Diskel 9 Kec - Kerja-Edit
Diskel 9 Kec - Kerja-Edit
DISKUSI KELOMPOK KE 9
BLOK KEDOKTERAN KERJA
Tanggal
:
Modul
Pokok Bahasan
Penanggung jawab
Kontributor
: Kedokteran Kerja
: Kecelakaan Kerja
:Desire MN, dr.,MKK,SpOk
: Lukmana Lokarjana, SpB
Aida SpF
PETUNJUK PELAKSANAAN DISKUSI KELOMPOK
- Mahasiswa menerima skenario 2 hari sebelum pelaksanaan diskusi
- Mahasiswa akan menerima skenario pemicu yang berisi keluhan utama berdasarkan usia
dan jenis kelamin dan tempat bekerja
- Fasilitator memiliki skenario tambahan yang akan diberikan kepada mahasiswa jika
mahasiswa mampu mengemukakan alasan yang mendasari dan/atau memperkirakan hasil
yang akan diperoleh.
Pembagian waktu diskusi kelompok :
Pembukaan dan doa
Melakukan tanya jawab dengan fasilitator untuk melengkapi anamnesis
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (jika ada)
Mahasiswa melakukan diskusi mandiri :
- Penegakan diagnosis klinis
- Penegakkan 7 langkah diagnosis okupasi
- Patofisiologi terkait aspek bio-psiko-sosial dan lingkungan kerja
- Penanganan secara holistik
Mahasiswa ditunjuk secara acak untuk melakukan presentasi dan diskusi
dengan fasilitator
Umpan balik fasilitator dan penutup
5 menit
50 60 menit
20 30 menit
50 60 menit
10 menit
Sasaran belajar:
Setelah mengikuti diskusi kelompok ini mahasiswa mampu:
1. Merumuskan diagnosis klinisberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium
2. Merumuskan kejadian kecelakaan berdasarkan kronologi kejadian.
3. Menganalisispatofisiologi, patogenesa, faktor risiko dan epidemiologi pada kasus dan
mengaitkan dengan bahaya potensial di lingkungan kerja.
4. Merencanakan penatalaksanaan komprehensifsesuai kompetensi dokter umum, merencanakan
tatalaksana okupasi serta aspek etikolegal.
5. Mampu mengajukan rekomendasi kelaikan kerja.
6. Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi serta aspek kesehatan
masyarakat pada kasus.
Skenario:
Sekelompok turis domestik beranggotakan 6 orang dewasa, melakukan perjalanan menggunakan
boat pada daerah wisata di luar pulau Jawa. Perahu boat tersebut memuat 6 orang turis
domestik, 2 orang guide lokal dan 2 orang awak perahu. Sore hari, di tengah perjalanan perahu
tersebut kandas terkena gosong. Upaya untuk mengeluarkan perahu tidak berhasil dilakukan
karena perahu kandas cukup tinggi. Radio yang ada di perahu boat ternyata sudah lama tidak
berfungsi, dan persediaan logistik para penumpang sangat minim. Sinyal provider handphone
tidak ada. Menjelang malam hari, tiba tiba datang ombak besar berulang yang membuat perahu
terlepas dari gosong sekaligus terbalik, beberapa orang yang baru diketahui tidak bisa
berenang, mengalami kesulitan dan terbawa arus ombak laut.
Penugasan
1. Rumuskanlah diagnosis klinis pada pasien tersebut, dengan :
a. Buatlah rencana anamnesis terarah untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab dari
keluhan utama serta anamnesis okupasi pada kasus
b. Dengan informasi tambahan, rencanakanlah pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding
2. Rumuskan kejadian kecelakaan apakah termasuk dalam kecelakaan kerja berdasarkan
kronologi kejadian.
3. Jelaskan patofisiologi, patogenesa, faktor risiko dan epidemiologi, penyakit tersebut dan
bagaimana kaitannya dengan bahaya potensial di lingkungan kerja.
4. Jelaskan penatalaksanaan dan pencegahan pada kasus tersebut baik klinis maupun okupasi
dan bagaimana kaitan etikolegal dan medikolegal dengan penyakit tersebut.
5. Jelaskan aspek profesionalisme dokter serta etiko medikolegal terkait kasus.
Tugas log book:
1. Pelajari dan buatlah daftar pertanyaan untuk (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang) baik klinis dan okupasi untuk mencari diagnosis banding dari keluhan utama .
2. Pelajari peraturan tentang objek wisata laut dan ketentuan keamanan serta kesehatan yang
diperlukan untuk menjalankan wisata.
1. Bagaimana proses pernafasan normal dan apa saja perubahan-perubahan yang terjadi
pada pasien tenggelam?
Proses Pernafasan pada Keadaan Normal
Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi. Ventilasi
paru merupakan proses masuk dan keluarnya udara melaui sistem respirasi. Ventilasi melibatkan
dua proses, yaitu proses inspirasi (pemasukan udara) dan ekspirasi (pengeluaran udara). Kedua
proses ini dapat terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan udara. Proses pernafasan ini dimulai
dari masuknya udara melalui mulut atau hidung, kemudian ke faring, yang merupakan sistem
pernafasan bagian atas, selanjutkan udara tersebut di salurkan ke saluran pernafasan bagian
bawah melalui laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli seperti terlihat pada
gambar.3,4
Ketika udara sampai di alveoli akan terjadi proses difusi oksigen dari alveoli ke
pembuluh darah paru dan karbondioksida ke arah sebaliknya. Proses difusi ini dapat terjadi
karena struktur dinding alveoli yang sangat tipis yang memungkinkan proses ini terjadi. Ketika
terjadi difusi, udara akan melewati dinding alveoli, ruang interstitial dan endotel kapiler
kemudian masuk ke dalam darah seperti terlihat pada gambar 2. Dinding alveoli dilapisi dua
macam sel yaitu sel alveolar gepeng dan sangat tipis tempat berdifusi udara dan sel alveolar besar
berfungsi menghasilkan surfaktan. Surfaktan ini akan melapisi permukaan sel alveolar,
membasahi dan menurunkan tegangan permukaan alveolar. Jika paru terisi cairan akibat
tenggelam terjadi hambatan difusi udara karena penebalan dinding alveolus akibat terisi cairan
sehingga dapat terjadi gangguan dalam proses difusi menimbulkan hipoksia. 3,5
miokardium yang hebat. Mekanisme dasar kematian: kematian yang berlangsung cepat
diakibatkan oleh serangan jantung yang seringkali berlangsung dalam 2-3 menit.
Tenggelam di Air Laut
Pada kasus tenggelam di air laut, cairan yang memasuki paru-paru memiliki kelarutan
sekitar 3% dan bersifat hipertonis. Walaupun terjadi perpindahan garam-garam, khususnya
natrium dan magnesium melalui membran pulmonum, tetapi tidak terjadi perpindahan cairan
yang masif. Kematian timbul umumnya lebih lambat, faktor asfiksia memegang peranan lebih
penting, dengan waktu survival yang lebih panjang.
4. Apa saja faktor risiko terjadinya tenggelam?
Jenis Kelamin
Laki-laki lebih mungkin untuk meninggal atau masuk rumah sakit karena tenggelam
daripada perempuan
Laki-laki di AFR dan WPR memiliki tingkat kematian tertinggi yang berhubungan
Usia
Di antara berbagai kelompok usia, anak-anak di bawah usia lima tahun memiliki tingkat
kematian tenggelam tertinggi di seluruh dunia. Di Kanada dan Selandia Baru terdapat
tenggelam
Tenggelam adalah penyebab utama kedua kematian cedera yang tidak disengaja pada
Pekerjaan
Tingkat kematian kerja di nelayan komersial Alaska adalah 116 per 100 000. Sekitar 90%
dari kematian ini adalah karena tenggelam
Banjir
Transportasi
Kapal yang mungkin tidak aman atau penuh sesak (seperti perahu pengungsi), dan
kondisi cuaca buruk berhubungan dengan jumlah besar angka kematian tenggelam setiap
tahunnya
90% dari korban tenggelam perahu Kanada tidak memakai perangkat pelampung
Alkohol
Alkohol merupakan faktor risiko untuk tenggelam di kalangan remaja dan orang dewasa
Alkohol dapat mengganggu pengawasan orangtua dari anak-anakmya yang bermain di
dekat air.
Alkohol atau penggunaan narkoba melibatkan 14% dari kematian tenggelam yang tidak
disengaja di Australia pada usia lebih dari 14 tahun, di antaranya 79% adalah laki-laki
Epilepsi
Anak-anak dengan epilepsi berisiko secara signifikan lebih besar kejadian tenggelam saat
epilepsi (1975-1995)
Di Kanada, sebagian besar kematian tenggelam yang berkaitan dengan epilepsi terjadi
pada orang dewasa dengan tempat kejadian di bathtub
Status sosial-ekonomi
Kelompok etnis minoritas umumnya memiliki tingkat kematian karena tenggelam yang
kolam
Untuk anak-anak di Amerika Serikat, kehadiran kolam renang di perumahan, banyak
memiliki sumur
Angka kematian akibat tenggelam lebih tinggi terjadi di pedesaan dibandingkan
perkotaan di beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah berkaitan dengan
Beban ekonomi
antara segmen yang paling aktif secara ekonomi dari populasi (15-44 tahun)
Total perkiraan biaya tahunan untuk tenggelam di Amerika Serikat sebesar lebih dari US
menjadi kolaps.
Dry Drowning (tanpa aspirasi cairan)
Sekitar 15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning, yang mana tidak
disertai dengan aspirasi cairan. Kematian ini biasanya terjadi dengan sangat mendadak dan tidak
tampak adanya tanda-tanda perlawanan. Mekanisme kematian yang pasti masih tetap spekulatif.
Cairan yang mendadak masuk dapat menyebabkan 2 macam mekanisme :
1. Laringospasme yang akan menyebabkan asfiksia dan kematian
2. Mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga terjadi refleks vagal yang akan
mengakibatkan cardiac arrest.
Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning :
1. Intoksikasi alcohol (mendepresi aktivitas kortikal)
2. Penyakit yang telah ada, misal atherosclerosis
3. Kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak
menyebabkan kehilangan panas sekitar 15% dan sisanya hilang melalui mekanisme respirasi dan
evaporasi. Konduksi dan konveksi merupakan mekanisme kehilangan panas dengan transfer
panas secara langsung antar objek sehingga sering menyebabkan hipotermia aksidental. Konduksi
merupakan mekanisme kehilangan panas signifikan pada kasus tenggelam/imersi
dengan
konduktivitas air sebesar 30 kali konduktivitas udara. Ketika seseorang telah masuk ke dalam
fase hipotermia, seluruh sistem organnya dapat terganggu. Diperkirakan bahwa efek yang paling
signifikan dialami oleh sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat
6. Apa saja komplikasi dari tenggelam?
Apabila kondisi pasien memburuk maka harus segera dilakukan transfer atau perujukan
pasien pada bagian spesialisasi tertentu. Hal tersebut dilakukan apabila ditemukan keadaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
meliputi abses otak, osteomyelitis dan infeksi soft-tissue. Untuk itu perlu dilakukan monitoring
terjadinya infeksi ada pasien tersebut. Penatalaksanaan infeksi pada pasien tenggelam adalah
dengan memberikan antibiotik. Namun, apabila terapi dengan antibiotik tidak mampu mengontrol
terjadinya infeksi, diperlukan konsultasi bagian bedah. Sedangkan pada pasien tenggelam dengan
gangguan neurologis diperlukan terapi rehabilitasi untuk memperbaiki gangguan neurologisnya. 17
7. Bagaimana penatalaksanaan dari tenggelam?
Pada prinsipnya, tata laksana kasus hampir tenggelam adalah mengatasi gangguan
oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi, keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan sistim saraf
pusat yang lanjut. Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi jantung paru.
Oksigen harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah sakit. Setiap
menit yang dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat menurunkan secara dramatis
kesempatan luaran yang baik.1
RESCUE AND IN-WATER RESUSCITATION
Banyak orang yang tenggelam dapat membantu diri mereka sendiri atau diselamatkan
oleh para pengamat atau penyelamat profesional. Di daerah di mana penjaga pantai beroperasi, <
6% dari semua yang tenggelam membutuhkan perhatian medis dan hanya 0,5% perlu CPR. 2
Teknik penyelamatan yang aman termasuk menjangkau orang tenggelam adalah dengan objek
seperti tiang, handuk, atau cabang pohon atau melempar benda apung. 3
Jika sadar, orang tersebut harus dibawa ke tanah, dan bantuan hidup dasar harus dimulai
sesegera mungkin.4 Untuk orang yang tidak sadar, resusitasi di air dapat meningkatkan
kemungkinan hasil yang menguntungkan dibandingkan dengan meluangkan waktu untuk
membawa orang tersebut ke tanah.5 Namun, resusitasi dalam air hanya mungkin bila dilakukan
oleh penyelamat sangat terlatih, dan itu terdiri dari ventilasi saja. 5 Orang yang tenggelam dengan
hanya gangguan pernapasan biasanya dapat merespon setelah diberikan beberapa bantuan napas.
Jika tidak ada respon, orang tersebut harus diasumsikan mengalami serangan jantung dan harus
diambil secepat mungkin ke daratan, di mana CPR yang efektif dapat dimulai. 5 Cedera tulang
belakang terjadi kurang dari 0,5% dari orang-orang yang tenggelam, dan imobilisasi tulang
belakang di dalam air diindikasikan hanya dalam kasus dimana kepala atau cedera tulang
belakang dicurigai kuat (misalnya kecelakaan akibat menyelam, ski air, berselancar, atau perahu) 6
Ketika menyelamatkan seseorang dari air, penyelamat harus mencoba untuk menjaga orang
dalam posisi vertikal sambil menjaga jalan napas terbuka, yang membantu untuk mencegah
muntah dan aspirasi lebih lanjut.7
INITIAL RESUSCITATION IN LAND
Setelah di tanah, orang tenggelam harus ditempatkan dalam posisi terlentang, dengan
tubuh dan kepala pada ketinggisn yang sama (biasanya sejajar dengan garis pantai) dan
pemeriksaan standar untuk menilai respom dan pernapasan harus dilakukan segera. 5 Jika orang
tersebut tidak sadar tapi bernapas, posisikan pada posisi pemulihan (dekubitus lateral). 7 Jika
orang tersebut tidak bernapas, bantuan untuk ventilasi pernapasan sangat penting. Tidak seperti
serangan jantung, tenggelam dapat menimbulkan pola terengah-engah atau apnea sementara
jantung masih tetap berdetak dan yang dibutuhkan hanyalah bantuan ventilasi. 2,8,9,10
Serangan jantung setelah tenggelam terutama disebabkan akibat kurangnya oksigen. 9,10,11
Untuk alasan ini, penting bahwa CPR mengikuti urutan airway-breathing-circulation (ABC)
tradisional daripada urutan circulation-airway-breathing (CAB), dimulai dengan lima napas
penyelamatan awal, diikuti 30 kompresi dada, dan dilanjutkan dengan dua napas penyelamatan
dan 30 kompresi dada sampai tanda-tanda kehidupan muncul kembali, penyelamat kelelahan,
atau advance life support telah ada. Dalam kasus tenggelam, The Europeaan Resuscitation
Council lebih merekomendasikan lima penyelamatan awal napas daripada dua karena ventilasi
awal dapat lebih sulit untuk dicapai, karena air di saluran udara dapat mengganggu alveolar
bekerja secara sempurna.10,12 CPR dengan kompresi dada saja tidak disarankan pada orang
tenggelam.9,10,11
Komplikasi yang paling sering terjadi saat resusitasi adalah regurgitasi isi lambung, yang
terjadi pada lebih dari 65% dari orang yang membutuhkan bantuan pernapasan dan 86% dari
mereka yang membutuhkan CPR.13 Adanya muntahan di jalan napas sering mengakibatkan
aspirasi lanjut dan penurunan oksigenasi. 5 Upaya aktif untuk mengeluarkan air dari saluran napas
(dengan menekan perut atau memosisikan head down) harus dihindari karena dapat menunda
inisiasi ventilasi dan sangat meningkatkan risiko muntah dengan peningkatan yang signifikan ke
arah kematian.5,6,7
ADVANCED PREHOSPITAL CARE
Selain memberikan bantuan hidup dasar langsung, penting untuk menghubungi
advanced-life-support team sesegera mungkin. Seseorang dengan kerusakan paru mungkin pada
awalnya mampu mempertahankan oksigenasi yang memadai melalui pernapasan abnormal
tingkat tinggi dan dapat diberikan pemberian face mask 15 liter oksigen per menit. Intubasi dini
dan ventilasi mekanik ditunjukkan ketika seseorang menunjukkan tanda-tanda perburukan atau
kelelahan.2 Setelah diintubasi, kebanyakan orang dapat teroksigenasi dan terventilasi secara
efektif.
Akses intravena adalah rute alternatif. 9 Jika hipotensi tidak terkoreksi oleh oksigenasi,
infus kristaloid cepat harus diberikan, terlepas dari apakah air garam atau air tawar yang
terinhalasi.14 Kasus serangan jantung setelah tenggelam (kelas 6) biasanya adalah asystole atau
pulseless electrical activity (PEA). Ventrikel fibrilasi jarang dilaporkan tetapi dapat terjadi jika
ada riwayat penyakit jantung coroner.15 Selama CPR, jika ventilasi dan kompresi dada tidak
memberikan hasil yang baik, maka serangkaian dosis intravena norepinefrin atau epinefrin, pada
dosis 1 mg (atau 0,01 mg per kilogram dari berat tubuh) dapat dipertimbangkan. Karena
mekanisme henti jantung akibat hipoksia dan efek dari hipotermia, pemberian dosis yang lebih
tinggi meskipun kontroversial dapat dipertimbangkan jika dosis awal tidak efektif. 38 Tabel 1
merangkum rekomendasi untuk mulai CPR dan berapa lama harus dipertahankan pada kasus
tenggelam.
pasien. Pasien yang tidak bergejala harus diobservasi, minimal selama 24 jam di rumah sakit.
Kematian yang lambat dapat terjadi akibat atelektasis yang luas, edema paru akut, dan
hipoksemia setelah pasien meninggalkan ruang gawat darurat. 1,16
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal thrusts tidak
dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya benda asing, maneuver
chest compression atau back blows lebih dianjurkan.1 Bila pasien dapat bernapas spontan, berikan
oksigen 100% yang dilembabkan, dengan menggunakan masker. Jika korban tidak bernapas,
ventilasi darurat segera dilakukan, setelah membersihkan jalan napas. Pemberian oksigen
selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah arteri. 1,19 Spina servikal
dijaga bila terdapat kemungkinan cedera tulang leher. Leher diposisikan dalam posisi netral. 1
Pemantauan tanda vital, penilaian kardiopulmonal dan neurologis berulang, x-ray dada,
dan penilaian oksigenisasi melalui AGD atau oksimetri perifer harus dilakukan pada semua
korban tenggelam. Pemeriksaan lainnya bergantung kondisi klinis dan tempat kejadian. Pada
korban yang asimptomatikatau gejala minimal, hampir setengahnya perburukan atau hipoksemia
pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam. 1 Pemantauan suhu inti tubuh merupakan hal penting,
pengukuran terbaik dilakukan pada membrane timpani karena berkorelasi kuat dengan suhu otak.
Alat untuk menghangatkan penderita dapat digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.1
Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi meski awalnya
penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal. Sebaliknya, kebanyakan anak
dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi asimptomatik dalam 18 jam setelah
tenggelam.1 X-ray dada biasanya didapatkan gambaran edema antar sel atau edema alveolar.
Sebagian besar menunjukkan adanya infiltrate nodular yang berkonfluensi pada 1/3 medial
lapangan paru.1,19
Menurut Model dan kawan-kawan, 70% kasus mengalami asidosis metabolik. Bila pasien
menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan pemberian natrium bikarbonat dengan
dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan,
natrium bikarbonat diberikan sesuai dengan rumus: 19
Na bikarbonat (mEq) = berat badan (kg) x deficit basa (mEq) x 0,3
Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada korban
hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan sangat besar. Oleh karena
itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai pipa nasogastrik. 19 Pengobatan
selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2, PaCO2, dan pH darah. PaCO2 lebih dari 60
mmHg merupakan indikasi untuk melakukan bantuan pernapasan. Bila terjadi kegagalan
oksigenisasi meskipun telah diberikan oksigen, perlu dilakukan intubasi endotrakeal. 19 Inisial
positive end-expiratory pressure (PEEP) dimulai sekitar 5 cm H2O, dapat di naikkan bertahap
hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih belum adekuat (target SaO2>90%). 1
Pengobatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemberian bronkodilator dan antibiotik. Jika
pada pemeriksaan fisis didapatkan bronkospasme, pemberian bronkodilator seperti aminofilin
intravena atau nebulisasi agonis-2 akan memberikan hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada
saat awal tidak dianjurkan, meskipun seringkali air yang diaspirasi mengalami kontaminasi. Oleh
karena itu perlu pemeriksaan kultur darah, kultur sputum, jumlah lekosit, dan analisis tanda vital.
Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid
tidak dianjurkan karena tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang
menunjukkan bahwa penggunaannya bermanfaat.1,19
8. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari tenggelam?
Hapus bahaya
Alirkan kelebihan air yang tidak perlu (misal bak mandi, kolam, ember, dll.)
Membuat barriers
penuh dengan air hujan) dan tempat air lainnya di sekitar rumah dan di masyarakat.
Membuat pagar di sekitar rumah pedesaan yang dekat dengan air (misalnya rumah-rumah
pertanian.
keselamatan pantai
Mendidik dan / atau terdapat undang-undang yang menentang mengonsumsi alkohol saat
ICU atau datang ke IGD dengan nadi teraba dan tekanan darah terukur, tidak mengalami
kerusakan neurologis permanen. Akan tetapi mereka yang datang dengan pemeriksaan awal nadi
tidak teraba atau dalam keadaan koma, biasanya meninggal atau mengalami kerusakan otak yang
parah. Luaran yang buruk dihubungkan dengan adanya asistol, tenggelam > 15 menit, tidak
mendapat resusitasi di tempat kejadian, lama resusitasi > 30 menit, mendapat epinefrin, asidosis
metabolik, dan suhu inti tubuh rendah. Nilai pH < 7,1; Glasgow Coma Scale (GCS) <5; pupil
yang terfiksasi dan berdilatasi saat masuk rumah sakit menandakan prognosis buruk, tetapi bukan
berarti indikasi kontra untuk melakukan resusitasi. Akan tetapi, bila asidosis dan koma tetap
berlangsung 4 jam setelah resusitasi, kemungkinan untuk mempertahankansistem neurologis
seperti semula akan sulit. Anderson dkk, mendapatkan faktor prediktor luaran neurologis adalah
pH 7,1, rasio PaO2/PAO2 0,35 dan anion gap 15 mEq, masing-masing nilai skor 1, bila skor
2, maka luarannya buruk yaitu gejala sisa permanen atau kematian. Bila setelah 24-48 jam terapi
resusitasi yang adekuat tidak terdapat perbaikan klinis, kemungkinan besar kematian otak atau
kerusakan berat pada otak telah terjadi.