Anda di halaman 1dari 8

Ijtihad: Metode Penerapan Hukum

A. Pengertian Ijtihad
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nissa; 59)
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa
dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan
suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat
menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan
selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama
Islam.
Pengertian Ijtihad secara termologis adalah mencurahkan

seluruh

kemampuan dalam mencari syariat dengan cara-cara tertentu. Ijtihad termasuk


sumber-sumber hukum islam yang ketiga setelah Al-Qu'an, Hadist, yang memiliki
fungsi dalam menetapkan suatu hukum dalam islam. Orang yang melakukan ijtihad
disebut dengan mujtahid. Pengertian Ijtihad secara umum adalah sebuah usaha yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al-Qur'an dan Hadist dengan syarat menggunakan akal sehat dan juga
pertimbangan matang.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan
pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada
suatu waktu tertentu.

B. Jenis Ijitihad
a. Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan
suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu
perkara yang terjadi. Ijma adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama
dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma
adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang
untuk diikuti seluruh umat. Contohnya adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
b. Qiys
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu
hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun
memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat,
bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa
sebelumnya. Beberapa definisi qiys (analogi):
1) Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan
titik persamaan di antara keduanya.
2) Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu
persamaan di antaranya.
3) Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [AlQur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab
(iladh).
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ah,
cis, atau hus kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan
atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
c. Istihsn
Beberapa definisi Istihsn:
2

1) Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fqih (ahli fikih), hanya karena dia
merasa hal itu adalah benar.
2) Argumentasi dalam pikiran seorang fqih tanpa bisa diekspresikan secara
lisan olehnya
3) Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.
4) Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5) Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang
ada sebelumnya.
Contohnya, menurut aturan syara, kita dilarang mengadakan jual beli yang
barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak
memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan
dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
d. Maslahah murshalah
Maslahah murshalah adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak
ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip
menarik manfaat dan menghindari kemudharatan. Contohnya, dalam Al Quran
maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayatayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan
umat.
e. Sududz Dzariah
Sududz Dzariah dalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat.
f. Istishab
Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada
alasan yang bisa mengubahnya. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia
sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada

keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak
sah bila tidak berwudhu.
g. Urf
Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan
kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan
aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis. Contohnya dalah dalam hal jual
beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah
diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama
antara penjual dan pembeli.
C. Fungsi Ijtihad
Seiring dengan berjalannya waktu, maka akan banyak masalah baru yang
muncul. Masalah-masalah yang tidak pernah ada sebelumnya seperti ini biasanya
tidak dibahas di dalam al-Quran dan Hadits secara rinci sehingga masalah tersebut
belum ada solusi hukumnya. Fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum
jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam
Al-Quran maupun hadis. Maka dari itu, masalah-masalah tersebut bisa diperoleh
solusi hukumnya.
D. Syarat-syarat menjadi Mujtahid
Fungsi Ijtihad sangat penting karena telah diakui kedudukan dan legalitasnya
dalam islam, namun tidak semua orang dapat melakukan ijtihad, hanya dengan orangorang tertentu yang dapat memenuhi syarat-syarat menjadi mujtahidMengetahui ayat
dan sunnah yang berhubungan dengan hukum. Mengenai syarat-syarat mujtahid, ada
beberapa perbedaan diantara Ulama, yakni diantaranya :
Imam Al Ghazali menyatakan bahwa mujtahid mempunyai dua syarat, yaitu:
1. Mengetahui dan menguasai ilmu syara, mampu melihat yang zhanni di dalam halhal yang syara dan mendahulukan yang wajib.

2. Adil, menjauhi segala maksiat yang mencari sifat dan sikap keadilan (`adalah).
Menurut Asy Syathibi, seseorang dapat diterima sebagai mujtahid apabila mempunyai
dua sifat, yaitu mengerti dan paham akan tujuan syari`at dengan sepenuhnya,
sempurna dan menyeluruh. Mampu melakukan istimbath berdasarkan faham dan
pengertian terhadap tujuan-tujuan syari`at tersebut.
Menurut Dr. Wahbah az Zuhaili, seorang mujtahid mempunyai dua syarat
yang harus dimiliki, yaitu mengetahui apa yang ada pada Tuhan dan mengetahui atau
percaya adanya Rasul dan apa yang dibawanya juga mukjizat-mukjizat ayat-ayat
Allah.
Al-Syatibi berpendapat bahwa mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya
memiliki tiga syarat: Syarat pertama,memiliki pengetahuan tentang Al Quran,
tentang Sunnah, tentang masalah Ijma sebelumnya. Syarat kedua,memiliki
pengetahuan tentang ushul fikih. Syarat ketiga, menguasai ilmu bahasa.
Meskipun terdapat perbedaan, pendapat-pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan syarat menjadi mujtahid adalah sebagai berikut :

Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijmakan oleh para ahlinya

Mengetahui Nasikh dan Mansukh.

Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya dengan sempurna.

Mengetahui ushul fiqh

Mengetahui dengan jelas rahasia-rahasia tasyrie (Asrarusyayariah).

Menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqh

Mengetahui seluk beluk qiyas.

E. Manfaat Ijtihad
Manfaat Ijtihad dalam kehidupan beragama adalah sebagai berikut :
1. Setiap permasalahan baru yang dihadapi setiap umat dapat diketahui
hukumnya sehingga hukum Islam selalu berkembang serta sanggup menjawab
tantangan kehidupan.

2. Dapat menyesuaikan huum dengan berdasarkan perubahan zaman, waktu, dan


keadaan.
3. Menetapkan fatwa terhadap masalah-masalah yang tidak terkait dengan halal
atau haram.
4. Dapat membantu umat Islam dalam menghadapi setiap masalah yang belum
ada hukumnya pada Al-Quran dan Hadist. (Tidak dijelaskan secara eksplisit
sehingga harus melakukan ijtihad)
5. Menentukan suatu hal yang belum dijelaskan dalam Alquran atau hadits
apakah suatu hal benar atau salah, karena seperti yang sudah dijelaskan pada
sebuah hadits, bahwa Apabila seorang hakim berijtihad dan benar maka
baginya dua pahala, tetapi bila berijtihad lalu keliru maka baginya satu
pahala. (HR. Bukhari dan Muslim). Pada hadits tersebut dapat disimpulkan
bahwa berijtihad bukan hanya untuk menyelesaikan masalah duniawi saja
melainkan juga sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT dan
mendapatkan pahala.
6. Menyatukan pandangan umat muslim terhadap suatu masalah, sehingga tidak
ada perbedaan yang dapat menimbulkan perpecahan.
F. Contoh Ijtihad Masa Sekarang
Salah satu contoh ijtihad yang sering dilakukan untuk saat ini adalah tentang
penentuan I Syawal, disini para ulama berkumpul untuk berdiskusi mengeluarkan
argumen masing-masing untuk menentukan 1 Syawal, juga penentuan awal
Ramadhan. Masing-masing ulama memiliki dasar hukum dan cara dalam
penghitungannya, bila telah ketemu kesepakatan ditentukanlah 1 Syawal itu.
Contoh lain adalah tentang bayi tabung, pada zamannya Rasulullah bayi
tabung belum ada. Akhir akhir ini bayi tabung dijadikan solusi oleh orang yang
memiliki masalah dengan kesuburan jadi dengan cara ini berharap dapat memenuhi
pemecahan masalah agar dapat memperoleh keturunan. Para ulama telah merujuk
kepada hadist-hadist agar dapat menemukan hukum yang telah dihasilkan oleh
teknologi ini dan menurut MUI menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan
ovum suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh) karena hal ini merupakan

Ikhtiar yang berdasarkan agama. Allah sendiri mengajarkan kepada manusia untuk
selalu berusaha dan berdoa. Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi
tabung dari suami isteri yang menitipkan ke rahim perempuan lain, jika ada yang
demikian maka hal ini memiliki hukum haram. Alasannya karena akan menimbulkan
masalah yang rumit dikemudian hari terutama soal warisan. Dalam Islam anak yang
berhak mendapat warisan adalah anak kandung, jika demikian bagaimana status
hubungan anak dari hasil titipan tersebut? Dikandung tapi bukan milik sendiri, jadi
hanya sekedar pinjam tempatnya saja, tentu hal ini membuat rumit.

DAFTAR PUSTAKA
Ushul Fiqh, oleh Drs. H Abd. Rahman Dahlan, M.A., Cetakan pertama 2010,
halaman 354-356 yang disadur di wikipedia.com.
Sumber Internet:
www.artikelsiana.com
https://rdhani51.wordpress.com/2013/05/13/contoh-ijtihad-masa-sekarang/
http://www.islamcendekia.com/2014/01/pengertian-ijtihad-dan-syarat-syaratmujtahid.html
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-ijtihad-fungsi-contoh-ijtihad.html#

Anda mungkin juga menyukai