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan oleh Pusat Bahasa (2007). Jadi, untuk
menghasilkan tulisan ilmiah yang baik, menerapkan pedoman pembentukan istilah
tersebut merupakan keharusan.

C. Pengutipan
1. Hakikat Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah, seringkali digunakan berbagai kutipan—
pinjaman pendapat atau ucapan seseorang—untuk mendukung, menjelaskan,
membuktikan, atau menegaskan ide-ide tertentu. merupakan suatu hal yang
wajar dan bahkan sangat efektif untuk menghemat waktu. Adalah suatu
pemborosan waktu bila seorang penulis harus menyelediki kembali suatu
kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan dimuat secara luas dalam sebuah
buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada kesimpulan yang sama. Jadi, untuk
mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip pendapat yang sudah teruji dengan
menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat mencocokkan kutipan itu dengan
sumber aslinya.
Meskipun penggunaan kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang
wajar, hal itu tidak berarti bawa sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-
kutipan saja. Membuat tulisan dengan menggunakan terlalu banyak kutipan dapat
menimbulkan kesan bahwa karya itu hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai
patokan, panjang kutipan tidak boleh melebihi sepertiga panjang tulisan. Secara
ilmiah, ide-ide pokok dan kesimpulan-kesimpulan harus merupakan pendapat
penulis. Kutipan-kutipan hanya berfungsi sebagai bukti-bukti pendukung
pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan dalam tulisan dapat dilakukan dengan
bermacam cara sesuai dengan standar yang digunakan oleh lembaga atau media
tempat tulisan diterbitkan. Karena rumpun ilmu-ilmu sosial biasanya menganut sistem
American Psychological Association (APA), sangat disarankan untuk menguasai
sistem ini dan menggunakannya secara konsisten. Berikut ini adalah pedoman pokok
yang diadaptasi dari Suryana dkk. (2007).
Pada dasarnya, kutipan dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan
langsung dan kutipan tidak langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para
ahli yang dipinjam secara utuh atau lengkap, baik berupa frase atau kalimat.
Kutipan langsung dapat dibedakan pula atas kutipan langsung yang kurang atau
sama dengan empat baris dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris.
Kutipan tidak langsung adalah pendapat para ahli yang dikutip dengan

7
menggunakan parafrase, yaitu menuliskan kembali apa yang dinyatakan oleh
sumber rujukan dalam bahasa sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang
paling disarankan untuk digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik
kutipan langsung digunakan hanya jika (1) ungkapan yang dikutip memang
sudah selaras dengan bagian lain tulisan; (2) ungkapan yang dikutip sudah
sangat populer, atau (3) ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.

2. Teknik Pengutipan
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan
dengan cara-cara berikut: (i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai
tanda petik dua di awal dan di akhir kutipan; (iii) awal kutipan memakai huruf
kapital; (iv) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman
buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.

Kutipan langsung yang lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara
berikut: (i) ditulis eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu
spasi; (iii) memakai tanda petik dua atau pun tidak (opsional); (iv) semua
kutipan dimulai dari 7—10 ketukan dari sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan
memakai hurup kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit
buku, halaman buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.

b. Kutipan Tidak Langsung


Pengutipan ini dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan
(inklusif) dengan teks; (ii) tidak memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan
ungkapan mengatakan bahwa, menyatakan bahwa, mengemukakan bahwa,
berpendapat bahwa dll; (iv) Mencantumkan nama akhir pengarang (marga),
tahun, dan halaman.

3. Prinsip-Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
a. Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
b. Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
Contoh:
Norman (2004: 56) menyatakan bahwa ……………………
c. Kutipan tidak dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
d. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam
kutipan. Apabila ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
e. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan,
tidak diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis boleh
memberikan pendapat atau komentarnya mengenai kesalahan atau
ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis

8
menemukan kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya
diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan tersebut dengan
menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa
penulis tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu. Dia hanya sekedar
mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya. Kemudian,
jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara
merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring,
atau mencetak tebal, hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi
empat [...].

Contoh:
Setiawan (2001: 30) menegaskan bahwa: “Semakin dini [huruf miring dari saya,
Penulis] seseorang mulai belajar bahasa Inggeris [ sic!] akan semakin baik hasilnya dan
semakin banyak waktu belajar bahasa Inggeris [ sic!] maka taraf penguasaan pembelajar
terhadap bahasa itu akan semakin baik.”

f. Kutipan dalam bahasa asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
g. Kutipan langsung selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf
kapital.
Contoh:
Suazo (2001: 30) berpendapat bahwa “Emotional intelligence is …”
h. Kutipan dapat ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah,
atau akhir teks.
i. Jika pengarang ada dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
Contoh:
Pardede dan Simanjuntak (2007: 34) berpendapat ……

j. Jika pengarang ada tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang
ditulis dan diikuti dkk.
Contoh:
Pardede dkk. (2007: 34) menyatakan ……
k. Jika dalam dalam tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari
sumber berbeda yang ditulis orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan
dalam tahun yang sama juga, data tahun penerbitan diikuti lambang huruf a,
b, c, dst. berdasarkan abjad judul buku-buku tersebut.
Contoh:
Garcia (2009a: 34) menjelaskan ……
l. Jika kutipan diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama
majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Kompas (2009: 34) menyatakan ……

9
m. Jika kutipan diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga,
nama lembaga tersebut dituliskan sebagai sumber.
Contoh:
Pusat Bahasa (2007: 25) menjelaskan ……
n. Jika kutipan diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan
tanpa identitas penulis, judul atau nama majalah atau koran tersebut
dituliskan sebagai sumber
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(2004) menyatakan ……
o. Kutipan dalam bentuk catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan
karya ilmiah karena dirasakan tidak efektif.
p. Kutipan yang berasal dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang
dipakai sebagai sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah karena
kebenarannya sulit dipercaya karena harus diketahui oleh orang yang
bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa menggunakannya,
kutipan seperti itu harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan diminta
pengesahannya oleh pembicara.
q.
r. Pengutipan pendapat orang lain, hendaklah dilakukan variasi dalam teknik
mengutip (jangan monoton) seperti kutipan langsung dan kutipan tidak
langsung.
s.
t. Apabila kutipan itu dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil
bagian intinya saja dengan teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak
boleh mengubah atau menggeserkan makna atau pesannya.
Contoh:
Tylor (1991: 62) menegaskan: “It is, ..., not possible to have action without character
and character is also defined by plot.”

u. Jika mengutip pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang
lain, bentuk penyajiannya adalah.
Contoh:
Menurut Chomsky (dalam Purba, 2009: 56), makna ujaran adalah …

v. Penulisan kutipan dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama
dengan sumber bahan tertulis, bila data tentang nama penulis, judul artikel,
dan nomor halaman tersedia. Jika nomor halaman tidak tersedia, sebutkan
dari alinea berapa kutipan tersebut diambil.
Contoh:
Menurut Nazara (2009: alinea 5), sumber kekuatan utama seorang pria adalah ... .

10
D. Penulisan Referensi
1. Hakikat Daftar Pustaka

Daftar pustaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah
(misalnya makalah atau skripsi) yang berisikan identitas buku dan pengarang yang
disusun secara alfabetis (setelah nama marga pengarang dikedepankan). Daftar
pustaka merupkan suatu elemen yang harus ada (mutlak) dalam penulisan
karangan ilmiah. Dengan adanya daftar pustaka, pembaca bisa mengetahui sumber
acuan yang menjadi landasan dalam pengkajian.
Penulisan daftar pustaka yang berkembang hingga saat ini dibedakan ke dalam
dua jenis. Pertama, bibliografi, yakni daftar bacaan yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas, sekalipun tidak dirujuk secara langsung di dalam
tulisan. Kedua, daftar rujukan (reference list), yaitu yakni daftar bacaan yang
dikutip dalam tulisan.

2. Teknik Penulisan Daftar Pustaka


Unsur-unsur yang dituliskan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a. Nama pengarang, ditulis dengan urutan: nama belakang, nama depan dan
nama tengah tanpa gelar akademik.
b. Bila pengarang ada dua, nama yang dibalikkan urutannya hanya nama
pengarang pertama.
Contoh:
Pardede, Parlin dan Kerdit Simbolon. 2008.
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang
diputar dan diikuti oleh dkk. atau et. all.
Contoh:
Tobing, Maruli dkk. 2009.
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departeman atau lembagalah yang
ditulis; bila tidak ada kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa
lembaga.
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia No 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .
2004. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
e. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam
mesin tik atau tulisan tangan;
f. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh
tanda petik dua;
g. Bila ada edisi/cetakan ditulis sesudah judul buku;
h. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah
ditulis sesudah edisi atau judul buku. Jika tahun penerbitan buku asli tidak
disebutkan, tuliskan kata ‘Tanpa tahun’.

11
Contoh:
Ary, D.C. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan . Terjemahan oleh Arif
Furhan. 1992. Surabaya: Usaha Nasional.

Segers, Rien T.1980. Evaluasi Teks Sastra. Terjemahan oleh Suminto A. sayuti. 2000.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

i. Spasi dalam daftar pustaka adalah satu spasi;


j. Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
k. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua dan
selanjutnya diketik lebih menjorok ke kanan antara 5-7 ketuk.
l. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang
ditulis satu kali; nama pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa
garis panjang dan urutan penulisannya berdasarkan tahun terbit;
Contoh:
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia 1. Jakarta: PT Gramedia.

_______ 1987. Membina Bahasa Indonesia Baku 2, Cet. X, Bandung: Pustaka Prima.

m. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang yang
ditulis dalam tahun yang sama, urutan penulisannya diikuti nomor urut a, b, c,
dsb.
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna . Bandung: PT
Eresco.

_______ 1993b. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian .


Bandung: PT Eresco.

n. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal, nama penulis ditulis paling
depan, diikuti dengan tahun, judul artikel (diapit tanda petik ganda), nama
jurnal (cetak miring), tahun ke-n jurnal, dan nomor jurnal dan nomor halaman
artikel (dalam kurung, sipisahkan tanda titik dua);
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Developing Students Pronunciation Using Drill
Technique: An Action Research Report”. Dinamika Pendidikan, 6 (1: 1-17).
Jakarta: FKIP-UKI.

o. Bila rujukan merupakan artikel yang disajikan dalam seminar, lokakarya, atau
penataran, nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul artikel
(diapit tanda petik ganda), kemudian dilanjutkan dengan pernyataan “Makalah
disajikan dalam …” nama forum, lembaga penyelenggara, tempat, tanggal,
bulan dan tahun penyelenggaraan.

12
Contoh:
Pardede, Parlindungan. 2009. “Teaching Language Through Songs”. Makalah
disajikan dalam Lokakarya Teaching English to Young Learners yang
diselenggarakan oleh FKIP-UKI di Jakarta pada tanggal 25 September 2009.

p. Bila rujukan merupakan artikel individual yang diakses dari internet, nama
penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul karya, keterangan
(Online), alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang
diapit tanda kurung.
Contoh:
Boon, J. (tanpa tahun). “An Introduction to Anthropology of Religion.” (Online)
http://www.joe.org/june33/95.html (Diunduh pada tanggal 17 Juni 2010).

q. Bila rujukan merupakan artikel dari jurnal yang diakses dari internet, nama
penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul karya, nama jurnal
(cetak miring), keterangan (Online), volume dan nomor, alamat sumber
rujukan, dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Family and School: Mothering for Schooling .”
Education policy Analysis Archive. (Online). Vol. 3 No. 1., http://olam.ed.asu.edu/epaa/
(Diunduh pada tanggal 17 February 2007).

r. Bila rujukan merupakan artikel dalam jurnal dalam CD-ROM, penulisannya


sama dengan rujukan dari artikel cetak, diakhiri dengan penyebutan CD-
ROMnya dalam tanda kurung.
Contoh:
Krashen, S. M. Long, dan R. Scarcella. 1977. “Age, Rate and Eventual Attainment in
Second Language Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 578-82 (CD-ROM:
TESOL Quarterly Digital).

s. Jika rujukan merupakan artikel yang diperoleh dari internet berupa e-mail
pribadi, penulisannya diawali dengan nama pengirim (jika ada), diikuti oleh
alamat e-mail pengirim dalam tanda kurung, tanggal, bulan, tahun, topik
berita yang diapit oleh tanda petik ganda, keterangan “E-mail kepada …, dan
diakhiri dengan alamat e-mal penerima dalam tanda kurung.
Contoh:
Pardede, Parlindungan (ParlindunganPardede@uki.ac.id), 5 Juni 2010. Artikel untuk
Jurnal Dinamika Pendidikan. E-mail kepada Situjuh Nazara (SitujuhNazara
@uki.ac.id)

t. Perhatikan urutan penulisan; Nama keluarga/marga, (dipisahkan koma),


nama diri (diakhiri titik), tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku, (diakhiri

13
titik atau titik dua bila ada anak judul dan dicetak miring), cetakan (diakhiri
titik), nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit (diakhiri titik).

Daftar Pustaka

Pusat Bahasa. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.
Suryana, Ase dkk. (Ed.). 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: Bagian Perkuliahan Dasar Umum, Universitas Widyatama.

14

Anda mungkin juga menyukai