Anda di halaman 1dari 17

PEMBANGUNAN PT.

INDOMINCO
PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA
DI KALIMANTAN

Disusun Oleh :
-

Annisa Wahyu N I
Apri Yoga Ananta
Ayu Natasya F R
Febry Satria Y S
Hendriana Helda P

(03/XII TOI)
(04/XII TOI)
(07/XII TOI)
(16/XII TOI)
(17/XII TOI)

SMK NEGERI 2 DEPOK


MRICAN CATURTUNGGAL DEPOK SLEMAN
YOGYAKARTA

2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah s.w.t karena berkat
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dengan membahas tentang Pembangunan Tambang
Batubara di Kalimantan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu guru bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan
tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan
menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas ini dapat terselesaikan
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
II.
TUJUAN
PEMBAHASAN
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
II.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN

I.

LATAR BELAKANG

AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan


kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang

penyelenggaraan

usaha

dan/atau

kegiatan

(Peraturan

Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan).
AMDAL berisi tentang kajian dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, hal ini dibuat pada tahap perencanaan dan
digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam
proses AMDAL diantaranya aspek fisik-kimia, ekologi, sosialekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap
studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Seiring dengan era kemajuan pembangunan di segala bidang,
banyak

menyisakan

bencana

kerusakan

lingkungan

yang

mencengangkan di bumi pertiwi ini. Seperti halnya dengan polusi dan


kerusakan lingkungan di perkotaan dan pedesaan saat ini. Banjir, tanah
longsor, erosi, pencemaran air, udara, dan berbagai kerusakan lainnya
merupakan satu mata rantai yang dapat meruntuhkan keberlangsungan
kehidupan manusia seutuhnya. Perubahan iklim lingkungan tersebut
sangat terkait dengan menipisnya kesadaran dan kepedulian terhadap
dampak negatif aktifitas manusia dan pembangunan yang semakin
meningkat.

Akibatnya, meski telah dilakukan pola penanganan dampak dengan


program AMDAL itu hanya sebatas pada dimensi prosedural belaka.
Tidak adanya keseriusan secara utuh bahwa institusi Negara maupun
swasta yang menyelenggarakan pembangunan fisik seharusnya sadar
dan penuh tanggung jawab terhadap konsekuensi logis akibat dari
keberlanjutan aktifitas ekonomi tersebut. Kondisi ini akan menjadi
permasalahan serius bagi perwujudan keberhasilan penanganan
dampak

lingkungan

kalau

terus

dibiarkan.

Indikator dari kondisi tersebut berawal dari kurang jelasnya konsep


dan sinergisitas antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan
swasta sebagai media pelaksana proyek dalam merumuskan kebijakan
mengenai pengelolaan lingkungan. Di lain hal faktor keikutsertaan
seluruh stakeholder dalam proses penanganan dampak negatif maupun
positif penyelenggaraan pembangunan tumpuan utamanya adalah
masyarakat. Karena wujud dari tujuan pembangunan itu sendiri
semata-mata demi kepentingan masyarakat luas.
Selama ini, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sering
dikesampingkan. Imbasnya berujung pada penanganan dampak
lingkungan dari sebuah pembangunan infrastruktur, supra struktur.
Dimana kepercayaan tingkat elit pemerintah hanya melibatkan kaum
pemodal (swasta) mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasannya yang kurang efektif dan tidak efisien. Artinya kesatuan
hidup masyarakat dan lingkungannya seharusnya menjadi bagian

terpenting subjek dari orientasi pembangunan sama sekali tidak


mendapat posisi yang jelas.
Alhasil, dualisme tujuan antara pembangunan yang berwawasan
manusia

serta

lingkungan

hidupnya

dan

pembangunan

yang

berorientasi fisik dan ekonomi pasar. Ini menyebabkan realisasi


penerapan AMDAL pada proyek pembangunan bersifat setengah hati
dan tidak berpihak pada masyarakat dan lingkungan. Realitas sosial
saat ini, banyaknya program AMDAL pemerintah melalui instansiinstansinya di seluruh Indonesia terkesan tidak sinergis dan koordinatif
dengan kondisi riil di lapangan. Apalagi saat ini pemerintah
menerbitkan 9.000 dokumen mengenai analisis dampak lingkungan
yang mungkin masih dipertanyakan tentang dokumen-dokumen itu,
apakah muncul dari hasil identifkasi, observasi maupun elaborasi yang
kritis. Malahan makin diragukan tahap implementasinya bisa
terealisasi dengan baik. Bias permasalahan mengenai arti dampak
sosial pembangunan dapat memperparah kesatuan manusia dan
lingkungan hidup sekitarnya. Artinya pembangunan keberlanjutan
jangan sampai menistakan dampak sosial, kesehatan, dampak positif,
dampak negatif yang secara fisik dan naluriah menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan dan alam Nusantara.

II.

TUJUAN
Berdasarkan masalah di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari
penulisan ini adalah untuk mengetahui dampak apa saja yang
dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam serta seberapa jauh

pengaruhnya terhadap lingkungan dan juga untuk mengetahui


langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan akibat adanya
pembangunan pertambangan tersebut.

PEMBAHASAN
Pengertian sumber daya alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik
maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia
dan kesejahteraan manusia, misalnya tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan
tambang, angin, cahaya matahari dan mikroba (jasad renik). Pada dasarnya Alam

mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang. Oleh karena
itu,

perlindungan dan pengawetan alam harus

terus

dilakukan

untuk

mempertahankan keserasiandan keseimbangan tersebut. Semua kekayaan yang


ada di bumi ini, baik biotik maupun abiotik, yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan manusia merupakan sumber daya alam. Tumbuhan, hewan, manusia
dan mikroba merupakan sumber daya alam hayati, sedangkan faktor abiotik
lannya merupakan sumber daya alam non hayati. Pemanfaatan sumber daya alam
harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya alam yang
terbatas.
Selain itu, sumber daya alam dibedakan berdasarkan sifat, potensi, dan jenisnya.
a. Berdasarkan sifat
Menurut sifatnya, sumber daya alam dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Sumber daya alam yang terbarukan (renewable),
Misalnya : hewan, tumbuhan, mikroba, air dan tanah.
Disebut terbarukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki
daya regenerasi (pulih kembali).
2. Sumber daya alam yang tidak terbarukan (nonrenewable)
Misalnya : tanah, gas bumi, batubara dan bahan tambang lainnya.

3. Sumber daya alam yang tidak habis


Misalnya : , matahari, energi pasang surut, udara dan energi laut.

Sumber Daya Alam Tak Terbarui

Sudah jelas sumber daya alam tak terbarui adalah sumber daya yang
tidak dapat terbarukan dan tidak bisa melakukan reproduksi karena
tidak memiliki daya regenerasi.
Sumber daya alam yang akan dibahas adalah batubara.
Batubara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah
bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut.
Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk
dari endapan, batuan organik yang terutama tediri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah
terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi
pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk
lapisan batubara.

Eksploitasi Sumber Daya Alam


Eksploitasi yang diangkat dalam masalah ini mengenai pertambangan
batubara di kawasan hutan lindung, Bontang, Kalimantan Timur.
Kalimantan yang dahulu penuh dengan hutan-hutan yang menjadi
sumber penghidupan makhluk yang tinggal di sekitarnya telah
berubah menjadi daerah yang tak layak untuk ditempati.
Methode open pit mining atau methode pertambangan terbuka
merupakan methode yang murah dibandingkan dengan sistem
pertambangan bawah tanah, namun efek dari metode pertambangan
terbuka itu menyumbangkan andil yang cukup besar atas kerusakan

hutan tropis di Kalimantan atau penyumbang meluasnya deforestrasi


hutan di Kalimantan khususnya dalam kasus ini di Kalimantan Timur.
Dengan methode ini pembukaan hutan menjadi keharusan apabila
diperkirakan ada deposit batubara di bawah hutan, tak perduli dengan
apa yang ada diatasnya. Padahal untuk menumbuhkan tanaman
menjadi sebuah pohon menjadi besar memerlukan waktu bertahuntahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Selain itu Pemerintah Pusat juga
ikut andil dalam melonjaknya kegiatan pembukaan lahan untuk
pertambangan batubara. Dalam Kebijakan Batubara Nasional ( KBN ),
Pemerintah berencana mengeksploitasi batubara yang berkualitas
rendah (<5100 cal/gr) untuk keperluan pembangkit listrik domestik.
Lonjakan produksi batubara ini tentu membuat luasan hutan Kaltim
menjadi berkurang.
Seharusnya penebangan hutan yang telah dilakukan harus
diimbangi dengan penanaman pohon
kerusakan

yang

telah

terjadi.

kembali untuk mengurangi

Kenyataannya,

dalam

laporan

Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2005, 56 persen wilayahwilayah yang ditinggalkan oleh pertambangan di Kaltim belum
direstorasi.
Terjadi perubahan kebijakan yang memperbolehkan penambangan
diwilayah hutan bahkan hutan lindung sekalipun dengan syarat telah
mendapatkannya ijin khusus dari mentri kehutanan. Ijin itu dikeluarkan
setelah perusahaan pertambangan telah memegang hak menambang di
wilayah hutan tersebut.

Awalnya hanya ada 13 perusahaan yang mendapat keistimewaan


itu, namun sampai tahun 2010, di Kalimantan sudah ada 54
perusahaan sudah mengantongi hak istimewa tersebut. 53 diantaranya
dikeluarkan setelah adanya Undang-Undang Minerba tahun 2008 yang
menetapkan tarif untuk mengekploitasi produk non kehutanan yang
termasuk mineral dan batubara. Jadi Undang-undang itu dianggap bak
menjual wilayah-wilayah hutan termasuk hutan lindung yang
seharusnya dijaga dan dilindungi.
Banyak yang telah dijadikan korban akibat adanya pertambangan
batubara yaitu hilangnya kawasan lumbung padi karena sumber mata
air bagi persawahan tersebut sudah tercemar limbah pertambangan
batubara yang seenak sendiri dibuang ke aliran sungai. Selain itu
puluhan truk bahkan mungkin ratusan dump truk roda 6 mengantri dan
memenuhi badan jalan umum untuk masuk ke tambang batubara.
Mereka juga sudah tak peduli dengan AMDAL perkotaan pun bisa
dijadikan pertambangan. Contohnya di lingkungan pemukiman
perumahan Taman Puspita Bengkuring, dengan dalih pematangan
lahan tanah bagian atas dikupas dan dikeruk dengan alat berat dan
batubaranya diambil. Tetapi setelah diambil mereka tidak lantas
memperbaikinya, sehingga banyak terjadi banjir.

Dampak-dampak penting akibat pembangunan

Adapun dampak-dampak penting akibat pembangunan tambang


batubara di Kalimantan yaitu :
1. Jumlah manusia yang terkena dampak
Dalam kasus pembangunan perusahaan tambang di
bontang kalimantan ini sangat berpengaruh terhadap seluruh
masyarakat penghuni di sekitar kawasan tersebut dan kebanyakan
adalah pengaruh negatif. Dikarenakan pada awalnya tahun 1980
mereka sudah menempati dan bercocok tanam di lahan seluas 391
hektar tersebut. Setelah 7 tahun lahan pertanian tersebut menjadi
kawasan hutan lindung.
Awalnya, warga berjiwa besar menerima lahan mereka
dijadikan hutan lindung. Namun kemudian, Menteri Kehutanan
mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung SK.
297/Menhut-II/2008 untuk eksploitasi tambang batubara milik
PT.Indominco Mandiri seluas 3.973,40 hektar. PT.Indominco
Mandiri memulai kegiatan penambangan di kawasan tersebut
sejak tahun 2007.
Izin yang dimiliki oleh perusahaan tersebut adalah Perjanjian
Karya

Pengusahaan

Pertambangan

Batubara

(PKP2B),

097.B.ji/292/U/90 tanggal 5 Oktober 1990. Keppres No.41 tahun


2004 memperbolehkan 13 perusahaan menambang di hutan
lindung, salah satunya adalah Indominco. Padahal warga telah

bercocok tanam di kawasan tersebut lebih awal, yakni tahun


1980.
Indominco adalah anak perusahaan PT. Indo Tambangraya
Megah Tbk, yang 65 % sahamnya dimiliki oleh Banpu Mineral
Singapura, Deutsche Bank AG Singapura (2%).
Perusahaan melakukan pengrusakan tanaman yang warga
terpaksa tinggalkan. Izin pinjam pakai sendiri baru keluar tahun
2008. Warga pernah mencoba merawat kembali tanaman mereka.
Tapi tenaga keamanan dan beberapa anggota Brimob berseragam
dan bersenjata menggiring dan menahan mereka di kantor
keamanan PT. Indominco Mandiri.
Kini warga Desa Sekambing yang tergabung dalam
kelompok tani Sumber Rejeki berjuang agar bisa kembali
mengelola tanah seluas 391 hektar tersebut.
Selain itu banyak masyarakat adat Dayak Paser terusmenerus mengalami penggusuran dan pengusiran paksa dari tanah
leluhurnya

2. Luas Wilayah Persebaran Dampak

PT

Indominco

Mandiri (kepemilikan

ITM:

99,99%)

didirikan pada tanggal 11 November 1988 dan memegang kontrak


Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Batubara (PKP2B) dari
Pemerintah RI dengan luas wilayah awal seluas 100.000 hektar
yang kemudian secara bertahap dilepaskan hingga menjadi 25.121
hektar, di Kabupaten Bontang, Kutai Kertanegara dan Kutai Timur,
propinsi Kalimantan Timur. Wilayah ini dibagi dua yaitu Blok
Barat seluas 18.100 hektar dan Blok Timur seluas 7.021 hektar,
kedua blok sudah memasuki tahapan produksi dan PKP2B-nya
berlaku sampai 5 Oktober 2030. Kedua blok tersebut memiliki
sumber daya batubara dengan nilai kalori 6.000 6.300 kkal/kg di
formasi Balikpapan Late Miocene dan Pulau Balang. Sedangkan
Blok Timur memiliki nilai kalori yang berkisar antara 6.000 dan
6.500 kkal/kg dan kadar sulfur antara 0,80%-1,6%.
3. Lamanya dampak berlangsung
PT. Indominco telah beroperasi di Bontang sejak tahun 2007
dan setahun kemudian Pemerintah telah mengeluarkan izin
pinjam pakai yang mengakibatkan mereka bisa leluasa
mengeksploitasi kawasan hutan lidung yang telah menjadi
penghidupan bagi warga sekitar sejak tahun 1980.
Tetapi PT. Indominco telah berdiri sejak tanggal 11 November
1988 dan memegang kontrak Perjanjian Kerjasama Pengusahaan
Batubara (PKP2B) dari Pemerintah RI dengan luas wilayah awal

seluas 100.000 hektar yang kemudian secara bertahap dilepaskan


hingga menjadi 25.121 hektar, di Kabupaten Bontang, Kutai
Kertanegara dan Kutai Timur, propinsi Kalimantan Timur.
Wilayah-wilayah ini sudah memasuki tahapan produksi dan
PKP2B-nya berlaku sampai 5 Oktober 2030.
Tak bisa dibayangkan jika selama itu mereka menambang
jika tanpa melakukan pembaharuan dan perbaikan. Tanah yang
subur makmur bisa berubah menjadi tanah gersang yang tandus.
4. Intensitas Dampak
Lahan-lahan yang telah digunakan untuk pengerukan
batubara, proses reklamasi tanahnya akan membutuhkan waktu
yang lama, dikarenakan proses-proses yang harus dilakukan pun
bayak dan membutuhkan pemantauan, apalagi daerah yang
ditambang adalah kawasan hutan lindung sehingga tidak menutup
kemungkinan bisa terjadi kekeringna saat kemarau karena
reservoir air yang telah rusak. Dan saat musim penghujan bisa
mengakibatkan banjir dan erosi.

PENUTUP

I.

KESIMPULAN
Setiap kegiatan yang dilakukan pastinya terdapat resiko dan akibat
baik itu positif ataupun negatif. Adapun dengan maraknya kegiatan
pertambangan di Kalimantan yang telah banyak mengeksploitasi
lahan-lahan yang dilindungi pastinya banyak menuju ke hal yang
negatif dan akan berimbas ke masyarakat sekitar. Oleh karena itu
diperlukan penanganan yang tepat untuk mereklamasi tanah yang
telah rusak akibat tambang lagipula perusahaan-prusahaan yang
terlibat perlu membangun kerjasama dengan masyarakat sekitar
sehingga

mampu

menjalin

keharmonisan

sehingga

dapat

membangun bersama-sama tanpa perlu adanya perpecahan.

II.

SARAN
Untuk

kedepannya,

ekploitasi

tambang

batubara

lebih

mengutamakan dampak yang ditimbulkan oleh proses maupun


limbah yang dihasilkan dari penambangan tersebut. Dengan
AMDAL seharusnya para pengeksploitasi sumber daya alam lebih
memperhatikan dampak-dampak yang diperoleh dari penambangan
tersebut, dan mengetahui solusi untuk mengurangi dan/atau
memanfaatkan kembali imbah yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

http://joetrizilo.wordpress.com/2012/01/01/batubara-kaltim-penguasa-danpengusaha-dapat-emas-hitamnya-rakyat-jelata-dapat-debunya/
http://mazda4education.wordpress.com/2011/01/22/peranan-amdal-dalampelestarian-lingkungan-dan-kasus-pt-freeport-indonesia/
http://erfan1977.wordpress.com/2011/06/01/pengelolaan-lahan-pascapenambangan-batubara-di-kalimantan/

Anda mungkin juga menyukai