Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Infeksi jamur dewasa ini semakin sering terjadi seiring dengan meningkatnya

penggunaan antibiotika berspektrum luas, steroid, obat-obat sitostatika, penyakit kronik,


keganasan, bayi- bayi dengan berat badan lahir rendah dan penderita-penderita dengan
penurunan daya tahan tubuh. Antara tahun 1980-1990 dari data rumah sakit di Amerika
Serikat yang melakukan surveillance terhadap patogen nosokomial didapati 7,9% (22,200
kasus) disebabkan oleh infeksi jamur, sekitar 79% infeksi jamur ini disebabkan oleh
spesies kandida. Sekitar 8,8% bayi prematur (berat kurang dari 1500 gram) yang dirawat
di NICU, Universitas Gottingen, dan pemeriksaan mukokutaneus didapati adanya kotoni
jamur kandida.1,2
Spesies jamur yang paling sering dijumpai pada penderita immunokompromi yaitu
infeksi kandida. Jamur kandida merupakan flora mikrobial normal rongga mulut, saluran
pencernaan dan vagina, bersifat invasif/patogen bila daya tahan host (pejamu) terganggu.
Infeksi jamur ini umumnya terjadi di daerah mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi pada
organ- organ lain di dalam tubuh seperti esofagus, ginjal, hati, jantung, mata, otak dan
paru.1,3
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang sangat umum. Jamur ini biasa hidup dalam
tubuh. Kandidiasis juga merupakan infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang
terinfeksi HIV. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistem
kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Cara terbaik untuk
menghindari jangkitan kandidiasis adalah dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh

melalaui penggunaan terapi antiretroviral. Sebagian besar penyakit kandidiasis dapat


diobati secara mudah dengan terapi lokal. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang lemah, penyakit ini menjadi lebih menetap.2,3

1.2

Tujuan Penulisan
1.2.1 Mengindentifikasi masalah kesehatan pada keluarga yang menderita
penyakit kandidiasis intertriginosa.
1.2.2 Menentukan solusi untuk menangani setiap masalah kesehatan yang
ditemukan pada pasien dan keluarganya.

1.3

Manfaat Penulisan
1.3.1 Dapat menjadi masukan kepada masyarakat, petugas puskesmas dan
khususnya keluarga sebagai upaya untuk mencegah berkembangnya
penyakit kandidiasis intertriginosa di masyarakat.
1.3.2 Sebagai bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam
menganalisis dan memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi oleh
keluarga binaan penulis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus otot dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia ratarata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika
tanpa lemak atau sekitar 16 % dari berat badan seseorang.1

Gambar 1. Lapisan kulit dari luar ke dalam1


Kulit terdiri dari 3 lapisan sebagai berikut:1
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda.
Pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya pada
telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat
pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis
melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat

makanan dan cairan antarsel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler
dermis ke dalam epidermis.2,4
Epidermis terdiri dari 5 lapisan sebagai berikut:
a. Stratum korneum atau lapisan tanduk
Stratum korneum merupakan lapisan epidermis paling luar, terdiri dari beberapa
sel gepeng yang mati, tidak berinti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna, sangat sedikit mengandung air, dan memiliki protoplasma yang telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk). Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap
bahan-bahan kimia. Lapisan ini terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas
dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya
hanya 28 hari.4,11
b. Stratum lusidum
Stratum lusidum terletak di bawah stratum korneum, terdiri dari beberapa lapis
sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang translusen sehingga dapat dilewati
sinar. Stratum lusidum tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

Gambar 2. Lapisan epidermis kulit1

c. Stratum granulosum atau lapisan keratohialin


Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir kasar di dalam protoplasmanya dan berinti mengkerut.
Stratum granulosum tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.4,12
d. Stratum spinosum atau stratum Malpighi
Stratum spinosum terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Bentuk sel berkisar
antara bulat sampai poligonal, makin ke arah permukaan kulit makin besar
ukurannya. Besarnya sel ini berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Di antara
sel-sel terdapat jembatan antar sel yang berguna untuk peredaran cairan jaringan
ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Di lapisan ini banyak terdapat
sel-sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.4
e. Stratum basal atau stratum germinativum
Stratum basal merupakan lapisan terbawah epidermis. Terdiri dari sel-sel
berbentuk kubus yang tersusun vertical dari 2 jenis sel, yaitu sel yang berbentuk
kolumnar dan sel pembentuk melanin. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis
bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih
atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan basal terdapat pula sel-sel
bening atau clear cells yaitu melanoblas dan melanosit, pembuat pigmen melanin
kulit.4
2. Dermis
Dermis lebih tebal daripada epidermis, terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Dermis terdiri dari 2 bagian, pars

papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian yang menonjol ke arah subkutis, terdiri
atas serabut-serabut penunjang, antara lain kolagen, elastin dan retikulin. Pada dermis
terdapat ujung saraf bebas, folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar palit atau kelenjar
minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan muskulus erektor pili.4
3. Subkutis
Subkutis mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, dan saraf-saraf
yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Lapisan ini berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh, dan
sebagai cadangan makanan.4

2.2

Kandidiasis

2.2.1 Definisi
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina,
kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan

septikemia,

endokarditis, atau meningitis.1,2

2.2.2 Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik lakilaki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden
diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah

tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan
daerah-daerah yang tergenang air.1,6
2.2.3 Etiologi
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang
lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaneae. 1,5
Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian
besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun
mayoritas dari spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur
dimorfik yang memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida,
sehingga merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.5
Pada awalnya diklasifikasikan sporotrichium oleh Gruby, suatu organisme yang
ditempatkan pada genus Oidium (O. albicans) oleh Robin 1874. Kemudian, hal ini
membingungkan dengan Monilia candida, suatu jamur yang diisolasi dari ruangan
vegetasi. Dilaporkan bahwa kata moniliasis biasa digunakan sebagai sinonim untuk
candidiasis dalam beberapa literatur. Istilah candidiasis digunakan di USA, meskipun
istilah candidosis lebih sering digunakan di Kanada, Inggris, Perancis, dan Italy.4
2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut: 1
1.

Kandidiasis selaput lendir :


a. Kandidiasis oral (thrush)
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis

e. Kandidiasis mukokutan kronik


f. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru
2.

Kandidiasis kutis :
a. Lokalisata

: 1). Daerah intertriginosa


2). Daerah perianal

b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3.

Kandidiasis sistemik :
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia

4.

Reaksi id (kandidid).

2.2.5 Patogenesis
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang
komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.7
Faktor penentu patogenitas kandida adalah :
1.

Spesies

: Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat


menyebabkan proses pathogen pada manusia.
kandida yang paling tinggi patogenitasnya.

C. albicans adalah

2.

Daya lekat

: Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang


germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting
untuk

melekat

adalah

suatu

glikoprotein

permukaan

atau

mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.


3.

Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam


kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme
terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan
untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim
hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk
hifa yang melakukan invasi.

4.

Toksin

: Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.


Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion
dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler
diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik.

5.

Enzim

: Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan


oleh C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.

Mekanisme pertahanan pejamu : 7,8


1.

Sawar mekanik :
Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan mekanik

pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis.


2.

Substansi antimikrobial non spesifik:


Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam mamalia mengandung substansi yang

bekerja secara non spesifik menghambat atau membunuh mikroba.

3.

Fagositosis dan intracellular killing :


Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan dan membunuh spesies

kandida merupakan mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau


memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap difagosit oleh
granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit. Granulosit dapat
juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan dalam melawan kandida
melalui pembunuhan intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
4.

Respon imun spesifik :


Imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan infeksi kandida.

Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi
mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem
imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan titer
antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.
Mekanisme imun seluler dan humoral
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada sel
epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan
sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase), yang
menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga
mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan
faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan
luar kandida mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan
mengaktifasi

komplemen

dan

merangsang

terbentuknya

imunoglobulin.

Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibobi di permukaan sel

kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu
kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
Mekanisme non imun
Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan mengakibatkan
persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.8
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak
untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara
mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel
mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekulmolekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil
yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif.
Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.

2.2.6 Faktor Predisposisi


Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen,
antara lain : 1
1.

Faktor endogen :
a. Perubahan fisiologik
1)

Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina

2)

Kegemukan, karena banyak keringat

3)

Debilitas

4)

Iatrogenik

5)

Endokrinopati, gangguan gula darah kulit

6)

Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum

yang buruk.
b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik : penyakit genetik.
2.

Faktor eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi
dan memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans

serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya
perubahan dalam sistem pertahanan tubuh.1

2.3

Kandidiasis Kutis

2.3.1 Definisi
Kandidiasis kutis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur
dari genus Candida. Kandidiasis terbagi menjadi 2 macam yakni kandidiasis profunda
dan kandidiasis superfisial. Nama lain kandidiasis kutis adalah superficial kandidiasis
atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi; kandidiasis intertriginosa. Berdasarkan letak
gambaran klinisnya terbagi menjadi kandidiasis terlokalisasi dan generalisata.1,4,9,11

Predileksi Candida albicans pada daerah lembab, misalnya pada daerah lipatan
kulit. Karena organisme ini menyukai daerah yang hangat dan lembab.4,9,11

2.3.2 Etiologi
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang
lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaneae.1,5

2.3.3 Epidemiologi
Candida albicans adalah saprofit yang berkoloni pada mukosa seperti mulut, traktus
gastrointestinal, dan vagina. Merupakan jamur yang berbentuk oval dengan diameter 2-6
um. Dan dapat hidup dalam 2 bentuk yakni bentuk hifa dan bentuk yeast. Jumlah koloni
sangat menentukan derajat penyakit, akan tetapi dilaporkan bahwa frekuensi terjadinya di
mulut 18 %, vagina 15 %, dan mungkin dalam feses 19 %. Tapi kejadian tersebut
dipengaruhi beberapa faktor seperti rumah sakit dan kemoterapi.9
Jamur ragi termasuk spesies kandida yang merupakan flora komensal normal pada
manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus). Pada
vagina sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi spesies
kandida komensal oral berkisar pada 30 60 % ditemukan pada orang dewasa sehat.10
Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46
laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 %
dengan kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 %
dengan psoriasis. Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat setelah 8
minggu setelah terapi.10

Di Argentina, dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa oral
didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mirkobiologi dari laboratorium sentral Dr.
J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel
tersebut diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel,
55,6 % adalah positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki.10
Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 (1 %) dari
72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo (347 kasus) merupakan manifestasi
klinis kandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper
kandidiasis tercatat 102 kasus.10
Di Bombay, India, diperiksa 150 pasien dengan kandidiasis kutaneus. Kerokan kulit
diuji dengan KOH 10 % dan dikultur di sabaoruds agar. Insiden tersering adalah
intertrigo (75), vulvovaginitis (19), dan paronikia (17). Sedangkan jamur yang diisolasi
didapatkan Candida albicans (136 kasus), Candida tropicalis (12 kasus), dan Candida
guillermondi (2 kasus). Dan diabetes mellitus menjadi faktor predisposisi pada 22 orang
pasien.13
2.3.4 Patogenesis
Candida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang lain
memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ dalam tubuh.
Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut, traktus vagina, dan usus.
Mereka berkembang biak melalui ragi yang berbetuk oval.14
Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab, pengobatan
steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang berkaitan dengan penurunan
imunitas seluler menyediakan kesempatan ragi menjadi patogenik dan memproduksi
spora yang banyak pseudohifa atau hifa yang utuh dengan dinding septa.14
Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan kulit
(stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul yang isinya memotong secara horizontal

di bawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi. Secara klinis ditemukan lesi merah,
halus, permukaan mengkilap, cigarette paper-like, bersisik, dan bercak yang berbatas
tegas. Membran mukosa mulut dan traktus vagina yang terinfeksi terkumpul sebagai sisik
dan sel inflamasi yang dapat berkembang menjadi curdy material.14
Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi termasuk faktor protease.
kelemahan faktor virulensi tersebut adalah kurang patogenik. Kemampuan bentuk yeast
untuk melekat pada dasar epitel merupakan tahapan paling penting untuk memproduksi
hifa dan jaringan penetrasi. Penghilangan bakteri dari kulit, mulut, dan traktus
gastrointestinal dengan flora endogen akan menyebabkan penghambatan mikroflora
endogen, kebutuhan lingkungan yang berkurang dan kompetisi zat makanan menjadi
tanda dari pertumbuhan kandida.10
Jumlah infeksi kandida meningkat secara dramatis pada beberapa tahun terakhir,
mencerminkan peningkatan jumlah pasien yang immunocompromised. Secara spesifik,
tampak makin bertambahnya umur semakin pula terjadi peningkatan angka kesakitan dan
kematian. Meskpin infeksi kandidiasis superfisial dipercaya termasuk ringan, akan tetapi
menyebabkan kematian pada populasi lanjut usia. Candida albicans juga dapat
menyerang kulit dengan folikel rambut yang aktif atau istirahat.10
Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang jelek,
dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan umur. Dan pengobatan
dengan agen sitotoksik (methotrexate, cyclophosphamide) untuk kondisi rematik dan
dermatologik atau kemoterapi agresif untuk keganasan pada pasien usia lanjut
memberikan resiko yang tinggi.
Patologi kutaneus superfisial dicirikan dengan pustul subkorneal. Organisme ini
jarang tampak dalam pustul tetapi dapat dilihat pada pewarnaan stratum korneum dengan
PAS (Periodic Acid-Schiff). Histologi granuloma kandidal menunjukkan tanda

papillomatous dan hyperkeratosis dan kulit yang menebal berisi infiltrat limfosit,
granulosit, plasma sel, dan sel giant multinuklear.4
2.3.5 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya kandidiasis kutis sebagai
berikut :9
1.
Bayi, wanita hamil, dan usia lanjut
2.
Hambatan pada permukaan epitel; karena gigi palsu, pakaian
3.
Gangguan fungsi imun
a. Primer; penyakit kronik granulomatosa
b. Sekunder; leukemia, terapi kortikosteroid
4.
Kemoterapi
a. Imunosupresif
b. Antibiotik
5.
Penyakit endokrin; diabetes mellitus
6.
Karsinoma
7.
Miscellaneous; kerusakan pada lipatan kuku

2.3.6 Gejala Klinis


Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat hebat.
Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin meluas, makula atau
papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil yang kemudian menjadi lebih
besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara, atau
di daerah kulit yang lain. Infeksi folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti pimple like
appearance.12

Kandidiasis Kutis Lokalisata

a. Kandidiasis Intertriginosa

Lesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat
payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis, dan umbilikus. Berupa bercak
yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh
satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi primer.
Pada orang yang banyak mencuci, jamur ini menyerang daerah interdigital
tangan maupun kaki. Terjadi daerah erosi dan maserasi berwarna keputihan di
tengahnya. Disini juga terjadi lesi-lesi satelit di sekelilingnya. Kondisi ini
menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadang bisa menimbulkan nyeri. Kandidiasis
intertriginosa yang terjadi pada sela jari tangan maupun kaki dapat diikuti dengan
paronikia dan onikomikosis pada tangan atau kaki yang sama.1,15
b. Kandidiasis Perianal
Kandidiasis perianal adalah infeksi Candida pada kulit di sekitar anus yang
banyak ditemukan pada bayi, sering disebut juga sebagai kandidiasis popok atau
diaper rash. Hal ini terjadi karena popok yang basah oleh air kencing tidak segera
diganti, sehingga menyebabkan iritasi kulit genital dan sekitar anus. Penyakit ini
juga sering diderita oleh neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.1
Popok yang basah akan tampak seperti area intertriginosa buatan, merupakan
tempat predisposisi untuk infeksi ragi. Lesi yang tampak berupa dasar merah dan
pustule satelit.1,14 Kadang sering dijumpai pula gejala pruritus ani.1

Dermatitis popok sering diobati dengan kombinasi steroid krim dan lotion yang
mengandung antibiotic. Walaupun obat ini mungkin berisi klotrimazol yang
merupakan obat anti jamur, mungkin konsentrasinya tidak cukup untuk
mengendalikan infeksi jamur yang terjadi. Komponen kortison dapat mengubah
gambaran klinis dan memperpanjang penyakit. Bentuk nodular granulomatosis
kandidiasis di daerah popok, muncul sebagai kusam, eritem, dan nodul dengan
bentuk yang tidak teratur, kadang-kadang dasar yang eritem merupakan reaksi biasa
untuk organisme Candida atau infeksi Candida yang disebabkan oleh steroid.
Meskipun infeksi dermatofit jarang terjadi di daerah popok, tetapi kasus ini sering
ditemukan. Setiap upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi organism dan
mengobati infeksi dengan tepat.14

Kandidiasis Kutis Generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan
umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid,
dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin
karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik
sehingga daya tahan tubuh bayi tersebut rendah.1
Pada bayi baru lahir yang menderita kandidiasis kutis generalisata, dengan
vesikulopustul di atas eritem muncul pada saat bayi baru lahir atau beberapa jam setelah
lahir. Lesi pertama kali muncul di muka, leher dan menyebar ke seluruh tubuh dalam
waktu 24 jam.16

Paronikia dan Onikomikosis

Paronikia dan onikomikosis adalah peradangan kuku dan bantalan kuku. Paronikia
dapat bersifat akut dan kronis. Paronikia akut disebabkan oleh bakteri, sedangkan
paronikia kronis disebabkan oleh Candida sebagai pathogen tunggal atau ditemukan
bersamaan bersama dengan bakteri lain seperti Proteus atau Pseudomonas sp.16
Ini merupakan proses peradangan kronis pada lipatan kuku proksimal dan matriks
kuku. Hal ini terutama terjadi pada orang- orang yang tangannya sering terendam dalam
air seperti pada ibu rumah tangga, pegawai bar atau rumah makan, penggemar tanaman,
dan pegawai ikan. Pemakaian alat pencuci piring mekanis yang semakin meluas mungkin
berhubungan dengan penurunan insidensi kelainan ini.1,15
Gambaran klinis berupa eritema pada lipatan kuku proksimal (boilstering),17
pembengkakan tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk,
kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat, tidak terdapat sisa
jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium dan hilangnya kutikula. 1,17 Hal ini
sering berhubungan dengan terjadinya distrofi kuku. Candida albicans mempunyai peran
patogenik, tetapi bakteri mungkin juga ikut menyertainya. Tidak adanya kutikula
memungkinkan masuknya bahan-bahan iritan seperti detergen ke daerah di bawah
kukuku proksimal, dan hal ini turut menyebabkan proses peradangan.15
Kondisi ini cukup berbeda dengan paronikia bacterial akut, yang timbul cepat, rasa
sakit yang hebat, dan banyak nanah hijau. Penekanan pada lipatan kuku yang bengakak

pada paronikia kronis bias mengeluarkan butiran-butiran kecil nanah yang berbentuk
seperti krim susu dari bawah lipatan kuku, tetapi hanya itu saja yang terjadi.15

Kandidiasis Granulomatosa

Kelainan ini jarang dijumpai. Houser dan Rothman melaporkan bahwa penyakit ini
sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna
kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti
tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan,
tungkai, dan faring.1

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada penampakan kulit, terutama jika ada faktor
resiko yang menyertai. Kerokan kulit dapat menunjukkan bentuk jamur yang mendukung
candida.12
Bahan-bahan klinis yang dapat digunakan untuk pemeriksaan adalah kerokan kulit,
urin, bersihan sputum dan bronkus, cairan serebrospinal, cairan pleura dan darah, dan
biopsi jaringan dari organ-organ visceral.12
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1.

Pemeriksaan langsung

Pemeriksaan ini merupakan cara paling mudah dan metode yang paling efektif
untuk mendiagnosis, tapi tidak cukup untuk menyingkirkan bukti klinis yang lain.
Pemeriksaan dengan kerokan kulit dengan penambahan KOH 10%

1,15

14

akan

memperlihatkan elemen candida berupa sel ragi, balastospora 1, peudohifa atau hifa
bersepta. Pemeriksaan langsung tidak dapat menetukan identifikasi etiologi secara
spesifik dan kurang sensitive dibandingkan dengan biakan. Hasil negative tidak selalu
bukan disebabkan oleh Candida. Pemeriksaan langsung mempunyai nilai sensitifitas dan
spesifisitas sebesar 89,4% dan 83,90%. Pewarnaan gram juga dapat digunakan dan akan
memberikan hasil yang sama dengan yang diperlihatkan pada pemeriksaan KOH 10%.1
2.

Pemeriksaan Biakan
Biakan merupakan pemeriksaan paling sensitive untuk mendiagnosis infeksi

Candida. Sabouraud Dextrose Agar (SDA)merupakan media standar yang banyak


digunakan untuk pemeriksaan jamur.1 Media ini mengandung 10 gr pepton, 40 gr glukosa,
dan 10 gr agar, serta ditambahkan 1000 ml air. Penambahan antibiotika pada SDA
digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Biakan diinkubasi pada suhu kamar
yaitu 25-270 C dan diamati secara berkala untuk melihat pertumbuhan koloni. 1 Koloni
berwarna putih sampai kecoklatan, basah, atau mukoid dengan permukaan halus dan
dapat berkerut. Hasil biakan dianggap negative bila tidak ditemukan pertumbuhan koloni
dalam waktu empat pecan.
3.

Identifikasi Spesies

Meskipun gambaran klinis sulit dibedakan penentuan etiologi spesisik Candida


sampai ke tingkat spesies berguna untuk menentukan terapi dan prognosis. Adapun cara
mengidentifikasi Candida sp.dapat dilakukan dengan cara tradisional dan komersil.

Germ Tube Test

Germ tube test merupakan cara yang digunakan untuk menentukan indentifikasi
spesies C. albicans. Pemeriksaan ini menggunakan media yang mengandung serum
dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 2 jam. Bila terdapat pertumbuhan germ tube
atau sprout mycelium,berarti spesies tersebut adalah C. albicans. Pertumbuhan
Germ tube dikenal sebagai Fenomena Reynols-Braude.

Penilaian Klamidospora

Penilaian Klamidospora menggunakan media commeal agar dengan Tween 890.


Morfologi koloni Candida sp. dibedakan berdasarkan susunan blastospora dan
gambaran morfologi pseudohifa. Umumnya hanya C. albicans yang menghasilkan
klamidiospora.

Uji Asimilasi dan Fermentasi

Identifikasi Candida sp. dapat juga dilakukan berdasarkan kemampuan ragi


untuk mengasimilasi dan fermentasi karbohidrat yang berbeda utuk setiap spesies.
Candida albicans dapat mengasimilasi dan memfermentasi glukosa, galaktosa,
maltose, dan sukrosa.

CHROM agar candida

CHROM agar kandida merupakan cara komersil media biakan selektif untuk
mengidentifikasi Candida sp. Koloni C. albicans, C. tropicalis, C. glabrata, dan C.
krusei dapat dibedakan berdasarkan morfologi koloni dan warna yang ditimbulkan
oleh masing-masing koloni. Media ini mengandung 10gr pepton, 20gr glukosa,
0,5gr kloramfenikol, 15gr agar dan 2gr chromogenic mix. Chromogenic mix
merupakan bahan yang menyebabkan perubahan warna koloni pada Candida sp.
4. Serologi
Macam-macam prosedur pemeriksaan serologi direncanakan untuk mendeteksi
adanya antibodi Candida yang berkisar pada tes immunodifusi yang lebih sensitive
seperti counter immunoelectrophoresis (CIE), enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA), and radioimmunoassay (RIA). Produksi empat atau lebih garis precipitin dengan
tes CIE telah menunjukkan diagnosis kandidiasis pada pasien yang terpredisposisi.
5.

Pemeriksaan histologi
Pada pemeriksaan menggunakan spesimen biopsi kulit dengan pewarna periodic
acid-schiff (PAS) akan didapatkan hifa tak bersepta. Hifa tak bersepta yang menunjukkan
kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea.10
6. Uji sensitifitas secara cepat dan tepat berdasarkan PCR dari DNA dapat juga digunakan
untuk mengidentifikasi patogenitas candida dalam jaringan.

2.3.8 Diagnosis Banding

a.

Kandidiasis lokalisata dengan:

Dermatitis kontak
Pasien mempunyai riwayat konstipasi kronik dan biasa menggunakan obat
rangsang defekasi. Selama 7 bulan disertai dengan pruritus ani tapi baru-baru ini
berkembang

menjadi

erupsi

yang

menyeluruh,

tidak

berespon terhadap

glukokortikoid dan terapi cahaya. Daerah ekskoriasi yang banyak mengindikasikan


gatal yang hebat. Lesi terutama mengenai daerah sekitar anus, tanpa diketahui
penyebabnya, bagian tubuh bawah, bokong, dan dareah genital. Dermatitisnya
berhenti saat obat rangsang dihentikan dan dia melakukan diet bebas balsem.
Pemeriksaan kolonoskopi menunjukkan iritasi minimal pada kolon sigmoid dan
rektum yang sesuai dengan spastic colitis.4
b. Erythrasma
Infeksi bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minutissisum. Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai
plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah
kecoklat-coklatan. Tidak terlihat adanya lesi satelit. Tempat predileksi di daerah
ketiak dan lipatan paha. Kadang-kadang berlokasi di daerah intertriginosa lain
terutama pada penderita yang gemuk. Pada pemeriksaan lampu Wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red).1
c. Dermatitis Intertriginosa
Lesi kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga
tampak basah. Tidak ditemukan lesi satelit. Penderita juga mengeluh gatal.1

d. Dermatofitosis (tinea)1
Kandidiasis kuku dengan tinea unguium
Pada tinea unguium kuku sudah tampak rapuh pada bagian distal pada bentuk

subungual distal dan tampak rapuh pada bagian proksimal pada bentuk subungual
proksimal. Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis ditempat lain
yang sudah sembuh atau yang belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku
tangan.

2.3.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terpenting adalah menghindari atau menghilangkan faktor
predisposisi. 1

Terapi topical:

Larutan ungu gentian: - 0,5 % untuk selaput lendir


- 1-2% untuk kulit
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
Nistatin dapat diberikan berupa krim, salep, emulsi.
Golongan azol
krim atau bedak mikonazol 2%
bedak, larutan dan krim klotrimazol 1%
krim tiokonazol 1%
krim bufonazol 1%
krim isokonazol 1%
krim siklopiroksolamin 1%
Antimikotik topikal lain yang berspektrum luas.1

Terapi sistemik:

Nistatin tablet
Obat ini berguna untuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran cerna dan
obat ini tidak diserap oleh usus.
Amfoterisin B
Diberikan intravena untuk kandidiasis sistemik.
Kotrimazol
Pada kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500mg per vaginam dosis
tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Itrakonazol
Obat ini diberikan pada kandidiasis vulvovaginalis. Dosis untuk orang dewasa
2x100 mg sehari, selama 3 hari.
Penggunaan obat anti jamur yang standard hanya flukonazol, itrakonazol, dan
flucytosine. Atau bahkan dapat menggunakan obat antijamur golongan azol terbaru antara
lain voriconazole, ravuconazole, posaconazole. 16
Amorolfine biasa digunakan karena efektifitasnya sebagai terapi topikal pada
kandidiasis superficial yang disebabkan oleh jamur dan dermatofitosis dan afinitasnya
yang tinggi terhadap stratum korneum dan kuku. 16
Obat anti jamur imidazol, clotrimazol, mikonazol, econazol, oxiconazol, dan
bifonazol digunakan secara luas sebagai pengobatan topikal dermatofitosis. Beberapa
tahun terakhir, imidazol (lanakonazol) dan tiga kelas anti jamur gabungan benzylamine
(butenafine),

alylamine

(terbinafine),

dan

morfin

(amorolfine),

telah

berhasil

dikembangkan dan diperkenalkan dalam penggunaan di klinik. Obat-obat terbaru ini lebih
aktif daripada imidazol sebelumnya untuk melawan dermatofitosis secara in vitro dan in
vivo dermatofitosis pada babi sebagai binatang percobaan. 16

2.3.10 Komplikasi
Adapun komplikasi kutaneus kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain : 12
1.

Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit.

2.

Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan mungkin

menginfeksi daerah di sekitar kuku.


3.

Disseminated

candidiasis

yang

mungkin

terjadi

pada

tubuh

yang

immunocompromised.

2.3.11 Pencegahan
Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan infeksi
kandida, yakni dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak yang kering
mungkin membantu pencegahan infeksi jamur pada orang yang mudah terkena.
Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada penderita diabetes mungkin
membantu pencegahan infeksi tersebut.12

2.3.12 Prognosis

Prognosis kutaneus kandidiasis umumnya baik, bergantung pada berat ringanya


faktor predisposisi. Biasanya dapat diobati tetapi sekali-kali sulit dihilangkan. Infeksi
berulang merupakan hal yang umum terjadi.1,12

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. Kandidiasis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6

2. SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit
Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press, 2007. Pp:86-92

3. James William,Berger Timothy, Elston Dirk. Candidiasis. Dalam : Andrews Disease


of The Skin Clinical Dermatology. Ed 10 th. British. WB Saunders Company. 2000.
Pp:308-9

4. Wolff, Klauss. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine.


Ed 7th. New york. McGraw Hill Company. 2007. p: 1822

5. Wolf K, Richard AJ, Dick S. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill Company. 2007.

6. Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2004. Pp:
279-280.

7. Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah.

Mekanisme

Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica


Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-92

8. Conny Riana Tjampakasari. Karakteristik Candida albicans. Dalam : Cermin Dunia


Kedokteran, Vol.151, 2006 ; 33-5

9. Anaissie, Elias J. Clinical Mycology. United State of America. Churchill Livingstone.


2003. p.461-2
10. www.emedicine.com : Scheinfeld, Noah S. Candidiasis Cutaneous. [online]. 2008
[cited 2008 Juni 18] : [screens]. Available from : URL:http://www.emedicine.com

11. Hall, John C. Sauer's Manual of Skin Diseases 8th edition. Canada. Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2000.

12. www.medlineplus.com : Smith, D. Scott. Cutaneous Candidiasis. [online]. 2006


[cited 2008 Juni 18] : [screens]. Available from : URL:http://www.medlineplus.com

13. Shroff PS. Clinical and mycological spectrum of cutaneous candidiasis in Bombay. In
: Journal of Postgraduate Medicine. 1990. Volume 36/2. 83-86.

14. Habif, T. P, eds. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th
edition. Pennsylvania. Mosby, inc. 2004. p. 440-450

15. Sehgal. V. N. Candidosis. Dalam: The Textbook of Clinical Dermatology. Forth


edition. New Delhi. Jaypee Brother Medical Publisher. 2006: 59-62.

16. Weller. R, Hunter. J, Savin. J, Dahl. M.

Fungal Infection. Dalam: Clinical

Dermatology. Fourth edition. UK. Blackwell Publishing. 2008: 252-254.

17. Graham. R, Brown, Burns. T. Infeksi Jamur. Dalam: Lecture Notes Dermatology.
Edisi ke-8. Jakarta. EMS. 2005: 38-40.

Anda mungkin juga menyukai