Anda di halaman 1dari 5

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Setiap dokter dibekali dengan peraturan etika, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) yang berisi tentang nilai-nilai yang sepatutnya dipatuhi dan dijalankan oleh
seorang dokter. KODEKI inilah yang menjadi landasan setiap tindakan medis yang dilakukan
seorang dokter serta mengatur hubungan antara dokter dengan pasien, lingkungan
masyarakat, teman sejawat, dan diri sendiri. Selain KODEKI ada pula peraturan tentang
informed consent atau disebut juga Persetujuan Tindakan Medis yaitu Permenkes No.290
Tahun 2008.2
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur
hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang
diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang samasama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
struktural. Oleh karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
berdasar kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter IndonesiaNo.
221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang
diuraikan sebagai berikut:2
I. Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, &
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter/ kompetensi, atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.
II. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.
Aspek hukum dan medikolegal
Menurut Undang-undang No 58 tahun 1999 tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
wewenang, tugas dan tanggung jawab perawatan tahanan:1
Pasal 21
(1) Setiap tahanan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.
(2) Pada setiap RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS disediakan poliklinik
beserta fasilitasnya dan ditempatkan sekurang-kurangnya seorang dokter dan tenaga
kesehatan lainnya.
(3) Dalam hal RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS belum ada tenaga
dokter atau tenaga kesehatan lainnya, maka pelayanan kesehatan dapat minta bantuan kepada
rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
Pasal 22
(1) Pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/cabang
LAPAS.

(2) Dalam hal dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhalangan, maka pelayanan
kesehatan tertentu dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 23
(1) Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dan
dicatat dalam kartu kesehatan.
(2) Dalam hal ada keluhan mengenai kesehatan, maka dokter atau tenaga kesehatan
RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS wajib melakukan pemeriksaan
terhadap tahanan.
(3) Dalam hal hasil pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) ditemukan adanya penyakit menular atau yang membahayakan, maka tahanan tersebut
wajib dirawat secara khusus.
(4) Perawatan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24
(1) Dalam hal tahanan yang sakit memerlukan perawatan lebih lanjut, maka dokter atau
tenaga

kesehatan

RUTAN/Cabang

RUTAN

LAPAS/Cabang LAPAS memberikan rekomendasi kepada Kepala

atau

RUTAN/Cabang

RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah sakit di
luar RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.
(2) Pelayanann kesehatan di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
mendapat izin dari instansi yang menahan dan kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau
LAPAS/Cabang LAPAS.
(3) Dalam hal keadaan darurat, Kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang
LAPAS dapat mengirim tahanan yang sakit ke rumah sakit tanpa izin instansi yang menahan
terlebih dahulu.
(4) Dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam, petugas pemasyarakatan
memberitahukan pengiriman tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada instansi
yang menahan.
(5) Tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang dibawa dan dirawat di rumah sakit
harus dikawal oleh petugas kepolisian.
(6) Biaya perawatan kesehatan di rumah sakit dibebankan kepada Negara.
Menurut surat edaran jaksa agung Republik Indonesia tanggal Maret 2014 tentang pemberian
ijin berobat ke luar negeri bagi tersangka/terdakwa perkara pidana dan mengingat pasal 33

Undang-undang No 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan RI dapat diberikan petunjuk sebagai


berikut:1
1. Pada prinsipnya seorang tersangka/terdakwa perkara tindak pidana (umum/ khusus)
yang perkaranya sedang dalam proses penyidikan atau penuntutan tidak diijinkan
untukberobat ke luar negeri, karena rumah sakit rumah sakit di Indonesia pada
umumnya telah dapat mengobati semua jenis penyakit. Ijin berobat ke luar negeri
hanya dapat diberikan terhadap kondisi-kondisi dan jenis penyakit tertentu yang
belum dapat diobati di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia
2. Ijin berobat ke luar negeri bagi tersangka/terdakwa hanya dapat diberikan oleh Jaksa
Agung RI., setelah memenuhi syarat-syarat tertentu.
3. Ijin berobat ke luar negeri harus diajukan oleh tersangka/terdakwa atau keluarganya
setelah mendapatkan rekomendasi dari Dokter sepesialis penyakit yang bersangkutan,
dan dilengkapi surat keterangan resmi dari Rumah sakit Pemerintah yang ditunjuk
untuk dapat memberikan rujukan guna berobat ke luar negeri (Rumah Sakit Umum
Pusat Cipto MangunKusumo Jakarta) dengan penjelasan bahwa rumah sakit di
Indonesia belum dapat memberikan pelayanan medis / pengobatan terhadap penyakit
yang diderita oleh tersangka/terdakwa.
4. Ijin berobat ke luar negeri diajukan kepada Jaksa Agung Ri, melalui jalur berjenjang
(Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Jaksa Agung Muda yang bersangkutan) dengan
menjelaskan nama dan alamat lengkap rumah sakit di luar negeri yang akan merawat
tersangka/terdakwa agar sewaktu-waktu dapat dihubungi.
5. Harus ada jaminan dari tersangka/terdakwa dan

keluarganya

bahwa

tersangka/terdakwa yang bersangkutan akan segera kembali ke Indonesia setelah


rumah sakit yang bersangkutan memberikan keterangan bahwa tersangka/terdakwa
dapat dirawat kembali di Indonesia.
6. Kejaksaan yang menangani perkara tersangka/terdakwa yang berobat ke luar negeri
wajib memantau dan meminta perkembangan hasil pengobatan tersangka/terdakwa
dari rumah sakit di luar negeri yang bersangkutan, sekurang kurangnya I (satu ) bulan
sekali, dan meminta penjelasan masih perlu atau tidaknya tersangka/terdakwa dirawat
di rumah sakit tersebut. Laporan hasil pemantauan dikirim setiap bulan kepada Jaksa
Agung RI., tembusan kepada Jaksa Agung Muda Intelijen dan Jaksa Agung Muda
yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai