Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan
HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17
pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis
penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel
tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid,
diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram
negatif Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga
mempunyai reaksi silang dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap
Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada
membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan
yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang
bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya
penyakit tiroid otoimun. Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam
pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T
suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga
diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun sampai saat ini
belum ada hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan
dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan
tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast
dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata,
proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin
didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya
akumulasi glikosaminoglikans .
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin,
seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas
katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan
reseptor katekolamin didalam otot jantung.(2)
infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang
ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura
palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam
mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. (3) Gambaran klinik klasik
dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan
eksoftalmus. (5)
Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid
Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :
Kelas Uraian
0 Tidak ada gejala dan tanda
1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)
2 Perubahan jaringan lunak orbita
3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)
4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular
5 Perubahan pada kornea (keratitis)
6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)
Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan awal
tirotoksikosis Graves yang dapat sembuh spontan bila keadaan tirotoksikosisnya
diobati secara adekuat.
Pada Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita.
Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema periorbita,
kongesti dan pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).
Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel
exophthalmometer.
Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif
terutama pada musculus rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran
menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis, maka
akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.
Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).