AA
AA
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ketika udara sampai di alveoli akan terjadi proses difusi oksigen dari alveoli ke
pembuluh darah paru dan karbondioksida ke arah sebaliknya. Proses difusi ini
dapat terjadi karena struktur dinding alveoli yang sangat tipis yang
memungkinkan proses ini terjadi. Ketika terjadi difusi, udara akan melewati
dinding alveoli, ruang interstitial dan endotel kapiler kemudian masuk ke dalam
darah seperti terlihat pada gambar 2. Dinding alveoli dilapisi dua macam sel yaitu
sel alveolar gepeng dan sangat tipis tempat berdifusi udara dan sel alveolar besar
berfungsi menghasilkan surfaktan. Surfaktan ini akan melapisi permukaan sel
alveolar, membasahi dan menurunkan tegangan permukaan alveolar. Jika paru
terisi cairan akibat tenggelam terjadi hambatan difusi udara karena penebalan
dinding alveolus akibat terisi cairan sehingga dapat terjadi gangguan dalam proses
difusi menimbulkan hipoksia.3,5
peningkatan volume darah hingga 30% dalam menit pertama. Akibatnya sangat
besar dan menyebabkan gagal jantung akut karena jantung tidak dapat
berkompensasi dengan cepat terhadap volume darah yang sangat besar (untuk
meningkatkan cardiac output dengan cukup).Akibat hipotonisitas plasma darah
yang mengalami dilusi, ruptur sel darah merah (hemolisis), pengeluaran kalium ke
dalam plasma menyebabkan anoksia miokardium yang hebat. Mekanisme dasar
kematian: kematian yang berlangsung cepat diakibatkan oleh serangan jantung
yang seringkali berlangsung dalam 2-3 menit.
kematian yang pasti masih tetap spekulatif. Cairan yang mendadak masuk dapat
menyebabkan 2 macam mekanisme :
1. Laringospasme yang akan menyebabkan asfiksia dan kematian
2. Mengaktifkan sistem saraf simpatis sehingga terjadi refleks vagal yang
akan mengakibatkan cardiac arrest.
Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning :
1. Intoksikasi alcohol (mendepresi aktivitas kortikal)
2. Penyakit yang telah ada, misal atherosclerosis
3. Kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak
4. Ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi katekolamin,
disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest
Near drowning
Korban mengalami hipovolemik akibat perpindahan cairan ke paru dan
jaringan seluruh tubuh. Gejala sisa yang lain, seperti disritmia, defisit neurologis
dan renal dipercaya merupakan akibat langsung dari hipoksia dibanding akibat
tenggelam.
Patofisiologi
Proses tenggelam merupakan suatu kejadian kontinyu yang dimulai ketika
saluran pernapasan korban di bawah permukaan cairan, di mana korban secara
sadar menahan napasnya. Menahan napas biasanya diikuti periode involuntir dari
laryngospasme sekunder karena adanya cairan di oropharing ataupun laring.
Selama periode menahan napas dan laryngospasme ini, korban tidak mendapatkan
udara untuk bernapas. Hasilnya kadar oksigen tidak tercukupi dan karbon
dioksida tidak bisa dikeluarkan. Korban menjadi hiperkarbia, hipoksemia, dan
asidosis. Pada saat ini korban akan menelan banyak air. Pergerakan sistem
pernapasan korban menjadi sangat aktif, tapi tidak ada pertukaran gas karena
sumbatan pada laring. Sumbatan ini nantinya dapat diketahui dengan adanya suara
gargling. Cairan yang masuk ke dalam paru pada auskultasi akan menghasilkan
suara ronkhi basah. Selain cairan masuk ke dalam saluran pernapasan, cairan
juga masuk ke dalam sistem pencernaan. Masuknya cairan ini dapat
mengakibatkan adanya distensi abdomen ada korban.
Pada kasus korban tenggelam di air tawar, terjadi perpindahan (absorpsi)
air secara besar-besaran dari rongga alveolus ke dalam pembuluh darah paru. Hal
ini dikarenakan tekanan osmotik di dalam pembuluh darah paru lebih tinggi
daripada tekanan osmotik di dalam alveolus. Perpindahan tersebut akan
menyebabkan hemodilusi. Air yang telah memasuki pembuluh darah akan masuk
ke dalam eritrosit, sehingga eritrosit mengalami lisis. Eritrosit yang mengalami
lisis ini akan melepaskan ion kalium ke dalam sirkulasi darah dan mengakibatkan
peningkatan kadar kalium di dalam plasma (hiperkalemi).6-9
Keadaan hiperkalemi ditambah dengan beban sirkulasi yang meningkat
akibat penyerapan air dari alveolus dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel.
Apabila aspirasi air cukup banyak, akan timbul hemodilusi yang hebat. Keadaan
ini akan menyebabkan curah jantung dan aliran balik vena bertambah, sehingga
mengakibatkan edema umum jaringan termasuk paru.6-9 Aspirasi air tawar yang
bersifat hipotonik dapat mengurangi konsentrasi surfaktan sehingga dapat
menyebabkan instabilitas alveolar sehingga terjadi kolaps paru.6 Pada inhalasi air
laut, tekanan osmotik cairan di dalam alveolus lebih besar daripada di dalam
pembuluh darah. Oleh karena itu, plasma darah akan tertarik ke dalam alveolus.
Proses ini dapat mengakibatkan berkurangnya volume intravaskular, sehingga
terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hipovolemia mengakibatkan terjadinya
penurunan tekanan darah (hipotensi) dengan laju nadi yang cepat (takikardi).
Tubuh akan mengkompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas agar CO 2
dapat keluar dan O2 dapat masuk ke tubuh sehingga frekuensi respirasi menjadi
bertambah (takipneu). Jika proses ini terjadi terus menerus, akhirnya timbul
kematian akibat anoksia dan insufiensi jantung dalam 3 menit. Keluarnya cairan
ke dalam alveolus juga akan mengurangi konsentrasi surfaktan. Selanjutnya, akan
terjadi kerusakan alveoli dan sistem kapiler, sehingga terjadi penurunan kapasitas
residu fungsional dan edema paru.6-9
Bila korban mengalami aspirasi atau edema paru, dapat terjadi acute
respiratory distress syndrome (ARDS). Saluran respiratorik yang tersumbat oleh
debris di dalam air akan menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik
dan
memicu
pelepasan
mediator-mediator
inflamasi,
sehingga
terjadi
Setelah recovery awal pada pasien tenggelam dapat timbul adanya infeksi
nonpulmonar meliputi abses otak, osteomyelitis dan infeksi soft-tissue. Untuk itu
perlu
dilakukan
monitoring
terjadinya
infeksi
ada
pasien
tersebut.
6.
secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah sakit. Setiap menit yang
dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat menurunkan secara dramatis
kesempatan luaran yang baik.1
fibrilasi jarang dilaporkan tetapi dapat terjadi jika ada riwayat penyakit jantung
coroner.15 Selama CPR, jika ventilasi dan kompresi dada tidak memberikan hasil
yang baik, maka serangkaian dosis intravena norepinefrin atau epinefrin, pada
dosis 1 mg (atau 0,01 mg per kilogram dari berat tubuh) dapat dipertimbangkan.
Karena mekanisme henti jantung akibat hipoksia dan efek dari hipotermia,
pemberian dosis yang lebih tinggi meskipun kontroversial dapat dipertimbangkan
jika dosis awal tidak efektif.38 Tabel 1 merangkum rekomendasi untuk mulai CPR
dan berapa lama harus dipertahankan pada kasus tenggelam.
minimal selama 24 jam di rumah sakit. Kematian yang lambat dapat terjadi akibat
atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia setelah pasien
meninggalkan ruang gawat darurat.1,19
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal
thrusts tidak dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya
benda asing, maneuver chest compression atau back blows lebih dianjurkan.1 Bila
pasien dapat bernapas spontan, berikan oksigen 100% yang dilembabkan, dengan
menggunakan masker. Jika korban tidak bernapas, ventilasi darurat segera
dilakukan, setelah membersihkan jalan napas. Pemberian oksigen selanjutnya
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah arteri. 1,19 Spina servikal
dijaga bila terdapat kemungkinan cedera tulang leher. Leher diposisikan dalam
posisi netral.1
Pemantauan tanda vital, penilaian kardiopulmonal dan neurologis
berulang, x-ray dada, dan penilaian oksigenisasi melalui AGD atau oksimetri
perifer harus dilakukan pada semua korban tenggelam. Pemeriksaan lainnya
bergantung
kondisi
asimptomatikatau
klinis
gejala
dan
minimal,
tempat
hampir
kejadian.
Pada
setengahnya
korban
yang
perburukan atau
hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam. 1 Pemantauan suhu inti
tubuh merupakan hal penting, pengukuran terbaik dilakukan pada membrane
timpani karena berkorelasi kuat dengan suhu otak. Alat untuk menghangatkan
penderita dapat digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.1
Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi
meski awalnya penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal.
Sebaliknya, kebanyakan anak dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi
Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada
korban hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan
sangat besar. Oleh karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai
pipa nasogastrik.19 Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2,
PaCO2, dan pH darah. PaCO2 lebih dari 60 mmHg merupakan indikasi untuk
melakukan bantuan pernapasan. Bila terjadi kegagalan oksigenisasi meskipun
telah diberikan oksigen, perlu dilakukan intubasi endotrakeal.19 Inisial positive
end-expiratory pressure (PEEP) dimulai sekitar 5 cm H2O, dapat di naikkan
bertahap hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih belum adekuat (target
SaO2>90%).1
Pengobatan
bronkodilator
dan
lain
yang
antibiotik.
perlu
Jika
dipertimbangkan
pada
pemeriksaan
adalah
pemberian
fisis
didapatkan
nebulisasi agonis-2 akan memberikan hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada
saat awal tidak dianjurkan, meskipun seringkali air yang diaspirasi mengalami
kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan kultur darah, kultur sputum,
jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak dianjurkan
karena tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang
menunjukkan bahwa penggunaannya bermanfaat.1,19