FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
SEPTEMBER, 2016
DEMAM TIFOID
Oleh :
Pembimbing :
dr.Hj. NIRWANA LODDO, Sp.A
LEMBAR PENGESAHAN
NIM
: 10542 0256 11
Judul Referat
: Demam Tifoid
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
........................................................................................
ii
Kata pengantar
........................................................................................
iii
....................................................................................................
iv
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
............................................................................
........................................................................................
B. Epidemiologi ........................................................................................
C. Etiologi
........................................................................................
D. Patogenesis
........................................................................................
E. Manifestasi Klinis
F. Diagnosis
............................................................................
........................................................................................
12
................................................................
12
I. Komplikasi
........................................................................................
16
J. Pencegahan
........................................................................................
17
K. Prognosis
........................................................................................
18
............................................................................
19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kota Palopo, Kab. Enrekang dan Kab. Gowa, sedangkan untuk tahun 2006, tercatat
jumlah penderita sebanyak 16.909 dengan kematian sebanyak 11 orang
(CFR=0,07%) dan sebaran kasus tertinggi di Kab. Gowa, Kab. Enrekang, Kota
Makassar dan Kota Parepare. Pada tahun 2007 tercatat jumlah penderita sebanyak
16.552 dengan kematian sebanyak 5 orang (CFR=0,03%) dengan sebaran kasus
tertinggi di Kab. Gowa, Kab. Enrekang dan Kota Makassar.3
Pendekatan diagnosis demam tifoid di Indonesia adalah meliputi diagnosis
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) untuk mendapatkan sindroma klinis dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan definisi kasus. Case definition
diagnosis demam tiofid berdasarkan guideline World Health Organization (WHO),
confirmed case bila pasien demam (> 38 C) selama minimal 3 hari dengan hasil
kultur darah, bone marrow atau cairan usus yang positif Salmonella Typhi. Probable
case apabila pada kasus demam tersebut didapatkan positif serodiagnostik maupun
deteksi antigen tanpa dilakukan isolasi bakteri.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Salmonella typhi, dengan gejala utama demam, gangguan saluran pencernaan,
serta gangguan susunan saraf pusat/kesadaran. Demam tifoid pada anak pada
umumnya bersifat ringan dan mempunyai potensi sembuh spontan, namun demam
tifoid yang berat/dengan komplikasi harus ditangani secara adekuat. Terminologi lain
yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan
paratyphus abdominalis atau demam enterik.5,6
B. EPIDEMIOLOGI
Beberapa negara sudah menjalankan imunisasi tifoid sesuai rekomendasi
World Health Organization (WHO) sehingga sulit menentukan prevalens penyakit
tersebut di dunia. Beberapa sistem surveilans untuk kasus demam tifoid di
negara berkembang sangat terbatas, terutama di tingkat komunitas, sehingga
prevalens penyakit yang sesungguhnya sangat sulit diperoleh. Data surveilans
yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun 2000, estimasi penyakit adalah
sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi pada 216.510 kasus tifoid dan
5.412.744 pada penyakit paratifoid. Data tersebut diekstrapolasi dari beberapa
penelitian sehingga dapat kurang tepat, apalagi karena pemeriksaan penunjang
diagnosis yang tidak akurat.7
C. ETIOLOGI
Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi dari genus
Salmonella. Basil ini adalah gram negatif, bergerak tidak berkapsul tidak membentuk
spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Ukuran antara
(2-4) x 0,6 um. Suhu optimum untuk tumbuh adalah 37C dengan pH antara 6-8.
Masa inkubasi tifoid adalah 10-14 hari dan pada anak masa inkubasi lebih
bervariasi berkisar 5-40 hari, dengan perjalanan penyakit kadang-kadang juga tidak
teratur.4
Basil Salmonella typhi dan paratyphi mempunyai struktur yang dapat
diketahui secara serologis.4
-
Antigen Vi
Merupakan antigen permukaan dan bersifat termolabil. Antibodi yang
terbentuk dan menetap lama dalam darah dapat memberi petunjuk bahwa
individu tersebut sebagai pembawa kuman (karier). Antigen Vi terdapat pada
S. typhi, S. paratyphi, dan S. dublin.
D. PATOGENESIS,9
Bakteri Salmonella (termasuk serotipe Typhi maupun Paratyphi) memasuki
tubuh inang melalui rute fekal-oral menuju lokasi infeksi pada usus halus (ileum).
Pada usus halus pars ileum ini didapatkan kumpulan limfonoduli submukosa yang
memperantarai sistem imunologi mukosa dikenal sebagai Plak Peyeri. Port dentree
bakteri ke dalam tubuh adalah melalui sel Mkifrofold (sel M) yang merupakan
struktur khusus pada permukaan Plak Peyeri, berfungsi menyaring antigen yang akan
memasuki plak payeri. Penelitian pada subjek sukarelawan didapatkan dosis infeksi
(infecting dose) sekitar 105-106 organisme dengan Salmonella yang ditangkap oleh
sel M akan mentranslokasikannya ke basal sel, lokasi dimana makrofag yang
merupakan Sel Penyaji Antigen berada. Makrofag akan memfagosit Salmonella
untuk dihancurkan dan dikelola antigennya, disajikan pada Sel T helper maupun Sel
B spesifik8,9
Salmonella memiliki mekanisme evasi fagositik yang baik, yaitu dengan
menggagalkan fusi fagosom dengan lisosom. Bakteri yang survive tersebut akan
menggandakan diri dan menginfeksi makrofag-makrofag, dan ikut terbawa ke nodus
limfatik mesenterium, dan keluar ke aliran darah menyebabkan bakteremia primer.
Setelah itu, Salmonella memasuki organ retikuloendotelial seperti sumsum tulang,
hepar dan lien dan bereplikasi kembali di dalam makrofag organ-organ tersebut
sehingga terjadi aktivasi jaringan limfoid maupun makrofag, menyebabkan
hepatomegali dan splenomegali. Manifestasi klinisnya adalah gejala nyeri perut
akibat
pendesakan
organomegali,
mual
dan
muntah
sebagai
manifestasi
Presentase (%)
Demam tinggi
95
Lidah Tifoid
76
Anorexia
70
Vomitus
39
Hepatomegali
37
Diare
36
Tampak Toksik
29
Nyeri Perut
21
Pucat
20
Splenomegali
17
Konstipasi
Sakit kepala
Ikterus
Delirium
Ileus
0,5
F. DIAGNOSIS1,7,11
1. Anamnesis
-
Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten
dan kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus
(demam kontinu) hingga minggu kedua.
Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia,
insomnia
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu
di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali
lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki
pada pemeriksaan paru.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik. Hitung leukosit
yang rendah sering berhubungan dengan demam dan toksisitas penyakit,
namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar. Pada anak yang lebih muda
leukositosis bisa mencapai 20.000-25.000/mm3. Trombositopenia dapat
merupakan marker penyakit berat dan disertai dengan koagulasi intravaskular
diseminata. Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun gangguan hati
yang bermakna jarang ditemukan.
b. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H S.
typhi dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Pemeriksaan Widal memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dan penggunaannya sebagai
satusatunya pemeriksaan penunjang di daerah endemis dapat mengakibatkan
overdiagnosis. Kadar aglutinin tersebut diukur dengan menggunakan
pengenceran serum berulang. Pada umumnya antibodi O meningkat di hari
ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak awal penyakit. Interpretasi
lain,
dan
kurangnya
kemampuan
reprodusibilitas
hasil
10
11
diagnostik
yang
mendeteksi
antibodi
IgA
dari
g. Pemeriksaan radiologik
G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS8,9
Beberapa penyakit dapat menjadi diagnosa banding demam tifoid,
diantaranya: Demam berdarah Dengue, Gastroenteritis, hepatitis akut, tuberkulosis,
malaria, Brucellosis, limfoma, leptospirosis dan lain sebagainya.
12
Anak barinng terus di tempat tidur dan letak baring harus sering diubah
13
2. Kausal
a. Kloramfenikol
Dosis: 75-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 dosis per oral atau
parenteral, sesuai keadaan penderita.
Lama pemberian:
10 hari untuk demam tifoid ringan
14 hari untuk:
-
b. Obat pilihan
Diberikan bila ada tanda-tanda resistensi atau intoksikasi kloramfenikol
Kotrimoksazol
Dosis: trimetropin 6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, selama 10 hari.
Amoksisilin
Dosis: 100 mg/kgBB/hari dibagi 3 atau 4 dosis, selama 10 hari.
3. Kortikosteroid
Indikasi:
Keadaan toksik
14
Transfusi darah (untuk atasi anemia pasca perdarahan dan renjatan/ syok
hemoragis)
Kalau
perdarahan
masih
berlangsung lebih
72
jam
perlu
IVFD
15
Dapat dipertimbangkan obat-obatan inotropik: Dopamin dengan dosis 520 mikrogram/Kg BB/menit secara drips
I. KOMPLIKASI4
Pada minggu ke 2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai yang
ringan sampai berat bahkan kematian, beberapa komlikasi yang sering terjadi
diantaranya:
1. Tifoid toksik ( tifoid ensefalopati)
Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium
sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisa
cairan otak biasanya dalam batas normal
2. Syok septik
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia
Salmonella. Disamping gejala-gejala tifoid, penderita jatuh ke dalam fase
kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan lemah, berkeringat serta
akral dingin.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan
gejala-gejala abdomen akut yakni nyeri hebat, kembung serta nyeri pada
penekanan.
16
4. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain
yang sering menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejalagejala klinis pneumonia serta gambaran khas pada foto polos toraks.
J. PENCEGAHAN10,13
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan
dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut
kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih
sehari-hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus
resistensi.
Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang
dari negara maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah
ada yaitu:
o Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan
dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3
tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini
memberikan efikasi perlindungan sebesar 70-80%.
o Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan
pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing
diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi.
17
Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi perlindungan 6782%.
o Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan
efikasi perlindungan 91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi vaksin
ini menetap selama 46 bulan dengan efikasi perlindungan sebesar 89%.
K. PROGNOSIS9
Prognosis pasien tergantung pada ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komlikasi. Di negara maju dengan pengobatan
antibiotik yang adekuat angka mortalitas < 1%, di negara berkembang angka
mortalitas >10%, niasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan
pengobatan, munculnya komplikasi, sperti perforasi gastro intestinal atau perdarahan
hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbidotas dan
mortalitas yang tinggi.
18
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Salmonella typhi, dengan gejala utama demam, gangguan saluran pencernaan,
serta gangguan susunan saraf pusat/kesadaran.
Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan tambahan dari laboratorium. Terapi yang diberikan adalah istirahat, diet
lunak, dan antimikroba.
Diagnosis demam tifoid yang ditegakkan secara dini dan disertai pemberian
terapi yang tepat mencegah terjadinya komplikasi, kekambuhan, pembawa kuman
(carrier), dan kemungkinan kematian.
Strategi pencegahan diarahkan pada ketersediaan air bersih, menghindari
makanan yang terkontaminasi, higiene perorangan, sanitasi yang baik, dan
pemberian vaksin sesuai kebutuhan.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21