Oleh:
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai jenis itik lokal telah dikenal di Indonesia, diantaranya adalah itik
Tegal dan Magelang. Itik Tegal memiliki ciri spesifik yaitu warna bulu yang
paling dominan adalah branjangan, yaitu kecoklatan pada seluruh bagian
tubuhnya yang disertai tutul coklat gelap pada dada, punggung dan sayap bagian
luar, kepala kecil, bermata merah dengan paruh panjang dan melebar diujungnya,
leher langsing, panjang dan bulat (Ismoyowati, 2014). Itik Magelang memiliki
warna bulu dada, punggung dan paha didominasi oleh coklat tua dan muda,
dengan ujung sayap berwarna putih, warna kaki hitam kecoklatan, sedangkan
paruhnya berwarna hitam. Itik Magelang merupakan salah satu itik lokal petelur
dengan produktivitas yang tinggi dan dapat berkembang dengan baik pada dataran
sedang hingga tinggi (Maulani, 2016).
Upaya perbaikan produktivitas dapat dilakukan terhadap faktor-faktor
genetik dan non-genetik. Upaya perbaikan genetik yang dilakukan melalui kawin
silang telah umum digunakan dalam industri peternakan. Menurut Prasetyo
(2006), sistem perkawinan antar individu dalam satu kelompok populasi yang
perlu dihindari adalah terjadinya peningkatan koefisien silang dalam (inbreeding)
yang cepat, khususnya jika terdapat kecurigaan terhadap peluang timbulnya sifatsifat negatif tertentu yang merugikan. Salah satu perkawinan silang adalah
persilangan resiprok. Menurut Sartono (2015) persilangan resiprok adalah
persilangan yang berlaku sama pada jenis kelamin jantan maupun betina
mendapatkan kesempatan sama dalam pewarisan sifat.
Bobot tetas merupakan bobot yang dimiliki itik yang baru menetas. Bobot
telur tetas yang baik untuk telur itik adalah 65-75 g. Itik Tegal menghasilkan
bobot tetas sebesar 38,35 g dan itik Magelang 41,71 g (Haryanto 2004). Itik
Magelang memiliki bobot badan yang lebih besar dibandingkan dengan itik Tegal.
Bobot badan itik Magelang yaitu 1660 0,16 g, sedangkan itik Tegal 1400 0,14
g (Purwantiniet al., 2001). Berdasarkan kelebihan kedua itik tersebut maka
Perumusan Masalah
Bobot telur itik Magelang sebesar 71,51 2,22 g sedangkan itik Tegal
62,33 2,14 g (Purwantini et al., 2001). Itik Tegal menghasilkan bobot tetas
sebesar 38,350 g dan itik Magelang 41,716 g (Haryanto, 2004). Bobot telur sangat
berpengaruh terhadap bobot tetas dan bobot tetas sangat berpengaruh terhadap
bobot badan sampai dengan umur 8 minggu. Bobot telur yang semakin tinggi
akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi pula karena adanya korelasi positif
antara bobot telur dan bobot tetas (Ismoyowati, 2006). Penelitian mengenai
korelasi genetik antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 dan 12 minggu
pada itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dengan Magelang generasi ke-2 (F2)
sampai saat ini belum dilakukan. Bobot tetas yang bervariasi akan memiliki
ukuran day old duck (DOD) yang beragam sehingga pokok permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa besar korelasi genetik antara
bobot tetas dengan bobot badan umur 8 dan 12 minggu pada itik hasil persilangan
resiprok itik Tegal dan Magelang generasi ke-2 (F2).
Hipotesis
1. Terdapat korelasi genetik positif antara bobot tetas dengan bobot badan
umur 8 minggu itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dengan Magelang
2. Terdapat korelasi genetik positif antara bobot tetas dengan bobot badan
umur 12 minggu itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dengan
Magelang.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besarnya korelasi genetik positif bobot tetas dan bobot badan
umur 8 minggu pada itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dan
Magelang generasi ke-2 (F2)
2. Mengetahui besarnya korelasi genetik positif antara bobot tetas dengan
bobot badan umur 12 minggu itik hasil persilangan resiprok antara itik
Tegal dan Magelang generasi ke-2 (F2).
Manfaat Penelitian
1. Menambah
khazanah
ilmu
pengetahuan
terutama
dalam
bidang
Bentuk badannya merupakan contoh dari bangsa indian runner, yaitu posisi
berdiri yang hampir tegak lurus, tubuh langsing seperti botol, dan langkah tegap.
Kakinya pendek dan tegak lurus, terpisah jelas satu dari lainnya. Tumitnya
terletak rata di atas tanah dan kakinya dilapisi selaput lunak (Setioko et al., 2005).
Ciri-ciri fisik itik Tegal, antara lain kepala kecil, leher langsing, panjang dan bulat,
sayap menempel erat pada badan dan ujung bulunya menutup di atas ekor
(Wulandari, 2015). Produksi telur itik Tegal mencapai 200-230 butir per tahun
dengan bobot telur rata-rata 70,8 4,7 g per butir (Supriyadi, 2009).
Itik Magelang memiliki warna bulu dada, punggung dan paha didominasi
oleh coklat tua dan muda, dengan ujung sayap berwarna putih, warna kaki hitam
kecoklatan, sedangkan paruhnya berwarna hitam.Itik Magelang merupakan salah
satu itik lokal petelur dengan produktivitas yang tinggi dan dapat berkembang
dengan baik pada dataran sedang hingga tinggi (Maulani, 2016). Ciri spesifik dari
itik Magelang adalah memiliki bulu putih yang melingkar pada leher setebal 1-2
cm berbentuk menyerupai kalung. Produksi telurnya mencapai 170 butir per tahun
dengan bobot telur 69,5 g (Supriyadi, 2009)
Persilangan Itik Lokal
Istilah persilangan (hybrid) dalam ilmu pemuliaan ternak ada tiga macam
yaitu silang dalam (inbreeding), silang luar (out breeding) dan silang antar spesies
(intercrossing). Persilangan antar spesies, antara itik jantan dengan entok betina
banyak terjadi secara alami di peternakan rakyat. Persilangan antar spesies akan
mendapatkan keturunan dari kombinasi gen yang bermanfaat dari kedua spesies
atau kombinasi gen dari kedua spesies yang cocok dengan lingkungan
intercrosbred dalam mendukung penampilan suatu karakter (Sutiyono, 2011).
Perbaikan mutu genetik merupakan alternatif yang relatif efektif karena
akan memberikan dampak yang lebih permanen. Kemurnian dan peningkatan
mutu genetik jenis itik tersebut perlu dilakukan melalui seleksi dan perkawinan
atau persilangan yang terencana sehingga akan diperoleh bibit itik Magelang
unggul, yang dapat digunakan sebagai tetua yang akan datang (Purwantini, 2014).
Bobot Tetas dan Bobot Badan Itik
Bobot tetas besarnya sekitar 70 % dari bobot telur yang ditetaskan. Hasil
ini dapat digunakan sebagaikriteria dalam seleksi telur tetas maupun anak itik
(DOD) yang akan digunakan peternak sebagai bibit (Jull, 1985). Haryanto (2004)
melaporkan bahwa itik Tegal menghasilkan bobot tetas sebesar 38,350 g dan itik
Magelang 41,716 g. Suparyanto (2005) menyatakan seleksi terhadap bobot tetas
anak itik calon galur induk akan membawa pengaruh terhadap pertambahan bobot
badan mingguan.
Bobot badan merupakan salah satu sifat kuantitatif yang sangat
diperhatikan dalam pemeliharaan ternak. Ukuran bobot badan merupakan sifat
yang diwariskan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dalam
performannya (Pamungkas, 2013). Pertambahan bobot hidup itik lokal umur 4 9
minggu rata-rata 1011,77 49,19 g/ekor (Subhan, 2009).
Korelasi Genetik
Korelasi genetik dapat dimanfaatkan untuk menentukan sifat produksi lain
yang dapat dijadikan kriteria seleksi apabila sifat pertama yang dipilih sebagai
kriteria seleksi terlalu sulit atau terlalu mahal untuk dilakukan. Korelasi genetik
terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat pleiotropy yaitu sebuah gen
yang dapat mempengaruhi dua sifat atau lebih, atau karena adanya linkagegen
yaitu dua gen atau lebih yang saling mempengaruhi karena letaknya berdekatan
dalam kromosom Nilai-nilai korelasi genetik ini berperan dalam mengukur respon
seleksi terkorelasi yaitu perubahan genetik atau respon pada sifat kedua sebagai
akibat seleksi pada sifat pertama (Susanti, 2008).
Kecepatan pertumbuhan pada itik Magelang antara lain ditentukan oleh
bobot tetas. Bobot tetas sangat berpengaruh terhadap bobot badan umur 8 minggu
karena ada korelasi positif antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 dan 8
minggu. Besarnya korelasi bobot tetas dengan bobot badan itik betina umur 4
minggu sebesar 0,528 sedangkan korelasi bobot badan umur 4 minggu dengan 8
minggu sebesar 0,795. Pada itik jantan terdapat korelasi positif sebesar 0,688
antara bobot tetas dengan bobot umur 4 minggu dan 0,649 antara bobot umur 4
minggu dengan bobot 8 minggu (Ismoyowati, 2014). Korelasi genetik antara
bobot tetas dengan bobot umur delapan minggu pada itik Magelang relatif tinggi
yaitu 0,796. Kondisi ini menunjukkan bahwa bobot tetas dapat digunakan sebagai
kriteria seleksi pada itik Magelang (Purwantini, 2014).
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
Materi Penelitian
Materi yang digunakan adalah 400 butir telur tetas hasil persilangan antar
sesama F1 atau generasi pertama sebanyak 96 ekor itik terdiri dari 8 ekor jantan
dan 40 ekor betina itik Gallang serta 8 ekor jantan dan 40 ekor betina itik Maggal
yang diambil pada saat itik berumur 25 minggu. Alat yang digunakan berupa
mesin tetas, egg tray, thermometer, baskom, timbangan analitik, serta peralatan
kandang yang dibutuhkan. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan
itik fase starter dan pakan fase grower terdiri dari dedak, jagung, dan konsentrat.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL).
Pejantan digunakan sebagai perlakuan, dan anak dalam pejantan digunakan
sebagai ulangan.
Variabel Penelitian
Variabel yang diukur yaitu :
a. Bobot tetas
b. Bobot badan umur 8 dan 12 minggu
Metode Analisis
Metode analisis yang akan digunakan untuk penaksiran nilai r G
menggunakan rancangan acak lengkap dengan ulangan sama berdasarkan
Kurnianto (2009). Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yik = + i + eik
Keterangan:
Yik
= Rataan umum
eik
JHKW =
Derajat
Bebas
(DB)
Jumlah Hasil
Kali (JHK)
Hasil Kali
Rata-rata
(HKR)
S-1
JHKS
HKR
CovW + k1 CovS
HKRW
CovW
JHKW
n - S
Xi Yi
FK
i Xik Yik
k
Xi Yi
HKR = JHKS/DBS
HKRW = JHKW/DBW
S
= Jumlah pejantan
n1
Xik
= Data bobot tetas hasil pengukuran pada individu ke-k sebagai keturunan
pejantan ke-i
Yik
Xi
Yi
COVW = HKRW
COVS = (HKRS HKRW)/ k 4CovS
Korelasi genetik (rG) ditaksir dengan membandingkan peragam antara
karakteristik dengan hasil kali simpang baku dua karakteristik yang berkorelasi
berdasarkan petunjuk Kurnianto (2009) sbb:
rG =
4 Cov xy
4 ( xx ) 4 2 (YY )
2
Keterangan:
Covxy = Peragam karakteristik bobot tetas dan bobot badan
2x
2y
10
Pengambilan telur akan dilakukan setiap pagi hari pukul 06.00 WIB, dan
dilakukan penimbangan. Telur yang akan ditetaskan harus memenuhi bobot
standar yaitu 65-75 g serta memiliki data pencatatan induk. Telur yang akan
ditetaskan disesuaikan dengan kapasitas mesin tetas. Mesin tetas yang akan
digunakan adalah dua buah mesin tetas manual dengan setiap mesinnya
berkapasitas 200 butir telur. Kelembapan mesin tetas diatur terlebih dahulu
dengan menggunakan thermometer dan hygrometer sebelum melaksanakan
penetasan. Telur yang sudah menetas akan menghasilkan bobot tetas kemudian
dilakukan penimbangan bobot tetas setelah 24 jam menetas dan bulu DOD sudah
kering. DOD yang telah ditimbang dipelihara di dalam kandang, pemberian pakan
dan minum secara adlibitum sampai umur 2 minggu, selanjutnya hanya pada pagi
dan sore hari. Setiap minggu itik ditimbang sampai umur dua belas minggu.
Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan di Experimental Farm setelah proposal
usulan penelitian ini disetujui mulai tanggal..sampai...2016.
Rencana jadwal penelitian tertera pada tabel berikut :
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
Kegiatan
Bulan
3
Persiapan
Seminar
Pelaksanaan Penelitian
Analisis Data
Pembuatan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto.2004. Pengaruh Potong Paruh dan Aras Serat Kasar Pakan Terhadap
Pertumbuhan dan Presentase Karkas Itik Manila Jantan. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Ismoyowati. 2014. Keragaman Genetik Itik Lokal Indonesia. Purwokerto:
Unsoedpress
11
12