Anda di halaman 1dari 6

Peran Kemampuan Metakognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah

Matematika
Merry Fransisca
Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM)
Jalan Raya Tlogomas No.246 Kota Malang
E-mail : merfransisca@gmail.com
ABSTRAK
Metakognitif merupakan salah satu bentuk upaya berkelanjutan dari peningkatan hasil
pembelajaran matematika untuk mendapatkan kualitas belajar, termasuk proses berpikir dan hasil
yang diperoleh siswa. Kemampuan metakognitif siswa mempengaruhi hasil pembelajarannya,
terutama dalam hal pemecahan masalah. Siswa dengan kemampuan metakognitif yang tinggi
mengetahui prosedur yang harus dilakukan. Sedangkan siswa dengan kemampuan metakognitif yang
belum maksimal akan mengalami kesulitan.
Strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan metakognitif dalam kerangka
konstruktivis belajar adalah dengan pembelajaran matematika yang berbasis pemecahan masalah.
Pemberian masalah terutama selama proses pembelajaran berlangsung, berarti memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan konsep matematika dan keterampilan matematikanya.
Selain itu, guru harus mendukung pembelajaran siswa dengan mendorong siswa untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri selama proses memecahkan masalah. Siswa akan mencari,
mengolah, dan menggunakan informasi yang didapatkan sendiri hingga kemudian hal tersebut akan
memicu perilaku metakognitif.
Kata kunci : kemampuan metakognitif, pemecahan masalah, pembelajaran matematika

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan serangkaian proses menuju kedewasaan baik kedewasaan berpikir,
berucap, maupun bertingkah laku. Pendidikan di suatu negara terdiri atas berbagai macam
rumpun ilmu, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan formal, mulai pendidikan sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Dalam pelajaran matematika, peserta didik dilatih serta
diajarkan berpikir logis, rasional, kritis, dan mengetahui sejauh mana konsep yang diperoleh
siswa. (Putri : 2005)
Penelitian tentang pembelajaran dan pengajaran berbasis metakognitif menjadi topik
yang menarik belakangan ini, terutama dalam matematika. Metakognitif merupakan salah
satu bentuk upaya berkelanjutan dari peningkatan hasil pembelajaran matematika untuk
mendapatkan kualitas belajar, termasuk proses berpikir dan hasil yang diperoleh siswa.
Meskipun kurikulum mengajak pendidik untuk mengubah cara mengajar agar siswa lebih
aktif, namun fakta bahwa masih ada proses belajar konvensional dapat menjadi faktor

penyebab hasil pendidikan di Indonesia belum mengalami peningkatan kualitas. Cara belajar
konvensional tersebut memosisikan siswa sebagai objek pembelajaran. Siswa diarahkan
untuk memperoleh informasi dari guru melalui perhatian penuh ketika guru mengajar di
kelas. Anggo, M. et al. (2015) berpendapat bahwa hasil dari pembelajaran pasif adalah
kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang telah diajarkan. Seperti melakukan operasi
penjumlahan, pengurangan, atau langkah-langkah yang diperlukan untuk memecahkan suatu
permasalahan. Hasil lain adalah kecenderungan siswa untuk menghafal dan kurang baik
dalam memahami konsep. Pada akhirnya, ketika diberi permasalahan yang baru siswa sulit
untuk memecahkannya.
Salah satu cara untuk mengasah dan melatih pola pikir siswa adalah dengan diberikan
tugas pemecahan masalah. Pemberian masalah terutama selama proses pembelajaran
berlangsung, berarti memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan konsep
matematika dan keterampilan matematikanya. Menurut Risnanosanti (2008), agar dapat
menyelesaikan suatu masalah setidaknya ada lima aspek kemampuan yang harus dikuasai
siswa yaitu: kemampuan tentang konsep matematika, kemampuan dalam menguasai
keterampilan algoritma matematika, kemampuan proses bermatematika, kemampuan untuk
bersikap positif terhadap matematika dan kemampuan metakognitif.
Wells (2009: 1) mengungkapkan bahwa metacognition is cognition applied to
cognition. Atau dengan kata lain, metakognitif adalah berpikir tentang berpikir. Flavell
(Iwai, 2011: 151) mengartikan metakognitif sebagai ones knowledge concerning ones own
cognitive process and outcomes or anything related to them. Menurut The Influental Model
yang dikembangkan oleh Nelson dan Narens (1994), metakognitif didefinisikan sebagai
kemampuan mengawasi dan mengendalikan proses kognitif. Dalam pandangan ini,
metakognitif penting untuk pengawasan persepsi, pikiran, ingatan, dan tindakan seseorang.
Mereka berpendapat bahwa metakognitif membuat pembelajaran lebih efisien dengan
mempengaruhi kebiasaan pada setiap tahap ingatan, dari diperolehnya stimulus hingga
pengambilan informasi (Shamamura, 2008).
Sedangkan pentingnya pengendalian kognitif telah dikemukakan oleh Winkel (1996:
48) bahwa, siswa harus menyerap strategi-strategi itu, kemudian menentukan sendiri
strategi mana yang cocok dengan masalah A dan mana yang cocok dengan B. Dengan kata
lain, fleksibelitas dalam berpikir di pihak siswa merupakan sasaran instruksional yang
sangat ideal. Mengenai peranan pengetahuan strategi kognitif dalam pembelajaran, Gagne
(1975) mengemukakan bahwa para ahli pendidikan sepakat bahwa sangatlah besar
manfaatnya jika guru memberikan kesempatan kepada setiap pembelajar untuk mempelajari

berbagai strategi kognitif. Semakin banyak strategi kognitif yang dipelajari siswa dalam
mengikuti, mengkode, menyimpan, mentransfer, dan memecahkan masalah, maka semakin
menjadikan pembelajar menjadi self-learner dan pemikir yang independen.
Melihat pentingnya peran metakognitif dalam meningkatkan kualitas belajar siswa,
maka peneliti menganalisis lebih jauh peran metakognitif dalam pemecahan masalah
(problem solving) matematika. Hal ini bertujuan untuk mendeskripsikam sejauh mana
metakognitif berpengaruh pada hasil belajar maupun proses berpikir siswa dalam
memecahkan masalah. Kegagalan dalam pemecahan masalah umumnya dihasilkan dari gagal
untuk mengatur operasi matematika, memilih metode yang paling efektif untuk menganalisis,
memahami titik masalah, memantau dan mengendalikan operasi yang dilakukan (Victor,
2004). Diharapkan artikel ini dapat dijadikan referensi untuk guru yang masih menggunakan
proses belajar konvensional atau yang mengalami kesulitan menemukan solusi dari
permasalahan siswa dalam

belajar matematika.

Selain itu semua pendidik dapat

mengembangkan kemampuan metakognitif siswa yang sangat berpengaruh terhadap proses


berpikirnya. Sehingga peningkatan kualitas hasil belajar dapat tercapai. Maka dipilih judul
artikel Peran Kemampuan Metakognitif Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika.
PEMBAHASAN
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan metakognitif dalam
kerangka konstruktivis belajar adalah dengan mendorong siswa untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Untuk memungkinkan hal tersebut, sangat penting
bagi guru mengajukan pertanyaan efektif agar siswa memiliki respon membangun lingkungan
diskusi yang tepat bagi dirinya sendiri. Pertanyaan efektif memberikan konstribusi dalam
pemecahan masalah, memicu proses berpikir dan menstimulasi imajinasi. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hacker dan Dunlosky (2003) bahwa mengajukan pertanyaan yang tepat
mengaktifkan metakognitif keterampilan siswa. Sementara pertanyaan yang diajukan oleh
guru, seperti Apa berikutnya?, Apa pendapatmu?, Mengapa Anda berpikir demikian?,
dan Bagaimana Anda dapat membuktikan ini? memicu pemikiran dan berpengaruh pada
pengembangan kemampuan metakognitif (Gkhan dan Ayegl, 2009).
Faktor penting yang ditekankan dalam pengembangan metakognisi siswa adalah
implementasi pembelajarannya, dimana guru menanyakan pertanyaan metakognitif yang
akan memimpin kesadaran siswa untuk bertanya pada dirinya sendiri tentang materi yang
sedang dipelajari. Ketika siswa bertanya pada dirinya sendiri dan berhasil menjawab
pertanyaan tersebut, dapat dikatakan bahwa siswa telah mampu melibatkan metakognisi

dalam proses pembelajaran. Pada saat siswa terbiasa dengan pertanyaan metakognitif yang
diajukan oleh guru, diharapkan siswa akan secara alami selalu berusaha bertanya pada dirinya
sendiri yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dalam pembelajaran (Anggo, M. et
al : 2015). Hal tersebut berindikasi pada munculnya semangat siswa ketika belajar untuk
memahami materi maupun setiap langkah pelajaran untuk memecahkan suatu permasalahan
matematika yang didasarkan pada kesadaran dan proses berpikir.
Murni

(2010)

dalam

Seminar

Matematika

dan

Pendidikan

Matematika,

mengilustrasikan proses metakognitif siswa dalam pemecahan masalah ke beberapa tahap.


Pembelajaran matematika sebaiknya diawali dengan sajian masalah maka dalam
pembelajaran matematika perlu menumbuhkan perilaku metakognitif. Pembelajaran
matematika yang menumbuhkan perilaku metakognitif adalah melaksanakan pembelajaran
matematika dengan menumbuhkan kesadaran dan pengetahuan siswa terhadap proses dan
aktivitas berpikirnya pada setiap fase pemecahan masalah matematika melalui tahapan, antara
lain : 1) tahap pemahaman masalah; 2) tahap merencanakan pemecahan; 3) tahap
melaksanakan pemecahan sesuai rencana; 4) tahap menaksirkan.
Tahap memahami masalah merupakan fase dasar untuk menentukan berhasil atau
tidaknya masalah dipecahkan. Dalam tahap ini siswa harus memiliki pertanyaan terhadap
dirinya sendiri, misal Apa makna soal ini?, Konsep apa yang harus saya gunakan untuk
menyelesaikan soal ini?, Informasi apa saja yang saya butuhkan?. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan membangun metakognisi siswa. Kemudian pada tahapan selanjutnya terjadi
peran metakognisi dalam pengendalikan kognitif, yaitu bagaimana siswa dapat menggunakan
pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah sesuai yang diketahui.
Gkhan dan Ayegl (2009) juga menyatakan bahwa ada peningkatan kemampuan
pemecahan masalah terhadap siswa yang terkena instruksi strategi metakognitif. Dalam hal
ini, metakognisi dapat digunakan sebagai alat yang berguna untuk mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah yang memainkan peranan penting dalam pengembangan
akademik siswa. Hasil penelitiannya pun menunjukkan bahwa mendukung siswa dengan
pertanyan mengenai proses berpikir mereka sendiri selama proses memecahkan masalah,
dapat memicu perilaku metakognitif.
Inam (2016) dalam penelitiannya, menyatakan bahwa pada pemecahan masalah
Geometri Euclid terlihat para responden yang memiliki kesadaran untuk merencanakan dan
melakukan pemecahan masalah ada diantara kategori tinggi dan sedang. Responden
menyadarinya dengan cara menuliskan hal yang diketahui dan masalah yang dipecahkan.
Tiga kelompok dalam penelitian, yaitu rendah, tengah, dan tinggi, memiliki kesadaran dalam

pemecahan masalahnya kecuali yang berada di bawah kategori rendah. Mereka memiliki
sangat sedikit kesadaran atau tidak sama sekali mengenai apa yang harus dilakukan untuk
memecahkan masalah mereka. Hal ini didukung dengan analisis hasil tes mereka melalui
wawancara untuk mengetahui kondisi responden yang sebenarnya.
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa aspek kesadaran yang merupakan bagian
dari aspek metakognitif pendekatan pemecahan masalah menunjukkan bahwa responden
benar-benar sadar dengan rencananya dan yang harus direncanakan pada pemecahan masalah,
kecuali yang berada pada kategori di bawah rendah, yang menujukkan kurang memiliki
kesadaran tentang apa yang harus mereka lakukan.
KESIMPULAN
Dari beberapa penelitian yang menunjukkan peranan kemampuan metakognitif dalam proses
pemecahan masalah oleh siswa, dapat disimpulkan bahwa kemampuan metakognitif siswa
mempengaruhi hasil pembelajarannya, terutama dalam hal pemecahan masalah. Siswa
dengan kemampuan metakognitif yang tinggi mengetahui prosedur yang harus dilakukan.
Sedangkan siswa dengan kemampuan metakognitif yang belum maksimal akan mengalami
kesulitan.
Pengembangan metakognitif dapat dilakukan dengan pembelajaran matematika yang
berbasis pemecahan masalah. Guru harus mendukung pembelajaran siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai proses berpikir selama memecahkan masalah.
Siswa akan mencari, mengolah, dan menggunakan informasi yang didapatkan sendiri dan
kemudian hal tersebut akan memicu perilaku metakognitif.

DAFTAR PUSTAKA
Anggo, M. et al. 2015. Metacognitive Strategies on Mathematics Learning to Improve
Student Enviromental Awareness. International Journal of Education and Research,
Vol. 3 No. 4 April 2015. http://www.ijern.com/
Gkhan dan Ayegl. 2009. The Effect of Metacognitive Strategy Training on Mathematical
Problem Solving Achievement. International Electronic Journal of Elementary
Education. Vol.1, Issue 2, March, 2009. http://www.iejee.com/
Inam, Akhsanul. 2016. Euclidean Geometry's Problem Solving Based on Metacognitive in
Aspect of Awareness. International Electronic Journal of Mathematics Education. Vol.
11 No. 4, 961-974. http://www.iejme.com/
Murni, Atma. 2010. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis
Masalah

Kontekstual.

Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika

(Yogyakarta, 27 November 2010)


Risnanosanti. 2008. Melatih Kemampuan Metakognitif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. (Yogyakarta)
Shamamura, Arthur P. 2008. A Neurocognitive Approach to Metacognitive Monitoring and
Control. Erlbhaum Publisher:Mahwah, NJ. http://www.socrates.berkeley.edu/
Putri, Riandani S. et al. 2005. Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Berbasis Polya Subpokok Bahasan Garis dan
Sudut Kelas VII-C di SMP Negeri 1 Genteng Banyuwangi. Artikel Ilmiah Mahasiswa.
II (1): 1-7. http://www.repository.unej.ac.id/
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta:Grasindo
Victor, A.M. (2004). The Effects of Metacognitive Instruction on The Planning and Academic
Achievement of First and Second Grade Children. (Doctoral Thesis). Chicago, IL:
Graduate College of the Illinois Istitute of Technology. http://www.sciepub.com/

Anda mungkin juga menyukai