Siklus hidup HIV berawal dari infeksi sel, produksi DNA virus dan integrasi kedalam
genom, ekspresi gen virus dan produksi partikel virus. Virus menginfeksi sel dengan
menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp120 ( 120 Kd glikoprotein) yang terutama
mengikat sel CD4 reseptor dan reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5 ) dari sel manusia. Oleh
karena itu virus hanya dapat menginfeksi dengan efisien sel CD4. Makrofag dan sel dendritik
juga dapat menginfeksinya.
Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membrane virus bersatu dengan membrane
sel pejamu dan virus masuk ke sitoplasma. Disini envelop virus dilepaskan oleh protease virus
dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzim transcriptase dan kopi
DNA bersatu dengan DNA pejamu. DNA yang terintegrasi disebut provirus. Provirus dapat
diaktifkan , sehingga diproduksi RNA dan protein virus . sekarang virus mampu membentuk
struktur inti, bermigrasi ke membrane sel, memperoleh envelop lipid dari sel pejamu, dilepas
berupa partikel virus yang dapat menular dan siap menginfeksi sel lain. Integrasi provirus dapat
tetap laten dalam sel yang terinfeksi untuk berbulan- bulan atau tahun sehingga tersembunyi dari
system imun pejamu, bahkan dari terapi antivirus.
2.2 PATOGENESIS(2)
Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai
afinitas
terhadap
molekul
permukaan
CD4.
Limfosit
CD4+
berfungsi
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi kehilangan
fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif.
Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vitro dan
invivo adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral dendritik, folikular dendritik,
mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit
CD8, sel retina dan epitel ginjal. (Merati TP dkk, 2006)
Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama HIV dengan
bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks molekul adhesi
pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell specific
intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui
bahwa selain molekul CD4 dan ko-reseptor kemokin, terdapat integrin integrin alpha 4 beta
7.sebagai reseptor penting lainnya untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV
akan berikatan dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi
antigen gp41 virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan
terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim transkriptase
reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan
enzim integrase. DNA virus yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi
integrasi, provirus ini akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host
menjadi mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur
sampai terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus. Genomik RNA dan
protein virus ini akan membentuk partikel virus yang nantinya akan menempel pada bagian luar
sel. Melalui proses budding pada permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang
dalam keadaan matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di
peredaran darah tepi.
Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.
Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat defisiensi imun,
akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio CD4-CD8 dan
hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus HIV dibentuk terhada berbagai
antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di
sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam ( 22 Juni 2015 - 29 Agustus 2015 )
Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Page 3
sejak 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela.
Antigen gp120 dan bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk
antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut tidak dapat
mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun
selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang sebagian besar adalah sel T
CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan
terus laju replikasi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)
Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan kerusakan
progresif populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi sel T CD4. Selain itu,
terjadi juga disregulasi repsons imun sel T CD4 dan proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien
HIV yang tidak mendapat pengobatan antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006)
PERJALANAN PENYAKIT
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali
seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Sebagian berkembang masuk
tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan
sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan
kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang
kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan menunjukkan gejala
infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan berlangsung selama 2-6 minggu.
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,
diare, atau batuk dan gejala-gejala ini akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala) yang berlangsung
selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat,
dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula perjalanannya lambat (non-progessor). Sejalan dengan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam ( 22 Juni 2015 - 29 Agustus 2015 )
Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Page 4
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan
pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap
penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak
selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali
penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi
HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta
fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang
yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong
negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV
melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara
maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian,
menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan
"antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
2.5
Boosted PI adalah satu obat dari golongan Protease Inhibitor (PI) yang sudah
ditambahi (boost) dengan Ritonavir sehingga obat tersebut akan ditulis dengan kode
..../r (misal LPV/r = Lopinavir/ritonavir)
Apabila pada lini pertama menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3TC
atau FTC) sebagai dasar NRTI pada paduan lini kedua
Apabila pada lini pertama menggunakan TDF maka gunakan AZT + 3TC sebagai
dasar NRTI sebagai dasar NRTI pada paduan lini
Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan untuk mencegah suatu infeksi yang
belum pernah diderita.
Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan yang ditujukan untuk mencegah
berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya
[Type a quote from the document or the summary of an interesting point. You
can position the text box anywhere in the document. Use the Drawing Tools tab
to change the formatting of the pull quote text box.]
Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan penyuntikan
atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka
Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang
tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan
penularan HIV)
Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya, sehingga
keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.
Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada
pasangannya
Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau cukur)
harus disterilisasi dengan benar
Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang
lain
BAB III
KESIMPULAN
HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Gejala klinis pada awal infeksi, seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan
pembengkakan kelenjar getah bening. Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8
atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek. Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada
penyakit yang disebut AIDS.
Terapi dewasa ini menggunakan kombinasi tiga obat yang terdiri atas dua NRTI ditambah
salah satu NNRTI
menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi
kronis terhadap obat, namun secara dramatis menunjukan angka kematian dan kesakitan,
peningkatan kualitas hidup ODHA.
Cara pencegahan penularan hiv yang baik antara lain Abstinensi (atau puasa, tidak
melakukan hubungan seks) , Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam ( 22 Juni 2015 - 29 Agustus 2015 )
Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Page 24
dan saling setia kepada pasangannya , Untuk yang melakukan hubungan seksual yang
mengandung risiko, dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom.
Tinjauan Pustaka
Estimasi dan
Didanosine
(ddI)
Lamivudine
(3TC)
Stavudine
40 mg setiap 12 jam
(d4T)
Zidovudine(ZD
V atau AZT)
Nucleotide RTI
Tenofovir
(NVP)
setiap 12 jam
Protease inhibitors
Indinavir/riton 800 mg/100 mg setiap 12 jamb,c
avir (IDV/r)
Lopinavir/riton
avir (LPV/r)
Nelfinavir
(NFV)
Saquinavir/rito
nafir (SQV/r)
Ritonavir
sekali seharic,d
Capsule 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml
(RTV,r)e
Pada pedoman WHO terdahulu ( April 2002) direkomendasikan bahwa rejimen lini
pertama terdiri atas dua NRTI ditambah salah satu NNRTI atau Abacavir atau protease inhibitor.
Renjimen yang mengandung satu protease inhibitor menjadi pilihan kedua karena harganya yang
mahal.
Stavudin seringkali menimbulkan lipoatrofi, dan kelainan metabolisme lain dinegara
maju, termasuk adanya asidosis laktat, terutama bila dikombinasikan dengan Didanosine ( ddl).
Dapat juga mengakibatkan neuropati perifer dan pancreatitis. AZT juga dapat berdampak pada
komplikasi metabolic dengan derajat yang lebih rendah dibanding stavudin. AZT dan d4T
bekerja secara antagonistic, sehingga tidak boleh digunakan secara bersamaan.
Tabel. 3. Renjimen ARV Lini- pertama untuk ODHA dewasa dan factor yang
mempengaruhi pemilihannya.
Rejimen
Toksisitas Utama
Perempuan
ARV
(usia
AZT+3TC
atau hamil)
ya
Intoleransi
gastrointestinal
Koinfeksi TB
subur
Ya,
dalam
terapi
TB
NVP
d4T+3TC+
NVP
d4T,
pancreatitis
Ya
renjimen
NVP
+
EFP
Intoleransi gastrointestin,al
Tidak
anemia,
EFV
berbasis
kepada
neutropenia;
perempuan
hamil
perempuan
usia
EFV
kecuali
dan
potensial
teratogenik
d4T+3TC+
yang
rifampisin.
menggunakan
Tidak
yang efektif.
Ya, tetapi EFV tidak boleh
perempuan
hamil
EFV
perempuan
usia
teratogenik
subur,
kontrasepsi
diberikan
potensial
atau
dipastikan
TB
Hepatotoksisitas
dari
terapi
dan
lipoatropi;
AZT+3TC
rifampisin.
Ya, dalam
kecuali
menggunakan
kepada
atau
subur,
dipastikan
kontrasepsi
yang efektif.