Refrat PS
Refrat PS
I.
PENDAHULUAN
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes melitus, dengan gejala dan tanda seperti sering
kesemutan/kram (asimptomatis), dan kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus). Sampai
saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak
terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki
diabetik. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya kejadian kaki
diabetik dan penderita datang sudah dalam keadaan stadium lanjut, neuropati perifer
dan iskemi perifer berat. Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab amputasi
ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di negara industri. 1,2,3
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin, atau keduanya. Kriteria DM berdasarkan standar American
Diabetes Association tahun 2010, meliputi: (1) A1C > 6,5 % , (2) FPG > 126
mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya
selama 8 jam (3) 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT
dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan (4)
pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa
EPIDEMIOLOGI
Di RSUPN dr. CiptoMangukusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan
masalah yang besar. Sebagian besar perawatan penderita DM selalu menyangkut kaki
diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar
16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penderita DM pasca
amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.1
Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases,
diperkirakan 16 juta warga Amerika menderita DM, dan jutaan lainya dianggap
berisiko untuk berkomplikasi. Lesi pada kaki diabetik menyebabkan kasus rawat inap
lebih banyak daripada komplikasi DM lainnya. Di antara pasien dengan DM, 15%
berkomplikasi menjadi kaki diabetik, dan 12-24% dari individu dengan kaki diabetik
memerlukan amputasi. Diabetes mellitus adalah penyebab utama amputasi
ekstremitas bawah non-traumatik di Amerika Serikat. Bahkan, setiap tahun sekitar
5% dari penderita DM berkomplikasi menjadi kaki diabetik dan 1% memerlukan
amputasi.3
III.
ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara
FAKTOR RISIKO
Penyebab kaki diabetik biasanya melibatkan banyak komponen yang berasal
dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk,
neuropati, trauma serta infeksi. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang
merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen
yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.
Penderita diabetes mempunyai resiko tinggi mengalami masalah kaki, berikut
contoh hal-hal yang dapat menyebabkan kaki diabetik : 4,5
1. Neuropati mengakibatkan sensasi nyeri menurun. Pasien tidak menyadari bahkan
sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul
3
PATOFISIOLOGI
Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati
perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat
terganggunya proses penyembuhan luka.7
1.
Neuropati perifer
Gangguan mikrosirkulasi dan
neuropati memiliki
dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di
mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan
untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas
bawah yang lebih dulu terkena.2,4
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah
ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan
gangren.2,8
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol ( glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu
kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan
konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya
timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan
motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan
atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan
polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem
saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung
dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati
otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga
dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari
reaksi-reaksi hipoglikemia.3,4,7
a. Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat
atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada
sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak
kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring
dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi
yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.3,4
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik
dengan 4 tahap perkembangan:2
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
b. Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari
kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal
sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan
dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah
posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls
akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui
saraf motorik.4,7
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari
adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang
besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis,
atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien.2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus
vasomotor, dan lain-lain.2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada
tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecahpecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun
gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas
arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada
perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan
lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.2
2.
Vaskulopati perifer
Penderita hiperglikemia yang lama dapat menyebabkan penebalan tunika
jaringan
yang
bersangkutan,
termasuk
serabut
saraf
perifernya.
endotel,
namun
aktivasi
koagulasi
yang
berulang
dapat
pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi
nekrosis/gangren
yang
sangat
sulit
diatasi
dan
tidak
jarang
Infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah jga menyebabkan
gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui,
dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen
untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada
sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini
akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.9,10,13
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis
kaki
diabetik
dapat
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
10
otot otot betis mungkin juga terjadi. Gejala gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.3
Nyeri padaa saat beristirahat, jarang terjadi pada penderita diabetes.
Pada beberapa kasus, fissura, ulkus, atau kulit pecah pecah merupaka tanda
awal bahwa telah terjadi penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes, datang
dengan gangren, hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi.3
2. Pemeriksaan Fisis
Ulkus diabetes cenderung terjadi pada area yang merupakan penopang
tubuh, seperti tumit, area plantar metatarsal, ujung ujung jari kaki I dan II dan
ujung dari hammer toes (ulkus juga banyak terjadi pada malleolus karena sering
terjadi trauma).
Pada pemeriksaan fisis, dapat pula ditemukan:3
Hipertrofi kalus
Kuku pecah pecah
Hammer toes
Fissura
Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri
poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan
terapi yang akan diberikan.3
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Tes Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan
kadar GDP,
GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto
pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM
yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan
penatalaksanaan kaki diabetik.6
11
b. Radiologi
1) Foto X-Ray
Foto x-ray tungkai atau kaki dapat menilai tanda-tanda kerusakan pada
tulang atau arthritis, kerusakan dari infeksi, benda asing dalam jaringan
lunak. Gas dijaringan lunak, menunjukkan gangren, infeksi yang sangat
serius berpotensi mengancam nyawa atau amputasi.
2) USG Doppler
USG Doppler untuk melihat aliran darah melalui arteri dan vena di
ekstremitas bawah.
3) Angiogram
Jika ahli bedah vaskuler menentukan bahwa pasien memiliki suplai
sirkulasi yang sangat sedikit untuk daerah ekstremitas bawah, maka
angiogram
dapat
dilakukan
sebagai
persiapan
operasi
untuk
meningkatkan sirkulasi.
VII.
KLASIFIKASI
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam lima derajat
jaringan (sellulitis)
: Tukak dalam yang melibatkan tulang, sendi, dan formasi abses
: Tukak dengan gangren terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan
(Gangguan perfusi)
12
tidak kritis)
3
Critical limb ischemia (iskemia tungkai kritis)
Size/Extent in mm (Luas permukaan)
Tissue Loss/Depth
1
Superficial full thickness, not deeper than dermis
2
(Kedalaman
jaringan)
dermis)
Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon (ulkus dalam,
melebihi dermis, meliputi subkutan, fasia, otot,
atau tendon)
All subsequent layers of the foot involved including
bone and or joint (semua lapisan termasuk tulang
Infection
dan/atau sendi)
No symptoms or signs of infection (tidak bergejala)
(Infeksi)
dengan
manifestasi
sistemik:
demam,
azotemia)
Absent (ada)
(Gangguan sensasi)
VIII.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan
14
Obes I
Obes II
25 29,9
30
Rumus brocca:
Berat badan kurang
BB < 90% BBI
Berat badan normal
BB 90 110% BBI
Berat badan lebih
BB 110-120% BBI
Gemuk
BB >120% BBI
2. Penentuan kebutuhan kalori per hari :
a) Kebutuhan basal :
Laki-laki : BB idaman ( kg) x 30 kalori
Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori
b) Koreksi atau penyesuaian:
Umur diatas 40 tahun
: - 5%
Aktivitas ringan
: + 10%
( duduk-duduk, nonton televisi, dll)
Aktivitas sedang
:+ 20%
Aktivitas berat
: + 30%
: - 20%
: - 10%
: +20%
: + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi ( 20%),
makan siang ( 30% ), makan malam ( 25%), serta 2-3 porsi ringan ( 10-15%) diantara
makan besar.
Latihan jasmani dapat berupa aktivitas minimal otot skeletal lebih dari
sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang
bahkan untuk penderita diabetes sebaai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya: bangun
15
tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, bahkan tertawa. Semua kegiatan tadi
tanpa disadari oleh penderita diabetes, telah sekaligus menjalankan pengelolaan
terhadap DM sehari-hari.
Secara farmakologis pada diabetes mellitus dengan komplikasi kaki diabetik
diberikan terapi insulin. Adapun indikasi-indikasi pemberian terapi insulin yaitu:
2. Kontrol Infeksi
Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum
hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara
empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman
lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di
RSUPN
polimikrobial, campuran gram positif dan gram negative serta kuman anaerob untuk
luka yang dalam dan berbau. Karena itu lini pertama pemberian antibiotik disebut
dengan Triple Blind Therapy yaitu diberikan 3 macam antibiotik yang pertama untuk
16
bakteri gram negatif yaitu golongan quinolon misalnya ciprofloxacin, untuk bakteri
gram positif yaitu golongan sefalosporin misalnya ceftiaxone dan untuk bakteri
anaerob diberikan metronidazole.
3. Kontrol luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin.
Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement
yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi
cairan/pus dari ulkus/gangren.7
Berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim. Selama
proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada
proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana
kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.7
4. Mechanical control
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan daerah tumpuan berat
badan pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan daerah
tumpuan berat badan dapat dilakukan antara lain dengan pembungkus kaki yang
mudah dilepas, pembungkus kaki total, sepatu temporer, bantalan, tongkat penopang,
kursi roda, kereta dorong elektronik, maupun sol sepatu.13
Berbagai cara pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah
(misalnya operasi untuk reseksi kepala metatarsal, pemanjangan tendon Achilles, dan
calcanectomi sebangian).13
17
5. Kontrol Vaskular
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi
pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah.
Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi
keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif,
seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan
pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.7,9
Setelah
dilakukan
diagnosis
keadaan
vaskularnya,
dapat
dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa
(1) modifikasi faktor risiko dengan stop merokok dan memperbaiki faktor risiko
terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia), (2) revaskularisasi.
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang
hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi,
diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah
yang lebih jelas.1,5,12
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.5,12
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan.12
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant.
Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik
secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.12,13
18
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun
keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan
yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1
IX.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
19