KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan YME atas tersusunnya Executive Summary laporan Kajian
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally Mandiri. Dokumen ini merupakan ringkasan dari laporan
pekerjaan Kajian Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally Mandiri yang dilakukan oleh konsultan PT.
Tugu Perdana yang telah ditunjuk oleh Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut, Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut.
Laporan ini merupakan laporan yang menjelaskan ringkasan dan kesimpulan tentang data dan analisa
terkait kondisi tally mandiri, evaluasi kebijakan pengusahaan dan penyelenggaraan tally mandiri, serta
arahan konsep kebijakan tally mandiri yang dituangkan menjadi Draft Peraturan Menteri Perhubungan.
Draft Laporan ini juga memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dalam
kebijakan pengusahaan dan penyelenggaraan tally mandiri.
Besar harapan kami agar laporan ini dapat bermanfaat dan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan
dan disepakati bersama. Tentunya, kritik dan saran yang konstruktif diharapkan untuk perbaikan ke
depan.
Atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan oleh berbagai pihak, terutama Direktorat Lalu Lintas
Angkutan Laut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, kami ucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
EXECUTIVE SUMMARY
DAFTAR ISI
1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
3.2
3.2.1
3.2.2
3.2.3
3.2.4
3.2.5
3.2.6
3.2.7
3.2.8
3.2.9
3.2.10
3.2.11
3.2.13
3.2.14
PENUTUP..................................................................................................................................... 74
5.1
Kesimpulan ........................................................................................................................... 74
5.2
Rekomendasi ......................................................................................................................... 74
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1
Tabel 3-1
Tabel 3-2
Tabel 3-3
Tabel 3-4
Tabel 3-5
Tabel 3-6
Tabel 3-7
Tabel 3-8
Tabel 3-9
Tabel 3-10
Tabel 3-11
Tabel 3-12
Tabel 3-13
Tabel 3-14
Tabel 3-15
Tabel 3-16
Tabel 3-17
Tabel 3-18
Tabel 3-19
Tabel 3-20
Tabel 3-21
Tabel 3-22
Tabel 3-23
Tabel 3-24
Sanksi yang dikenakan jika data yang dilakukan perusahaan Tally Mandiri ternyata
terbukti salah / keliru ................................................................................................... 40
Bentuk sanksi yang tepat jika data yang dlakukan oleh perusaha Tally Mandiri terbukti
salah / Keliru ............................................................................................................... 41
Rekomendasi Peraturan Perundangan terkait Kebijakan Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Tally Mandiri ......................................................................................... 43
Rekomendasi Peraturan Perundangan terkait Kebijakan Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Tally Mandiri ......................................................................................... 47
Rekomendasi Peraturan Perundangan terkait Kebijakan Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Tally Mandiri ......................................................................................... 49
Tabel 3-25
Tabel 4-1
Tabel 4-2
Tabel 4-3
Tabel 4-10
Tabel 4-11
Tabel 4-12
Tabel 4-13
Tabel 4-14
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1
Gambar 2-1
Gambar 2-2
Gambar 3-1
Gambar 3-2
Gambar 3-3
Gambar 3-4
Gambar 3-5
Gambar 3-6
Gambar 3-7
Gambar 3-8
Gambar 3-9
Gambar 3-10
Gambar 3-11
Gambar 3-12
Gambar 3-13
Gambar 3-14
Gambar 3-15
Gambar 3-16
Gambar 3-17
Gambar 3-18
Gambar 3-19
Gambar 3-20
Gambar 3-21
Gambar 3-22
Persepsi tentang sanksiyang dikenakan jika data yang dilakukan perusahaan Tally
Mandiri tenyata terbukti salah / keliru ........................................................................ 41
Persepsi tentang bentuk sanksi yang tepat jika data yang dilakukan oleh Perusaan Tally
Mandiri terbukti salah / keliru ..................................................................................... 41
ii
EXECUTIVE SUMMARY
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Usaha tally mandiri pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan,
terutama Pasal 1 Butir 21, didefinisikan sebagai kegiatan usaha jasa menghitung, mengukur,
menimbang, dan membuat catatan mengenai muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan/atau
pengangkut. Dalam hal ini, kegiatan tally mandiri tersebut dilakukan oleh badan usaha yang khusus
didirikan untuk usaha tally mandiri. Adapun secara terperinci, penyelenggaraan dan pengusahaan tally
sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahan Tally di Pelabuhan.
Salah satu hal krusial dalam penyelenggaraan kegiatan tally mandiri adalah apakah sifatnya wajib
dilakukan terhadap setiap kapal nasional maupun kapal asing yang melakukan kegiatan bongkar muat
dari dan ke kapal di wilayah kerja pelabuhan sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 2007 Pasal 5. Sementara itu, pada Pasal 85 Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan dijelaskan bahwa kegiatan usaha tally mandiri
dilakukan di kapal pada kegiatan stevedoring terhadap setiap kapal nasional maupun kapal asing yang
melakukan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal di wilayah kerja pelabuhan, sehingga tidak
terlihat dengan jelas adanya kewajiban pelaksanaan kegiatan tally mandiri tersebut. Meskipun
demikian, kegiatan tally juga masih dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional,
perusahaan bongkar muat atau perusahaan jasa pengurusan transportasi, yang terbatas hanya untuk
kegiatan cargodoring, receiving/delivery, stuffing, dan stripping peti kemas bagi kepentingannya
sendiri dimana izin usahanya melekat pada izin usaha pokoknya.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan aktivitas perusahaan tally mandiri hanya ada di
sebagian kecil pelabuhan di Indonesia. Keberadaan perusahaan tally mandiri juga cenderung tidak
terlalu dibutuhkan di lapangan, baik oleh pemilik barang, perusahaan bongkar muat maupun perusahaan
pelayaran karena kegiatan tally telah melekat dalam kegiatan bongkar muat dan cenderung berdampak
pada bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan selama di pelabuhan. Apabila dibutuhkan tally dari
pihak lain, umumnya juga dilakukan oleh surveyor independen. Selain itu, karena kinerja, peralatan
maupun sumber daya manusia pada perusahaan tally mandiri dianggap masih belum memadai, sehingga
kualitas dan kuantitas aktivitas perusahaan tally mandiri semakin berkurang.
Tidak diwajibkannya kegiatan tally mandiri juga tercermin dari aturan yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa posisi tally mandiri merupakan bagian dari usaha jasa angkutan perairan, sehingga
secara umum kegiatan ini bukanlah suatu kegiatan wajib (mandatory) dalam proses bongkar muat
barang di pelabuhan. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa keberadaan perusahaan tally mandiri
di lapangan jumlahnya telah makin berkurang sehingga tidak mendukung upaya penerapan kewajiban
kegiatan tally mandiri.
1.2
Maksud kajian adalah melakukan analisis dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan pengusahaan
tally mandiri. Adapun tujuan kajian ini adalah sebagai bahan masukan kepada pimpinan Kementerian
Perhubungan dalam mengambil kebijakan serta langkah-langkah strategis dalam rangka rencana aksi
untuk penyelenggaraan dan kegiatan tally Mandiri.
1.3
Sasaran Kegiatan
Output maupun sasaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pekerjaan ini antara lain
adalah:
a. Tersedianya data dan informasi detail tentang penyelenggaraan dan pengusahaan tally mandiri
dari beberapa lokasi survei yang dilakukan;
b. Perumusan rekomendasi kebijakan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja
penyelenggaraan dan pengusahaan tally mandiri di Indonesia.
Adapun outcome kegiatan kajian ini adalah tersusunnya hasil kajian yang dapat dijadikan pertimbangan
dalam merumuskan kebijakan terkait dengan penyelenggaraan dan pengusahaan tally mandiri di
Indonesia.
1.4
1.5
Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan kajian penyelenggaraan dan pengusahaan tally mandiri, meliputi:
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat;
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan sebagaimana diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011;
h. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Sistem Logistik Nasional;
i. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 tentang Pedoman Perencanaan di
Lingkungan Departemen Perhubungan;
j. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Angkutan Laut;
k. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Tally di Pelabuhan;
l. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Perhitungan
Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat dari dan Ke Kapal di Pelabuhan;
1.6
1.7
Kerangka Pikir
Kerangka umum pelaksanaan kajian penyelenggaraan dan pengusahaan tally mandiri dijelaskan pada
gambar berikut ini:
PENGUMPULAN
DATA
FOKUS KEGIATAN
Koordinasi Tim
Pematangan Konsep dan
Metodologi
PELAPORAN
LAPORAN
PENDAHULUAN
(1 bulan)
ANALISIS DAN
EVALUASI
ARAHAN
PENYELENGGARAAN
DAN PENGELOLAAN
FINALISASI &
REKOMENDASI
DRAFT LAPORAN
AKHIR
(1 bulan)
LAPORAN AKHIR
(1 bulan)
2 TINJAUAN LITERATUR
DAN KEBIJAKAN TALLY MANDIRI
2.1
Kegiatan Tally
Istilah Tally menurut Cambridge Advanced Learners Dictionary & Thesaurus adalah a record or count
of a number of things yang berarti memperhitungkan atau menghitung. Dengan demikian maka kegiatan
tally berarti kegiatan memperhitungkan atau menghitung. Jika merujuk pada KM 15 Tahun 2007 maka
pengertian dari kegiatan tally adalah kegiatan usaha menghitung, mengukur, menimbang dan membuat
catatan mengenai muatan, untuk kepentingan pemilik muatan dan atau pengangkut. Penyedia jasa tally
adalah perusahaan tally Berbadan Hukum Indonesia yang didirikan khusus untuk menyelenggarakan
dan mengusahakan kegiatan tally pada kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan
yang bersifat independen dan pengguna jasa tally adalah pemilik muatan dan/atau pengangkut serta
pihak lain yang memerlukan jasa pelayanan menghitung, mengukur, menimbang dan membuat catatan
terhadap barangnya dan/atau barang yang diangkutnya.
Usaha Tally Mandiri adalah kegiatan usaha jasa menghitung, mengukur, menimbang, dan membuat
catatan mengenai muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan/atau pengangkut. Berikut beberapa
hal yang menjadi latar belakang diperlukannya tally mandiri, diantaranya:
Belum ada sistem dan mekanisme pendataan dan pengawasan lalulintas barang di pelabuhan yang
efektif, terpadu, akurat, Transparan, akuntabel dan dapat diakses setiap saat oleh pihak-pihak yang
membutuhkan.
Belum ada keseragaman data dari berbagai instansi terkait karena pendataan lalulintas barang
sesuai dengan kebutuhan masing-masing lembaga.
Pemerintah dan dunia Usaha sangat membutuhkan data data yang akurat dan akuntable sebagai
bahan pertimbangan dalam menetapkan berbagai kebijakan pembangunan perekonomian baik
makro maupun mikro.
Maka dari itu diperlukan mekanisme pencatatan, pengukuran, dan Perhitungan arus muatan (Tally)
yang diselenggarakan BHI khusus untuk untuk memenuhi persyaratan penyelenggaraan pelabuhan
berkelas International yang berlaku secara Universal.
2.2
Peran tally sendiri dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan meliputi persiapan administrasi
stevedoring ketika mengerjakan kapal:
Tally yang akurat, baik dikapal dan di darat. Yang dimaksudkan tally disini adalah pencatatan
perhitungan jumlah barang.
Menyiapkan dan mengerjakan labour & time sheet, short landed and overlanded list, damage
cargo list dan lainnya dan usahakan agar ditanda tangani oleh kapal pada waktu yang tepat.
Berkaitan dengan dokumen, untuk barang-barang yang dimuat, agen Pelayaran membuat draft
konosemen berdasarkan data dari shipping instruction (SI) . catatan yang dibuat di mates-receipt harus
sama dengan catatan yang akan ada bill of lading (B/L). Bila ada catatan kekurangan atau rusak di
dalam B/L, maka yang dikeluarkan adalah konosemen kotor atau four Bill of Lading. Bila four B/L
hendak diganti dengan Clean Bill of Lading, maka shipper akana berusaha memebuat Letter of
Indemenity, yang merupakan pernyataan dari shipper bahwa ia akan bertanggung jawab dan membayar
klaim bila ada. Biasanya nahkoda akan menolak menandatangani Letter of Indemenity, karena B/L
adalah sebuah dokumen yang diperdagangkan.
Untuk mencegah timbulnya klaim dalam bongkar/muat sering dipergunakan jasa dari independent
cargo surveyor. Cargo surveyor ini akan memeriksa dengan teliti setiap kerusakan, bila perlu dengan
bantuan laboratorium. Atas hasilnya, surveyor sering diminta jasanya oleh pihak kapal, yang punya
barang dan mungkin juga oleh perusahaan asuransi.
Laporan kegiatan harian daily report akan dibuat setiap hari dan setelah ditandatangani oleh pihak kapal
dikirim ke kantor Perusahaan Bongkar Muat untuk dievaluasi. Selain itu juga dibuat statement of facts
setelah pembongkaran/pemuatan ditambah dengan catatan seperlunya.
Tally sheet memuat:
a. Wharf tally (penghitungan muatan di dermaga)
b. Tally in/out (penghitungan muatan di stapel barang)
c. Tally stripping/stuffing (penghitungan muatan waktu di-strippong/stuffing dari dan ke
petikemas)
Setiap selesai kerja, setiap krani tally harus menyerahkan tally sheet kepada kepala krani. Posisi tally
dalam kegiatan bongkar muat pelabuhan dijelaskan sebagai berikut:
A. Penerimaan muatan
Kegiatan penerimaan ini ada tiga macam jenis, yaitu penerimaan di gudang , pemuatan langsung
ke truk, dan penerimaan di kapal.
a. Penerimaan di gudang dan lapangan
Pergudangan mengajukan permohonan untuk menumpuk muatan. Bila telah disetujui Bea dan
Cukai dan telah dihitung berapa besar OPP yang harus dibayar maka gudang diberi fiat timbun.
Kepala gudang meneliti kuitasi OPP resi gudang dan kewajiban-kewajiban lainnya baru
kemudian memberikan persetujuan atau fiat timbun barang. Pelaksanaan penerima muatan
dilakukan oleh krani gudang, muatan di di tally dan bila ada cacat pada muatan diberi catatan
pada resi gudang dan kemudian muatan ditimbun.
Administrasi penerimaan barang terdiri dari:
Buku gudang
10
Menyelesaikan dokumen-dokumen
Buku gudang
Laporan penerimaan
Mengirim dokumen-dokumen
Dalam hal truck-loading tetap dalam wewenang kepala gudang pada tempat di mana
kapal sandar untk menyelesaikan dokumen-dokumennya.
11
atas
permintaan
mereka
baru
muatan
diserahkan.
Setelah
selesai
muatan
Setelah pembayaran OPP (tunai) atau diberi kredit maka kepala terminal memberi fita
keluar pada DO asli.
Kepala gudang setelah memeriksa bukti pembayaran dan dokumen pengeluaran (DO) memberi
fiat untuk persetujuan pengeluaran muatan. Perhitungan oleh kerani kade (wharf tally) dipakai
sebagai dasar oleh krani administrasi untuk membuat surat penyerahan muatan yang
ditandatangani oleh kepala gudang dengan petugas pemilik barang/EMKL.
12
Untuk memindahkan petikemas diperlukan peralatan khusus seperti trailer, topleader, crane,
spreader. Pemindahan muatan juga dapat dilakukan melalui petikemas dari/ke gudang
penampungan. Harus diperhatikan juga status dari petikemas apakah FCL (full contrainer
load), LCL (lesss container load), VC (vessel convenience), atau empty container.
1) Untuk FCL Container
Perhatikan segel dan kondisi dari petikemas. FCL container dibawa langsung oleh pemilik
barang ke gudangnya untuk dibongkar isinya (stripping) disana. Prosedur penerimaan
seperti break bulk cargo hanya ditambah dengan dokumen EIR (Equipment Interchange
Receipt) yang harus menyatakan keadaan petikemas waktu diterima.
2) Untuk LCL Container
Pemilik barang tidak ada sangkut-pautnya dengan petikemas, Stripping atau stuffing
container adalah tanggung jawab perusahaan pelayaran atau Perusahaan Bongkar Muat.
Muatan dibongkar (stripping) dalam gudang atau dimuat (stuffng) dan setelah itu baru
pemilik barang/EMKL menerima muatan dari gudang. Muatan yang di di-stripping/stuffing
ke/dari petikemas status ini harus dibuat tally sheet. Bila keadaan muatan yang dibongkar
atau dimuat dari/ke petikemas kurang baik pembongkar atau pemuat harus menghubungi
surveyor dan mengambil foto dari muatan.
Pelaksana tally dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan biasanya dilaksanakan oleh:
Chief Tally : penyusun rencana pelaksanaan dan pengendalian perhitungan fisik, pencatatan
dan survey kondisi barang pada setiap pergerakan b/m dan dokumentasi serta membuat laporan
periodik.
Telly Clerk : pelaksana yang melakukan perhitungan pencatatan jumlah, merk dan kondisi
setiap gerakan barang berdasarkan dokumen serta membuat laporan.
13
2.3
Undang-undang no 17 tahun 2008 pada pasal 31 menjelaskan bahwa untuk kelancaran kegiatan
angkutan di perairan dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan. Usaha jasa
terkait dapat berupa:
a. bongkar muat barang;
b. jasa pengurusan transportasi;
c. angkutan perairan pelabuhan;
d. penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut;
e. tally mandiri;
f. depo peti kemas;
g.
h.
i.
j.
k.
Kegiatan tally yang bukan tally mandiri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional, perusahaan
bongkar muat, atau perusahaan jasa pengurusan transportasi, terbatas hanya untuk kegiatan
cargodoring, receiving/delivery, stuffing, dan stripping peti kemas bagi kepentingannya sendiri. Usaha
jasa terkait dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk itu dan ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan persyaratan perizinan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Tarif Angkutan dan Usaha Jasa Terkait:
1. Tarif angkutan di perairan terdiri atas tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan barang.
2. Tarif angkutan penumpang kelas ekonomi ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Tarif angkutan penumpang nonekonomi ditetapkan oleh penyelenggara angkutan berdasarkan
tingkat pelayanan yang diberikan.
4. Tarif angkutan barang ditetapkan oleh penyedia jasa angkutan berdasarkan kesepakatan antara
pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan sesuai dengan jenis, struktur, dan golongan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Tarif usaha jasa terkait ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa terkait sesuai dengan jenis, struktur, dan golongan yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur, dan golongan tarif angkutan dan usaha jasa
terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.
14
2.4
Kegiatan jasa terkait dengan angkutan di perairan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan pada pasal
Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan, dapat diselenggarakan usaha jasa
terkait dengan angkutan di perairan.
(2) Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. bongkar muat barang;
b. jasa pengurusan transportasi;
c. angkutan perairan pelabuhan;
d. penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut;
e. tally mandiri;
f. depo peti kemas;
g. pengelolaan kapal;
h. perantara jual beli dan/atau sewa kapal;
i. keagenan awak kapal;
j. keagenan kapal; dan
k. perawatan dan perbaikan kapal.
2.5
Terminologi atau definisi berkaitan dengan Tally Mandiri berdasarkan KM 15 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally di Pelabuhan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Kegiatan tally adalah kegiatan usaha menghitung, mengukur, menimbang dan membuat
catatan mengenai muatan, untuk kepentingan pemilik muatan dan atau pengangkut;
2. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakan dengan tenaga
mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah;
3. Barang adalah semua jenis komoditi terrnasuk hewan yang dibongkar/dimuat dari dan ke kapal;
4. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan
batas~batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
digunakan sebagai tempat kapal sandar, berlabuh, naik-turun penumpang dan/atau bongkar
muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi:
5. Badan Hukum Indonesia (BHI) adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara dan/atau daerah
dan/atau swasta dan/atau koperasi:
6. Penyedia jasa tally adalah perusahaan tally Berbadan Hukum Indonesia yang didirikan khusus
untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kegiatan tally pada kegiatan bongkar muat barang
dari dan ke kapal di pelabuhan yang bersifat independen;
15
Tabel 2-1 Komponen Inti KM 15 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally
di Pelabuhan
NO.
1.
KM 15/2007
Deskripsi
kegiatan tally
URAIAN
umum -
Perizinan
16
NO.
3
KM 15/2007
Operasional
URAIAN
-
Pentarifan
2.6
Pelaksanaan tally di Singapura sudah menggunakan pelayanan mobile berbasis peranti lunak (software).
Implementasi dari pelayanan mobile berbasis peranti lunak di proses stevedoring diklaim mampu
memberikan efisiensi waktu bongkar muat sebesar 12 jam dan kenaikan 10% produktivitas bongkar
muat di pelabuhan.
Pada awal tahun 2010, sekitar 19 perusahaan bongkar muat di Singapura mengembangkan Stevedore
Net, merupakan sarana jaringan database bersama yang mampu mengeluarkan panduan operasi harian
dalam kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan. Dengan adanya sistem bersama ini biaya dari
implementasi sistem ini dapat ditekan dibandingkan setiap perusahaan mengembangkan sendiri
kebutuhan ini.
17
18
Sejak terbitnya KM 15 Tahun 2007 telah berdiri perusahaan-perusahaan tally mandiri. Perusahaan tally
mandiri ini berfungsi sebagai usaha penunjang angkutan laut. Tally mandiri ini diperlukan untuk akurasi
dan keterbukaan data serta agar tidak terjadi agar tidak terjadi perdebatan antara pemilik barang,
penyelenggara pelabuhan, dan perusahaan bongkar muat.
Penyelenggaraan tally mandiri dilakukan oleh Perusahaan yang didirikan khusus untuk itu
(Independent) berperan mewakili KEPENTINGAN Pemilik Barang / Muatan, Pengangkut, Perusahaan
Bongkar muat (PBM) Jasa Pelabuhan Transportasi (JPT), Penyelenggaraan / Pengelola
pelabuhan,Tenaga kerja Bongkar muat untuk memperlancar kegiatan arus lalulintas barang dan
membantu Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam
Proses penempatan kebijakan perekonomian dan Perdanganan.
Perusahaan tally mandiri pertama muncul di Pelabuhan Tanjung Priok. Selanjutnya pada tanggal 15
Mei 2008, 18 (delapan belas) perusahaan tally mandiri tersebut membentuk Asosiasi Perusahaan Tally
Mandiri (APTMI). Adapun Asosiasi Perusahaan Tally Mandiri Indonesia (APTMI) Jakarta
dideklarasikan pada Rabu, 10 September 2008. Asosiasi ini didirikan bertujuan untuk mempersatukan
perusahaan tally mandiri agar saling berkomunikasi dan bekerjasama dalam meningkatkan peranan
pengusaha tally mandiri. Dalam melaksanakan tugasnya, APTMI telah membentuk tim tarif untuk
melakukan negosiasi tarif tally dengan pengguna jasa tally. Pada Tahun 2008, KADIN Provinsi DKI
Jakarta dengan Lembaga Pelatihan dan Pendidikan KADIN (LPPK) Provinsi DKI Jakarta telah
mendidik dan melatih 620 orang siap kerja di Perusahaan jasa Tally Independent.
Adapun KM 15 Tahun 2007 yang menerapkan tally secara serentak di seluruh pelabuhan mulai 17
Agustus 2009. Adapun besaran tarif, ditentukan masing-masing sesuai kesepakatan dan pemerintah
tidak turut campur. Meskipun demikian, perusahaan tally sendiri saat ini belum punya sistem dan
mekanisme pendataan dan pengawasan lalu lintas barang di pelabuhan yang efektif, terpadu, akurat,
transparan, akuntable, dan dapat diakses setiap saat oleh pihak-pihak yang membutuhkan.
Ketentuan pada Pasal 11 KM 15 tahun 2007 menyatakan tarif pelayanan jasa usaha tally ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara Asosiasi Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa Tally berdasarkan jenis dan
struktur tarif serta menjadi beban pemilik barang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka APTMI
melakukan kesepakatan bersama dengan asosiasi pengguna jasa guna menenetapkan tarif tally mandiri.
Pada Februari 2009, 19 perusahaan Tally Independen untuk pelabuhan Tanjung Priok sepakat akan
mengenakan tarif sebesar Rp 2.800 per ton dan sekitar Rp 9.000 kepada pemilik barang untuk kontainer
19
Golongan Barang
Kelompok 1
Kelompok 2
Hewan Ternak (Sapi, Kuda, kerbau,
domba, kambing dan
babi)
Kelompok 3
Kendaraan & alat berat yang
dibongkarmuat dar/ke Ro-Ro:
a. sepeda Motor
b. Mobil s/d 9 M3 9
M3 s/d 13 M3
> 13 M3
Ton/M3
Ekor
Rp. 5.835,-
Rp. 5.835,-
Rp. 19.450,Rp.24.315,Rp.29.180,-
Rp. 19.450,Rp.24.315,Rp.29.180,-
Unit
Unit
Satuan
Ukuran
Unit
Rp. 58.350,Rp. 68.085,Rp. 77.815,-
Unit
Unit
Unit
Kelompok 4
PETIKEMAS
1.1. Domestik:
a. Petkemas Isi:
Ukuran 20
Ukuran 40
PetiKemas kosong:
Ukuran 20
Ukuran 40
Box Box
1.2. Internasional
a. Petkemas Isi:
Ukuran 20
Ukuran 40
b. PetiKemas kosong:
Ukuran 20
Ukuran 40
Box Box
b.
Box Box
Box Box
Pada September 2009, pemilik barang yang tergabung di dalam Dewan Pengguna Jasa Angkutan Laut
Indonesia (Depalindo) tetap menolak membayar jasa tally mandiri sehingga Dari 19 perusahaan yang
ditunjuk untuk melakukan tally mandiri, baru 14 perusahaan yang beroperasi dan hanya satu perusahaan
yang sudah dibayar, sedangkan 13 perusahaan belum dibayar karena Adpel dan perusahaan tally
mandiri tidak mempunyai wewenang untuk menahan barang. Depalindo menganggap kegiatan tally
20
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama"....
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi a. suatu
perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; ataub. suatu perjanjian yang
didasarkan undang-undang yang berlaku."
Hingga saat ini, kegiatan tally yang dilakukan oleh perusahaan tally mandiri belum sepenuhnya berjalan
dikarenakan banyak faktor salah satunya yaitu tidak berkenannya pelaku usaha. Pelaku usaha misalnya
perusahaan bongkar muat (PBM) dan pemilik barang lebih berkenan menggunakan jasa tally yang
dilakukan oleh surveyor independen seperti Surveyor Indonesia (SI) dan Sucofindo.
Para pelaku usaha terkait bongkar muat barang di pelabuhan khususnya pemilik barang merasa
keberatan dikarenakan adanya beban biaya yang harus mereka keluarkan untuk jasa tally tersebut
padahal berdasarkan kondisi di lapangan kegiatan tally sendiri sudah masuk dalam standar operasional
pelayanan yang dilakukan pihak PBM dan perusahaan pelayaran oleh karena itu pihak pemilik barang
beranggapan bahwa tidak perlu lagi dilakukan tally oleh perusahaan tally mandiri.
Kondisi saat ini berdasarkan hasil survey di lima pelabuhan yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung
Perak, Belawan, Pontianak dan Banten dapat disimpulkan bahwa:
Kegiatan tally yang dilakukan oleh perusahaan tally mandiri belum sepenuhnya berjalan
dikarenakan banyak faktor salah satunya yaitu tidak berkenannya pelaku usaha;
Pelaku usaha misalnya perusahaan bongkar muat (PBM) dan pemilik barang lebih berkenan
menggunakan jasa tally yang dilakukan oleh surveyor independen seperti Surveyor Indonesia
(SI) dan Sucofindo;
Para pelaku usaha terkait bongkar muat barang di pelabuhan khususnya pemilik barang merasa
keberatan dikarenakan adanya beban biaya yang harus mereka keluarkan untuk jasa tally
tersebut padahal berdasarkan kondisi di lapangan kegiatan tally sendiri sudah masuk dalam
21
Terminal operator
Pemda/Dishub Provinsi
Dengan keterbatasan waktu pengumpulan data yaitu rata-rata 3 (tiga) hari per lokasi, survey telah
berhasil dilakukan pada 42 orang responden dimana jumlah surveyor berbeda-beda setiap lokasi sesuai
dengan tingkat partisipasi dari kelompok responden. Partisipasi yang rendah ditunjukkan di Pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta karena responden sulit dijumpai di lokasi kantornya ataupun tidak bersedia
berpartisipasi sebagai responden. Adapun partisipasi yang tinggi ditunjukkan di Pelabuhan Tanjung
Perak, Jawa Timur, antara lain karena metode pengumpulan data diubah menjadi rapat kecil (focus
group discussion) dengan mengundang responden yang difasilitasi oleh pihak OP/KSOP setempat
dengan rekapitulasi jumlah responden adalah sebagai berikut :
22
Lokasi Survey
KSOP/
Otoritas
Pelabuhan
Operator
Terminal
(Pelindo)
Perusahaan
Bongkar
Muat
Perusahaan
Tally
Perusahaan
Pelayaran
Perusahaan
Pemilik
Barang dan
JPT
Dishub
Jumlah
Merak, Banten
Tj Priok, DKI
Tj Perak, Jatim
16
Belawan,
Sumatera Utara
Pontianak,
Kalimantan Barat
Jumlah
14
10
42
Hasil survei dan wawancara terhadap stakeholder dan instansi terkait penyelenggaraan dan
pengusahaan tally dapat diidentifikasi terkait penyelenggaraan tally terkini yang dijelaskan pada sub
bab selanjutnya.
3.2
Keberadaan penyelenggaraan tally mandiri dirasakan belum terlalu berkembang dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari keberadaan dan aktivitas usaha tally mandiri di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia
sebagai berikut :
Tabel 3-3 Perkembangan Usaha Tally Mandiri di Wilayah Studi
No
Lokasi
Persentase Keaktifan
Operasional
1.
Merak, Banten
30 perusahaan
10 perusahaan
33 %
2.
Tj Priok, DKI
20 perusahaan
2 perusahaan
10 %
3.
Tj Perak, Jatim
15 perusahaan
7 perusahaan
47 %
4.
Belawan,
Sumatera
Utara
17 perusahaan
10 perusahaan
59 %
5.
Pontianak,
Kalimantan
Barat
(tidak ada)
(tidak ada)
(tidak ada)
Dari data di atas, terlihat jelas bahwa lokasi dengan jumlah terbanyak perusahaan tally mandiri yang
terdaftar adalah Provinsi Banten dengan 30 perusahaan, dimana di Provinsi Kalimantan Barat belum
ada satupun perusahaan tally mandiri yang terdaftar. Adapun, jumlah perusahaan tally yang saat ini
masih beroperasi yang terbanyak berada di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Timur dengan 10
23
Jawaban Responden
Ya
Tidak
Total
Jumlah
Jawaban
4
5
9
Persentase
44%
56%
100%
Berdasarkan tabel di atas, hanya 44 % yang mengetahui aktivitas dan keberadaan Asosiasi perusahaan
Tally Mandiri sebagai wadah organisasi perusahaan Tally Mandiri. Umumnya, 56 % responden
menjawab tidak mengetahui aktivitas dan keberadaan Asosiasi perusahaan Tally Mandiri. Hal ini dapat
terlihat juga pada gambar berikut ini :
Ya
44%
Tidak
56%
Jawaban Responden
Pemilik barang/muatan
Perusahaan pelayaran (Pengangkut)
Perusahaan bongkar muat (PBM)
Perusahaan jasa pengurusan transportasi (JPT)
Perusahaan Tally Mandiri yang ditunjuk oleh pemilik barang
Jumlah Jawaban
9
7
19
5
3
24
Jawaban Responden
1
2
3
4
Jumlah
Jawaban
9
7
3
9
4
3
2
6
5
4
2
3
2
Berdasarkan tabel di atas , berbagai pihak merasakan berbagai manfaat dari penyelenggaraan tally
mandiri, terutama untuk beberapa hal seperti :
i.
Acuan dalam proses pembuatan dokumen muatan
ii.
Dokumen pendukung utama pengajuan klaim bagi para pihak yang memerlukan
iii.
Mendorong profesionalisme dan kompetisi yang sehat dalam penyediaan data Tally yang
akurat.
25
Jawaban Responden
1
2
3
Jumlah
Jawaban
4
10
1
15
Persentase
27%
67%
7%
100%
Berdasarkan tabel di atas, berbagai pihak dari Pelabuhan Pontianak (Kalimantan Barat),Pelabuhan
Merak, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya) yaitu sebanyak
67 % menyatakan bahwa perselisihan/perbedaan data pada kegiatan Tally kadang terjadi. Hal ini dapat
terlihat juga pada gambar berikut ini :
Tidak pernah
terjadi, 7%
Ya, tetapi
jarang
terjadi, 67%
Ya, cukup sering
Ya, tetapi jarang terjadi
Ya, cukup
sering, 27%
Jawaban Responden
Menghitung ulang data Tally dengan disaksikan OP/KSOP
Meminta pihak Tally Mandiri menghitung ulang
Meminta perusahaan surveyor untuk menghitung ulang
Jumlah
Jumlah
Jawaban
7
6
7
20
Persentase
35%
30%
35%
100%
Berdasarkan tabel di atas cara yang tepat mengatasi perselisihan data Tally dari Pelabuhan Pontianak
(Kalimantan Barat), Pelabuhan Merak, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan
Perak (Surabaya) didominasi oleh pihak yang menghitung ulang data Tally dengan disaksikan
26
Meminta Perusahaan
Surveyor Untuk
menghitung ulang;
35%
Meminta perusahaan
surveyor untuk
menghitung ulang;
30%
Gambar 3-3 Persepsi Tentang Cara yang tepat mengatasi perselisihan data Tally yang terjadi
Jawaban Responden
Ya
Tidak
Total
Jumlah Persentase
Jawaban
7
37%
12
63%
19
100%
Berdasarkan tabel di atas, pendapat mengenai kewajiban menggunakan kegiatan Tally Mandiri yang
khusus dilakukan oleh perusahaan Tally Mandiri dari jawaban responden di Pelabuhan Pontianak
(Kalimantan Barat),Pelabuhan Merak, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan
Perak (Surabaya) didominasi oleh pihak yang tidak setuju (63 %). Hal ini dapat terlihat juga pada
gambar berikut ini :
27
Ya
37%
TIDAK
63%
Gambar 3-4 Persepsi Tentang Persetujuan Jika Kegiatan Tally Mandiri Diwajibkan
Adapun alasan ketidaksetujuan atau dampak konsekuensi kewajiban menggunakan kegiatan Tally
Mandiri yang khusus dilakukan oleh perusahaan Tally Mandiri dapat dilihat berdasarkan hasil
kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai berikut :
Tabel 3-10 Dampak jika Tally Mandiri di pelabuhan diwajibkan
No
Jawaban Responden
Jumlah
Jawaban
14
Persentase
17
50%
9%
34
100%
41%
Tidak efektif,Karena
Perusahaan Tally
Mandiri Hanya
Menyalin Kegiatan
Tally Oleh Pihak Lain
9%
Menambah biaya
dipelabuhan
41%
Tumpang tindih
kegiatan Tally
karena sudah
dilakukan oleh pihak
lain
50%
Gambar 3-5 Persepsi Tentang Dampak jika Tally Mandiri di pelabuhan diwajibkan
Berdasarkan tabel di atas , responden dari Pelabuhan Pontianak (Kalimantan Barat),Pelabuhan Merak,
Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priok (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya) tidak setuju karena terjadi
tumpang tindih kegiatan Tally karena sudah dilakukan oleh pihak lain (50 %) serta menambah biaya di
pelabuhan (41 %). Adapun jawaban karena tidak efektif dimana perusahaan Tally Mandiri hanya
menyalin kegiatan Tally oleh pihak lain adalah jawaban yang paling sedikit
3.2.5 Dampak Jika Dihapuskan Kewajiban Menggunakan Jasa Tally Mandiri
Kegiatan tally merupakan kegiatan yang bersifat wajib dilaksanakan sesuai dengan amanat Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor KM 15 tahun 2007 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan tally di
28
Jawaban Responden
2
3
Jumlah
Jawaban
4
Persentase
33%
40%
15
100%
Total
27%
Berdasarkan tabel di atas, responden dari Pelabuhan Pontianak (Kalimantan Barat),Pelabuhan Merak,
Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya) 40 % menjawab bahwa
tidak ada dampak apapun di pelabuhan jika kegiatan Tally Mandiri di pelabuhan (tidak diwajibkan.
Adapun 27 % menjawab bahwa akan terjadi perbedaan/perselisihan pada kegiatan Tally yang dilakukan
pihak lain dan 33 % menjawab bahwa akan terjadi manipulasi dalam kegiatan Tally yang dilakukan
oleh pihak lain. Hal ini dapat terlihat juga pada gambar berikut ini :
Berpotensi rawan
jika terjadi
perbedaan
27%
Gambar 3-6 Persepsi Tentang Dampak jika kegiatan Tally Mandiri di pelabuhan tidak
diwajibkan
3.2.6 Lokasi Yang Tepat Untuk Kegiatan Tally Mandiri di Pelabuhan
Kegiatan tally mandiri sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 tahun 2007
tentang penyelenggaraan dan pengusahaan tally di pelabuhan hanya dilaksanakan di kapal untuk
kegiatan stevedoring. Meskipun demikian, berbagai pihak mengusulkan agar kegiatan ini diperluas
bukan hanya untuk stevedoring. Hal ini terlihat dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5
lokasi kajian sebagai berikut :
Tabel 3-12 Kegiatan Tally Mandiri Bukan Hanya Pada Kegiatan Stevedoring
No
1
2
Jawaban Responden
Ya
Tidak Setuju
Total
Jumlah
Jawaban
11
7
18
Persentase
61%
39%
100%
29
Berdasarkan tabel di atas, pendapat mengenai kegiatan ini diperluas bukan hanya untuk stevedoring
dari jawaban responden di Pelabuhan Pontianak (Kalimantan Barat),Pelabuhan Merak, Pelabuhan
Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya) didominasi oleh pihak yang setuju
(61 %). Hal ini dapat terlihat juga pada gambar berikut ini :
TIDAK SETUJU
39%
YA
61%
Gambar 3-7 Persepsi Tentang Kegiatan Tally Mandiri Bukan Hanya Pada Kegiatan
Stevedoring
Mengenai lokasi kegiatan tally mandiri yang tepat, terlihat dimana berdasarkan hasil
kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai berikut :
Tabel 3-13 Lokasi yang tepat dalam melakukan kegiatan Tally Mandiri di pelabuhan
No
1
2
3
4
Jawaban Responden
Di atas kapal
Di Dermaga
Di gudang
Di lapangan penumpukan
Total
Jumlah Jawaban
13
18
5
3
39
Persentase
33%
46%
13%
8%
100%
Di Lapangan Di
Penumpukan
8%
Di Gudang
13%
Di Atas Kapal
33%
Di Dermaga
46%
30
Jawaban Responden
Jumlah
Jawaban
4
Persentase
14
78%
18
100%
22%
Berdasarkan tabel di atas, berbagai pihak dari Pelabuhan Pontianak (Kalimantan Barat),Pelabuhan
Merak, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya) yaitu sebanyak
78 % mengusulkan agar yang pengguna Tally dapat memilih perusahaan Tally mandiri maupun sesuai
dengan permintaannya. Sedangkan sistem penempatan kegiatan Tally Mandiri dengan tiap dermaga
sudah ada perusahaan Tally mandiri tertentu yang ditunjukan merupakan yang paling sedikit. Hal ini
dapat terlihat juga pada gambar berikut ini :
31
Jawaban Responden
Jumlah
Jawaban
11
Persentase
6%
16%
13%
10
31%
32
100%
34%
Gambar 3-10 Persepsi Tentang Kendala Yang Dihadapi Perusahaan Tally Mandiri Untuk
Beraktivitas
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, berbagai pihak dari Pelabuhan Pontianak (Kalimantan
Barat),Pelabuhan Merak, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya)
yaitu sebanyak 34 % merasa kendala utama berkembangnya perusahaan tally adalah karena dirasakan
32
Jawaban Responden
Efektivitas kerja
Sangat Efektif
Efektif
Cukup
Tidak Efektif
Sangat tidak efektif
Akuntabilitas dan Akurasi Data
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang akurat
Sangat tidak akurat
Transparansi data
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang transparan
Sangat tidak transparan
Akses terhadap data lalu lintas barang
Sangat diakses
Mudah diakses
Cukup mudah
Sulit diakses
Sangat sulit diakses
Jumlah
Jawaban
Persentase
0
2
4
3
1
Jumlah
0%
20%
40%
30%
10%
100%
0
1
5
3
1
Jumlah
0%
10%
50%
30%
10%
100%
0
1
2
6
1
Jumlah
0%
10%
20%
60%
10%
100%
0
1
4
4
1
Jumlah
0%
10%
40%
40%
10%
100%
33
Sangat Tidak
Efektif
10%
Sangat Baik
0%
Efektif
20%
Tidak Efektif
30%
Cukup
40%
Gambar 3-11 Persepsi Tentang Penilaian Kinerja Perusahaan Tally Mandiri (Efektifitas Kerja)
Sangat Tidak
Efektif
10%
Sangat Baik
0%
Efektif
10%
Tidak Efektif
30%
Cukup
50%
Sangat Tida
Transparan
10%
Sangat Baik
0%
Baik
10%
Cukup
20%
Kurang
Transparan
60%
34
Sangat Sulit
Diakses
10%
Sulit Diakses
40%
Sangat Diakses
0%
Mudah Diakses
10%
Cukup Mudah
40%
Gambar 3-14 Persepsi Tentang Penilaian Kinerja Perusahaan Tally Mandiri (Akses Terhadap
Lalu-Lintas Barang)
Berdasarkan tabel di atas, dari berbagai pihak dari Pelabuhan Pontianak (Kalimantan Barat),Pelabuhan
Merak, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Priuk (DKI) dan Pelabuhan Perak (Surabaya), sebanyak 40 %
yang menyatakan bahwa kinerja perusahaan tally tidak efektif dan tidak akurat, sebanyak 70 % yang
menyatakan bahwa kinerja perusahaan tally tidak transparan, dan sebanyak 50 % yang menyatakan
bahwa data lalulintas barang dari perusahaan tally sulit diakses.
3.2.10 Modal Minimal Ideal Perusahaan Tally Mandiri
Berbagai pihak menyatakan pendapat yang berbeda terkait modal minimal perusahaan tally mandiri.
Hal ini terlihat dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai berikut :
Tabel 3-17 Modal Minimal Ideal perusahaan Tally Mandiri
No
a
Jawaban Responden
Pelabuhan utama minimal Rp. 500 juta
Sudah tepat
Terlalu besar,
Terlalu kecil,
Pelabuhan regional minimal Rp. 200 Juta
Sudah tepat
Terlalu besar,
Terlalu kecil,
Jumlah
Jawaban
Persentase
1
3
6
10%
30%
60%
2
1
7
10%
20%
70%
Berdasarkan tabel di atas persyaratan modal minimal untuk pelabuhan utama serta pelabuhan regional
dinilai masih terlalu kecil. Hal ini dapat terlihat juga pada gambar berikut ini :
35
Sudah Tepat
10%
Terlalu Kecil
60%
Terlalu Besar
30%
Gambar 3-15 Persepsi Tentang Modal Minimal Ideal perusahaan Tally Mandiri (Pelabuhan
Utama Minimal Rp.500 Juta)
Sudah Tepat
10%
Terlalu Besar
20%
Terlalu Kecil
70%
Gambar 3-16 Persepsi Tentang Modal Minimal Ideal perusahaan Tally Mandiri (Pelabuhan
Regional Minimal Rp.200 Juta)
3.2.11 Tenaga Ahli Minimal bagi Perusahaan Tally Mandiri
Berbagai pihak menyatakan pendapat yang berbeda terkait tenaga ahli minimal bagi perusahaan tally
mandiri. Hal ini terlihat dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai
berikut :
Tabel 3-18 Persyaratan tenaga ahli yang harus dimiliki perusahaan Tally Mandiri
No
1
2
3
4
5
Jawaban Responden
Jumlah Persentase
Jawaban
Ahli Nautika (Lulusan akademi pelayaran)
8
25%
Ahli Ketatalaksanaan Pelabuhan dan Pelayaran (Lulusan
7
21%
akademin pelayaran)
Sarjan / Diploma Transportasi Laut (Lulusan perguruan tinggi
8
25%
umum)
Sarjan / Diploma Statistik atau Matematika (Lulusan
5
16%
perguruan tinggi umum)
Sarjana / Diploma Ekonomi (Lulusan perguruan tinggi
4
13%
umum)
Total
32
100%
Berdasarkan tabel di atas, persyaratan tenaga ahli ang harus dimiliki perusahaan Tally Mandiri lebih
didominasi oleh sarjana/ Diploma Transportasi Laut (Lulusan perguruan Tinggi umum) dan Ahli
36
Gambar 3-17 Persepsi Tentang Tenaga Ahli Minimal bagi Perusahaan Tally Mandiri
3.2.12 Kondisi Tenaga Ahli dan Peralatan Perusahaan Tally Mandiri
Berbagai pihak menyatakan pendapat yang berbeda terkait tenaga ahli minimal bagi perusahaan tally
mandiri. Hal ini terlihat dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai
berikut :
Tabel 3-19 Perusahaan Tally Mandiri sudah memiliki tenaga ahli yang memadai
No
1
2
Jawaban Responden
Ya
Tidak
Total
Jumlah Persentase
Jawaban
2
40%
3
60%
5
100%
Berdasarkan tabel di atas, umumnya responden menyatakan bahwa saat ini tenaga ahli yang ada di
perusahaan Tally Mandiri belum memadai. Hal ini dapat terlihat juga pada gambar berikut ini :
YA
40%
TIDAK
60%
37
Jawaban Responden
Ya
Tidak
Total
Jumlah Persentase
Jawaban
2
50%
2
50%
4
100%
Berdasarkan tabel di atas, seimbang antara yang menyatakan bahwa perusahaan Tally Mandiri saat ini
sudah memiliki peralatan Tally yang memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat terkait kendala
pemenuhan tenaga ahli dan peralatan bagi perusahaan tally mandiri. Hal ini dapat terlihat juga pada
gambar berikut ini :
YA
50%
TIDAK
50%
Gambar 3-19 Persepsi Tentang Perusahaan Tally Mandiri sudah memiliki peralatan Tally yang
memadai
Hal ini terlihat dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai berikut :
Tabel 3-21 Terdapat kendala untuk memenuhi SDM dan peralatan Tally yang memadai
No
1
2
Jawaban Responden
Ada
Tidak
Total
Jumlah
Jawaban
Persentase
7
4
11
64%
36%
100%
Berdasarkan tabel di atas, umumnya responden menyatakan bahwa saat ini sulit untuk memenuhi
peralatan dan tenaga ahli yang memadai di perusahaan Tally Mandiri. Hal ini dapat terlihat juga pada
gambar berikut ini :
38
TIDAK
36%
ADA
64%
Gambar 3-20 Persepsi tentang terdapat kendala untuk Memenuhi SDM dan perlatan Tally
yang memadai
3.2.13 Tarif JasaTally Mandiri
Berbagai pihak menyatakan pendapat yang berbeda terkait tarif jasa tally mandiri. Hal ini terlihat
dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai berikut :
Tabel 3-22 Sistem pentarifan untuk kegiatan Tally Mandiri di pelabuhan
No
1
2
3
Jawaban Responden
Jumlah Persentase
Jawaban
Sesuai kesepakatan pengguna jasa dan perusahaan Tally
11
65%
Mandiri
Didasarkan pada komposisi perhitungan besaran tarif yang
6
35%
telah ditentukan
Perusahaan Tally Mandiri menentukan sendiri tarif sesuai
0
0
dengan mekanisme dan kompetisi pasar
Total
17
100%
Berdasarkan tabel di atas, sistem pentarifan yang tepat untuk melakukan kegiatan Tally Mandiri lebih
didominasi oleh sesuai kesepakatan pengguna jasa dan perusahaan Tally Mandiri. Responden juga
berpendapat agar tarifnya dibedakan sesuai jenis muatan. Hal ini dapat terlihat juga pada gambar berikut
ini :
Didasarkan pada
kompotisi perhitungan
besaran tarif yang telah
ditentukan
35%
Sesuai Kesepakatan
Pengguna jasa dan
perusahaan Tally
Mandiri
65%
Gambar 3-21 Persepsi tentang sistem pentarifan untuk kegiatan Tally Mandiri di Pelabuhan
Hal ini terlihat dimana berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi kajian sebagai berikut :
39
Jawaban Responden
Ya
Tidak
Total
Jumlah Persentase
Jawaban
13
76%
4
24%
17
100%
Tidak
24%
Ya
76%
Tabel 3-24 Sanksi yang dikenakan jika data yang dilakukan perusahaan Tally Mandiri ternyata
terbukti salah / keliru
No
1
2
Jawaban Responden
Perlu
Tidak perlu
Total
Jumlah Persentase
Jawaban
9
75%
3
25%
12
100%
Berdasarkan tabel di atas, 75 % responden merasa perlu adanya sanksi jika data yang dilakukan oleh
perusahaan Tally Mandiri ternyata terbukti salah / keliru. Hal ini dapat terlihat juga pada gambar berikut
ini :
40
Tidak Perlu
25%
Perlu
75%
Gambar 3-23 Persepsi tentang sanksiyang dikenakan jika data yang dilakukan perusahaan
Tally Mandiri tenyata terbukti salah / keliru
Adapun bentuk sanksi yang diusulkan dapat terlihat berdasarkan hasil kuisioner/wawancara di 5 lokasi
kajian sebagai berikut :
Tabel 3-25 Bentuk sanksi yang tepat jika data yang dlakukan oleh perusaha Tally Mandiri
terbukti salah / Keliru
No
Jawaban Responden
1
2
Jumlah Persentase
Jawaban
5
50%
5
50%
10
100%
Denda uang
(pesentase dari nilai
barang atau muatan)
50%
Gambar 3-24 Persepsi tentang bentuk sanksi yang tepat jika data yang dilakukan oleh
Perusaan Tally Mandiri terbukti salah / keliru
Berdasarkan tabel di atas, bentuk sanksi yang tepat jika data yang dlakukan oleh perusaha Tally Mandiri
terbukti salah / Keliru sama dominannya antara Denda dengan uang dari nilai barang atau
muatanmaupun surat peringatan dan jika telah 3 kali melanggar maka izin usaha dicabut.
41
8. Review terhadap prosedur perizinan (modal minimal, peralatan teknis, kualifikasi minimal
tenaga ahli)
9. Review terhadap kewajiban perusahaan tally
10. Pelaporan kegiatan/sistem informasi (EDI) dan sebaiknya menyediakan data berbasis web yang
mudah diakses.
11. Riview terhadap sanksi bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.
Hal-hal yang diuraikan sebelumnya merupakan konsep awal yang dirumuskan berdasarkan hasil survei
dan evaluasi di lapangan terkait implementasi kebijakan penyelenggaraan dan pengusahaan tally
mandiri saat ini.
Arahan kebijakan tally mandiri diuraikan dalam matriks yang berisi penyesuaian atau rencana revisi
yang diusulkan pada kebijakan yang berlaku saat ini:
42
Muatan Pasal
Bab I
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
USULAN PERUBAHAN
Pasal
BAB I
Pasal 1
Keterangan
Muatan Pasal
KETENTUAN UMUM
1.
1.
2.
2. Dokumen Tally adalah dokumen yang berisi data-data tentang jenis muatan,
jenis kemasan, kondisi serta jumlah muatan dalam ukuran ton/meter
kubik/unit dan menunjukkan tempat, nama kapal , dan waktu pelaksanaan
bongkar muat;
3.
3. Badan usaha adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara dan/atau daerah
dan/atau swasta dan/atau koperasi;
4.
5.
5. Pengguna jasa tally adalah pemilik muatan dan/atau pengangkut serta pihak
lain yang memerlukan jasa pelayanan menghitung, mengukur, menimbang
dan membuat catatan terhadap barangnya dan/atau barang yang diangkutnya;
6.
6. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
43
Justifikasi
Penambahan dan perbaikan terhadap beberapa
ketentuan umum berdasarkan pada peraturan dan
perundang-undangan terbaru.
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
KETENTUAN UMUM
BAB I
Keterangan
Muatan Pasal
KETENTUAN UMUM
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindahpindah;
7.
7. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra- dan antarmoda transportasi.
8.
9.
44
Justifikasi
USULAN PERUBAHAN
Keterangan
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Justifikasi
12. Dokumen Tally adalah dokumen yang berisi datadata tentang jenis muatan, jenis kemasan, kondisi
serta jumlah muatan dalam ukuran ton/meter
kubik/unit dan menunjukkan tempat, nama kapal ,
dan waktu pelaksanaan bongkar muat .
12. Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle)
di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan
barang atau sebaliknya.edia jasa tally adalah perusahaan tally Berbadan
Hukum Indonesia yang didirikan khusus untuk menyelenggarakan dan
mengusahakan kegiatan tally;
14. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah Badan Usaha yang melakukan
kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan.
15. Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah perusahaan angkutan laut berbadan
hukum Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah
perairan Indonesia dan/atau dari dan ke pelabuhan di luar negeri.
adalah
Direktur
Jenderal
45
USULAN PERUBAHAN
Keterangan
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
Bab I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
16. Gubernur
adalah Kepala
Daerah
Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundangundangan mengenai Otonomi Daerah.
Justifikasi
46
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB
II
BAB II
Pasal
2
Pasal 2
Keterangan
Pasal
3
Pasal 3
Pasal
4
Pasal 4
47
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB
BAB II
Keterangan
II
1) untuk memperoleh data-data yang akurat tentang arus lalulintas
barang melalui transportasi laut baik nasional maupun
internasional yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menetapkan kebijakan pembangunan di bidang ekonomi
baik mikro maupun makro;
2) untuk
mencegah
terjadinya
manipulasi
muatan
dan
penyelundupan;
3) untuk meningkatkan penerimaan negara melalui bea masuk dan
pajak-pajak impor/ekspor;
4) untuk mendorong terciptanya sistem maupun iklim perdagangan
yang transparan dan sehat;
5) untuk terciptanya sistem transportasi laut yang aman, efektif,
efisien. profesional dan bertanggung jawab; dan
6) untuk mendorong investasi dan membuka lapangan kerja baru.
b. Penyelenggara dan pengelola pelabuhan untuk menjadi dasar
pertimbangan yang obyektif dan akurat dalam pengembangan
sarana dan prasarana pelabuhan, meningkatkan kinerja dan
pelayanan jasa kepelabuhanan.
c. Pelaku usaha perdagangan domestik, importir dan eksportir atau
pemilik barang untuk memberikan kepastian tentang kondisi dan
jumlah barang serta sebagai dasar untuk proses pengajuan klaim
apabila terjadi kerusakan atau kehilangan barang selama dalam
pengangkutan sampai dengan diterimanya barang oleh pemiliknya.
d. Perusahaan angkutan laut (pelayaran) untuk meningkatkan
efisiensi, kinerja, citra, tanggung jawab dan profesionalisme
sebagai pengangkut yang sebenarnya terhadap barang yang
diangkutnya kepada pengguna jasa.
a. Pemerintah.
1) untuk mendorong terciptanya sistem maupun iklim
perdagangan yang transparan dan sehat;
2) untuk terciptanya sistem transportasi laut yang aman,
efektif, efisien. profesional dan bertanggung jawab; dan
3) untuk mendorong investasi dan membuka lapangan kerja
baru.
b. Penyelenggara dan pengelola pelabuhan untuk menjadi salah
satu alternatif solusi pertimbangan yang obyektif dan akurat
apabila terjadi perselisihan data dokumen tally mandiri di
pelabuhan.
c. Pelaku usaha perdagangan domestik, importir dan eksportir
atau pemilik barang untuk memberikan kepastian tentang
kondisi dan jumlah barang serta sebagai dasar untuk proses
pengajuan klaim apabila terjadi kerusakan atau kehilangan
barang selama dalam pengangkutan sampai dengan
diterimanya barang oleh pemiliknya.
d. Perusahaan angkutan laut (pelayaran) perusahaan bongkar
muat, jasa pengurusan transportasi, penyelenggara/pengelola
pelabuhan, dan /atau tenaga kerja bongkar muat
untuk
meningkatkan efisiensi, kinerja, citra, tanggung jawab dan
profesionalisme sebagai pihak yang terlibat dalam arus lalu
lintas muatan angkutan laut.
48
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB III
KEGIATAN TALLY
BAB III
Pasal 5
Pasal 5
1.
2.
3.
4.
Keterangan
Pasal 6
5.
Pasal 6
49
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
KEGIATAN TALLY
BAB III
Keterangan
Muatan Pasal
KEGIATAN TALLY MANDIRI
2. Kegiatan tally sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yang
dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional, perusahan
bongkar muat atau perusahaan jasa pengurusan transportasi, izin
usahanya melekat pada izin usaha pokoknya.
Pasal 7
Pasal 8
4.
5.
1.
2.
3.
1.
50
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
BAB III
KEGIATAN TALLY
BAB III
Muatan Pasal
KEGIATAN TALLY MANDIRI
usaha patungan dengan membentuk perusahaan tally mandiri
nasional.
2.
3.
51
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB IV
BAB IV
Pasal 7
Pasal 9
Keterangan
1.
2.
52
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB IV
Keterangan
4.
5.
memiliki surat
tertulis dari
rekomendasi/pendapat
penyelenggara pelabuhan setempat.
53
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB IV
6.
Keterangan
54
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB IV
BAB IV
Keterangan
7.
Pasal 8
1.
55
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB IV
Keterangan
3.
56
Tabel 4-5 Rekomendasi Peraturan Perundangan terkait Kebijakan Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally Mandiri
(Tata Cara Permohonan Izin Usaha)
PERATURAN MENTERI NO.KM 15 TAHUN 2007
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB V
BAB V
Pasal 9
Pasal 10
1.
2.
3.
4.
5. Dalam hal permohonan izin usaha ditolak oleh pejabat pemberi izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib memberikan jawaban
tertulis dengan alasan penolakan, menurut contoh pada Lampiran III
Peraturan ini
5.
57
Keterangan
0.
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
BAB V
Pasal 10
Pasal 11
Muatan Pasal
TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA
6.
7.
58
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
KANTOR CABANG
BAB VI
Pasal 12
KANTOR CABANG
1.
2.
Pasal 13
Keterangan
Muatan Pasal
59
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
KANTOR CABANG
BAB VI
Muatan Pasal
KANTOR CABANG
b. rekomendasi
kebutuhan pembukaan kantor cabang dari
Penyelenggara Pelabuhan;
c. surat keterangan domisili kantor cabang yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang;
d. surat keputusan
pengangkatan
kepala cabang
yang ditandatangani oleh penanggung jawab
perusahaan;
e. Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepala kantor cabang; dan
f. peralatan tally mandiri, baik milik maupun operasi.
4. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Gubernur sesuai kewenangannya mencatat dan mengeluarkan
surat keterangan atas persetujuan pembukaan kantor cabang
perusahaan tally mandiri di pelabuhan dalam provinsi setempat
menurut format Contoh 5 pada Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Perhubungan ini.
Pasal 14
60
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB VI
BAB VII
Pasal 11
(1) Tarif pelayanan jasa usaha tally ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama
antara Asosiasi Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa Tally berdasarkan jenis dan
struktur tarif serta menjadi beban pemilik barang.
Pasal 15
(2) Jenis dan struktur tarif pelayanan jasa usaha tally sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri dari:
a. Jenis yang didasarkan pada kelompok barang, terdiri dari:
1)
Kelompok 1 dalam ton/m3 terdiri dari:
General cargo, ikan beku, kaca, roll paper, tissue paper, sawn timber
loose, bundle, steel pipe, curah cair dalam drum, keramik, slab iron,
bale pulp, tin, plate, tiang pancang dan steel envelope;
2)
Kelompok 2 dalam ton/m3 terdiri dari:
Bag cargo, curah kering, palletizedlunitized cargo, rattan, sawn
timber in bundle, billet in pieces, steel railway in pieces, pigiron, H.
beam, steel plate dan jumbo bag;
3)
Kelompok 3 dalam ton/m3 terdiri dari:
H/R coil, C/R coil, steel bar (ingot), billet in bundle, wire rod dan
steel railway in bundle;
4)
Kelompok 4 hewan ternak dalam ekor terdiri dari:
Sapi, kuda, kerbau, domba, kambing dan babi;
5)
Kelompok 5 dalam unit terdiri dari:
Sepeda motor, mobil, truck, bus, excavator, back hoe, traktor dan
alat-alat berat;
6)
Kelompok 6 petikemas dan box ukuran 20 feet dan 40 feet
7)
Kelompok 7 barang berbahaya dan mengganggu dalam ton/m3
61
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB VII
8)
9)
10)
62
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB
VII
KEWAJIBAN
BAB VII
KEWAJIBAN
Pasal 12
Pasal 16
63
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB
KEWAJIBAN
BAB VII
KEWAJIBAN
VII
g.
h.
64
Keterangan
Muatan Pasal
BAB
VIII
Pasal 13 1.
2.
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
SISTEM PELAPORAN DAN MANFAAT LAPORAN
KEGIATAN TALLY
3.
4.
5.
Pengolahan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bersama
Keterangan
65
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB
VIII
TALLY
KEGIATAN TALLY
66
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
BAB IX
SANKSI
BAB VIII
Pasal 15
1. Izin usaha lally sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayal (1) dapat dicabut,
apabila tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 12.
Pasal 17
2. Pencabutan izin usaha tally sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh pejabal pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayal (2).
Pasal 16 1.
Pencabutan izin usaha tally sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayal (1)
dan ayal (2) dilakukan melalui proses peringatan lertulis sebanyak liga (3)
kali berturut-turul dengan lenggang waktu 1 (satu) bulan, menurut contoh
nornor 1, 2 dan 3 pada Lampiran VI Peraturan ini.
Pasal 18
Keterangan
Muatan Pasal
SANKSI
1.
2.
3.
4.
1.
67
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
BAB IX
SANKSI
BAB VIII
Keterangan
Muatan Pasal
SANKSI
terpisahkan dari Peraturan Menteri Perhubungan
ini.
Pasal 17
Pasal 18
2.
2.
3.
3.
4.
Izin usaha tally dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan
sebelumnya.
(1)
Perusahaan Angkutan Laut Nasional atau Agennya, Perusahaan
Bongkar Muat dan Pemilik Barang atau Wakilnya yang tidak mentaati ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 8 ayat (1) dan
68
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
SANKSI
BAB VIII
SANKSI
ayat (2) dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku berupa
larangan beroperasi.
(2)
Larangan beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Adpel/Kantor Pelabuhan setempat dengan tembusan disampaikan kepada
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Dinas Perhubungan setempat, dan asosiasi
terkait.
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2015
69
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
Muatan Pasal
BAB X
BAB IX
Pasal 19
1.
2.
3.
70
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
Pasal
BAB X
BAB IX
Muatan Pasal
SISTEM INFORMASI USAHA TALLY MANDIRI
sebagaimana pada ayat (2) di atas, sistem informasi kegiatan
tally mandiri dapat dilakukan secara manual.
Pasal 20
1.
2.
3.
4.
5.
71
Keterangan
Muatan Pasal
BAB XI
USULAN PERUBAHAN
Pasal
Muatan Pasal
BAB X
Pasal 21
1.
2.
3.
72
Keterangan
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Pasal 22
Keterangan
Muatan Pasal
Mengingat telah terbentuknya asosiasi tally
mandiri dan perusahaan tally mandiri maka
menjadi dasar perubahan dalam pasal ini.
Tabel 4-14 Rekomendasi Peraturan Perundangan terkait Kebijakan Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally Mandiri
(Ketentuan Penutup)
PERATURAN MENTERI NO.KM 15 TAHUN 2007
Pasal
USULAN PERUBAHAN
Muatan Pasal
Pasal
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pasal 23
Pasal 21
Pasal 24
Pasal 25
Keterangan
Muatan Pasal
73
5 PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei terhadap kegiatan tally mandiri, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain sebagai
berikut:
1. Hanya sebagian kecil lokasi pelabuhan yang memiliki kegiatan tally mandiri
2. Kegiatan tally dianggap sudah merupakan bagian melekat dari aktivitas perusahaan bongkar muat,
perusahaan pelayaran dan beberapa pihak lainnya
3. Pada pelabuhan yang memiliki kegiatan tally mandiri, saat ini jumlah perusahaan tally mandiri makin
jauh berkurang, kurang efektif, kurang diminati oleh pengguna jasa serta dianggap belum profesional
dengan peralatan dan tenaga ahli yang belum memadai
4. Pada umumnya, Dinas Perhubungan Provinsi tidak menerbitkan surat izin perusahaan tally mandiri
karena ketidaktaatan pada kewajiban pelaporan maupun aktivitas realnya yang belum memadai
5. Diperlukan berbagai upaya untuk mengatur penyelenggaraan dan pengusahaan tally mandiri.
5.2
Rekomendasi
Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan tally mandiri, diperoleh beberapa saran dan masukan antara lain
sebagai berikut:
1. Agar segera merevisi KM 15 Tahun 2007 yang dianggap kurang sesuai dengan Undang-undang 17
Tahun 2008 dan PP 61 Tahun 2009
2. Muatan pasal yang mewajibkan tally mandiri agar diubah menjadi bukan merupakan mandatory
3. Sebeoum diterbitkan, Konsep Peraturan Menteri yang mengatur penyelenggaraan dan pengusahaan
tally mandiri agar didiskusikan dan disosialisasikan bersama berbagai stakeholder terkait.
74