Disusun Oleh
Nama : drh. Anabella Purnama Firdausyia
Dosen : Dr. drh. Prabowo Purwono Putro, M.Phil
di kuda. Secara terapeutik, titik akupuntur (acupoint) meridian sudah sejak dahulu
dilakukan sebagai penanganan masalah reproduksi.
Teori sains yang paling diterima mengenai mekanisme akupuntur ialah melalui
model neurohormonal. Model ini mendeskripsikan bagaimana stimulasi acupoint dapat
memberikan efek terhadap korteks cerebral melalui sistem saraf perifer. Tusukan jarum
mengaktifkan serabut aferen pada saraf perifer sehingga terjadi efek sentral di otak dan
hal ini mengaktifkan nukleus otak untuk melepaskan modulator (peptida opioid) dan
neurotransmitter melalui descending pathway. Interaksi ini menghasilkan efek visceral
atau efek per kutan melalui pelepasan zat kimia secara lokal ataupun sistemik. Sebuah
contoh efek ini ialah analgesia per kutan ketika titik acupoints ditusuk oleh jarum
(Ramey, 2007). Model neurohormonal ini telah didukung oleh penelitian yang
mendokumentasikan bahwa peptida opiat endogen berperan dalam analgesia akupuntur
dari tingkat pre sinaps hingga ke titik reseptor.
Mekanisme fisiologis yang paling memungkinkan dari efek induksi akupuntur
pada sistem reproduksi ialah mengenai mekanisme yang melibatkan endorfin. Di
spesies hewan selain kuda, endorfin menghambat sekresi LH, dimana naloxone
eksogen, yang merupakan reseptor antagonis opioid, meningkatkan konsentrasi LH
(Malven, 2004). Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana aksi
pasti dari pemberian beta endorfin eksogen hingga mempengaruhi pelepasan LH.
Mekanisme pelepasan LH karena terapi elektroakupuntur tidak hanya disebabkan oleh
pelepasan beta endorfin saja. Pada babi, perlakuan elektroakupuntur mengakibatkan
penurunan konsentrasi LH selama 1-2 jam setelah perlakuan, namun setelah 4-6 jam
terjadi peningkatan konsentrasi LH dan progesteron (Lin ,2002).
Seperti yang telah ditulis di atas, penurunan LH akibat induksi akupuntur
sebagian dipengaruhi oleh pelepasan endorfin. Setelah beberapa saat periode
penekanan,
hipofisis
menjadi
lebih
responsif
terhadap
GnRH.
Jika
terjadi
tampak
yang dihasilkan berbeda beda tergantung dari status birahinya, siklus estrus, perbedaan
titik akupresur, dan spesies hewannya.
Sebagai tambahan, terdapat hipotesis lain yang menyatakan bahwa akupuntur
memiliki efek langsung ke kontrol steroidogenesis oleh parakrin dan autokrin gonadal
serta pelepasan epinefrin, katekolestrogen (metabolit estrogen), dan growth factor
(Chang dkk., 1983). Peningkatan konsentrasi plasma progesteron pada sapi dapat
diinduksi oleh norepinefrin, epinefrin, dan serotonin, namun tidak berdampak pada
peningkatan konsetrasi LH dalam plasma. Lebih jauh pada suatu penelitian, stimulasi di
beberapa titik akupresur meningkatkan plasma kortisol secara signifikan, dan
kemungkinan hal ini mempengaruhi produksi hormon steroid yang berkaitan dengan
reproduksi (Bossut, 2003).
Stres, diartikan sebagai ketidakmampuan hewan untuk beradaptasi atau merasa
nyaman dengan lingkungannya, mempunyai peranan yang rumit dalam subfertilitas di
tingkat endokrin (Dobson, 2000). Terdapat bukti bahwa stressor/penyebab stress
mengganggu timing pelepasan hormon reproduksi. Stress akibat rasa sakit sehubungan
dengan artritis akut atau kronis,artritis degeneratif, atau kondisi muskuloskeletal
lainnya, merupakan hal yang biasa ditemukan pada hewan ternak. Pelepasan beta
endorfin melalui terapi akupuntur bisa jadi merupakan salah satu jalan untuk meredakan
rasa sakit pada kuda (Skarda dkk., 2002), karena menurut penelitian, elektroakupuntur
meningkatkan konsentrasi beta endorfin dalam plasma kuda secara signifikan, dan
menurunkan konsentrasi katekolamin pada percobaan dengan menggunakan tikus
(Yang, 2002). Walaupun rumit untuk dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa manajemen
stressor, terutama rasa sakit, dapat memiliki dampak positif terhadap peningkatan
kualitas reproduksi pada kuda.
III. Teknik Akupuntur
Berbagai penelitian telah menunjukkan hasil akupuntur memiliki efek kuantitatif
terhadap konsentrasi hormon reproduksi tertentu, namun teknik dan seleksi titik
akupressur
merupakan
hal
krusial
dalam
pelaksanaan
terapi
yang
tepat.
akupuntur dengan menyuntikkan cairan steril (misal obat-obatan, cairan saline, atau
vitamin B12) di titik akupresur, diyakini mampu memperpanjang durasi stimulasi di
titik akupresur bila dibandingkan dengan teknik akupuntur yang hanya dengan
menusukkan jarum saja. Akuapuntur sering digunakan di titik yang berlokasi di
sepanjang atau dekat tulang belakang daripada di daerah kaki. Injeksi akuapuntur
dengan dosis mikro diyakini mampu meningkatkan efektivitas obat atau mengurangi
resiko terjadinya efek samping (Suhling, 2003). Beberapa penelitian pada kuda
menunjukkan pemberian prostaglandin dosis mikro di titik Bai Hui (ruang lumbosacral)
menginduksi luteolysis dengan menurunkan efek samping secara signifikan bila
dibandingkan
dengan
pemberian
sejumlah
dosis
konvensional
(Nie,
2001).
Penusukan/needling di titik CV4 versus titik PC6 yang dilakukan pada tikus
mengakibatkan pengeluaran GnRH dalam jumlah besar (Wang, 2007). Pemilihan titik
akupresur dan teknik yang dipilih berpotensi meningkatkan respon terapetik yang
diinginkan.
IV. Penggunaan Akupuntur Pada Kuda
Akupuntur sering digunakan pada kuda betina Thoroughbred yang bermasalah
di daerah Kentucky. Terapi ini membuahkan hasil yang memuaskan pada penanganan
kasus penumpukan cairan di uterus dan/atau pada kasus poliuria pada kuda yang sudah
tua atau kuda yang telah berkali-kali beranak. Sebuah penelitian yang melibatkan 44
kuda betina dengan sejarah penumpukan cairan pada uterusnya dan/atau pernah
mengalami poliuria, menunjukkan penurunan jumlah cairan uterus secara signifikan
yang dideteksi menggunakan ultrasonografi (USG), di keesokan harinya setelah
diberikan terapi akupuntur. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan terdapat
peningkatan tingkat kebuntingan, yaitu mencapai 81% di dalam kelompok tersebut
(Rathgeber, 2000). Akupuntur dulunya diinisiasi setelah metode tradisional telah tidak
efektif, namun kuda betina masih tetap diterapi secara tradisional menggunakan
oksitosin, pencucian uterus, infusi antibiotik. Oleh karena itu, akupuntur mungkin bisa
menigkatkan fertilitas kuda betina yang mengalami kendala atau tidak merespon
terhadap terapi secara konvensional. Terapi akuapuntur pada sapi yang mengalami
kawin berulang menunjukkan hasil peningkatan angka fertilitas (Lin, 2002). Titik
akupuntur yang digunakan untuk reproduksi sapi perah yang diteliti, secara umum dapat
diaplikasikan juga pada kuda.
Anestrus, baik yang bersifat transisional atau karena siklus yang tidak beraturan
bisa diterapi dengan akupuntur. Seperti yang telah didiskusikan di atas, akupuntur
kemungkinan bisa membantu menyeimbangkan atau mengatur hipofisis-axis gonadal
dan dengan demikian mampu membantu mengembalikan ke siklus estrus yang normal.
Disebutkan dalam sebuah protokol akupuntur yang belum dipublikasikan mengenai
penggunaan GnRH dan Prostaglandin F2a yang diinjeksikan ke titik akupresur tertentu
selama 3 hari berturut-turut untuk menginduksi perkembangan folikel. Hasil yang
didapatkan ialah kuda kuda betina yang mendapat perlakuan ini menunjukkan tanda
bersiklus dalam waktu 2 minggu setelah perlakuan. Regimen pengobatan untuk anestrus
karena laktasi antara lain menggunakan akupuntur yang dikombinasikan dengan
pemberian hormon GnRH, eFSH dan pengaturan intensitas cahaya (LeBlanc, 2006).
Akupuntur juga digunakan untuk mengobati kuda hias yang mengalami siklus tidak
beraturan atau perilaku estrus yang berlebihan.
Akupuntur sebaiknya digunakan secara hati-hati pada kuda yang sedang bunting,
dan di ilmu kesehatan tradisional Cina mengajarkan ada beberapa titik yang harus
dihindari. Stimulasi yang kuat atau stimulasi pada titik yang salah dapat mengakibatkan
abortus. Elektroakupuntur tidak disarankan digunakan untuk kuda yang bunting, akan
tetapi metode akupuntur jarum atau stimulasi luar lainnya bisa digunakan. Akupuntur
juga telah digunakan untuk mengobati berbagai kasus reproduksi di kuda betina seperti
endometritis, retensi plasenta, perdarahan post partus, abnormalitas sistem endokrin,
dan agalaktia. Keberhasilan pengobatan tergantng kepada teknik yang dilakukan, namun
data yang tersedia di lapangan masih sangat sedikit yang mengenai kefektifitasan terapi
ini. seperti yang telah disebutkan sebelumnya, akupuntur juga digunakan untuk
meredakan rasa sakit, dimana hal ini dapat meningkatkan fertilitas kuda betina yang
sering mengalami nyeri muskuloskeletal akut maupun kronis.
V. Penggunaan di Kuda Jantan
Terapi akupuntur pada kuda jantan belum dijabarkan secara detil dan konsisten
seperti pada kuda betina, meski demikian, kuda jantan juga dapat mengalami rasa nyeri
muskuloskeletal dan itu berdampak terhadap libido dan kemampuan reproduksi kuda
jantan tersebut. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa akupuntur dapat digunakan
untuk pemulihan rasa nyeri dan relaksasi otot (Hackett, 2007). Pengurangan inflamasi,
peredaan rasa sakit otot, dan perbaikan pergerakan merupakan hasil menguntungkan
yang didapat setelah mendapat terapi akupuntur. Perlakuan pada kuda jantan yang
mengalami sakit punggung, penyakit ortopedik, atau gangguan syaraf sangat berguna
dan menguntungkan untuk perilaku dan libidonya, murni dilihat dari perspektif anti
radangnya (Merriam, 1997). Uji komprehensif untuk membuktikan apakah rasa sakit
atau radang berkaitan dengan saluran reproduksi atau tidak, dapat mengembangkan
suatu indikasi terapi menggunakan akupuntur pada pejantan pemacak.
Suatu protokol yang tidak terpublikasi mendeskripsikan terapi untuk kasus
cryptorchidismus dengan akupuntur disertai injeksi Human Chorionic Gonadothropin
(HCG) (5000 IU) yang diinjeksikan di titik Bai Hui, dan anti iritasi iodin diinjeksikan
secara bilateral di BL 23 dan BL52. Dosis tambahan HCG (2500 IU) diberikan ke anak
kuda pre-puber dua kali dalam satu minggu (dalam delapan kali terapi) untuk
menginduksi descendent testiculorum ; karena konsentrasi plasma testosteron
meningkat setelah pemberian HCG (Brendemuehl, 2006). Penelitian yang mirip dengan
kasus ini dapat dilakukan dengan hanya menggunakan protokol akupuntur untuk
melihat apakah mekanisme dan effikasinya bisa dibandingkan. Jika bisa, akupuntur
dapat memberikan dampak positif bila dibandingkan dengan terapi konvensional yang
memakan banyak waktu dan biaya terkait.
VI. Penutup
Ilmu kedokteran Barat menginginkan korelasi langsung dengan efek respon, dan
hal ini menjadi kesulitan dalam memperoleh data terapeutik dari akupuntur. Meskipun
banyak bukti bahwa akupuntur menghasilkan respon dari tubuh yang dapat diukur
secara obyektif dalam kasus tertentu, pemahaman dan kemampuan untuk memprediksi
respon secara konsisten menjadi sulit. Kodrat dari akupuntur dan TCM ialah metode
yang subyektif, dan ini bertentangan dengan pemikiran orang-orang Barat. Oleh karena
itu, penelitian lanjut mengenai akupuntur bergaya ilmu kedokteran Barat menjadi hal
yang sangat menantang untuk dilakukan. Pengukuran konsentrasi hormon reproduksi
dalam darah atau cairan uterus dapat dilakukan, dan hal ini tentu membantu para
peneliti untuk memahami dan menghargai usaha akupuntur sebagai terapi alternatif
dalam dunia kedokteran hewan, khususnya reproduksi kuda. Perlu diingat kembali
bahwa banyak terapi akupuntur yang berhasil saat digunakan bersamaan dengan metode
kedokteran Barat, walaupun terapi ini masih dalam proses pemahaman dan pembuktian
mendalam oleh mereka. Saat ini banyak riset baru yang dilakukan untuk mengupas
lebih dalam mengenai akupuntur, dan diharapkan hal baik ini mampu menghasilkan
seleksi dan terapi yang sukses dalam beberapa kasus reproduksi.
to