BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah longsor adalah suatu peristiwa alam biasa, fenomena alam ini
akan berubah menjadi bencana alam tanah longsor manakala tanah longsor
tersebut menimbulkan korban baik berupa korban jiwa maupun kerugian
harta benda dan hasil budaya manusia. Sulawesi Selatan yang sebagian
wilayahnya adalah daerah perbukitan dan pegunungan, menyebabkan
wilayah ini menjadi daerah yang rawan terhadap kejadian tanah longsor.
Intensitas curah hujan yang tinggi dan kejadian gempa yang sering muncul,
secara alami akan dapat memicu terjadinya bencana alam tanah longsor.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses
yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa
bumi, tsunami dan gunung meletus hampir tidak mungkin diperkirakan secara
akurat, kapan akan terjadi dan berapa besaran kekuatannya,
sedangkan
Sejak tahun 2001 hingga 2008 tercatat lebih dari 36 kejadian tanah
longsor di Indonesia dengan memakan korban 1228 jiwa meninggal/hilang
dan lebih dari 4044 rumah rusak tertimbun (Karnawati dan Fathani, 2008).
Menurut Nugroho, tanah longsor yang terbesar terjadi tahun 2010 di
Indonesia adalah tanah longsor Ciwedey Jawa Barat yang menelan korban
sebanyak 44 jiwa dan menurut BNPB, korban tanah longsor tahun 2011
sebanyak 104 jiwa dan tahun 2012 sebanyak 56 jiwa. Longsor dan banijr
terbesar tahun 2012 terjadi di Ambon yang menelan korban sebanyak 21
orang dan merusak 118 buah rumah. Dikhawatirkan kejadian tanah longsor
akan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang akibat makin terusiknya
lahan-lahan rentan tanah longsor oleh kegiatan pembangunan yang kurang
berwawasan lingkungan (Karnawati & Fathani, 2008).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 11
Kabupaten di Sulawesi Selatan yang rawan terhadap tanah longsor yaitu
Tanah Toraja, Luwu, Pinrang, Sidrap, Wajo, Soppeng, Bone,
Sinjai,
Bantaeng, Gowa dan Makassar. Hal ini dimungkinkan karena kondisi daerah
ini
yang
bertopografi
pegunungan
hingga
perbukitan,
maka
untuk
Selatan sebagai salah satu upaya untuk mendukung mitigasi bencana tanah
longsor.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Ruas jalan Malino Kabupaten Gowa Manipi Kabupaten Sinjai dan
ruas jalan Manipi Kota Sinjai, 4 tahun terakhir setiap tahun mengalami
kejadian
tanah
longsor.
Tanah
longsor
yang
terjadi
menyebabkan
karakteristik
bidang
diskontinuitas
batuan
dan
Sinjai, Pemda
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dalam
menanggapi kejadian bencana alam yang sering melanda negara kita, maka
sejak Pemerintahan Orde Lama sampai Pemerintahan saat ini telah
berkali-kali membentuk lembaga atau badan yang secara khusus bekerja
dalam usaha-usaha penanggulangan bencana.
bencana
menjadi
tanggung
jawab
daerah,
maka
dan
fungsi
dari
masyarakat.
(3) Ancaman
tersebut
10
terendapkan pada lahan dengan gradien hidrolika masih cukup tinggi, atau
membentuk endapan dengan kemiringan lereng yang cukup terjal/curam
maka endapan tersebut masih dapat mengalami gangguan kestabilan,
sehingga endapan tersebut dapat bergerak lagi menuruni atau keluar lereng
sampai akhirnya mencapai posisi stabil.
Tanah longsor atau gerakan tanah yang terjadi pada suatu daerah
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor faktor geologis, faktor
curah hujan, dan. faktor buatan manusia
Faktor pengontrol terjadinya longsoran merupakan fenomena yang
mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi bergerak, meskipun pada
saat ini lereng tersebut masih stabil ( belum bergerak atau belum longsor).
Lereng yang berpotensi untuk bergerak ini baru akan bergerak apabila ada
gangguan yang memicu terjadinya gerakan (Karnawati, 2005). Faktor-faktor
ini umumnya merupakan fenomena alam (meskipun ada yang bersifat non
alamiah).
Ada banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang faktor
penyebab tanah longsor. Pendapat masing-masing ahli ada yang sama
namun ada juga yang beda. Berikut ini akan dikemukakan beberapa
pendapat tentang penyebab tanah longsor.
Menurut Popescu, penyebab tanah longsor secara garis besar
dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu : kondisi tanah dan batuan,
11
Massa
di
Indonesia
dan
Upaya
Penanggulannya,
12
Type of material
Type of movement
Bedrock
Engineering soils
Predomina
ntly fine
Predominantl
y coarse
Falls
Rockfall
Earth fall
Debris fall
Topples
Rock
topple
Earth
topple
Debris topple
Rock
slump
Earth
slump
Debris slump
Few Rock
unit block
s
slide
Earth
block slide
Debris block
slide
Ma
ny
Rock
unit slide
s
Earth slide
Debris slide
Rock
spread
Earth
spread
Debris spread
Rock
flow
Earth flow
Debris flow
Rotation
al
Slid
es
Translati
onal
Lateral spreads
Flows
Rock
avalanc
he
(Deep
Debris
avalanche
(Soil creep)
13
creep)
Complex and
compound
14
15
Ekstrim lemah
Sangat lemah
R2
Lemah
R3
Kekuatan sedang
R4
3.
Klasifikasi
Kuat
R5
Sangat kuat
R6
Ekstrim kuat
Perkiraan
UCS (kg/cm2)
2.5 10
10 50
50 250
250 500
500 1000
1000 2500
>2500
16
Diskripsi
17
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
bertangga
bergelombang
planar
6. Bukaan (aperture)
Bukaan rekahan adalah lebar rekahan pada batuan. Klasifikasi lebar
bukaan rekahan sebagai berikut (tabel 4):
Tabel 4 : Kasifikasi lebar bukaan rekahan
Lebar bukaan
< 0.1 mm
1.1 0.25 mm
1.25 0.50 mm
0.50 2.5 mm
0.25 10 mm
> 10 mm
1 10 cm
10 100 cm
>100 cm
Diskripsi
Sangat rapat
Rapat
Sebagian terbuka tertutup
Terbuka
Terbuka sedang
Terbuka lebar bercelah
Sangat lebar
Ekstrim lebar
Berongga
terbuka
18
Klasifikasi
Ekstrim tertutup
Sangat tertutup
Tertutup
Tertutup sedang
Lebar
Sangat lebar
Ekstrim lebar
Klasifikasi
Sangat pendek
Pendek
Sedang
Panjang
Sangat panjang
19
Diskripsi
Masif, kadang-kadang ada rekahan random
Satu pasang rekahan
Satu pasang rekahan ditambah rekahan random
Dua pasang rekahan
Dua pasang rekahan ditambah rekahan random
Tiga pasang rekahan
Tiga pasang rekahan ditambah rekahan random
Empat rekahan atau lebih
Batuan hancur atau seperti tanah
Jv. (rekahan/m3)
< 1.0
13
3 10
10 30
>30
20
terbagi atas 6
tingkatan, mulai dari batuan segar (tidak lapuk) sampai residual soil.
Tingkatan pelapukan batuan dalam tabel 9 sebagai berikut :
21
Istilah
Diskripsi
Segar (fresh)
II
Agak lapuk
III
Lapuk sedang
IV
Lapuk tinggi
Lapuk
sempurna
VI
Tanah Residu
22
yang
melongsorkan
atau
meluncurkan.
Perbandingan
tersebut
23
24
Kondisi tanah penutup lereng berupa residual soil bersifat gembur dan
mudah meloloskan air yang menumpang di atas batuan padat dengan
ketebalan lebih dari 2 m.
Pada batuan penyusun lereng terdapat bidang diskontinuitas, bidang
rekahan, bidang retakan dan kemiringan perlapisan batuan miring ke
arah luar lereng atau perlapisan batuan searah dengan kemiringan
lereng.
Curah hujan tinggi, mencapai 100mm/hari atau 70 mm/jam, dengan
curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm. Curah hujan kurang dari 70
mm/jam, tetapi berlangsung terus menerus selama lebih dari dua jam
hingga beberapa hari.
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang permeable.
Lereng pada daerah rawan gempa
Vegetasi berupa alang-alang, rumput-rumputan, tumbuhan semak, dan
tumbuhan perdu
Pola tanam pada lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat
dan sangat sensitif.
Intensitas penggalian/pemotongan lereng tinggi, tanpa perhitungan
analisis kestabilan lereng.
25
Dilakukan
pencetakan
kolam
yang
dapat
mengakibatkan
26
27
meliputi :
Kondisi kemiringan lereng lebih dari 0 - 20%
Kondisi tanah penutup lereng berupa bersifat padat dan tidak mudah
meloloskan air dengan ketebalan kurang dari 2 m.
Pada batuan penyusun lereng tidak terdapat bidang diskontinuitas,
bidang rekahan, bidang retakan dan kemiringan perlapisan batuan
tidak miring ke arah luar lereng atau perlapisan batuan tidak searah
dengan kemiringan lereng.
Curah hujan rendah, kurang dari 30 mm/jam, berlangsung tidak lebih
dari 1 jam dan hujan tidak setiap hari (kurang dari 1000 mm/tahun).
Tidak terdapat rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng
Lereng tidak termasuk daerah rawan gempa
Vegetasi berupa tumbuhan berakar tunjang yang perakarannya
menyebar seperti jati, kemiri, kosambi, laban, dlingsem, mindi, johar,
bungur, banyan, mahoni,
28
di
sekitar
daerah
penelitian
adalah
kerucut
gunungapi
29
satuan batuan yang lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan
Gunungapi terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.
30
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen AwalOligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dengan umur
bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di
sebelah Timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi disebelah
Baratnya. Formasi Salo Kalupang, terdiri dari batupasir, serpih dan
batulempung berselingan dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa
serta bersisipan dengan lava dan batugamping serta napal.
Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv) terdiri atas lava dan breksi
dengan sisipan tufa, batupasir, batulempung dan napal kebanyakan
bersusunan basal dan andesitik; kelabu tua hingga kehijauan, umumnya
tansatmata, kebanyakan terubah, amigdaloid dengan mineral sekunder
karbonat dan silikat; sebagian lavanya menunjukan struktur bantal. Satuan
batuan ini tersingkap
terpisahkan oleh jalur sesar dari batuan sedimen dan karbonat yang berumur
Eosen di bagian baratnya, satuan ini berumur Miosen Bawah.
Satuan batuan yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen
menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih
tidak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan
sedimen
31
gunungapi
dan
lava
yang
berkomposisi
andesit dan
basal,
3 50
cm, tufa kristal dan tufa vitrik. Bagian atasnya mengandung ignimbrit bersifat
trakit dan tefrit leusit, ignimbrit berstruktur kekar meniang, berwarna kelabu
kecoklatan dan coklat tua, tefrit leusit berstruktur aliran dengan permukaan
berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk sebagai Batuan
Gunungapi Sopo, Batuan Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi yang
tersingkap di Pulau Selayar mungkin termasuk formasi ini. Breksinya sangat
kompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amfibol, basal piroksin
dan andesit (0,5 30 cm), bermassa dasar tufa yang mengandung biotit dan
piroksin. Satuan ini merupakan fasies gunungapi dari Foramsi Camba yang
berkembang baik di daerah sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan
Watampone Bagian Barat), lapisannya kebanyakan terlipat lemah dengan
32
kemiringan rata- rata 20o, menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa
(Temt) dan batuan yang lebih tua.
2. Struktur Geologi Regional
Menurut Sukamto dan Supriatna (1982), secara regional struktur
geologi daerah Pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur
lipatan dan struktur sesar, dimana struktur lipatannya mempunyai jurus dan
kemiringan
tertentu. Adapun
perlipatannya
dicirikan
oleh
kemiringan
33
Daerah Penelitian
Hal ini
34
H. Definisi Operasional
Tanah longsor adalah perpindahan batuan penyusun lereng hingga
keluar lereng karena adanya bidang diskontinuitas dan gaya gravitasi
Kerentanan tanah longsor adalah suatu fenomena pada tubuh batuan
untuk mengalami longsor walaupun saat ini masih belum longsor
35
Geologi teknik adalah salah satu cabang ilmu geologi yang digunakan
dalam pemecahan masalah-masalah rekayasa teknik sipil.
Kategori kerentanan terdiri kerentanan rendah, kerentanan sedang
(menengah) dan kerentanan tinggi,
Tingkat pelapukan batuan adalah tingkatan perubahan komposisi,
warna dan disintegrasi material penyusun batuan.
Karakteristik bidang diskontinuitas batuan adalah suatu keadaan,
fenomena atau gejala yang terdapat pada batuan, hal ini terjadi pada
saat batuan terbentuk atau setelah batuan terbentuk
Faktor keamanan adalah nilai atau angka yang mengespresikan
tingkat kestabilan lereng
I. . Penelitian Terdahulu Tentang Tanah Longsor
Berikut adalah daftar penelitian terdahulu tentang tanah longsor (tabel 10)
Tabel 10 : Daftar Penelitian Terdahulu tentang Tanah Longsor
No
.
1.
Nama Peneliti
Judul
2.
Agung Setianto
dan Soetaat
3.
Nama
Jurnal/Prosedi
ng/Publisher
lainnya
Elsevier, Eng.
Geology,
Journl Home
page
Prosceedings
Of The First
Makaassar
International
Comprence
Civil
Engineering
(Micce 2010)
Jurnal
Tahun
Publikasi
2008
2010
2011
36
4.
T. Muchlis, T.
Faisal F. dan Ign.
Sudarmo
5.
Rudiyanto
6.
Lawalenna
Samang dkk
8.
9.
V.K. Sharma
10.
11.
Bakhtiar F.,
Thomas Blaschke
and Lubna Rafiq
12.
S. Steriacchini
at.al
Penanggulang
an Bencana
Landslide In Ireland
Geological
Survey Of
Ireland and
Irish Landslide
Group
Geological
Survey Of
India
2006
Natural Hazard
and Earth
System
2007
2008
2010
BALITBANDA
Sulawesi
Selatan
2007
2002
2004
2006
37
13.
P. Farina et.al
14
15
R. Bell and T.
Glade
16.
Agung Setianto,
Tetsoro Esaki and
Ibrahim
Jalamaluddin
17.
Mavroulli et.al
18.
Arsalan
Ghahramani
19.
Sciences
-
Computers
and
Geosciences,
Elsevier
Quatitative Risk Analysis For Natural Hazard
Landslide- Example From
and Earth
Bildudalur, NW - Iceland
System
Sciences
Ground Elevation Change
Prosceedings
Detection For Environmental
Of The First
Hazadr Assessment At
Makaassar
Copper and Gold Mining In
International
Papua Indonesia
Comprence
Civil
Engineering
(Micce 2010)
Methodology to evaluate
Natural hazard
Rock Slope Stability Under
and Earth
Seismic Condition At Sola de
System
Santa Coloma, Andoora
Sciences
Two Major Landslides In Iran
The 12th
and Their Remedial
International
Measures
Conference Of
International
Association
For Computer
Methods and
Advance In
Geomechanics
(IACMAG)
Analysis Of The Potential For
Wseas
Nearly Circular Slope Failure
Transactions
Using On Site Survey With
On Information
Adverse Calculation
& Application
Tanpa
tahun
2003
2004
2010
2009
2008
2008
38
20.
21
Muhammad
Mukhlisin dan
Mohd. Raihan
Taha
Satoshi Tsuchiya
et.al
22.
Hiritomo Ueno
et.al
23
Richard dan
Lucas
24
Ashley H Illiott
and Kimm M.
Harty
Respati
Wikantiyoso
Landslide Of Utah
25.
26.
27.
Hans B. H. et.al
28.
Ataollah
Kelastaghi and
Hasan Ahmadi
30.
M.H. Vahidnia
Mitigasi Bencana Di
Perkotaan, Adaptasi atau
Antisipasi Perencanaan dan
Perancangan Kota
Studi Kebijakan IPTEK, Zona
Resiko Bencana Geologi
Jawa Barat
Analysis Of landslide
Susceptibility In The
Suusamyr Region, Tien
Shan: Statistical and
Geotechnical Approach
Landslide Susceptibility
Analysis with a Bivariate
Approach and GIS In
Northern Iran
Landslide Hazard Zonation
Euro Journals
Publishingf,
Inc.
2009
SpringerVerlag
2009
Departmen Of
Environmental
System
Science,
Fakulty Risk
and Crisis
Management
Chiba Institute
Of Science.
Utah
Geological
Survey
Utah
Geological
Survey
Lokal Wisdom
2007
PUSLIT
Geoteknologi
LIPI Bandung
Springer and
Verlag
2003
Arab J.
Geoscience
2009
International
2009
2007
2010
2010
2005
39
et.al
31.
Ranjan Kumar
Dahal et.al
32.
Narumon I. and
Songkot D.
33.
Bill Phillips
Comparative Analysis Of
Contributing Parameters For
Rainfal Triggered Landslide
In The Lesser Himalaya of
Nepal
Analytical Hierarchy Prosess
For Landslide Susceptibility
Mapping In Lower Mae
Chaem Watershed, Northern
Thailand.
Geologic Hazards Of Idaho
34.
35.
Oh Che Young
et.al
36.
A. Esmail and H.
Ahmadi
37.
K. Shou and Y.
Chen H. Liu
Landslide Susceptibility
Mapping For a Part Of
Tectonic Kelkit Valley
Journal Of
Civil
Engineering
SpringerVerlag
2008
Suranaree J.
Sci.
Technology
2010
Idaho
Geological
Survey
Taylor &
Francis
(Georisk)
2007
Dept. Of
Geoinformatic
Engineering
Pukyung
National
University
Korea
Natural
Resources
Faculty Tehran
University
Karaj Iran
Elsevier,
Science Direct
Journal
Homepage.
Elsevier,
Science
Direct)
Tanpa
tahun
2008
Tanpa
tahun
2008
2008
40
39.
Young K. Yeon
et.al
40.
Masa Soren
41.
B.P. Watson
42.
Djakamiharja A.S.
dan Subowo Eko
43.
Vergari et.al
44.
Mubekti dan
Alhasanah F.
45
Massanat Y.M.
46.
Robert. H.
Landslide Susceptibility
Assesment In The Upper
Orcia Valley (Southern
Tuscany, Italy) Through
Conditional Analysis : A
Constribution to The
Unbiased Selection Of
Causal Factor
Mitigasi Daerah rawan Tanah
Longsor Menggunakan
Teknik Pemodelan GIS
Parametric Evaluation Of
The Stability Of Natural
Slopes
An evaluation Of Slope
Elsevier,
Science Direct
2010
Dept. Of
Mining
Engineering
National
Institute Of
Technology
Rourkela
The South
African
Institute Of
Mining And
Metalurgy
Research And
Development
Center For
Geotechnology
Indonesia
Institute Of
Sciences
Natural Hazard
and Earth
System
Sciences
2010
Jurnal teknik
Lingkungan
2008.
Jordan Journal
Of Civil
Engineering
ISRM Eurock
2002
2004
2011
2002
41
Stability Classification
47.
48
Tomas R. et.al
49
Romana M. et.al
SRM Geomechanics
Classification : Application,
Experience and Validation
50.
Chigira M. et.al
2002, Pertugal
Madeira,
Funchal.
Jurnal
Infrastruktur
dan
Lingkungan
Binaa
Elsevier
Journal
Homepage
ISRM,
Technology
Roadmap For
Rock
Mechanics
South African
Institute Of
Mining and
Metalurgy
Elsivier,
Engineering
Geology
2006
2012
2003
2002
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksploratif yaitu mengadakan penelitian
langsung di lapangan meliputi :
1. Analisis karakteristik kondisi geologi meliputi sudut lereng, jenis
batuan, nama batuan dan stratigrafi serta struktur geologi
2. Analisis profil tingkat pelapukan batuan
3. Analisis karakteristik bidang diskontinuitas batuan
4. Sampling batuan tidak terganggu (undisturbed sample) dilakukan
pada batuan dengan kondisi tingkat pelapukan berbeda. Sampel
batuan akan di analisis di laboratorium mineralogi tanah dan analisis
kuat geser tanah/batuan untuk mendapatkan nilai kohesi dan sudut
geser dalam.
B. Lokasi Dan Waktu
43
batuan
untuk
44
c.
residu.
d. Analisis parameter karakteristik bidang diskontinuitas batuan dilakukan
langsung di lokasi penelitian. Metode penelitian dengan cara Window
mapping dan scan line, pengukuran dari masing-masing parameter
karakteristik bidang diskontinuitas batuan diuraikan dibawah ini :
1 Tipe atau jenis batuan : diketahui dengan cara menentukan warna,
tekstur, komposisi mineral dan struktur batuan. Ada 4 tipe atau
jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf
dan batuan volkanik. Masing-masing tipe terdiri dari berbagai
nama batuan tergantung warna, tekstur, komposisi mineral dan
struktur batuan.
2 Tipe atau jenis isian pada rekahan : diketahui dengan cara
mengamati mineral pengisi rekahan. Jenis mineral yang biasa
pengisi rekahan adalah mineral kalsit, mieral kuarsa, oksida besi
atau mineral lempung.
3 Tipe atau jenis bidang diskontinuitas : diketahui dengan cara
mengamati tubuh singkapan batuan secara cermat. Tipe bidang
diskontinuitas batuan terdiri dari bidang perlapisan, bidang
rekahan dan bidang foliasi.
4 Kedudukan bidang diskontinuitas batuan, ditentukan dengan
kompas dan klinometer kompas
45
46
friction)
untuk
menentukan
faktor
DAFTAR PUSTAKA
keamanan
lereng
47
development
http://profile.usgs.gov/myscience/upload_folder/ci2009Apr221621194
273788-Landslide%20risk%20management,%20ICLRM.pdf
Cruden, D.M., 1991. A simple definition of a landslide. Bulletin International
Association
for
Engineering
Geology,
43:
27-29.
www.ukgeohazards.info/.../landslide.../eng_geol_landslides_index.htm
Fell, R., Ho K.K.S., Lacasse S., and Leroi E., 2005, A Framework For
Landslide Risk and Management, In :Landslide Management Edited
by Oldrich Hungr, Robin Fell, Rejean Couture and Erik Eberhardt, A.A.
Balkema Publisher Leiden.
48
Fell R., Corominas J., Bonnard Ch., Cascini L., Leroi E., and Savage W.Z.,
2008, Guidelaines For Landslide Susceptibility, Hasard and Risk
Zoning For Land Use Planning, Engineering Geology,Journal
Homepage : www.elsivier.com/locate/enggeo
Karnawati, D. 2005., Bencana Alam Gerakan Massa Tanah Di Indonesia dan
Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
Pedoman
Penulisan
Tesis
dan
Disertasi,
2006.,
Edisi-4,
Program
49
Varnes, D.J., 1978, Slope Movement Types and Processes, In Schuster, R.L.
ang Krizek, R.J., Landslide Analysis and Control, Transportation
Research Board, Special Report 176, National Academi of Sciences
USA.
Undang-Undang No. 24 tahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana
Undul O., 2012, Weathering Of Ultra Mafic Rocks, Istambul University,
Geological Engineering, ETH, Zurich
USGS, 2004, Landslide Types and Processes
Wyllie D.C. and Mah Ch. W., 2004., Rock Slope Engineering, 4 th Edition,
Spon Press, Taylor and Francis Group, London
50
51