Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEMINAR USULAN PENELITIAN

KORELASI GENETIK BOBOT TETAS DAN BOBOT BADAN UMUR 8


DAN 12 MINGGU PADA ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROK ITIK
TEGAL DENGAN MAGELANG GENERASI KE-2 (F2)

Oleh:

ANIS SRI ANDINI


D1E013106

Pembimbing 1: Dr. Ir. Hj. Dattadewi Purwantini. M.S.


Pembimbing 2: Setya Agus Santosa., S.Pt., M.P

Seminar akan dilaksanakan pada : .............................................

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2016

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai jenis itik lokal telah dikenal di Indonesia, diantaranya adalah itik
Tegal dan Magelang. Itik Tegal memiliki ciri spesifik yaitu warna bulu yang
paling dominan adalah branjangan, yaitu kecoklatan pada seluruh bagian
tubuhnya yang disertai tutul coklat gelap pada dada, punggung dan sayap bagian
luar, kepala kecil, bermata merah dengan paruh panjang dan melebar diujungnya,
leher langsing, panjang dan bulat (Ismoyowati, 2014). Itik Magelang memiliki
warna bulu dada, punggung dan paha didominasi oleh coklat tua dan muda,
dengan ujung sayap berwarna putih, warna kaki hitam kecoklatan, sedangkan
paruhnya berwarna hitam. Itik Magelang merupakan salah satu itik lokal petelur
dengan produktivitas yang tinggi dan dapat berkembang dengan baik pada dataran
sedang hingga tinggi (Maulani, 2016).
Upaya perbaikan produktivitas dapat dilakukan terhadap faktor-faktor
genetik dan non-genetik. Upaya perbaikan genetik yang dilakukan melalui kawin
silang telah umum digunakan dalam industri peternakan. Menurut Prasetyo
(2006), sistem perkawinan antar individu dalam satu kelompok populasi yang
perlu dihindari adalah terjadinya peningkatan koefisien silang dalam (inbreeding)
yang cepat, khususnya jika terdapat kecurigaan terhadap peluang timbulnya sifatsifat negatif tertentu yang merugikan. Salah satu perkawinan silang adalah
persilangan resiprok. Menurut Sartono (2015) persilangan resiprok adalah
persilangan yang berlaku sama pada jenis kelamin jantan maupun betina
mendapatkan kesempatan sama dalam pewarisan sifat.
Bobot tetas merupakan bobot yang dimiliki itik yang baru menetas. Bobot
telur tetas yang baik untuk telur itik adalah 65-75 g. Itik Tegal menghasilkan
bobot tetas sebesar 38,35 g dan itik Magelang 41,71 g (Haryanto 2004). Itik
Magelang memiliki bobot badan yang lebih besar dibandingkan dengan itik Tegal.
Bobot badan itik Magelang yaitu 1660 0,16 g, sedangkan itik Tegal 1400 0,14
g (Purwantiniet al., 2001). Berdasarkan kelebihan kedua itik tersebut maka

dilakukan persilangan resiprok untuk meningkatkan mutu genetik dan


menghasilkan bibit baru yang unggul.
Bobot tetas dengan pertumbuhan memiliki korelasi yang positif. Korelasi
positif, yaitu apabila satu sifat meningkat sifat yang lain juga meningkat. Korelasi
genetik merupakan ukuran kekuatan hubungan antara nilai pemuliaan (NP) atau
breeding value satu sifat dengan nilai pemuliaan sifat lainnya (Kurnianto, 2009).
Tanda dari korelasi genetik diantara sifat-sifat dapat digunakan untuk
memperkirakan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi berikutnya apabila
digunakan sebagai kriteria seleksi serta menentukan optimum untuk menyeleksi
sifat-sifat yang berbeda (Warwick, 1995).
Pendugaan nilai korelasi mempunyai arti penting untuk melakukan seleksi lebih
awal. Seleksi lebih awal akan memberikan keuntungan karena dapat menekan biaya,
tenaga dan waktu bagi peternak. Pendugaan nilai korelasi beberapa sifat kuantitatif utama
antara lain bobot badan, bobot telur dan bobot dod dapat dijadikan sebagai dasar seleksi
oleh peternak. Ukuran telur yang digunakan untuk penetasan sangat penting karena
mempunyai korelasi yang tinggi antara ukuran telur yang ditetaskan dengan ukuran dod
yang dihasilkan (Leeson, 2000). Bobot tetas dapat digunakan sebagai indikator bobot
badan. Bobot tetas yang lebih tinggi akan menghasilkan bobot badan yang lebih besar.

Perumusan Masalah
Bobot telur itik Magelang sebesar 71,51 2,22 g sedangkan itik Tegal
62,33 2,14 g (Purwantini et al., 2001). Itik Tegal menghasilkan bobot tetas
sebesar 38,350 g dan itik Magelang 41,716 g (Haryanto, 2004). Bobot telur sangat
berpengaruh terhadap bobot tetas dan bobot tetas sangat berpengaruh terhadap
bobot badan sampai dengan umur 8 minggu. Bobot telur yang semakin tinggi
akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi pula karena adanya korelasi positif
antara bobot telur dan bobot tetas (Ismoyowati, 2006). Penelitian mengenai
korelasi genetik antara bobot tetas dengan bobot badan umur 8 dan 12 minggu
pada itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dengan Magelang generasi ke-2 (F2)
sampai saat ini belum dilakukan. Bobot tetas yang bervariasi akan memiliki
ukuran day old duck (DOD) yang beragam sehingga pokok permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa besar korelasi genetik antara

bobot tetas dengan bobot badan umur 8 dan 12 minggu pada itik hasil persilangan
resiprok itik Tegal dan Magelang generasi ke-2 (F2).
Hipotesis
1. Terdapat korelasi genetik positif antara bobot tetas dengan bobot badan
umur 8 minggu itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dengan Magelang
2. Terdapat korelasi genetik positif antara bobot tetas dengan bobot badan
umur 12 minggu itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dengan
Magelang.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besarnya korelasi genetik positif bobot tetas dan bobot badan
umur 8 minggu pada itik hasil persilangan resiprok itik Tegal dan
Magelang generasi ke-2 (F2)
2. Mengetahui besarnya korelasi genetik positif antara bobot tetas dengan
bobot badan umur 12 minggu itik hasil persilangan resiprok antara itik
Tegal dan Magelang generasi ke-2 (F2).
Manfaat Penelitian
1. Menambah

khazanah

ilmu

pengetahuan

terutama

dalam

bidang

pemuliabiakan itik lokal.


2. Memberikan informasi tentang hubungan genetik antara bobot tetas
dengan bobot badan umur 8 sampai 12 minggu pada itik hasil persilangan
resiprok itik Tegal dan itik Magelang
3. Sebagai dasar untuk pemilihan bibit itik lokal berdasarkan bobot tetas dan
bobot badan umur 8 dan 12 minggu.
TINJAUAN PUSTAKA
Performan Itik Tegal dan Itik Magelang
Itik Tegal merupakan itik asli Jawa Tengah yang dikenal berproduksi telur
tinggi. Bobot badan itik Tegal betina dewasa hanya 1.200 g dan jantan 1.400 g.
Ciri-ciri lain dari itik Tegal adalah kepala kecil; bermata merah dengan paruh
panjang dan melebar diujungnya; leher langsing, panjang, dan bulat. Sayap
menempel erat pada badan dan ujung-ujung bulunya saling menutupi di atas ekor.

Bentuk badannya merupakan contoh dari bangsa indian runner, yaitu posisi
berdiri yang hampir tegak lurus, tubuh langsing seperti botol, dan langkah tegap.
Kakinya pendek dan tegak lurus, terpisah jelas satu dari lainnya. Tumitnya
terletak rata di atas tanah dan kakinya dilapisi selaput lunak (Setioko et al., 2005).
Ciri-ciri fisik itik Tegal, antara lain kepala kecil, leher langsing, panjang dan bulat,
sayap menempel erat pada badan dan ujung bulunya menutup di atas ekor
(Wulandari, 2015). Produksi telur itik Tegal mencapai 200-230 butir per tahun
dengan bobot telur rata-rata 70,8 4,7 g per butir (Supriyadi, 2009).
Itik Magelang memiliki warna bulu dada, punggung dan paha didominasi
oleh coklat tua dan muda, dengan ujung sayap berwarna putih, warna kaki hitam
kecoklatan, sedangkan paruhnya berwarna hitam.Itik Magelang merupakan salah
satu itik lokal petelur dengan produktivitas yang tinggi dan dapat berkembang
dengan baik pada dataran sedang hingga tinggi (Maulani, 2016). Ciri spesifik dari
itik Magelang adalah memiliki bulu putih yang melingkar pada leher setebal 1-2
cm berbentuk menyerupai kalung. Produksi telurnya mencapai 170 butir per tahun
dengan bobot telur 69,5 g (Supriyadi, 2009)
Persilangan Itik Lokal
Istilah persilangan (hybrid) dalam ilmu pemuliaan ternak ada tiga macam
yaitu silang dalam (inbreeding), silang luar (out breeding) dan silang antar spesies
(intercrossing). Persilangan antar spesies, antara itik jantan dengan entok betina
banyak terjadi secara alami di peternakan rakyat. Persilangan antar spesies akan
mendapatkan keturunan dari kombinasi gen yang bermanfaat dari kedua spesies
atau kombinasi gen dari kedua spesies yang cocok dengan lingkungan
intercrosbred dalam mendukung penampilan suatu karakter (Sutiyono, 2011).
Perbaikan mutu genetik merupakan alternatif yang relatif efektif karena
akan memberikan dampak yang lebih permanen. Kemurnian dan peningkatan
mutu genetik jenis itik tersebut perlu dilakukan melalui seleksi dan perkawinan
atau persilangan yang terencana sehingga akan diperoleh bibit itik Magelang
unggul, yang dapat digunakan sebagai tetua yang akan datang (Purwantini, 2014).
Bobot Tetas dan Bobot Badan Itik

Bobot tetas besarnya sekitar 70 % dari bobot telur yang ditetaskan. Hasil
ini dapat digunakan sebagaikriteria dalam seleksi telur tetas maupun anak itik
(DOD) yang akan digunakan peternak sebagai bibit (Jull, 1985). Haryanto (2004)
melaporkan bahwa itik Tegal menghasilkan bobot tetas sebesar 38,350 g dan itik
Magelang 41,716 g. Suparyanto (2005) menyatakan seleksi terhadap bobot tetas
anak itik calon galur induk akan membawa pengaruh terhadap pertambahan bobot
badan mingguan.
Bobot badan merupakan salah satu sifat kuantitatif yang sangat
diperhatikan dalam pemeliharaan ternak. Ukuran bobot badan merupakan sifat
yang diwariskan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dalam
performannya (Pamungkas, 2013). Pertambahan bobot hidup itik lokal umur 4 9
minggu rata-rata 1011,77 49,19 g/ekor (Subhan, 2009).
Korelasi Genetik
Korelasi genetik dapat dimanfaatkan untuk menentukan sifat produksi lain
yang dapat dijadikan kriteria seleksi apabila sifat pertama yang dipilih sebagai
kriteria seleksi terlalu sulit atau terlalu mahal untuk dilakukan. Korelasi genetik
terjadi karena adanya pengaruh gen-gen yang bersifat pleiotropy yaitu sebuah gen
yang dapat mempengaruhi dua sifat atau lebih, atau karena adanya linkagegen
yaitu dua gen atau lebih yang saling mempengaruhi karena letaknya berdekatan
dalam kromosom Nilai-nilai korelasi genetik ini berperan dalam mengukur respon
seleksi terkorelasi yaitu perubahan genetik atau respon pada sifat kedua sebagai
akibat seleksi pada sifat pertama (Susanti, 2008).
Kecepatan pertumbuhan pada itik Magelang antara lain ditentukan oleh
bobot tetas. Bobot tetas sangat berpengaruh terhadap bobot badan umur 8 minggu
karena ada korelasi positif antara bobot tetas dengan bobot badan umur 4 dan 8
minggu. Besarnya korelasi bobot tetas dengan bobot badan itik betina umur 4
minggu sebesar 0,528 sedangkan korelasi bobot badan umur 4 minggu dengan 8
minggu sebesar 0,795. Pada itik jantan terdapat korelasi positif sebesar 0,688
antara bobot tetas dengan bobot umur 4 minggu dan 0,649 antara bobot umur 4
minggu dengan bobot 8 minggu (Ismoyowati, 2014). Korelasi genetik antara
bobot tetas dengan bobot umur delapan minggu pada itik Magelang relatif tinggi

yaitu 0,796. Kondisi ini menunjukkan bahwa bobot tetas dapat digunakan sebagai
kriteria seleksi pada itik Magelang (Purwantini, 2014).
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
Materi Penelitian
Materi yang digunakan adalah 400 butir telur tetas hasil persilangan antar
sesama F1 atau generasi pertama sebanyak 96 ekor itik terdiri dari 8 ekor jantan
dan 40 ekor betina itik Gallang serta 8 ekor jantan dan 40 ekor betina itik Maggal
yang diambil pada saat itik berumur 25 minggu. Alat yang digunakan berupa
mesin tetas, egg tray, thermometer, baskom, timbangan analitik, serta peralatan
kandang yang dibutuhkan. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan
itik fase starter dan pakan fase grower terdiri dari dedak, jagung, dan konsentrat.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL).
Pejantan digunakan sebagai perlakuan, dan anak dalam pejantan digunakan
sebagai ulangan.
Variabel Penelitian
Variabel yang diukur yaitu :
a. Bobot tetas
b. Bobot badan umur 8 dan 12 minggu
Metode Analisis
Metode analisis yang akan digunakan untuk penaksiran nilai r G
menggunakan rancangan acak lengkap dengan ulangan sama berdasarkan
Kurnianto (2009). Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yik = + i + eik
Keterangan:
Yik

= Nilai pengukuran pada anak ke-k dari pejantan ke-i

= Rataan umum

= Pengaruh pejantan ke-i

eik

= Pengaruh dari lingkungan dan simpangan genetik yang tidak terkontrol

Tabel 1. Analisis peragaman perhitungan korelasi genetik


Sumber
Keragaman
(SK)
Antar pejantan
(S)
Antar anak
dalam pejantan
Total
Keterangan:
JHKs =

JHKW =

Derajat
Bebas
(DB)

Jumlah Hasil
Kali (JHK)

Hasil Kali
Rata-rata
(HKR)

Hasil Kali Ratarata Harapan


(HKRH)

S-1

JHKS

HKR

CovW + k1 CovS

HKRW

CovW

JHKW

n - S

Xi Yi

FK

i Xik Yik
k

Xi Yi

HKR = JHKS/DBS
HKRW = JHKW/DBW
S

= Jumlah pejantan

n1

= Jumlah anak dari pejantan ke-i

= Koefisiensi peragam antar pejantan = banyaknya anak per pejantan

= Jumlah total anak

Xik

= Data bobot tetas hasil pengukuran pada individu ke-k sebagai keturunan
pejantan ke-i

Yik

= Data bobot badan hasil pengukuran pada individu ke-k sebagai


keturunan pejantan ke-i

Xi

= Jumlah data bobot tetas pada pejantan ke-i

Yi

= Jumlah data bobot badan pada pejantan ke-i

= Jumlah data bobot tetas

= Jumlah total data bobot badan

COVW = HKRW
COVS = (HKRS HKRW)/ k 4CovS
Korelasi genetik (rG) ditaksir dengan membandingkan peragam antara
karakteristik dengan hasil kali simpang baku dua karakteristik yang berkorelasi
berdasarkan petunjuk Kurnianto (2009) sbb:
rG =

4 Cov xy
4 ( xx ) 4 2 (YY )
2

Keterangan:
Covxy = Peragam karakteristik bobot tetas dan bobot badan
2x

= Ragam karakteristik bobot tetas

2y

= Ragam karakteristik bobot badan

Tata Urutan Kerja


Tahap Persiapan
Melakukan kegiatan persiapan yaitu menyiapkan peralatan dan kandang
untuk penelitian. Menyusun proposal dan makalah usulan penelitian kemudian
melaksanakan seminar usulan penelitian. Setelah seminar disetujui, lalu dilakukan
pemeliharaan dan penetasan.
Pengumpulan Data
Data yang dicatat terdiri dari bobot tetas dan bobot badan umur 8 dan 12
minggu hasil persilangan resiprok itik Tegal dan itik Magelang. Data akan
diperoleh setelah dilakukan pemeliharaan itik, pengambilan telur dan penetasan.
Itik akan dipelihara dalam kandang pen mating yang terdiri dari 16 buah kandang.
Setiap kandang akan dibuat 5 petak untuk masing-masing induk. Pemberian pakan
akan diberikan 2 kali sehari, pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan pada sore hari
pukul 15.00 WIB, sedangkan air minum secara adlibitum.

10

Pengambilan telur akan dilakukan setiap pagi hari pukul 06.00 WIB, dan
dilakukan penimbangan. Telur yang akan ditetaskan harus memenuhi bobot
standar yaitu 65-75 g serta memiliki data pencatatan induk. Telur yang akan
ditetaskan disesuaikan dengan kapasitas mesin tetas. Mesin tetas yang akan
digunakan adalah dua buah mesin tetas manual dengan setiap mesinnya
berkapasitas 200 butir telur. Kelembapan mesin tetas diatur terlebih dahulu
dengan menggunakan thermometer dan hygrometer sebelum melaksanakan
penetasan. Telur yang sudah menetas akan menghasilkan bobot tetas kemudian
dilakukan penimbangan bobot tetas setelah 24 jam menetas dan bulu DOD sudah
kering. DOD yang telah ditimbang dipelihara di dalam kandang, pemberian pakan
dan minum secara adlibitum sampai umur 2 minggu, selanjutnya hanya pada pagi
dan sore hari. Setiap minggu itik ditimbang sampai umur dua belas minggu.
Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan di Experimental Farm setelah proposal
usulan penelitian ini disetujui mulai tanggal..sampai...2016.
Rencana jadwal penelitian tertera pada tabel berikut :
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.

Kegiatan

Bulan
3

Persiapan
Seminar
Pelaksanaan Penelitian
Analisis Data
Pembuatan Laporan
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto.2004. Pengaruh Potong Paruh dan Aras Serat Kasar Pakan Terhadap
Pertumbuhan dan Presentase Karkas Itik Manila Jantan. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Ismoyowati. 2014. Keragaman Genetik Itik Lokal Indonesia. Purwokerto:
Unsoedpress

11

Ismoyowati, T. Yuwanta, J.P.H. Sidadolog, dan S. Keman. 2006. Hubungan


Antara Karakteristik Morfologi dan Performans Produksi Itik Tegal
Sebagai Dasar Seleksi. J.Indon.Trop.Anim.Agric. Vol.31, No. 3.
Jull, M.A. 1982. Poultry Husbandry. 5th ed. Mc.Graw Hill Book Co. New York
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Maulani, N.L., Sutopo dan E. Kurnianto. 2016. Keragaman Genetik Itik
Magelang Berdasarkan Lebar Kalung Leher Melalui Analisis Protein
Plasma Darah di Satuan Kerja Itik Unit Banyubiru Ambarawa. Jurnal
Sains Peternakan Indonesia. Vol. 11, No. 1. ISSN: 1978-3000.
Pamungkas, R.S., Ismoyowati dan S.A. Santosa. 2013. Kajian Bobot Tetas,
Bobot Badan Umur 4 dan 8 Minggu Serta Korelasinya pada Berbagai Itik
Lokal (Anas Plathyrynchos ) dan Itik Manila (Cairina Moscata) Jantan.
Jurnal Ilmiah Peternakan. Vol. 1, No. 2, Hal. 488-500.
Prasetyo, L.H. 2006.Strategi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak
Itik. Wartazoa. Vol. 16, No. 3.
Purwantini, D. dan Roesdiyanto, 2001. Kinerja Entik Hasil Persilangan (Entok X
Itik) Melalui Inseminasi Buatan (IB) Yang Dipelihara Secara Intensif.
Journal Animal Production. Vol. 3, No. 1, Hal. 31-39.
Purwantini, D., R.S.S. Santosa, dan Ismoyowati. 2014. Penaksiran Parameter
Genetik Karakteristik Bobot Tetas dan Pertumbuhan Itik Magelang.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan. ISBN:
978-979-9204-98-1.
Sartono, A. 2015. Mini Smart Book Biologi SMA. Yogyakarta: Indonesia Tera.
Setioko, A.R., S. Sopiyana dan T. Sunandar. 2005. Identifikasi Sifat-Sifat
Kualitatif dan Ukuran Tubuh pada Itik Tegal, Itik Cirebon dan Itik Turi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian
Ternak. Bogor.
Subhan, A., E.S. Rohaeni dan R. Qomariah. 2009. Pengaruh Penggunaan
Kombinasi Sagu Kukus dan Tepung Keong Mas dalam Formulasi Pakan
Terhadap Performans Itik Jantan MA Umur 1 8 Minggu. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak.
Bogor.
Suparyanto, A., 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik Mandalung Melalui
Pembentukan Galur Induk. Disertasi. Prog Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

12

Supriyadi. 2009. Panduan Lengkap Itik. Jakarta: Penebar Swadaya


Susanti, T., dan L.H. Prasetyo. 2008. Pendugaan Parameter Genetik Sifat-Sifat
Produksi Telur Itik Alabio. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sutiyono, B., Soearsono, S. Johari dan Y.S. Ondho. 2011. Efek Heterosis
Berbagai Penampilan Tiktok Jantan dan Betina. Buletin Peternakan. Vol.
35, No. 3, Hal. 153-159. ISSN: 0126-4400.
Wineland, M., 2000. Moisture Loss in Hatching Eggs. Abor Acres, Service
Bulletin. No 14, July 15.
Warwick, E.J., J.M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wulandari, D., Sunarno, dan T.R. Saraswati. 2015. Perbedaan Somatometri Itik
Tegal, Itik Magelang dan Itik Pengging. Bioma. Vol. 17, No. 2, Hal. 94101. ISSN: 1410-8801.

Anda mungkin juga menyukai