Anda di halaman 1dari 18

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 29 tahun bekerja sebagai petugas pembersih kolam


renang dibawa ke UGD Rumah Sakit Dustira dengan keadaan tidak sadar.
Berdasarkan alloanamnesis dari rekan kerja pasien, pasien tenggelam kurang
lebih 30 menit yang lalu dikarekanan terpeleset ketika membersihkan tepi kolam
renang. Saat diangkat dari kolam renang, pasien dalam kondisi tidak sadarkan
diri.
Hasil pemeriksaan
Kesadaran : GCS E2V2M3
Tanda vital : TD 90/50 mmHg, Nadi 140x/menit, Respirasi 28x/menit, saturasi
oksigen 80%, suhu tubuh 34,70C.
Kepala : Mukosa bibir tampak sianosis, terdengar suara berkumur (gargling).
Thoraks : Auskultasi paru terdengar rhonki kasar hemithoraks.
Abdomen : tampak distensi
Ekstremitas : tampak keriput dan teraba dingin.

Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa saja perubahan-perubahan yang terjadi pada organ pasien tenggelam?


Apa saja macam-macam tenggelam?
Apakah perbedaan tenggelam di air tawar dan air laut?
Bagaimana patofisiologi tenggelam?
Apa saja komplikasi dari tenggelam?
Bagaimana penatalaksanaan dari tenggelam?

1. Bagaimana proses pernafasan normal dan apa saja perubahan-perubahan


yang terjadi pada pasien tenggelam?

Proses Pernafasan pada Keadaan Normal


Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi.
Ventilasi paru merupakan proses masuk dan keluarnya udara melaui sistem
respirasi. Ventilasi melibatkan dua proses, yaitu proses inspirasi (pemasukan
udara) dan ekspirasi (pengeluaran udara). Kedua proses ini dapat terjadi apabila
terdapat perbedaan tekanan udara. Proses pernafasan ini dimulai dari masuknya
udara melalui mulut atau hidung, kemudian ke faring, yang merupakan sistem
pernafasan bagian atas, selanjutkan udara tersebut di salurkan ke saluran
pernafasan bagian bawah melalui laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai
dengan alveoli seperti terlihat pada gambar.3,4

Gambar 1 Saluran pernafasan

Ketika udara sampai di alveoli akan terjadi proses difusi oksigen dari alveoli ke
pembuluh darah paru dan karbondioksida ke arah sebaliknya. Proses difusi ini
dapat terjadi karena struktur dinding alveoli yang sangat tipis yang
memungkinkan proses ini terjadi. Ketika terjadi difusi, udara akan melewati
dinding alveoli, ruang interstitial dan endotel kapiler kemudian masuk ke dalam
darah seperti terlihat pada gambar 2. Dinding alveoli dilapisi dua macam sel yaitu
sel alveolar gepeng dan sangat tipis tempat berdifusi udara dan sel alveolar besar
berfungsi menghasilkan surfaktan. Surfaktan ini akan melapisi permukaan sel
alveolar, membasahi dan menurunkan tegangan permukaan alveolar. Jika paru
terisi cairan akibat tenggelam terjadi hambatan difusi udara karena penebalan
dinding alveolus akibat terisi cairan sehingga dapat terjadi gangguan dalam proses
difusi menimbulkan hipoksia.3,5

Gambar 2 Proses difusi pada alveoli


Oksigen yang berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit. Dalam
darah, oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh jantung untuk
diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke
dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme
yang penting untuk kelangsungan hidup. Proses tersebut termasuk kedalam proses
perfusi.3
2. Apa saja macam-macam/klasifikasi tenggelam?
Berdasarkan temperatur air, tenggelam dibagi menjadi tiga:8-9
1. Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air 20C
2. Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air 5-20C
3. Tenggelam di air sangat dingin (very cold water drowning), bila temperatur air
< 5C
Berdasarkan osmolaritas air, tenggelam dibagi menjadi dua:8-9
1. Tenggelam di air tawar
2. Tenggelam di air laut

3. Perbedaan tenggelam di air tawar & air asin

Tenggelam di Air Tawar


Sejumlah besar air masuk ke dalam saluran pernapasan hingga ke paru-paru,
mengakibatkan perpindahan air secara cepat melalui dinding alveoli karena
tekanan osmotik yang besar dari plasma darah yang hipertonis. Kemudian
diabsorbsi ke

sirkulasi dalam waktu yang sangat singkat dan menyebabkan

peningkatan volume darah hingga 30% dalam menit pertama. Akibatnya sangat
besar dan menyebabkan gagal jantung akut karena jantung tidak dapat
berkompensasi dengan cepat terhadap volume darah yang sangat besar (untuk
meningkatkan cardiac output dengan cukup).Akibat hipotonisitas plasma darah
yang mengalami dilusi, ruptur sel darah merah (hemolisis), pengeluaran kalium ke
dalam plasma menyebabkan anoksia miokardium yang hebat. Mekanisme dasar
kematian: kematian yang berlangsung cepat diakibatkan oleh serangan jantung
yang seringkali berlangsung dalam 2-3 menit.

Tenggelam di Air Laut


Pada kasus tenggelam di air laut, cairan yang memasuki paru-paru memiliki
kelarutan sekitar 3% dan bersifat hipertonis. Walaupun terjadi perpindahan garamgaram, khususnya natrium dan magnesium melalui membran pulmonum, tetapi
tidak terjadi perpindahan cairan yang masif. Kematian timbul umumnya lebih
lambat, faktor asfiksia memegang peranan lebih penting, dengan waktu survival
yang lebih panjang.

4. Bagaimana patofisiologi tenggelam dan perubahan-perubahan yang


terjadi pada pasien tenggelam
Definisi tenggelam

Berdasarkan definisi yang diambil dari WHO Tenggelam (drowning) merupakan


proses gangguan pernapasan akibat terendam dalam cairan. Akibat dari tenggelam
ini bisa menyebabkan kematian, morbiditas dan tanpa morbiditas.1,2
Mekanisme tenggelam :
Wet drowning (dengan aspirasi cairan)
Pada wet drowning, yang mana terjadi inhalasi cairan, dapat dikenali gejalagejala sebagai berikut:
1. Korban menahan napas
2. Karena peningkatan CO2 dan penurunan kadar O2 terjadi megap-megap,
dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi isi lambung
3. Refleks laringospasme yang diikuti dengan pemasukan air
4. Korban kehilangan kesadaran
5. Kemudian terjadi apneu
6. Megap-megap kembali, bisa sampai beberapa menit
7. Kejang-kejang
8. Berakhir dengan henti napas dan jantung
Perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada paru :
1. Refleks vasokonstriksi akan menyebabkan hipertensi pulmonal
2. Bronkokonstriksi akan meningkatkan resistensi jalan napas
3. Denaturasi surfaktan yang disertai deplesi yang cepat dari jaringan paru
akan menyebabkan rasio ventilasi/perfusi menjadi abnormal
4. Pada tingkat seluler, terjadi kerusakan endotel vaskular dan sel epitel
bronkial/alveoli
5. Aspirasi air tawar akan menyebabkan hemodilusi
6. Aspirasi air laut akan menyebabkan hemokonsentrasi
7. Perubahan tegangan permukaan paru akan menyebabkan ketidakstabilan
alveoli dan paru menjadi kolaps.
Dry Drowning (tanpa aspirasi cairan)
Sekitar 15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning, yang
mana tidak disertai dengan aspirasi cairan. Kematian ini biasanya terjadi dengan
sangat mendadak dan tidak tampak adanya tanda-tanda perlawanan. Mekanisme

kematian yang pasti masih tetap spekulatif. Cairan yang mendadak masuk dapat
menyebabkan 2 macam mekanisme :
1. Laringospasme yang akan menyebabkan asfiksia dan kematian
2. Mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga terjadi refleks vagal yang
akan mengakibatkan cardiac arrest.
Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning :
1. Intoksikasi alcohol (mendepresi aktivitas kortikal)
2. Penyakit yang telah ada, misal atherosclerosis
3. Kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak
4. Ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi katekolamin,
disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest
Near drowning
Korban mengalami hipovolemik akibat perpindahan cairan ke paru dan
jaringan seluruh tubuh. Gejala sisa yang lain, seperti disritmia, defisit neurologis
dan renal dipercaya merupakan akibat langsung dari hipoksia dibanding akibat
tenggelam.
Patofisiologi
Proses tenggelam merupakan suatu kejadian kontinyu yang dimulai ketika
saluran pernapasan korban di bawah permukaan cairan, di mana korban secara
sadar menahan napasnya. Menahan napas biasanya diikuti periode involuntir dari
laryngospasme sekunder karena adanya cairan di oropharing ataupun laring.
Selama periode menahan napas dan laryngospasme ini, korban tidak mendapatkan
udara untuk bernapas. Hasilnya kadar oksigen tidak tercukupi dan karbon
dioksida tidak bisa dikeluarkan. Korban menjadi hiperkarbia, hipoksemia, dan
asidosis. Pada saat ini korban akan menelan banyak air. Pergerakan sistem
pernapasan korban menjadi sangat aktif, tapi tidak ada pertukaran gas karena
sumbatan pada laring. Sumbatan ini nantinya dapat diketahui dengan adanya suara

gargling. Cairan yang masuk ke dalam paru pada auskultasi akan menghasilkan
suara ronkhi basah. Selain cairan masuk ke dalam saluran pernapasan, cairan
juga masuk ke dalam sistem pencernaan. Masuknya cairan ini dapat
mengakibatkan adanya distensi abdomen ada korban.
Pada kasus korban tenggelam di air tawar, terjadi perpindahan (absorpsi)
air secara besar-besaran dari rongga alveolus ke dalam pembuluh darah paru. Hal
ini dikarenakan tekanan osmotik di dalam pembuluh darah paru lebih tinggi
daripada tekanan osmotik di dalam alveolus. Perpindahan tersebut akan
menyebabkan hemodilusi. Air yang telah memasuki pembuluh darah akan masuk
ke dalam eritrosit, sehingga eritrosit mengalami lisis. Eritrosit yang mengalami
lisis ini akan melepaskan ion kalium ke dalam sirkulasi darah dan mengakibatkan
peningkatan kadar kalium di dalam plasma (hiperkalemi).6-9
Keadaan hiperkalemi ditambah dengan beban sirkulasi yang meningkat
akibat penyerapan air dari alveolus dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel.
Apabila aspirasi air cukup banyak, akan timbul hemodilusi yang hebat. Keadaan
ini akan menyebabkan curah jantung dan aliran balik vena bertambah, sehingga
mengakibatkan edema umum jaringan termasuk paru.6-9 Aspirasi air tawar yang
bersifat hipotonik dapat mengurangi konsentrasi surfaktan sehingga dapat
menyebabkan instabilitas alveolar sehingga terjadi kolaps paru.6 Pada inhalasi air
laut, tekanan osmotik cairan di dalam alveolus lebih besar daripada di dalam
pembuluh darah. Oleh karena itu, plasma darah akan tertarik ke dalam alveolus.
Proses ini dapat mengakibatkan berkurangnya volume intravaskular, sehingga
terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hipovolemia mengakibatkan terjadinya

penurunan tekanan darah (hipotensi) dengan laju nadi yang cepat (takikardi).
Tubuh akan mengkompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas agar CO 2
dapat keluar dan O2 dapat masuk ke tubuh sehingga frekuensi respirasi menjadi
bertambah (takipneu). Jika proses ini terjadi terus menerus, akhirnya timbul
kematian akibat anoksia dan insufiensi jantung dalam 3 menit. Keluarnya cairan
ke dalam alveolus juga akan mengurangi konsentrasi surfaktan. Selanjutnya, akan
terjadi kerusakan alveoli dan sistem kapiler, sehingga terjadi penurunan kapasitas
residu fungsional dan edema paru.6-9
Bila korban mengalami aspirasi atau edema paru, dapat terjadi acute
respiratory distress syndrome (ARDS). Saluran respiratorik yang tersumbat oleh
debris di dalam air akan menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik
dan

memicu

pelepasan

mediator-mediator

inflamasi,

sehingga

terjadi

vasokonstriksi yang menyebabkan proses pertukaran gas menjadi terhambat.6,7,9


Pada penelitian kasus-kasus hampir tenggelam dilaporkan terdapat kelainan
elektrolit yang ringan. Perubahan yang mencolok dan penting adalah perubahan
gas darah dan asam-basa akibat insufisiensi respirasi, diantaranya adalah
hipoksemia, hiperkapnia, serta kombinasi asidosis metabolik dan respiratorik.
Sebagian besar korban tenggelam mengalami hipovolemia akibat peningkatan
permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh hipoksia. Hipovolemia selanjutnya
akan mengakibatkan hipotensi. Keadaan hipoksia ini juga akan mempengaruhi
fungsi miokardium, sehingga dapat terjadi disritmia ventrikel dan asistol. Selain
itu, hipoksemia juga dapat menyebabkan kerusakan miokardium dan penurunan

curah jantung. Hipertensi pulmoner dapat terjadi akibat pelepasan mediator


inflamasi.8
Keadaan yang segera terjadi setelah tenggelam dalam air adalah
hipoventilasi dan kekurangan oksigen. Disfungsi serebri dapat terjadi akibat
kerusakan hipoksia awal, atau dapat juga karena kerusakan progresif susunan
saraf pusat yang merupakan akibat dari hipoperfusi serebri pasca resusitasi.
Hipoperfusi serebri paska resusitasi terjadi akibat berbagai mekanisme, antara lain
yaitu peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri sitotoksik, spasme
anteriolar serebri yang disebabkan masuknya kalsium ke dalam otot polos
pembuluh darah, dan radikal bebas yang dibawa oksigen sehingga menyebabkan
kerusakan pada susunan saraf pusat dan pasien dapat jatuh dalam keadaan tidak
sadar. Efek lain dari hipoksia diantaranya adalah disseminated intravascular
coagulation (DIC), insufisiensi ginjal dan hati, serta asidosis metabolik.6,8
Proses kehilangan panas melalui beberapa mekanisme. Radiasi merupakan
mekanisme yang menyebabkan kehilangan panas paling besar, sekitar 55-65%.
Konduksi dan konveksi menyebabkan kehilangan panas sekitar 15% dan sisanya
hilang melalui mekanisme respirasi dan evaporasi. Konduksi dan konveksi
merupakan mekanisme kehilangan panas dengan transfer panas secara langsung
antar objek sehingga sering menyebabkan hipotermia aksidental. Konduksi
merupakan mekanisme kehilangan panas signifikan pada kasus tenggelam/imersi
dengan konduktivitas air sebesar 30 kali konduktivitas udara. Ketika seseorang
telah masuk ke dalam fase hipotermia, seluruh sistem organnya dapat terganggu.
Diperkirakan bahwa efek yang paling signifikan dialami oleh sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat

5. Apa saja komplikasi dari tenggelam?


Apabila kondisi pasien memburuk maka harus segera dilakukan transfer atau
perujukan pasien pada bagian spesialisasi tertentu. Hal tersebut dilakukan apabila
ditemukan keadaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hipoksia yang signifikan


Dyspnea yang semakin memburuk
Ditemukan adanya cedera cerebral hipoksia
Ditemukan adanya insufisiensi renal
Ditemukan adanya hemolysis
Hipothermia berat yang membutuhkan bypass kardiopulmonar

Setelah recovery awal pada pasien tenggelam dapat timbul adanya infeksi
nonpulmonar meliputi abses otak, osteomyelitis dan infeksi soft-tissue. Untuk itu
perlu

dilakukan

monitoring

terjadinya

infeksi

ada

pasien

tersebut.

Penatalaksanaan infeksi pada pasien tenggelam adalah dengan memberikan


antibiotik. Namun, apabila terapi dengan antibiotik tidak mampu mengontrol
terjadinya infeksi, diperlukan konsultasi bagian bedah. Sedangkan pada pasien
tenggelam dengan gangguan neurologis diperlukan terapi rehabilitasi untuk
memperbaiki gangguan neurologisnya. 20

6.

Bagaimana penatalaksanaan dari tenggelam?


Pada prinsipnya, tata laksana kasus hampir tenggelam adalah mengatasi

gangguan oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi, keseimbangan asam basa, dan


mencegah kerusakan sistim saraf pusat yang lanjut. Segera setelah korban
ditolong, harus dilakukan resusitasi jantung paru. Oksigen harus diberikan

secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah sakit. Setiap menit yang
dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat menurunkan secara dramatis
kesempatan luaran yang baik.1

RESCUE AND IN-WATER RESUSCITATION


Banyak orang yang tenggelam dapat membantu diri mereka sendiri atau
diselamatkan oleh para pengamat atau penyelamat profesional. Di daerah di mana
penjaga pantai beroperasi, < 6% dari semua yang tenggelam membutuhkan
perhatian medis dan hanya 0,5% perlu CPR.2 Teknik penyelamatan yang aman
termasuk menjangkau orang tenggelam adalah dengan objek seperti tiang,
handuk, atau cabang pohon atau melempar benda apung.3
Jika sadar, orang tersebut harus dibawa ke tanah, dan bantuan hidup dasar
harus dimulai sesegera mungkin.4 Untuk orang yang tidak sadar, resusitasi di air
dapat meningkatkan kemungkinan hasil yang menguntungkan dibandingkan
dengan meluangkan waktu untuk membawa orang tersebut ke tanah. 5 Namun,
resusitasi dalam air hanya mungkin bila dilakukan oleh penyelamat sangat terlatih,
dan itu terdiri dari ventilasi saja.5 Orang yang tenggelam dengan hanya gangguan
pernapasan biasanya dapat merespon setelah diberikan beberapa bantuan napas.
Jika tidak ada respon, orang tersebut harus diasumsikan mengalami serangan
jantung dan harus diambil secepat mungkin ke daratan, di mana CPR yang efektif
dapat dimulai.5 Cedera tulang belakang terjadi kurang dari 0,5% dari orang-orang
yang tenggelam, dan imobilisasi tulang belakang di dalam air diindikasikan hanya
dalam kasus dimana kepala atau cedera tulang belakang dicurigai kuat (misalnya

kecelakaan akibat menyelam, ski air, berselancar, atau perahu)6 Ketika


menyelamatkan seseorang dari air, penyelamat harus mencoba untuk menjaga
orang dalam posisi vertikal sambil menjaga jalan napas terbuka, yang membantu
untuk mencegah muntah dan aspirasi lebih lanjut.7
INITIAL RESUSCITATION IN LAND
Setelah di tanah, orang tenggelam harus ditempatkan dalam posisi
terlentang, dengan tubuh dan kepala pada ketinggisn yang sama (biasanya sejajar
dengan garis pantai) dan pemeriksaan standar untuk menilai respom dan
pernapasan harus dilakukan segera.5 Jika orang tersebut tidak sadar tapi bernapas,
posisikan pada posisi pemulihan (dekubitus lateral). 7 Jika orang tersebut tidak
bernapas, bantuan untuk ventilasi pernapasan sangat penting. Tidak seperti
serangan jantung, tenggelam dapat menimbulkan pola terengah-engah atau apnea
sementara jantung masih tetap berdetak dan yang dibutuhkan hanyalah bantuan
ventilasi. 2,8,9,10
Serangan jantung setelah tenggelam terutama disebabkan akibat kurangnya
oksigen.9,10,11 Untuk alasan ini, penting bahwa CPR mengikuti urutan airwaybreathing-circulation (ABC) tradisional daripada urutan circulation-airwaybreathing (CAB), dimulai dengan lima napas penyelamatan awal, diikuti 30
kompresi dada, dan dilanjutkan dengan dua napas penyelamatan dan 30 kompresi
dada sampai tanda-tanda kehidupan muncul kembali, penyelamat kelelahan, atau
advance life support telah ada. Dalam kasus tenggelam, The Europeaan
Resuscitation Council lebih merekomendasikan lima penyelamatan awal napas
daripada dua karena ventilasi awal dapat lebih sulit untuk dicapai, karena air di

saluran udara dapat mengganggu alveolar bekerja secara sempurna.10,12 CPR


dengan kompresi dada saja tidak disarankan pada orang tenggelam.9,10,11
Komplikasi yang paling sering terjadi saat resusitasi adalah regurgitasi isi
lambung, yang terjadi pada lebih dari 65% dari orang yang membutuhkan bantuan
pernapasan dan 86% dari mereka yang membutuhkan CPR.13 Adanya muntahan di
jalan napas sering mengakibatkan aspirasi lanjut dan penurunan oksigenasi. 5
Upaya aktif untuk mengeluarkan air dari saluran napas (dengan menekan perut
atau memosisikan head down) harus dihindari karena dapat menunda inisiasi
ventilasi dan sangat meningkatkan risiko muntah dengan peningkatan yang
signifikan ke arah kematian.5,6,7
ADVANCED PREHOSPITAL CARE
Selain memberikan bantuan hidup dasar langsung, penting untuk
menghubungi advanced-life-support team sesegera mungkin. Seseorang dengan
kerusakan paru mungkin pada awalnya mampu mempertahankan oksigenasi yang
memadai melalui pernapasan abnormal tingkat tinggi dan dapat diberikan
pemberian face mask 15 liter oksigen per menit. Intubasi dini dan ventilasi
mekanik ditunjukkan ketika seseorang menunjukkan tanda-tanda perburukan atau
kelelahan.2 Setelah diintubasi, kebanyakan orang dapat teroksigenasi dan
terventilasi secara efektif.
Akses intravena adalah rute alternatif.9 Jika hipotensi tidak terkoreksi oleh
oksigenasi, infus kristaloid cepat harus diberikan, terlepas dari apakah air garam
atau air tawar yang terinhalasi. 14 Kasus serangan jantung setelah tenggelam (kelas
6) biasanya adalah asystole atau pulseless electrical activity (PEA). Ventrikel

fibrilasi jarang dilaporkan tetapi dapat terjadi jika ada riwayat penyakit jantung
coroner.15 Selama CPR, jika ventilasi dan kompresi dada tidak memberikan hasil
yang baik, maka serangkaian dosis intravena norepinefrin atau epinefrin, pada
dosis 1 mg (atau 0,01 mg per kilogram dari berat tubuh) dapat dipertimbangkan.
Karena mekanisme henti jantung akibat hipoksia dan efek dari hipotermia,
pemberian dosis yang lebih tinggi meskipun kontroversial dapat dipertimbangkan
jika dosis awal tidak efektif.38 Tabel 1 merangkum rekomendasi untuk mulai CPR
dan berapa lama harus dipertahankan pada kasus tenggelam.

CARE IN THE EMERGENCY DEPARTMENT


Semua korban hampir tenggelam harus dirawat di rumah sakit,
bagaimanapun kondisi pasien.

Pasien yang tidak bergejala harus diobservasi,

minimal selama 24 jam di rumah sakit. Kematian yang lambat dapat terjadi akibat

atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia setelah pasien
meninggalkan ruang gawat darurat.1,19
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal
thrusts tidak dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya
benda asing, maneuver chest compression atau back blows lebih dianjurkan.1 Bila
pasien dapat bernapas spontan, berikan oksigen 100% yang dilembabkan, dengan
menggunakan masker. Jika korban tidak bernapas, ventilasi darurat segera
dilakukan, setelah membersihkan jalan napas. Pemberian oksigen selanjutnya
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah arteri. 1,19 Spina servikal
dijaga bila terdapat kemungkinan cedera tulang leher. Leher diposisikan dalam
posisi netral.1
Pemantauan tanda vital, penilaian kardiopulmonal dan neurologis
berulang, x-ray dada, dan penilaian oksigenisasi melalui AGD atau oksimetri
perifer harus dilakukan pada semua korban tenggelam. Pemeriksaan lainnya
bergantung

kondisi

asimptomatikatau

klinis

gejala

dan

minimal,

tempat
hampir

kejadian.

Pada

setengahnya

korban

yang

perburukan atau

hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam. 1 Pemantauan suhu inti
tubuh merupakan hal penting, pengukuran terbaik dilakukan pada membrane
timpani karena berkorelasi kuat dengan suhu otak. Alat untuk menghangatkan
penderita dapat digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.1
Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi
meski awalnya penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal.
Sebaliknya, kebanyakan anak dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi

asimptomatik dalam 18 jam setelah tenggelam. 1 X-ray dada biasanya didapatkan


gambaran edema antar sel atau edema alveolar. Sebagian besar menunjukkan
adanya infiltrate nodular yang berkonfluensi pada 1/3 medial lapangan paru.1,19
Menurut Model dan kawan-kawan, 70% kasus mengalami asidosis
metabolik. Bila pasien menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan
pemberian natrium bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika
pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan, natrium bikarbonat diberikan
sesuai dengan rumus:19
Na bikarbonat (mEq) = berat badan (kg) x deficit basa (mEq) x 0,3

Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada
korban hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan
sangat besar. Oleh karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai
pipa nasogastrik.19 Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2,
PaCO2, dan pH darah. PaCO2 lebih dari 60 mmHg merupakan indikasi untuk
melakukan bantuan pernapasan. Bila terjadi kegagalan oksigenisasi meskipun
telah diberikan oksigen, perlu dilakukan intubasi endotrakeal.19 Inisial positive
end-expiratory pressure (PEEP) dimulai sekitar 5 cm H2O, dapat di naikkan
bertahap hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih belum adekuat (target
SaO2>90%).1
Pengobatan
bronkodilator

dan

lain

yang

antibiotik.

perlu
Jika

dipertimbangkan
pada

pemeriksaan

adalah

pemberian

fisis

didapatkan

bronkospasme, pemberian bronkodilator seperti aminofilin intravena atau

nebulisasi agonis-2 akan memberikan hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada
saat awal tidak dianjurkan, meskipun seringkali air yang diaspirasi mengalami
kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan kultur darah, kultur sputum,
jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak dianjurkan
karena tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang
menunjukkan bahwa penggunaannya bermanfaat.1,19

Anda mungkin juga menyukai