PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan
mortalitas tinggi sehingga memerlukan penatalaksanaan khusus sejak fase syok sampai fase
lanjut. Pada kasus luka bakar sangat penting memerhatikan beberapa aspek meliputi
pembiayaan yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali,
meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka
bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik,
bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi,
gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog,
namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.
Luka bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama
namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak
memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan
untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Luka Bakar Pada Anak
a. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk cedera atau kerusakan pada jaringan kulit yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. 1
b. Etiologi
Luka bakar disebabkan karena api, air panas, listrik, petir, bahan kimia, radiasi, dan
akibat suhu yang sangat rendah. Luka bakar pada anak-anak 65,7% disebabkan oleh air
panas atau uap panas (scald). Sebagian besar luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah
dan dapat dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi
lokasi terjadinya luka bakar pada anak. Anak yang memegang oven, menarik taplak
dimana di atasnya terdapat air panas, minuman panas atau makanan panas. Fakto risiko
lain yang memicu anak dapat mengalami luka bakar seperti ibu yang memasak atau
memanaskan makanan di atas api yang berada dilingkungan yang terbuka, penyimpanan
zat yang mudah terbakar di rumah, dan bermain kembang api. 1,2
c. Epidemiologi
Di dunia, hampir 96 000 anak di bawah usia 20 mengalami cedera akibat luka bakar.
Tingkat kematian di Negara berpenghasilan rendah sampai menengah sebelas kali lebih
tinggi dibandingkan di Negara berpenghasilan tinggi untuk kasus luka bakar. Pada anak
usia di atas 3 tahun, menghirup asap sangat terkait dengan angka kematian meskipun telah
dilakukan perbaikan melalui perawatan luka bakar. Bayi memiliki tingkat kematian lebih
tinggi dibandingkan pada anak usia 10-14 tahun. Prevalensi luka bakar pada perempuan
juga lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, dengan nilai 4,9 per 100.000 populasi untuk
anak perempuan, dan 3,0 per 100.000 untuk anak laki-laki. 1,2
Hampir 75% dari kasus luka bakar pada anak-anak disebabkan karena cairan panas, air
keran panas atau uap. Luka bakar menempatkan beban ekonomi yang berat pada layanan2
layanan kesehatan. Sebuah studi dari Amerika Serikat menemukan bahwa biaya rawat inap
dari luka bakar berkisar dari US $ 1.187 sampai US $ 4.102. 1
d. Fase Luka Bakar
Dalam perjalanan penyakit dibedakan 3 fase pada luka bakar yaitu :3,6
1. Fase akut
Disebut juga sebagai fase awal atau fase syok. Pada fase ini masalah yang timbul
pada gangguan saluran nafas (jalan nafas dan mekanisme bernafas) karena adanya
cedera inhalasi, dan gangguan sirkulasi. Gangguan jalan nafas tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Pada fase ini juga
terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termal
yang bersifat sistemik.
2. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah syok berakhir atau dapat di atasi. Masalah yang dapat
terjadi akibat kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber panas yaitu:
a. Proses inflamasi dan infeksi
Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka sayat elektif;
proses inflamasi di sini terjadi lebih hebat disertai eksudasi dan kebocoran protein. Pada
saat ini terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi
sistemik dengan dilepaskannya zat-zat yang berhubungan dengan proses immunologi,
yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein complex, burn-toxin) yang menginduksi
respon inflamasi sistemik (SIRS = Systemic Inflammation Response syndrome).
b. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis
c. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas atau energi (evaporative heat loss)
yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbul penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik,
keloid, gangguan pigmentasi, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan atau organ-organ stuktural, misalnya bouttonierre deformity.
setelah
bakar. Perubahan pada curah jantung ini terjadi sebelum volume sirkulasi intravena
kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit
yang kemudian
menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel
darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu cedera. Tubuh kemudian
mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya. 2,7
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh terkait sistem renal adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguria. Aliran
darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal
dan disfungsi gastrointestinal pada pasien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.2,7
4. Sistem Imun
Terjadi beberapa perubahan pada sistem imun yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan risiko infeksi dan sepsis. Perubahan tersebut seperti penurunan aktivitas
limfosit, penurunan produksi immunoglobulin, peningkatan aktivitas complement dan
gangguan pada fungsi neutrofil dan makrofag. 2,7
5. Sistem Respirasi
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar
oksigen arteri dan lung compliance. 2,7
a. Smoke Inhalation
Menghisap asap dapat mengakibatkan cedera pulmoner. Kejadian cedera inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk cedera yang diakibatkan oleh api. Manifestasi klinik
yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi meliputi adanya luka bakar yang mengenai
wajah, kemerahan dan pembengkakan pada orofaring atau nasofaring, rambut hidung
yang gosong, agitasi atau kecemasan, takipneu, kemerahan pada selaput hidung,
stridor, wheezing, dispnea, suara serak, terdapat karbon dalam sputum, dan batuk.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada cedera inhalasi berkaitan dengan berat
dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Karbon Monoksida.
Karbon Monoksida (CO) merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu
substansi organik terbakar. Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan
dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk
5
Gambar 4. Luka bakar derajat II dengan blister, dan sebagian blister telah di
debridemen4
c. Luka bakar derajat III
Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan kulit. Meskipun tidak seluruh kulit
rusak, tetapi bila semua organ kulit sekunder rusak dan tidak ada kemampuan lagi
untuk melakukan regenerasi kulit secara spontan/ reepitelisasi, maka luka bakar itu
juga termasuk derajat III. Penyebabnya adalah api, listrik, atau zat kimia. Mungkin
akan tampak berwarna putih seperti mutiara dan biasnya tidak melepuh, tampak
kering. Tidak timbul rasa sakit karena serabut saraf di bagian dermis telah hancur,
dan biasanya relatif anestetik. Akan sulit membedakan luka bakar derajat II atau III
beberapa hari setelah luka bakar, tetapi pada minggu kedua sampai minggu ketiga
pasca luka bakar akan tampak drainase dan eschar berwarna hitam, keras, tegang
dan tebal. Pasien dengan luka bakar ini beresiko tinggi untuk infeksi dan kehilangan
cairan yang berat. luka bakar ini biasanya memakan waktu beberapa minggu untuk
proses penyembuhan, dan pasien harus dirujuk ke ahli bedah segera karena risiko
jaringan parut yang signifikan pada penyembuhan. Luka bakar ini sering
membutuhkan pencangkokan kulit.4,5
menurut
metode
yang
digunakan
dan
p\engalaman
10
11
h. Penatalaksanaan
Primary Survey dan Pengelolaan Luka Bakar
1. Airway (Jalan nafas) 4,5,9,10
Melindungi jalan nafas merupakan prinsip awal penanganan pasien luka bakar
termal. Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi maka lakukan intubasi
segera untuk melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring
yang biasanya terjadi 24-48 jam setelah kejadian, dimana jika terjadi edema maka
yang diperlukan adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat
dilakukan. Temuan klinis yang menandakan adanya gangguan pada jalan nafas pasien
yaitu suara serak, stridor, peningkatan kerja pernapasan, dan ketidakmampuan untuk
12
mentolerir sekresi. Penanganan perbaikan jalan nafas bisa juga menggunakan maneuver
head thin chin lift jika tidak ada curiga cedera servikal, tetapi jika curiga, gunakan
maneuver jaw-thrust.
Seseorang dapat dicurigai cedera inhalasi jika terjadi edema jalan nafas bagian atas,
bronkospasme, oklusi saluran nafas kecil, pengelupasan endobronkial, adanya riwayat
terjebak pada ruangan yang tertutup, luka bakar pada wajah, bulu hidung hangus.
[3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA] + cairan rumatan (maintenance per 24 jam)
Pemberian cairan maintenance diberikan jika anak berusia kurang dari 5 tahun. Cairan
rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg)
dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x
%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam
berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin
yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.
14
Kriteria untuk masuk Burn Unit menurut American Burn Association, yaitu :8
1. Luka bakar derajat II (Partial-thickness) > 10 % dari luas total permukaan tubuh.
2. Luka bakar yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau sendi.
3. Luka bakar derajat III pada semua usia
4. Luka bakar listrik, termasuk akibat petir, luka bakar akibat bahan kimia
5. Cedera inhalasi
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat penyakit sebelumnya yang dapat menyulitkan
penanganan
7. Pasien luka bakar bersamaan dengan trauma (seperti fraktur), dimana luka bakar
berisiko meningkatkan morbiditas atau mortalitas.
8. Luka bakar pada anak di rumah sakit tanpa sumber daya dan peralatan yang memadai
untuk perawatan anak
9. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus
b. Cooling 10.13,14
-
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air dingin yang
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal,
terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah
kejadian luka bakar
Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa
dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi
15
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan
air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar
berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang
mengalir.
c. Cleaning 13,14
Pembersihan luka tergantung dari derajat berat luka bakar, kriteria minor cukup
dilakukan dengan zat anastesi lokal, sedangkan untuk kriteria moderate sampai major
dilakukan dengan anastesi umum di ruang operasi untuk mengurangi rasa sakit.
Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat
dan risiko infeksi berkurang.
d. Chemoprophylaxis13,14
Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial
partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat
diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah,
riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi
kurang dari 2 bulan.
e. Covering 13,14
Penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka
bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka
(yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas
yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,
minyak, oli atau larutan lainnya, akan menghambat penyembuhan dan meningkatkan
risiko infeksi.
f. Comforting 13,14
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri berupa :
Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
16
Pemberian nutrisi pada anak dengan luka bakar sangat penting. Kebutuhan kalori
lebih tinggi karena terjadi hipermetabolisme. Pemberian nutrisi enteral harus
diberikan segera mungkin. Pasien dapat diberikan makan duodenum jika yang
bersangkutan berisiko mengalami aspirasi.8
Setelah melalukan penanganan awal pada luka bakar, bisa dilanjutkan untuk
melakukan secondary survey yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
lanjutan. Pada anamnesis
seperti :10,11
a. Waktu dan lama kontak
b. Lokasi ruang terbuka atau tertutup (kemungkinan cedera inhalasi lebih besar di
ruang tertutup).
c. Sumber panas api (biasanya luka bakar dalam), air panas (jarang dengan
ketebalan penuh), dll.
d. Kemungkinan cedera lainnya ledakan dengan serpih serpih tajam atau kaca,
kecelakaan kendaraan bermotor, dll.
e. Penyakit yang sudah ada sebelumnya, yang dapat memperburuk prognosis
sehingga perlu dicatat.
2.
Pemeriksaan Hb, Ht tiap 8 jam pada 2 hari pertama, dan tiap 2 hari pada 10 hari
selanjutnya
Fungsi hati dan ginjal tiap minggu
Pemeriksaan elektrolit tiap hari pada minggu pertama
Pemeriksaan AGD bila nafas lebih dari 32x/menit
Kultur jaringan pada hari ke-1, 3, 7.
Komplikasi
1. Syok hipovolemik 2,11
17
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok hipovolemik pada luka bakar yang
cukup parah. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas
meningkat. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula dengan
membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula pada luka
bakar derajat II dan pengeluaran cairan pada luka bakar derajat III .
Bila luas luka bakar < 20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasi tetapi bila > 20 % terjadi Syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti
gelisah, pucat, sianosis, dingin , berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan lahan dan
maksimal pada delapan jam.
2. Edema laring 2,11
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,. Dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas , asap, uap panas yang terhisap,
edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena
edema laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea, stridor, suara serak,
dan dahak berwarna gelap karena jelaga.
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah . ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
3. Keracunan gas CO2,11
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,
mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila > 60 % hemoglobin
terikat dengan CO, penderita dapat meninggal.
4. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome) 2,11
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembuluh
18
darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman penyebab infeksi berasal dari
kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya berbahaya karena
banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator
mediator, yang kemudian diikuti oleh :
a. Gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium, gangguan
sirkulasi dan redistribusi aliran.
b. Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli, dan
maldigesti aliran.
c. Gangguan oksigenasi jaringan. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan
menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya
kadar limfokin dan sitokin dalam darah.
5. MOF (Multi Organ Failure) 2,11
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan
sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme.
Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang diikuti
peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan
adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan jaringan
organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal, yang selanjutnya
mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan tubuh,
terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh (homeostasis), maka organ yang
dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan adanya penurunan atau disfungsi ginjal
ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya proses
sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian cairan
(overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan normal, atau
pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi
klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru
sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar
oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi
19
yang bersifat irreversible. Sel sel otak adalah organ yang paling sensitive; bila
dalam waktu 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel sel otak mengalami
kerusakan dan kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat
sentral.
Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu pompa.
Pada mulanya jantung menjalankan mekanisme kompensasi, namun akhirnya terjadi
dekompensasi.
6. Kontraktur 12
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama
luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat di
sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga
lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan. Pada
tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses ini
bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka.
Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit.
Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastik ini akan
menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam,
jaringan yang banyak mengandung kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan
ensheathed flexor tendons, juga permukaan volar dari sendi akan mengalami
kontraksi atau perlekatan sehingga akan membatasi range of motion. Kontraktur yang
disebabkan oleh hilangnya kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendian
harus segera dilakukan skin grafting.
2. Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar bergantung pada dalam dan luasnya permukaan
luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak
daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang
timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur. 11
Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan menyangkut
mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of outcome ; yang mana
20
bersifat bersifat kompleks. Beberapa faktor yang berperan antara lain faktor penderita
( usia, gizi, jenis kelamin, dan kelainan sistemik), faktor trauma ( jenis, luas, kedalaman
luka bakar, dan trauma penyerta), dan faktor penatalaksanaan (prehospital and inhospital
treatment). 11
Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia lanjut. Pada
usia yang sangat muda (terutama bayi) beberapa hal mendasar menjadi perhatian, antara
lain sistem regulasi tubuh yang belum berkembang sempurna ; komposisi cairan
intravaskuler dibandingkan dengan cairan ekstravaskuler, interstitial, dan intraselular yang
berbeda dengan komposisi pada manusia dewasa, sangat rentan terhadap suatu bentuk
trauma. Sistem imunologik yang belum berkembang sempurna merupakan salah satu
faktor yang patut diperhitungkan, karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang
bersifat imunosupresi. 11
BAB III
LAPORAN KASUS
PASIEN 1
I.
IDENTITAS
21
Nama
Usia
: 2 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Alamat
Suku
: Sasak
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
Pekerjaan
:-
No. RM
: 586331
MRS
: 14 Desember 2016
Tanggal pemeriksaan
: 19 Desember 2016
II. SUBYEKTIF
Keluhan Utama:
Nyeri pada kulit post terkena cairan panas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dating ke IGD RSUD Provinsi NTB dengan keluhan nyeri pada kulit di perut,
punggung, lengan kiri, kaki kiri dan kaki kanan post tersiram cairan panas berupa kuah
rawon.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa seperti pasien. Penakit DM,
hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru atau asma disangkal oleh keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan:
Riwayat Pribadi dan Sosial:
Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat.
III.
OBYEKTIF
Status Generalis
22
: E4V5M6
Nadi
: 140 x/menit
Pernapasan
: 28x/menit
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Suhu aksila
: 38,8 C
Status Lokalis
Kepala:
1. Inspeksi:
: simetris
Rambut
: normal
Edema
: (-)
Mata:
-
Simetris
Otorea (-)
Hidung:
Rinorrea (-)
Mulut:
Leher:
Simetris
Jejas (-)
Thoraks:
1. Inspeksi:
23
Permukaan dada: ikterik (-), jejas (+), massa (-), vulnus combutio (+) pada
Punggung.
2. Palpasi:
Fremitus vocal:
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, thrill (-).
3. Perkusi:
Densitas
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
4. Auskultasi:
Cor
Pulmo :
Vesikuler (+/+)
Abdomen:
1. Inspeksi:
Permukaan kulit: ikterik (-), jejas (+ ) vulnus combutio, vena collateral (-), massa (-),
scar (-)
24
2. Auskultasi:
3. Perkusi:
4. Palpasi:
Ekstremitas:
-
Akral hangat
Deformitas
+
+
+
+
:
Fraktur
Jejas
+
- -
Status lokalis
- Vulnus
tepi tidak rata , nekrotik (+), pus (+), open degloving injury femur
sinistra pada sisi anterior dan posterior.
- Fungsiolesa
: Ekstremitas inferior sinistra
IV.
RESUME
25
Pasien laki-laki usia 21 tahun dirawat dengan keluhan luka di paha kiri. Keluhan ini
dialami pasien sejak 10 hari yang lalu setelah mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pada pemeriksaan fisik umum sedang, tanda vital: GCS E4V5M6,, TD 110/70 mmHg,
nadi 80 x/menit, RR 20 x/menit, Sax 36,8 C. Pada status lokalis di ekstremitas inferior atas
terlihat Vulnus apertum femur sinistra dengan hecting, batas tegas, tepi tidak rata , nekrotik
(+), pus (+), open degloving injury femur sinistra pada sisi anterior dan posterior. Selain itu
terdapat deformitas, fungsiolesa di ekstremitas femur sinistra dan terdapat fixasi eksternal
pada fraktur femur sinistra.
V. ASSASMENT
Diagnosis Kerja
Open degloving injury femur sinistra dan post OREFF femur sinistra
VI.
Planning
Diagnostik
Terapi
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
10,8
3,80
32,1
84,5
28,4
33,6
16,29
Nilai Rujukan
13,0 18,0 g/dL
4,5 5,5 x 106 /L
40 50 %
82,0 92,0 fl
27,0 31,0 pg
32,0 37,0 g/dL
4,0 11,0 x 103 /L
26
PLT
697
Hasil
103
42
75
0,8
47
Nilai Rujukan
< 160 mgl/dl
< 40 mgl/dl
< 41 mgl/dl
0,9 - 1,3 mg/dl
10 15 mg/dl
Foto Rontgen
Rontgen :
KESAN :
VIII. PROGNOSIS:
IX. LAMPIRAN
27
Debridement
Skin Graft
Post Skin Graft hari ke 4
Follow up
Tangg
S
O
A
al
19/09/2 Luka pada paha Tampak jaringan Open
Planning terapi :
Infus RL 20 tpm
016 - kiri post KLL 10 necrotic
degloving
Inj. Ranitidin 2 x 1 a
23/09/2 hari SMRS
berwarna hitam injury
Inj. Ceftriaxone 2x1
28
06
OREF
fraktur
femur
gr
Inj. Ketorolac 3x1 gr
Diet TKTP extra telur
Susu 2x250 cc
Kalbamin 500cc/hari
Kaen3B 500 cc/hari
Planning lab :
Cek DL
sinistra
Degloving Disinfeksi
Dilakukan
016
Debridement di injur
operasi
lapangan
dengan
IBS.
femur
povidone iodin +
Intra operasi :
sinistra
savlon 1:30 dan
necrotic
pada
dan post
persempit
dengan
kulit, degloving
OREF
doek steril.
melingkar pada
Necrotomy
dan
Femur
femur sinistra
debridement.
Sinistra
Instruksi :
sisi anterior dan
Cek DL dan
posterior.
albumin
Inj.ceftriaxone
24/10/2016 :
HB : 10,3
3x1 gr
HCT : 31,5
Injeksi ketorolac
PLT : 609
Albumin : 3,5
3% 3x1
Na : 136
Injeksi ranitidin
K : 5,1
3x1 amp
Cl : 106
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
29
Balutan (+)
Post
Inj.ceftriaxone
016-
debrideme
27/09/2
nt
3x1 gr
Injeksi ketorolac
016
degloving
injury
femur
sinistra +
pos OREF
femur
3% 3x1
Injeksi ranitidin
3x1 amp
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
sinistra.
(+)
(+), Post
Rawat luka
jaringan
kulit debrideme Terapi
Inj.ceftriaxone
tampak
nt
3x1 gr
berwarna merah degloving
Injeksi ketorolac
dengan
injury
3% 3x1
vaskularisasi
femur
Injeksi
baik.
sinistra +
3x1 amp
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
pos OREF
femur
30/09/2 Nyeri pada luka Balutan (+),
016
(+)
01/10/2
016
29/10/2016 :
HB : 8,7
HCT : 26,9
PLT : 419
ranitidin
sinistra.
Post
perhari.
Terapi
Inj.ceftriaxone
debrideme
nt
3x1 gr (resisten)
degloving
ganti
injury
levofloxacin 750
femur
mg/hari.
Injeksi ketorolac
sinistra +
pos OREF
3%
dengan
3x1
ganti
dengan duragesic
30
femur
sinistra.
patch 25mg
Injeksi ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
Ondansentron
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
Transfusi PRC 2
kolf
Cek
(+)
(+), Post
vaskularisasi
femur
Injeksi
baik.
sinistra +
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
2/10/2016
HB : 11,1
HCT : 33,0
WBC : 5,89
PLT : 376
Albumin : 3,6
GDS : 100
Kr : 1,0
Ur : 23
pos OREF
femur
sinistra.
RS
ranitidin
amp/12 jam
Inj.
Ondansentron
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
dan
Albumin
Rawat luka
jaringan
kulit debrideme Terapi
Inj. levofloxacin
tampak
nt
750 mg/hari.
berwarna merah degloving
Duragesic patch
dengan
injury
25mg
DL
%, debrideme
granulasi (+), nt
perhari.
Disinfeksi lapangan
operasi
dengan
povidone
iodin
slough
degloving
savlon
minimal.
injury
persempit
femur
doek steril.
1:30
+
dan
dengan
31
3/10/2016
HB : 11,5
HCT : 34,7
WBC : 8,48
PLT : 348
Albumin : 3,4
pos OREF
femur
sinistra.
graft
Instruksi :
Cek DL
dan
albumin
Inj. levofloxacin
750 mg/hari.
Duragesic patch
25mg
Injeksi
ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
Ondansentron
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
Rawat luka 4 hari
04/10/2 Luka
016-
bekas
Balutan (+)
operasi (+)
Post
skin
graft
05/10/2
degloving
016
injury
sinistra
post
OREF
sinistra.
016
operasi (+)
bekas
Tampak
kulit Post
ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
Ondansentron
femur
06/10/2 Nyeri
750 mg/hari.
Duragesic patch
25mg
Injeksi
femur
dan
post operasi.
Inj. levofloxacin
skin
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
Rawat luka
Inj. levofloxacin
32
area
degloving
degloving,
injury
tampak
femur
vaskularisasi
sinistra
baik.
dan
post
OREF
750 mg/hari.
Duragesic patch
25mg
Injeksi
ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
femur
sinistra.
Ondansentron
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
07/09/2 Nyeri
016
bekas
Balutan (+)
operasi (+)
Post
skin
graft
09/10/2
degloving
016
injury
sinistra
post
OREF
ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
femur
Ondansentron
sinistra
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
Tampak
016
750 mg/hari.
Duragesic patch
25mg
Injeksi
femur
dan
perhari.
Inj. levofloxacin
kulit Post
skin
area
degloving
degloving,
injury
tampak
femur
vaskularisasi
sinistra
baik.
dan
OREF
femur
perhari.
Rawat luka
Inj. levofloxacin
750 mg/hari.
Duragesic patch
25mg
Injeksi
post
ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
33
sinistra
Ondansentron
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
BPL
15/10/2 Skin graft II di Intra operasi : Degloving Disinfeksi lapangan
016
IBS
RS
, femur
operasi
dan
minimal
OREF
Post
dengan
povidone
savlon
iodin
1:30
persempit
Femur
sinistra
+
dan
dengan
doek steril.
Debridement dan skin
graft
Instruksi :
Cek DL
dan
albumin
Inj. Ketorolac 3%
3x1 amp
Inj. levofloxacin
750 mg/hari.
Duragesic patch
25mg
Injeksi
ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
Ondansentron
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
RL 500cc/hari
Kalbamin
500
16/10/2 Nyeri
Post
skin
cc/hari.
Inj. Ketorolac 3%
34
016-
operasi (+)
19/10/2
016
graft
16/10/2016
HB : 10,8
HCT : 33,6
WBC : 9,97
PLT : 319
Albumin : 3,5
GDS : 100
degloving
750 mg/hari.
Duragesic patch
injury
femur
sinistra
dan
3x1 amp
Inj. levofloxacin
post
OREF
femur
sinistra
25mg
Injeksi ranitidin
3x1 amp
Inj. Omeprazol 1
amp/12 jam
Inj.
Ondansentron 4
mg (k/p)
Diet TKTP
Susu 2x250 cc
Telur 6 butir
perhari.
RL 500cc/hari
Kalbamin 500
Balutan (+)
Post
skin
cc/hari.
BPL
graft
degloving
injury
femur
sinistra
dan
post
OREF
femur
sinistra
35
Kasus II
Nama
: Tn M
Usia
: 20
BAB IV
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Unicef.
Children
and
burns.
WHO
[Internet].
2008;
Available
from:
[Internet].
2005;21(2):11829.
Available
from:
https://www.med.unc.edu/ai/pedclerk/schedules/clerkship-at-moses-cone/readingsand-resources/supplemental-readings/pediatric-emergencies/9-Emergency Mgmt of
Burns -Peds Emerg Care 2005.pdf
5. Fenlon S, Nene S. Burns in children. Contin Educ Anaesthesia, Crit Care Pain
[Internet].
2007;7(3):7680.
Available
from:
http://ceaccp.oxfordjournals.org/
Care.
2005;14.
Available
http://peds.stanford.edu/Tools/pdfs/pediatric_burn_care_peoples.pdf
from:
[Accessed
23
Desember 2016].
9. Stander M, Wallis LA. The Emergency Management and Treatment of Severe Burns.
Emerg
Med
Int
[Internet].
2011;11.
Available
from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3195355/pdf/EMI2011-161375.pdf
[Accessed 23 Desember 2016].
10. ISBI Practice Guidelines Committee. ISBI Practice Guidelines for Burn Care.
ScienceDirect.
2016;42:9531021.
Available
from:
Available
from
38
http://www.wch.sa.gov.au/services/az/divisions/psurg/burns/documents/burns_guideli
nes.pdf [Accessed 24 Desember 2016].
14. Connolly S. Clinical Practice Guidelines: Summary of Evidence ACI Statewide Burn
Injury
Service
Produced
by:
2014;
Available
from:
http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0016/250009/Clinical_Practic
e_Guidelines_Summary_of_Evidence_ACI_Statewide_Burn_Injury_Service.pdf
[Accessed 24 Desember 2016].
39