Anda di halaman 1dari 10

3.2.1.

4 Satuan Batupasir Sangat Halus


3.2.1.3.1 Litologi dan Penyebaran
Satuan ini didominasi oleh litologi batupasir sangat halus dan sisipan
batugamping klastik. Batulanau memiliki karakteristik, warna segar abu-abu
kehitaman, warna lapuk kecoklatan, ukuran butir pasir sangat halus, pemilahan
baik, kemas tertutup, permeabilitas buruk, kekerasan tergolong agak keras,
struktur massif, di beberapa tempat kontak selaras dengan batugamping klastik
dengan struktur parallel bedding, karbonatan. Struktur massif, dibeberapa tempat
parallel bedding. Batugamping klastik memiliki karakteristik warna lapuk coklat
kemerahan hingga keabuan, warna segar putih hingga agak kuning, tersusun atas
butiran fragmen batuan lain berukuran pasir halus sedang, bentuk butir
menyudut, kemas tertutup, pemilahan baik, kekompakan tergolong keras,
permeabilitas sangat baik. Struktur massif, dibeberapa tempat parallel bedding.
Untuk pengamatan lebih mendetail, dari satuan ini diambil sample pada
Stasiun STC1 untuk dilakukan analisis petrografi. Kenampakan mikroskopis dari
satuan ini memperlihatkan kenampakan tanpa menggunakan analisator (// Nikol)
warna coklat muda hingga abu-abu. Menggunakan analisator (+ Nikol)
komparator memperlihatkan coklat abu-abu. Batuan tersusun atas fragmen lithic,
fragmen mineral, dan matriks atau butiran yang berukuran lebih kecil. Fragmen
lithic diperkirakan berasal dari batuan vulkanik , fragmen mineral di dominasi
oleh fragmen feldspar dan sedikit mineral opak. Matriks atau butiran yang lebih
halus diperkirakan berupa mikrokristalin kuarsa dan feldspar serta adanya sedikit
komponen carbonate mud yang berwarna kecoklatan. Komposisi batuan
didominasi oleh matriks yang berukuran sangat halus dengan sedikit komponen
fragmen mineral dan fragmen batuan yang mengambang di antaranya

Gambar 3.31 Satuan Batupasir sangat halus pada stasiun CY15 (Kiri) Foto Jauh
(Kanan) Foto Dekat

Batugamping

Batupasir
sangat halus

Gambar 3.32 Kenampakan kontak antara batugamping klastik dan batupasir


halus pada stasiun pengamatan STC1

3.2.1.4.4 Kesebandingan Regional

Berdasarkan karakteristik litologi penyusun satuan ini, maka satuan


batupasir sangat halus ini dapat disebandingkan dengan Formasi Pamutuan
(Supriatna dkk, 1992; dan Simadjuntak, 1992)
Tabel 3.13 Kesebandingan regional Satuan Batupasir sangat halus dengan
Formasi Pamutuan (Supriatna dkk, 1992; dan Simadjuntak, 1992)
Parameter

Satuan Batupasir Sangat Halus

Formasi Pamutuan Anggota


Batugamping (Supriatna,
1992)

Deskripsi

Satuan ini didominasi oleh litologi


batupasir sangat halus dan sisipan
batugamping klastik. Batulanau memiliki
karakteristik, warna segar abu-abu
kehitaman, warna lapuk kecoklatan,
ukuran butir silt, pemilahan baik, kemas
tertutup, permeabilitas buruk, kekerasan
tergolong agak keras, struktur massif, di
beberapa tempat kontak selaras dengan
batugamping klastik dengan struktur
parallel bedding, karbonatan. Struktur
massif, dibeberapa tempat parallel
bedding. Batugamping klastik memiliki
karakteristik
warna
lapuk
coklat
kemerahan hingga keabuan, warna segar
putih hingga agak kuning, tersusun atas
butiran fragmen batuan lain berukuran
pasir halus sedang, bentuk butir
menyudut, kemas tertutup, pemilahan
baik, kekompakan tergolong keras,
permeabilitas sangat baik. Struktur
massif, dibeberapa tempat parallel
bedding.

Anggota Batugamping terdiri


dari
litologi
kalsiluit,
batugamping pasiran (klastika)
dan napal.
Batugamping pasiran berwarna
kuning,
berlapis
buruk,
berukuran butir halus sampai
kasar, tebal lapisan rata-rata 15
cm.
Kalsilutit. Berwarna kuning
terang,
berongga,
banyak
mengandung fossil Mollusca.
Menunjukkan perlapisan yang
baik dengan tebal rata-rata 15
cm.
Napal, berwarna kelabu terang
sampai padat, berlapis baik,
dengan tebal lapisan rata-rata 8
cm.
mengandung
fossil
foraminifera
bentonik
dan
planktonic serta ganggang.

Umur
Lingkungan

N12-N14 (Setara Miosen Tengah)


Laut Zona Batimetri Neritik Dalam Tengah

Miosen Tengah
Laut Dangkal Terbuka

Pengendapa
n

Tabel 3.21 Klasifikasi Lipatan berdasarkan kedudukan lipatan (Fleuty, 1964


dalam Sukartono, 2013)

Berdasarkan hasil rekonstruksi pola jurus dan kemiringan perlapisan batuan, di


daerah penelitian disimpulkan terdapat 3 struktur lipatan.
1. Antiklin Mekarmulya
2. Sinklin Sukamanah
3.. Antiklin Subenghurip

3.2.2.2.1 Antiklin Mekarmulya


Antiklin Mekarmulya terletak di tengah daerah peelitian. Penarikan struktur
Antiklin Mekarmulya didasarkan pada hasil rekonstruksi arah kemiringan batuan
yang menunjukan arah yang saling berlawanan pada sisi sayap bagian yang
diintpretasi sebagai sayap lipatan. Sinklin ini memiliki arah perlapisan dan
kemiringan sayap lipatan N 294 E/11 N, N 292 E/13 N, N 278 E/13 N, N 287
E/14 N, N288 E/15 N, N 99 E/14 S dan N 103 E/12 S. Nilai arah dan kemiringan
sayap lipatan tersebut kemudian diproyeksikan kedalam stereogram agar bias
dianalis

Adapun hasil proyeksi nilai arah dan kemiringan sayap lipatan Mekarmulya
diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 3.46 Kenampakan Analisis Stereografi Lipatan Mekarmulya

Dari hasil analisis stereograi pada lipatan banjarsari, didapatkan nilai


Trend/Plunge sumbu lipatan dengan nilai N 284oE/1, Sudut antar sayap lipatan
158o, dan Kemiringan bidang sumbu lipatan sebesar 86o. Berdasarkan hasil
tersebut, lipatan ini diklasifikasikan sebagai Gentle Subhorizontal Upright Fold.
3.2.2.2.2 Sinklin Sukamanah
Sinklin Sukamanah terletak di tengah daerah peelitian. Penarikan struktur Sinklin
Sukamanah didasarkan pada hasil rekonstruksi arah kemiringan batuan yang
menunjukan arah yang saling berlawanan pada sisi sayap bagian yang diintpretasi
sebagai sayap lipatan. Sinklin ini memiliki arah perlapisan dan

kemiringan sayap lipatan N 99 E/14 S, N 86 E/14 S, N 100 E/13 S, N 270 E/9 N,


N 275 E/8 N, dan N 288 E/8 N. Nilai arah dan kemiringan sayap lipatan tersebut
kemudian diproyeksikan kedalam stereogram agar bias dianalis. Adapun hasil
proyeksi nilai arah dan kemiringan sayap lipatan Sukamanah diperlihatkan pada
gambar berikut.

Gambar 3.47 Kenampakan Analisis Stereografi Lipatan Sukamanah


Dari hasil analisis stereograi pada lipatan banjarsari, didapatkan nilai Trend/Plunge
sumbu lipatan dengan nilai N 277 oE/2, Sudut antar sayap lipatan 156 o, dan
Kemiringan bidang sumbu lipatan sebesar 84 o. Berdasarkan hasil tersebut, lipatan ini
diklasifikasikan sebagai Gentle Subhorizontal Upright Fold.

3.2.2.2.4 Antiklin Subenghurip


Antiklin Subenghurip terletak di bagian selatan daerah peelitian. Penarikan
struktur Antiklin Subenghurip didasarkan pada hasil rekonstruksi arah kemiringan
batuan yang menunjukan arah yang saling berlawanan pada sisi sayap

bagian yang diintpretasi sebagai sayap lipatan. Sinklin ini memiliki arah
perlapisan dan kemiringan sayap lipatan N 270 E/9 N, N 275 E/8 N, N 288 E/8 N,
N 112 E/16 S, dan N 104 E/15 N. Nilai arah dan kemiringan sayap lipatan tersebut
kemudian diproyeksikan kedalam stereogram agar bias dianalis. Adapun hasil
proyeksi nilai arah dan kemiringan sayap lipatan Subenghurip diperlihatkan pada
gambar berikut.

Gambar 3.48 Kenampakan Analisis Stereografi Lipatan Subenghurip

Dari hasil analisis stereograi pada lipatan Subenghruip, didapatkan nilai


Trend/Plunge sumbu lipatan dengan nilai N 280oE/3, Sudut antar sayap lipatan
159o, dan Kemiringan bidang sumbu lipatan sebesar 83o. Berdasarkan hasil
tersebut, lipatan ini diklasifikasikan sebagai Gentle Subhorizontal Upright Fold.

(Wilson, 1975). Selain itu pada kala yang sama, dibagian selatan daeah penelitian

juga terendapkan Satuan Batupasir sangat halus (Tmbpsh.) dibagian selatan


daerah penelitian yang diintepretasikan endapan hemi-pelagic yang berukuran
dengan tekstur butir sangat halus yang dari hasil analisis fosil foraminifera
bentonik menunjukan zona batimetri pengendapan Neritik Dalam Neritik
Tengah. hal ini menjadi dasar peneliti mengintepretasikan adanya perubahan
fasies dari lingkungan Marginal-Marine Tidal Flat menjadi Laut Dangka dari arah
utara menuju selatan daerah penelitians. Perubahan fasies ini juga diperkirakan
diikuti oleh kenaikan muka air laut (regresi) pada Miosen Tengah bagian tengah
yang menyebabkan terendapkannya satuan batugamping hingga ketebalan
puluham meter. Memasuki Miosen Tengah bagian akhir, kembali terjadi jeda
pengendapan. Hingga pada kala Miosen Akhir diintepretasikan terjadi penurunan
muka air laut dan pengendapan satuan batupasir gampingan.
Memasuki Akhir Kala Miosen dan Awal Pliosen, terjadi aktifitas tektonik
di daerah penelitian yang diintepretasikan berarah cenderung Utara Selatan.
Aktifitas tektonik ini menyebabkan satuan batuan di daerah penelitian
terdeformasi. Produk dari proses deformasi tektonik ini adalah terbentuknya
struktur lipatan dan kekar di daerah penelitian. Proses tektonik ini juga
mengakibatkan pengangkatan pada daerah penelitian yang menyebabkan batuan
muncul diatas permukaan laut. Hingga memasuki kala holosen/resen tektonik
daerah penelitian cenderung stabil, diikuti proses erosi, dan pada akhirnya
menghasilkan bentuk bentang alam dan sebaran batuan yang terlihat sekarang
didaerah penelitian.
3.2.4 Potensi Geologi Daerah Penelitian
3.2.4.1 Potensi Sumberdaya Geologi
Potensi sumberdaya geologi di daerah penelitian adalah melimpahnya sumber
daya bahan galian non-logam berupa tubuh batugamping yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan semen dan material bangunan lainnya. Bahan
galian tersebut diolah dan dikelola oleh penduduk sekitar Kecamatan

BAB IV
RANGKUMAN
4.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Satuan Geomorflogi pada daerah penelitian berdasarkan aspek morfografi dan
morfogenetik, serta didukung oleh aspek morfometri dibagi menjadi 6 satuan,
antara lain:
1. Satuan Perbukitan Karst Struktural Landai
2. Satuan Perbukitan Rendah Karst Struktural Landai
3. Satuan Perbukitan Sedimen Struktural Agak Curam
4. Satuan Perukitan Rendah Sedimen Struktural Agak Curam
5. Satuan Perbukitan Rendah Sedimen Fluvial Erosional Landai
6. Satuan Dataran Fluvial Deposisional Sangat Landai

4.2 Stratigrafi Daerah Penelitian


Berdasarkan pengamatan lapangan serta pengolahan data di laboratorium, daerah
penelitian terdiri atas 5 satuan batuan. Satuan batuan dari yang paling tua hingga
yang paling muda antara lain:
1. Satuan Breksi (Tmbx)
2. Satuan Batupasir Tufan (Tmbpt)
3. Satuan Batugamping (Tmbg)
4. Satuan Batupasir Sangat Halus (Tmbpsh)
5. Satuan Batupasir Gampingan (Tmbpg)

Circulation (Wilson, 1975). Selain itu pada kala yang sama, dibagian selatan
daeah penelitian juga terendapkan Satuan Batupasir Sangat Halus (Tmbpsh)
dibagian selatan yang dari analisis fossil foraminifera bentonik kecil menunjukan
lingkungan pengendapan Neritik Dalam Tengah. Hal ini menjadi dasar peneliti
mengintepretasikan adanya perubahan fasies dari lingkungan Marginal-Marine
Tidal Flat menjadi Laut Dangkal. Perubahan fasies ini juga diperkirakan diikuti
oleh kenaikan muka air laut (regresi) pada Miosen Tengah bagian tengah yang
menyebabkan terendapkannya satuan batugamping hingga ketebalan puluham
meter. Memasuki Miosen Tengah bagian akhir, kembali terjadi . Hingga pada kala
Miosen Akhir diintepretasikan terjadi penurunan muka air laut dan pengendapan
satuan batupasir gampingan.
Memasuki Akhir Kala Miosen dan Awal Pliosen, terjadi aktifitas tektonik di
daerah penelitian yang diintepretasikan berarah cenderung Utara Selatan.
Aktifitas tektonik ini menyebabkan satuan batuan di daerah penelitian
terdeformasi. Produk dari proses deformasi tektonik ini adalah terbentuknya
struktur lipatan dan kekar di daerah penelitian. Proses tektonik ini juga
mengakibatkan pengangkatan pada daerah penelitian yang menyebabkan batuan
muncul diatas permukaan laut. Hingga memasuki kala holosen/resen tektonik
daerah penelitian cenderung stabil, diikuti proses erosi, dan pada akhirnya
menghasilkan bentuk bentang alam dan sebaran batuan yang terlihat sekarang
didaerah penelitian.
4.5 Potensi Geologi Daerah Penelitian
Potensi Geologi daerah penelitian terbagi menjadi dua, yaitu potensi positif dan
potensi negatif. Potensi positif berupa potensi sumberdaya bahan galian
batugamping dan potensi wisata alam karst. Sedangkan potensi negatif berupa
ancaman bencana tsunami dan gerakan tanah

Anda mungkin juga menyukai