Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi
personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun
perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam
penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
peradilan.1
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada
jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan
kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak
korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Pada kasus
kasus seperti tersebut identifikasi menjadi sangat penting mengingat
penyidikan akan menjadi sulit kalau identitas korban tidak diketahui lebih
dahulu. Dan salah satu identifikasi yang paling penting adalah umur.1
Untuk kepentingan menghadapi kasus-kasus forensik, maka penentuan
atau lebih tepatnya perkiraan umur, dibagi dalam tiga fase, yaitu : bayi yang
baru dilahirkan, anak-anak dan dewasa sampai umur 30 tahun dan dewasa
diatas 30 tahun.2
Salah satunya banyak prosedur dapat ditempuh dalam menentukan
umur seseorang antara lain dari penutupan sutura tengkorak, penyatuan

epifisis, dan diafisis tulang panjang, permukaan simfisis pubis serta dari gigi
geligi seseorang.3
Mengingat besarnya manfaat indentifikasi umur penting dalam
pemeriksaan forensik maka mendorong penulis untuk membahas masalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang tersebut diatas, dibuatlah rumusan masalah
1. Bagaimana cara untuk menentukan perkiraan umur pada fase umur yang
berbeda-beda.
2. Metode pemeriksaan apa saja yang dapat digunakan untuk menentukan
umur.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui metode pemeriksaan apa saja yang dapat digunakan untuk
memperkirakan umur pada jenazah yang tidak diketahui identitasnya.

1.3.2

Tujuan Khusus
a. Diketahuinya metode pemeriksaan unutk menentukan perkiraan
umur.
b. Diketahui jenis pemeriksaan perkiraan umur untuk umur anak baru
lahir.
c. Diketahui jenis pemeriksaan perkiraan umur pada kelompok anakanak dan dewasa dibawah 30 tahun.

d. Diketahui jenis pemeriksaan perkiraan umur pada kelompok


dewasa diatas 30 tahun.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Menambah pengetahuan mahasiswa kedokteran tentang perkiraan umur
pada jenazah tanpa identitas.
b. Memberikan

masukan

pada

pihak-pihak

yang

terlibat

pemeriksaan apa saja yang digunakan untuk memperkirakan umur.

tentang

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Identifikasi


Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap seseorang baik masih hidup
dan utuh maupun telah meninggal dan tinggal sisa jaringan.
Metode dan Proses Identifikasi, dikenal 2 metode pokok identifikasi yaitu:4
A.

Metode Sederhana
1. Visual
2. Pemilikan (perhiasaan dan pakaian)
3. Dokumentasi

B.

Metode Ilmiah
1. Sidik jari
2. Medik : serologi
3. Odontologi
4. Antropologi
5. Biologi
Pada prinsipnya pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai

metode mulai dari yang sederhana sampai yang rumit.


A. Metode Sederhana
Cara visual dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini
mudah karena identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa
profil tubuh / muka. Cara ini tidak dapat diterapkan terutama bila mayat

telah busuk, terbakar, mutilasi dan cara pengenalan oleh keluarga harus
memperhatikan faktor psikologi ( keluarga, sedang stress, berduka,
sedih dan lain-lain).
Melalui kepemilikan identitas cukup dapat dipercaya terutama bila
kepemilikan tersebut ( pakaian, perhiasaan, surat jati diri ) masih
melekat pada tubuh korban.
Dokumentasi ( KTP, SIM, Pasport dan lain-lain)

B. Metode Ilmiah
Cara-cara ini sekarang berkembang dengan pesat, berbagai disiplin
ilmu ternyata dapat dimanfaatkan untuk identifikasi korban tidak dikenal.
Dengan metode ilmiah ini di dapat akurasi yang sangat tinggi juga dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum.
Metode ilmiah yang paling mutakhir saat ini adalah DNA profiling
(sidik jari DNA). Cara ini banyak mempunyai keunggulan-keunggulan
tetapi memerlukan pengetahuan dan sarana yang canggih dan mahal.
Dalam melakukan identifikasi selalu diusahakan cara-cara yang mudah
dan tidak rumit. Apabila dengan cara yang mudah tidak bisa, baru
meningkat ke cara yang rumit. Selanjutnya dalam melakukan identifikasi
tidak hanya menggunakan satu cara saja, segala cara yang mungkin
dilakukan harus diperiksa, hal ini penting karena semakin banyak
kesamaan yang ditemukan semakin akurat. Identifikasi tersebut minimal
harus menggunakan 2 cara. Pada prinsipnya proses identifikasi mudah

yaitu hanya membandingkan data-data tersangka korban dengan data dari


korban tak dikenal, semakin banyak kecocokan semakin tinggi akuratnya.
Gigi

merupakan

suatu

sarana

identifikasi

yang

dapat

dipercaya,khususnya bila rekam dan foto gigi pada waktu hidup pernah
dibuat. Pemeriksaan gigi ini penting khususnya pada keadaan mayat yang
sudah membusuk atau rusak, seperti halnya peristiwa kebakaran.
Penentuan umur berdasarkan jumlah dan jenis gigi hanya dapat
ditentukan secara umum sampai umur 17-25 tahun. Diatas umur ini yang
diperhatikan adalah keausan gigi (atrisi), warna dan lain-lain.
Gustafson menemukan formula penentuan umur diatas 18-20 tahun
berdasarkan adanya perubahan gigi karena penuaan dan pembusukan gigi
(aging and decaying changes). Perubahan ini meliputi atrisi, periodontosis,
dentin sekunder, resorbsi akar, aposisi sementum dan transparansi akar
gigi. Formula Gustafson ini hanya dapat dipakai untuk penentuan umur
pada orang yang telah meninggal, karena gigi harus dicabut dari socket
gigi, kecuali pada orang hidup pengamatan atrisi dan periodontasis dapat
dilakukan tanpa pencabutan gigi.
Penentuan umur dari gigi, misalnya gigi molar permanen pertama
sudah tampak erupsi, maka diperkirakan umur si anak berkisar 6-7 tahun.
Bila tampak gigi permanen kedua erupsi, maka diperkirakan umur anak
berkisar 12-14 tahu. Erupsi gigi molar III tidak pasti kapan, biasanya
antara umur 17-25 tahun.

Dalam melaksanakan

identifikasi manusia melalui gigi, kita

dapatkan 2 kemungkinan :
a. Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi
atau menyempitkan identifikasi.
Informasi yang dapat diperoleh antara lain mengenai :
1)

Umur

2)

Jenis kelamin

3)

Ras

4)

Golongan darah

5)

Bentuk wajah

6)

DNA
Dengan adanya infomasi mengenai perkiraan batas-batas umur

korban misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada data-data orang


hilang yang berada disekitar umur korban. Dengan demikian penyidikan
akan menjadi lebih terarah.
b. Mencari ciri-ciri merupakan tanda khusus pada korban tersebut.
Disini dicatat ciri-ciri yang diharapkan dapat menentukan
identifikasi seseorang secara lebih akurat dari pada sekedar mencari
informasi tentang umur/jenis kelamin. Ciri-ciri demikian antara lain :
misalnya ada gigi yang dibungkus logam, ada sejumlah gigi yang
ompong atau patah, atau lubang pada bagian depan yang segera dapat
dikenali oleh kenalan/teman dekat/keluarga korban. Disamping ciri-ciri
demikian, juga dapat dilakukan pencocokan antara tengkorak korban

dengan foto korban pada masa hidupnya. Metode yang digunakan


dikenal sebagai metode superimposing untuk membandingkan antara
tengkorak korban dengan foto semasa hidup.
c. Identifikasi dengan teknik superimposisi.
Superimposisi

adalah

suatu

sistim

pemeriksaan

untuk

menentukan jati diri seseorang dengan membandingkan korban semasa


hidup dengan kerangka (tengkorak) yang ditemukan.
Kesulitan-kesulitan dalam teknik superimposisi adalah :
1. Korban tidak pernah membuat foto semasa hidup.
2. Foto korban harus baik posisi maupun kualitasnya.
3. Tengkorak yang ditemukan sudah hancur dan tidak berbentuk lagi.
4. Kesulitan proses kamar gelap (studio foto) membutuhkan banyak
biaya.

2.2 Penentuan Umur Jenazah1


Untuk kepentingan menghadapi kasus-kasus forensik, maka penentuan
atau lebih tepatnya perkiraan umur, dibagi dalam tiga fase, yaitu :
2.2.1 Bayi yang Baru Dilahirkan
Perkiraan umur bayi sangat penting bila dikaitkan dengan kasus
pembunuhan anak, dalam hal ini penentuan umur kehamilan (maturitas), dan
viabilitas. Kriteria yang umum dipakai adalah : berat badan ; tinggi badan dan
pusat pusat penulangan. Tinggi badan mempunyai nilai lebih bila
dibandingkan dengan berat badan di dalam hal perkiraan umur.

Tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai ke tumit (crown-heel),


dapat digunakan untuk perkiraan umur menurut rumus dari HAASE. Cara
pengukuran lain yaitu dari puncak kepala ke tulang ekor (Crown-rup),
dipergunakan oleh STREETER.
Pusat

penulangan

yang

paling

bermakna

di

dalam

upaya

memperkirakan umur adalah pusat penulangan pada bagian distal tulang paha
(Os.femoris). Pemeriksaan dengan sinar-X, dapat membantu untuk menilai
timbulnya epiphyses dan fusinya dengan diaphyses.
A. Umur Bayi Intra Dan Ekstra Uterin
Penentuan umur janin/embrio dalam kandungan rumus De Haas,
adalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat
umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.
Tabel 1. Rumus De Haas
Umur (bulan)
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
5 bulan
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan

Panjang badan (kepala-tumit)


1 x 1 = 1 (cm)
2 x 2 = 4 (cm)
3 x 3 = 9 (cm)
4 x 4 = 16 (cm)
5 x 5 = 25 (cm)
6 x 5 = 30 (cm)
7 x 5 = 35 (cm)
8 x 5 = 40 (cm)
9 x 5 = 45 (cm)

Tabel 2 : Perkiraan Umur Janin Dapat Pula Dilakukan Dengan Melihat


Pusat Penulangan (Ossificatiom Centers) Sebagai Berikut :
Pusat penulangan pada :
Klavikula
Tulang panjang
Iskium

Umur (bulan)
1,5
2
3

10

Pubis
Kalkaneus
Manubrium sterni
Talus
Sternum bawah
Distal femur
Proksimal tibia
Kuboid

4
5-6
6
Akhir 7
Akhir 8
Akhir 9 / setelah lahir
Akhir 9 / setelah lahir
Akhir 9 / setelah lahir bayi wanita lebih cepat

2.2.2 Anak Anak Dan Dewasa Sampai Umur 30 Tahun


Saat terjadinya unifikasi dari diapphyses memberi hasil dalam bentuk
perkiraan. Persambungan spne-occipital terjadi dalam 17-25 tahun. Pada
wanita saat persambungan tersebut antara 17-20 tahun. Tulang selangka
merupakan tulang panjang yang terakhir mengalami unifikasi. Unifikasi
dimulai pada umur 18-25 tahun, dan mungkin tidak lengkap sampai 25-30
tahun. Dalam usia 31 tahun ke atas unifikasi menjadi lengkap.
Tulang belakang (ossis vertebrae), sebelum 30 tahun akan menunjukkan
alur-alur yang dalam yang berjalan radier pada bagian permukaan atas dan
bawah; dalam hal ini corpus vertebraenya.

2.2.3 Dewasa Diatas 30 Tahun


Perkiraan umur dilakukan dengan memeriksa tengkorak, yaitu suturasuturanya. Penutupan pada bagian tabula interna biasanya mendahului tabula
ekterna. Sutura sagitalis, coronarius dan sutura lamboideus mulai menutup
pada umur 20-30 tahun. Lima tahun berikutnya terjadinya penutupan sutura
parieto-mastoid dan sutura squamaeus tetapi dapat juga tetap terbuka atau

11

menutup sebagian pada umur 60 tahun. Sutura spheno-parietal umumnya


tidak akan menutup sampai umur 70 tahun.

2.3 Perkiraan Umur Berdasarkan Pemeriksaan Luar


2.3.1 Tanda - Tanda Pertumbuhan Seks Sekunder
A.

Perubahan Fisik Yang Terjadi Selama Pubertas Pada Pria5


Perkembangan kelamin pria dapat dibagi menjadi beberapa tahap,

yaitu:
Tahap Infantil, mulai dari lahir sampai perkembangan testis ke
arah pubertas. Tahap kedua berupa pembesaran testis dan skrotum
dengan perubahan warna skrotum yang semakin merah dan perubahan
tekstur kulitnya. Kemudian tahap bertambahnya panjang dan diameter
penis disertai perkembangan lebih lanjut dari testis sampai kemudian
glans penis menjadi sempurna. Dan tahap terakhir adalah tahap dimana
bentuk dan ukuran alat kelamin telah sama dengan orang dewasa.
Anak pria mencapai tahap dua pada usia 11-12 tahun dan tahap
terakhir dicapai dalam usia 15-16 tahun. Pertumbuhan sifat seks
sekunder pada remaja pria, perubahan yang terjadi adalah bertambah
besarnya testis (buah zakar) dan penis, tumbuhnya kumis dan bulu
ketiak serta suar yang menjadi besar.

12

Gambar 1 Seks Sekunder pada Pria6


Sumber: Putz R, Pabst R. Jilid 1 Atlas Anatomi Sobotta Edisi 21. 2003. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

B. Perubahan Fisik Yang Terjadi Selama Pubertas Pada Wanita 7


Untuk mempermudah pemahaman mengenai perubahan fisik
yang terjadi selama pubertas pada wanita, Tanner menggolongkannya
menjadi beberapa tahapan yang ditandai dengan dari T1 (Tanner 1)
sampai T5.
Tabel 3 : Perubahan Fisik Yang Terjadi Selama Pubertas Pada Wanita

13

Tanner Perkiraan
(T)
usia

10 tahun

Telarche

Elevasi puting Tidak ada

atau kurang susu, areola


1

Kecepatan
Lain-lain
pertumbuhan
tinggi
badan/tahun
5-6 cm
Adrenarche

rambut, atau ada

masih sejajar

rambut namun

dengan

bentuknya

permukaan

seperti vilus

10-11,5

dada
Tunas payudara Rambut jarang, 7-8 cm

Pembesaran

tahun

bisa teraba,

sedikit

klitoris,

areola

berpigmentasi

pigmentasi

11,5-13

membesar
Payudara

Menjadi lebih

labia
Acne

tahun

melebar

kasar, gelap,

8 cm

vulgaris,

melebihi batas dan keriting


areola
13-15 tahun Putting susu

Tipe dewasa,

rambut aksila
<7cm

Menarche

15 tahun

sebatas pubis
Integrasi puting Tipe dewasa

Mencapai

Organ genital

atau lebih

susu

tinggi

dewasa

berada di atas namun

Pubarche

bukit areola

penyebarannya

dan

penyebarannya maksimal pada


hingga ke paha usia 16 tahun
sebelah dalam

14

Gambar 26

Gambar 38

Seks Sekunder pada Wanita


Sumber:
2. Putz R, Pabst R. Jilid 1 Atlas Anatomi Sobotta Edisi 21. 2003. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
3. http://www.thesisfull.com/wp-content/uploads/2010/01/618428-231x300.gif

2.3.2 Kornea (Cornea)9


Arkus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea) merupakan manifestasi
proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis
ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi
masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi lemak yang berwarna keputihan,

15

berbentuk cincin dibagian tepi kornea. Mula-mula timbulnya dibagian inferior


kemudian diikuti bagian superior berlangsung luas dan akhirnya berbentuk
cincin (anulus senilis).
Etiologi arkus senilis diduga ada hubungannya denga peningkatan
kolesterol dan low density lipoprotein (LDL). Bahan yang membentuk cincin
tersebut terdiri dari ester kolesterol, kolesterol dan gliserid. Arkus senilis
mulai dijumpai pada usia 4060 tahun dan terjadi pada hampir pada semua
orang yang berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya
dibanding wanita.

Gambar 4 Arcus Senilis10


Sumber:

What

is

Arcus

Senilis?

Available

from:

http://health.learninginfo.org/arcus-senilis.htm. Diunduh tanggal 3 Agustus 2010.


2.4 Perkiraan Umur Jenazah Berdasarkan Pemeriksaan Dalam
2.4.1 Perkiraan Umur Jenazah Berdasarkan Tulang11
Perkiraan umur berdasarkan tulang dipengaruhi oleh banyak faktor,
dan merupakan bagian yang sangat rumit dalam bidang osteologi forensik.
Cara membedakan umur didasarkan oleh dua fakta yang penting: (1) Tulang

16

yang masih berkembang menunjukkan penutupan lempeng epifisis yang


bervariasi, sama halnya dengan perkiraan erupsi gigi susu dan gigi permanen.
(2) Jika perkembangan telah selesai (biasanya umur 18 sampai 25 tahun)
tulang-tulang memperlihatkan tanda-tanda perubahan tulang degeneratif.
A. Perkiraan Umur Pada Subadult
Membedakan umur pada infant dan anak-anak merupakan sesuatu
yang sangat rumit dan lebih baik dilakukan dengan mengukur tulang-tulang
panjang. Awal dari fusi epifisis, yang umumnya dimulai pada dekade kedua
kehidupan, bisa digunakan untuk memperkirakan umur. Hal ini berdasarkan
fakta bahwa epifisis pada berbagai daerah-daerah anatomis berfusi pada umur
yang berbeda-beda. Tabel 2 memberikan informasi tentang fusi epifisis.
Saat mempelajari penutupan epifisis tulang-tulang panjang pada
subadult, seseorang harus mengenali beberapa fakta. Pertama, tingkat
penutupan epifisis sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin; wanita biasanya
mengalami penutupan epifisis pada tangan dan pergelangan tangan 25 persen
lebih cepat daripada laki-laki. Pada batang tubuh penutupan epifisis lebih
cepat 2 tahun pada wanita. Karena itu, kita harus menentukan jenis kelamin
dulu sebelum menentukan umur, atau mengambil range perkiraan umur yang
cukup luas, baik untuk kedua jenis kelamin. Kedua, pemeriksaan
makroskopis dan radiologis harus digunakan dalam pemeriksaan epifisis
karena radiografi mungkin menunjukkan adanya epifisis yang belum berfusi
daripada pemeriksaan langsung. Ketiga, adanya variasi yang sangat banyak
pada fusi epifisis, walaupun pada orang dengan umur, ras dan jenis kelamin

17

yang sama. Tabel 2 bisa digunakan sebagai perbandingan untuk


memperkirakan umur pada sisa-sisa jenazah subadult
.
Tabel 4 : Umur Ketika Terjadi Fusi Awal pada Beberapa Epifisis
Epifisis

Umur pada fusi awal


Laki-laki

Perempuan

Klavikula: ujung medial

18-22

17-21

Skapula: proses akromial

14-22

13-20

Humerus: kepala

14-21

14-20

2-4

2-4

Trochlea

11-15

9-13

Epikondilus lateral

11-17

10-14

Epikondilus medial

15-18

13-15

Radius: kepala

14-19

13-16

Ujung distal

16-20

16-19

Ulna: ujung distal

18-20

16-19

Ilium: crest ilium

17-20

17-19

7-9

7-9

Tuberositas ischia

17-22

16-20

Femur: kepala

15-18

13-17

Trochanter besar

16-18

13-17

Trochanter kecil

15-17

13-17

Ujung distal

14-19

14-17

Tibia: ujung proksimal

15-19

14-17

Tuberkel besar

Ischium: pubis

18

Ujung distal

14-18

14-16

Fibula: ujung proksimal

14-20

14-18

Ujung distal

14-18

13-16

Petunjuk pertama dalam pemeriksaan sisa-sisa jenazah subadult


adalah adanya tonjolan yang jelas pada permukaan epifisis. Permukaan ini,
misalnya pada batas epifisis vertebra lumbar anak-anak Gambar 5, tampak
agak berkeriput.
Gambar 6 memperlihatkan humerus secara berurutan berdasarkan
umur. Dari kanan ke kiri terlihat humerus anak umur 5 tahun, 13 tahun, dan
orang dewasa.
5

Gambar 5 Vertebra Lumbar Anak

Gambar 6 Humerus

Sumber: Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and


Practice. 2005. USA: Elsevier Academic Press.

19

Humerus proksimal diperlihatkan pada Gambar 7 berasal dari seorang


laki-laki. Sudah terjadi fusi epifisis sebanyak sepertiga hingga tiga per
empatnya, menunjukkan umur saat kematian dari ujung epifisis humerus.
Sakrum pada Gambar 8 hanya menunjukkan fusi pada sendi S1, S2, dan S5,
walaupun begitu, umurnya masih di bawah 24 tahun. Sayap ilium pada
Gambar 9 menunjukkan retakan yang lurus-bergelombang sepanjang batas
luar. Hal ini merupakan batas epifisis pada crista iliaca dan biasanya berarti
bahwa orang tersebut berumur dua puluh tahun atau kurang ketika dia
meninggal. Acetabulum yang patah pada Gambar 10 merupakan contoh dari
tulang panggul anak normal. Ilium, ischium, dan bagian pubis dari tulang
terpisah satu sama lain pada acetabulum oleh kartilago berbentuk huruf Y.
Kartilago ini baru mengalami osifikasi pada umur 9 sampai 12 tahun dan
osifikasi biasanya telah selesai pada umur 14-18 tahun. Spesimen ini berasal
dari anak berumur 9 tahun.
8

Gambar 7 Epifisis Humerus

Gambar 8 Sakrum

20

10

Gambar 9 Ilium

Gambar 10 Tulang Panggul Anak

Sumber: Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and


Practice. 2005. USA: Elsevier Academic Press.

B. Perkiraan Umur Pada Orang Dewasa


Seperti cara membedakan jenis kelamin, kami juga menemukan
pemeriksaan pelvis dan tengkorak yang merupakan indikator umur pada
tulang orang dewasa. Walaupun pemeriksaan tersebut tidak dapat
memberikan perkiraan umur pada jenazah, deteksi perubahan degeneratif
seperti arthritis atau osteoporosis dapat membantu dalam membedakan orang
muda dengan yang lebih tua.

1. Penutupan Sutura

21

Membedakan umur dengan melihat penutupan sutura (osifikasi


ligamen-ligamen sutura) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
memperkirakan umur. Sayangnya, teknik-teknik yang biasa digunakan untuk
menentukan karakteristik morfologis dari sutura bersamaan dengan aspek
ektokranialnya. Hal ini menimbulkan satu prinsip anatomis yang mendasar:
penutupan sutura dimulai dari aspek endokranial ke ektokranial. Walaupun
begitu, penelitian menyatakan bahwa ektokranium berpotensi untuk salah
dalam memperkirakan umur. Pernyataan ini didukung oleh Galera et al yang
penelitiannya

membandingkan

antara

963

tulang

tengkorak

yang

menunjukkan bahwa teknik-teknik yang berfokus pada penutupan sutura


endokranial lebih akurat dalam perkiraan umur saat kematian. Teknik apapun
yang digunakan, perbedaan yang jelas pada tingkat penutupan sutura
menunjukkan bahwa penelitian tentang kranium untuk memperkirakan umur
sedikit kurang reliabel daripada penelitian tentang tulang panggul.
Salah satu metode yang paling berguna untuk membedakan kranium
orang dewasa dengan yang belum dewasa adalah dengan pemeriksaan fusi
(synchondrosis) spheno-oksipital (basilar). Pada anak-anak dan dewasa muda,
pertemuan antara tulang sphlenoid dan oksipital berisi lempeng kartilago
kecil (Gambar 12). Seiring waktu, lempeng ini mengalami osifikasi (tapi
terkadang disebut sebagai synostosis; Gambar 11), dan biasanya pada umur
18-23 tahun (walaupun ada juga yang pada umur 13 tahun, sutura ini
menutup.

22

11

12

Gambar 11 dan 12 Sphlenoid-Oksipital


Sumber: Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and
Practice. 2005. USA: Elsevier Academic Press.

Panduan antropologi Standards for Data Collection from Human


Skeletal Remains (Standar untuk Pengumpulan Data dari Sisa-sisa Tulang
Manusia) membuat sebuah metode gabungan untuk penilaian penutupan
sutura cranial, yaitu dengan menggunakan metode dari Meindl dan Lovejoy,
teknik yang membedakan tingkat penutupan sutura di 17 tempat. Walaupun
metode Meindl/Lovejoy itu terbatas karena terfokus pada sutura ektokranial,
kami menganggap metode ini berguna untuk penelitian pertama untuk
memperkirakan umum pada sisa-sisa tulang manusia. Menggunakan Tabel 3
sampai 6, Gambar 13 sampai 16 bisa diberi skor sebagai berikut:

23

13

Gambar 13 Sutura Anak


15

Gambar 15 Sutura Dewasa Tua

14

Gambar 14 Sutura Dewasa Muda


16

Gambar 16 Sutura Lansia

Sumber: Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and


Practice. 2005. USA: Elsevier Academic Press.

Gambar 13 berasal dari seorang anak. Diberi skor 0


Gambar 14 berasal dari dewasa muda. Diberi skor 1
Gambar 15 berasal dari dewasa tua. Diberi skor 2
Gambar 16 berasal dari lansia. Diberi skor 3

24

Tabel 5 : Sistem Skor Penutupan Sutura


Skor

Sutura

Terbuka (Gambar 13)

Penutupan minimal (Gambar 14)

Penutupan signifikan (Gambar 15)

Tertutup sempurna (Gambar 16)

Tabel 5 : Patokan untuk Membedakan Pekiraan Umur dari Penutupan


Sutura
1. Midlambdoid (titik tengah dari sutura lambdoid kiri)
2. Lambda (pertengahan sutura sagittal dan lambdoid)
3. Obelion (titik temu dimana garis khayalan menghubungkan dua foramen
parietal di pertengahan garis tengah)
4. Sagittal anterior (sepertiga jarak antara bregma [pertengahan sutura coronal
dan sagittal] dan lambda)
5. Bregma
6. Midcoronal (titik tengah dari sutura coronal kiri)
7. Pterion (sutura berbentuk huruf H dimana tulang parietal, temporal,
sphlenoid, dan frontal di pertengahan tengkorak lateral)
8. Sphenofrontal (titik tengah sutura sphenofrontal kiri)
9. Inferior sphenotemporal (pertengahan sutura sphenotemporal kiri dengan garis
antara tuberkel artikular pada pertemuan temporomandibular)
10. Superior sphenotemporal (pada sutura sphenotemporal kiri, 2 cm di bawah
pertemuannya dengan tulang parietal)

25

Gambar 17 Batas-Batas Sutura12


Sumber:

Robbins

G.

Age

Estimation.

Available

from:

https://publicaffairs.llnl.gov/news/news_releases/2010/images/MCP2010.pdf.
Diunduh tanggal 27 Juli 2010.

Table 6 : Perkiraan Umur dari Jumlah Penutupan Sutura Kranial


Jumlah Skor

Umur rata-rata

Standar deviasi

1-2

30,5

9,6

3-6

34,7

7,8

7-11

39,4

9,1

12-15

45,2

12,6

16-18

48,8

10,5

19-20

51,5

12,6

26

21
Jumlah skor dari patokan 1-7

Tabel 7 : Perkiraan Umur dari Penutupan Sutura pada Kranium


Lateral Anterior
Jumlah Skor

Umur rata-rata Standar deviasi

32,0

8,3

36,2

6,2

3-5

41,1

10,0

43,4

10,7

7-8

45,5

8,9

9-10

51,9

12,5

11-14

56,2

8,5

15

Jumlah skor dari patokan 6-10

2. Simpisis Pubis
Semua

jenis

analisis

dari

simpisis

pubis

cenderung

tidak

memperhitungkan umur seseorang. Walaupun begitu, sistem yang diajukan


oleh Todd pada tahun 1921 (yang sering disebut sebagai metode Todd,
Gambar 22) telah diakui sebagai metode yang paling reliabel. Walaupun
terdapat metode Suchey-Brooks yang juga dapat digunakan, tapi metode ini
lebih sulit untuk dilakukan bagi pemula, dan memerlukan penjelasan yang
lebih rumit.

27

Gambar 18 Tulang Panggul13


Sumber: Rohen, Yokochi, Lutjen-Drecoll. Atlas Anatomi Manusia Kajian
Fotografik Tubuh Manusia Edisi 6. 2008. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

28

Gambar 19 Permukaan Simpisis Pubis Metode Suchey-Brooks (Perempuan)


Sumber:

Robbins

G.

Age

Estimation.

Available

from:

https://publicaffairs.llnl.gov/news/news_releases/2010/images/MCP2010.pdf.
Diunduh tanggal 27 Juli 2010.

Gambar 20 dan 21 memperlihatkan dua contoh foto dari sistem


analisis simpisis pubis oleh Todd. Untuk mempermudah pemeriksaan,
keduanya dari spesimen laki-laki dan pada bagian kiri tubuh. Gambar 20
merupakan contoh metode Todd fase 1 dan dari orang yang diperkirakan
berumur 18 atau 19 tahun. Gambar 21 merupakan contoh metode Todd fase
10 dan berasal dari orang yang berumur sekitar 50-an ke atas.

29

20

21

Gambar 20 Permukaan Simpisis Pubis 18-19 tahun


Gambar 21 Permukaan Simpisis Pubis 50 tahun ke atas
Sumber: Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and
Practice. 2005. USA: Elsevier Academic Press.

30

Gambar 22 Permukaan Simpisis Pubis Metode Todd (Laki-laki)


Sumber: Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and
Practice. 2005. USA: Elsevier Academic Press.

Metode Todd
Fase 1. Permukaan simpisis bergerigi, terbagi-bagi menjadi tonjolantonjolan horizontal yang dipisahkan oleh lembah-lembah yang berbatas tegas,
tanpa perbedaan ukuran yang nyata antara tonjolan atas dan bawah. Tidak
terdapat satu pun struktur-struktur sebagai berikut: fusi nodul-nodul dengan
permukaan, batas-batas yang tegas, atau pembentukan ekstremitas. (Umur,
18-19)

31

Fase 2. Permukaan simpisis masih bergerigi. Lembah-lembah


horizontal terisi oleh tulang yang baru dan bertekstur baik. Mungkin
ditemukan nodul-nodul tulang, yang berfusi dengan permukaan simpisis
bagian atas. Batas-batas dorsal mulai berkembang. Tidak ada batas-batas pada
ekstremitas. Sudut ventral sudah mulai muncul. (Umur, 20-21)
Fase 3. Permukaan simpisis menunjukkan hilangnya tonjolan-tonjolan
dan terbentuknya alur-alur. Terdapat batas dorsal, dengan jurang yang tajam.
Sudut ventral lebih menonjol. Tidak ada batas ekstremitas. (Umur, 22-24)
Fase 4. Peningkatan besar pada area sudut ventral. Berbarengan
dengan hilangnya tonjolan-tonjolan kecil dan formasi alur-alur pada
permukaan simfisis. Batas dorsal telah terbentuk. Mulai terjadi pembentukan
batas-batas pada ekstremitas bawah. (Umur, 25-26)
Fase 5. Sedikit perubahan pada permukaan simpisis dan platform
dorsal. Batas terbentuk lebih jelas dan dengan jurang yang semakin tajam.
Ekstremitas bawah terbentuk lebih baik. Ekstremitas atas terbentuk dengan
atau tanpa intervensi dari nodul tulang. (Umur, 27-30)
Fase 6. Peningkatan pembentukan ektremitas. Terjadi perkembangan
dan penyempurnaan batas ventral. Penampakan granular (seperti butiranbutiran) simpisis menunjukkan bahwa aktivitas belum selesai. Terjadi retensi
dari garis luar batas dorsal dan sedikit dari tonjolan dan alur-alur. Tidak ada
jurang dari batas ventral dan tidak ada peningkatan jurang pada batas dorsal.
(Umur, 30-35)

32

Fase 7. Permukaan dan aspek ventral berubah dari granular menjadi


bentuk yang lebih baik atau tulang padat. Terjadi sedikit perubahan pada
permukaan simpisis dan perubahan jelas terjadi pada aspek ventral. Tidak ada
pembentukan lingkar simpisis. Tidak ada osifikasi pada tendon dan perlekatan
ligamen. (Umur, 35-39)
Fase 8. Permukaan simpisis dan aspek ventral dari tulang pubis secara
umum menjadi halus dan tidak aktif. Pembentukan garis luar oval telah
selesai. Ekstremitas sudah dapat dibedakan dengan jelas. Tidak ada
lingkar/bingkai pada permukaan simpisis. Tidak ada jurang yang jelas pada
batas ventral ataupun dorsal.

Perkembangan osifikasi pada tendon dan

perlekatan ligamen terutama pada ligamen sacrum-tuberositas dan otot


gracilis. (Umur, 45-49)
Fase 9. Permukaan simpisis menunjukkan lingkar yang jelas. Batas
dorsal memiliki jurang yang seragam; batas ventral memiliki jurang yang
beragam.
Fase 10. Batas ventral mengalami erosi kurang lebih pada panjangnya,
berlanjut hingga ke permukaan simpisis. Terjadi penghalusan pada
permukaan dan osifikasi ireguler. Bentuk yang semakin tidak jelas meningkat
seiring dengan peningkatan umur. (Umur, 50 ke atas)

33

2.4.2 Perkiraan Umur Berdasarkan Gigi Geligi14


2.4.2.1 Anatomi dan Morfologi Gigi
Gigi manusia terdiri dari tiga
a. Akar gigi, yang berfungsi menopang gigi dan merupakan bagian
gigi yang terletak didalam tulang rahang.
b. Mahkota gigi yaitu bagian gigi yang berada diatas ginggiva.
c. Leher gigi, yaitu bagian yang menghubungkan akar gigi dengan
mahkota gigi.
A. Struktur Gigi
Badan dari gigi terdiri dari :
1. Email, merupakan jaringan keras yang mengelilingi mahkota gigi
dan berfungsi membentuk struktur luar mahkota gigi dan membuat
gigi tahan terhadap tekanan dan abrasi. Email tersusun dari mineral
anorganik terutama kalsium dan fosfor, zat organic dan air.
2. Dentin, merupakan bagian dalam struktur gigi yang terbanyak dan
berwarna kekuningan. Dentin bersifat lebih keras dari pada tulang
tetapi lebih lunak dari email. Dentin terdiri dari 70 % bahan
organic, terutama Kalsium dan fosfor serta 30 % bahan organic dan
air.
3. Sementum, merupakan jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi
dan menutup akar gigi. Sementum berfungsi sebagai tempat
melekatnya jaringan ikat yang memperkuat akar gigi pada alveolus.

34

Sementum lebih lunak dari dentin dan terdiri dari 50% bahan
organic berupa Kalsium dan Fosfor dan 50% bahan organic.
4. Pulpa, merupakan jaringan ikat longgar yang menempati bagian
ruang tengah pulpa dan akar gigi. Pada pulpa terkandung pembuluh
darah, syaraf, dan sel pembentuk dentin. Pulpa berisi nutrisi dan
berfungsi sebagai sensorik.

B. Morfologi gigi.
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Gigi susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9 bulan
dan lengkap pada umur 2 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari 5 gigi
pada setiap daerah rahang masing masing adalah : 2 gigi seri
(incicivus),1 gigi taring
2. Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi taring,
2 gigi premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah rahang. Gigi
permanen menggantikan gigi susu. Antara umur 6 14 tahun 20 gigi
susu diganti gigi permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi pada
umur 6 12 tahun sedangkan gigi molar 3 mulai erupsi pada umur 17
21 tahun.

35

2.4.2.2 Nomenklatur Gigi


Nomenklatur yang biasa dipakai adalah :
a. Cara Zsigmondy
b. Cara Palmer
c. Cara FID ( Federation Internationale Dentaire )
a. Cara Zsigmondy
Gigi susu
V IV III II I

I II III IV V

V IV III II I

I II III IV V

Gigi tetap
8764321

12345678

8764321

12345678

Contoh penulisan :
Vl : gigi susu m2 kanan atas

b. Cara Palmer
Gigi susu
EDCBA

AB C D E

EDCBA

AB C D E
Gigi tetap

8764321

12345678

8764321

12345678

36

Contoh penulisan :
E l : gigi susu m2 kanan atas

c. Cara FID ( Federation Internationale Dentaire )


Dengan menggunakan sistem 2 angka :
Gigi Tetap :
18 17 16 15 14 13 12 11

21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41

31 32 33 34 35 36 37 38

Gigi Susu
55 54 53 52 51

61 62 63 64 65

85 84 83 82 81

71 72 73 74 75

Contoh penulisan :
55

: gigi susu m2 kanan atas

36

: gigi tetap M1 kiri bawah

2.4.2.3 Identifikasi Forensik Odontologi


Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi
serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk
kepentingan peradilan.
Gigi, merupakan salah satu sarana identifikasi yang dapat
dipercaya, khususnya bila rekaman data gigi dan rontgen foto gigi

37

atau model cetakan gigi semasa hidup pernah dibuat dan disimpan
secara baik dan benar, karena gigi adalah bagian terkeras pada tubuh
manusia, yang komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali.
Sebagian besar kandungan gigi terdiri atas bahan anorganik sehingga
tidak mudah rusak. Selain itu,gigi terlindung karena berada dalam
rongga mulut dan dilingkupi oleh basahnya air liur. Dengan demikian,
gigi baru menjadi lapuk pada suhu 200 derajat Celcius dan baru
menjadi abu pada suhu 450 derajat Celcius.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki
keunggulan sebagai berikut:
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan
dan pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi
dan restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang
tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk
catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot
bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otototot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan
penelitian Sims (1972) kemungkinan dua orang identik data gigi

38

dan mulutnya adalah satu dalam dua miliar, sehingga hampir


mustahil ada dua orang yang sama kondisi giginya. Itu karena ratarata manusia mempunyai 32 gigi dengan bentuk yang jelas,
sedangkan masing-masing gigi mempunyai lima permukaan,
berarti dalam mulut ada 160 permukaan gigi dengan variasi
keadaan, mulai dari baik sampai rusak, sisa akar, penambalan,
pencabutan,gigi palsu, impant, dll. Namun, sebagai sarana
identifikasi, gigi juga memiliki kelemahan. Misalnya mayoritas
masyarakat Indonesia, jarang berobat ke dokter gigi. Dokter gigi
pun belum tentu melakukan penyimpanan data gigi yang tertata.
Akibatnya, ketika diperlukan sebagai pembanding data jika terjadi
suatu musibah, tidak dapat diperoleh data gigi yang tepat
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa
Haigh yang terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan
ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.

39

Gambar 23 Gigi15
Sumber: Julianti R, Lestari, Pratama R, Tambunan R, Agus NP. Peranan Forensik
Odontologi

dalam

Bencana

Massal.

2008.

Available

from:

http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/11/23/peranan-forensik-odontologidalam-bencana-masal/ Diunduh tanggal 28 Juli 2010.

Pada gambar menunjukkan bahwa gigi tetap dalam keadaan


utuh pada suhu yang tinggi, walaupun tubuh telah rusak, tetapi gigi
masih dapat diidentifikasi.
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari:
1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan
kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark).
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan
kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.

40

7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi


personal.

2.4.2.4 Perkembangan Gigi-Geligi


Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun.
Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang lebih
baik dari pada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa
pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6
intrauteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16 minggu dan berlanjut
setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress
metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini
akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin
di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap ada
walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan
mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah
pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini
umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan
melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line.
Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan
kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar
dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 16 tahun.
Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan

41

umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan


untuk penentuan perkembangan gigi.

Gambar 24 Gambaran X-Ray Gigi15


Sumber: Julianti R, Lestari, Pratama R, Tambunan R, Agus NP. Peranan Forensik
Odontologi

dalam

Bencana

Massal.

2008.

Available

from:

http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/11/23/peranan-forensik-odontologidalam-bencana-masal/ Diunduh tanggal 28 Juli 2010.

Gambar 24 memperlihatkan gambaran panoramic X-ray pada


anak-anak (a) gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan
gigi dan perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi
erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).
Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler
(b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.

42

Erupsi Gigi16
Perkembangan gigi-geligi berdasarkan umur secara umum sebagai berikut:

6 bulan - gigi susu pertama biasanya mulai muncul (gigi seri tengah
bawah yang pertama)

24 bulan - biasanya semua 20 gigi susu telah muncul

2-6 tahun hasil osifikasi dari akar gigi; gigi tidak mendapatkan yang
lebih besar

Saat anak tumbuh dan rahang bawah dan rahang atas mendapatkan lebih
besar, maka ruang antara gigi susu mulai terbentuk.

6 tahun - gigi permanen pertama (6 tahun - molar) muncul

6,5 tahun gigi susu mulai hilang (gigi seri tengah tersesat pertama)

6,5-11 tahun periode hilangannya gigi susu dan diganti dengan gigi
permanen

12 tahun gigi geraham kedua permanen (12-tahun- molar) muncul

18 tahun gigi geraham ketiga (gigi terakhir) mungkin muncul. Ini


adalah genetik gigi tidak stabil dan kemungkinan tidak pernah muncul
atau muncul setelah usia 18 tahun.
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari

perkembangan gigi molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah


melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui
terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini dapat
digunakan untuk aplikasi forensik.

43

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Penentuan Umur Berdasarkan Fase
Tulang manusia dan gigi dapat memberikan informasi penting bagi
perkiraan umur manusia. Namun signifikansi dari pemeriksaan tulang tergantung
pada besarnya penyebaran kelompok umur sehingga perlu dikelompokkan secara
terpisah menjadi kelompok anak baru lahir, anak-anak dan dewasa di bawah 30
tahun dan dewasa di atas 30 tahun.17
Pada fetus dan neonatus, perkiraan didasarkan pada inti penulangan yang
dapat dilihat melalui pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah
disusun tabel pembentukkan inti penulangan dari berbagai tulang, mulai dari
kehidupan intra uterine samapai pada kehidupan di luar kandungan. Pada anakanak dan adolescent sampai umur 20 tahun, yang paling berguna bagi penentuan
umur adalah penutupan epifise. Seperti diketahui bahwa penutupan epifise juga
mengikuti urutan kronologik. Memang tingkat ketelitiannya rendah sehingga
perlu dikombinasi dengan pemeriksaan lain.17
Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur
dengan menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapat
dipakai antara lain :

Penutupan sutura

Permukaan simfisis pubis

44

Penentuan umur dengan menganalisa jaringan yang akan tumbuh menjadi


gigi pada bayi di dalam kandungan mempunyai derajat keceramatan yang tinggi.
Sesudah dilahirkan penentuan umur dilakukan dengan mendasarkan pada
mineralisasi, pembentukan mahkota gigi, erupsi gigi dan resorbsi apicalis. Dengan
menggunakan formula matematik, Gustafson telah menyusun rumus dapat
digunakan untuk membantu menentukan umur melalui pemeriksaan gigi.17

3.1.2 Metode Pemeriksaan Untuk Menentukan Umur


A. Perkiraan umur dengan pemeriksaan luar
1. Arcus senilis
2. Pertumbuhan seks sekunder
3. Gigi - geligi
B. Perkiraan umur dengan pemeriksaan dalam
1. Penutupan sutura
2. Penutupan epifisis
3. Permukaan simfisis pubis

45

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Dokter
Diharapkan dengan adanya referat ini, dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi para dokter dalam menentukan umur suatu jenazah
berdasarkan identifikasi penutupan sutura tengkorak, penyatuan epifisis, dan
diafisis tulang panjang, permukaan simfisis pubis, gigi geligi dan pertumbuhan
seks sekunder serta tanda-tanda lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono, Dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama. 1997. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Universitas
Indonesia.
2. Idris AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. 1997. Jakarta:
Bina Rupa Aksara.
3. Widiastuti M. Perkiraan usia berdasarkan gambaran radiografis dari panjang
dan stadium pertumbuhan gigi molar 2 dan molar 3 rahang bawah. 1991.
Available at:

46

http://garuda.depdiknas.go.id/jurnal/detil/id/0:6525/q/pengarang:/20Mindya/2
0/offset/0/limit/2. Diunduh tanggal 30 Juli 2010.
4. Iqbal M. Identifikasi Korban Massal. Available from:
http://www.iqbaldctr2002.co.cc/2010/03/identifikasi-korban-massal.html.
Diunduh tanggal 1 Agustus 2010.
5. Perkembangan seksual pada pria. 2002. Available from:
http://cyberman.cbn.net.id/cbprtl/common/banner.aspx?
x=cyberman&amp;id=18. Diunduh tanggal 3 Agustus 2010.
6. Putz R, Pabst R. Jilid 1 Atlas Anatomi Sobotta Edisi 21. 2003. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Fisiologi pubertas pada wanita. Available from:
http://sectiocadaveris.wordpress.com/xmlrpc.php. Diunduh tanggal 3 Agustus
2010.
8. Available from: http://www.thesisfull.com/wpcontent/uploads/2010/01/618428-231x300.gif. Diunduh tanggal 3 Agustus
2010.
9. Tamtomo D. Perubahan Anatomik Organ Tubuh pada Penuaan. 2009.
Available from: http://pustaka.uns.ac.id/index.php. Diunduh tanggal 3 Agustus
2010.
10. What is Arcus Senilis? Available from: http://health.learninginfo.org/arcussenilis.htm. Diunduh tanggal 3 Agustus 2010.
11. Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic Pathology Principles and Practice.
2005. USA: Elsevier Academic Press.
12. Robbins G. Age Estimation. Available from:
https://publicaffairs.llnl.gov/news/news_releases/2010/images/MCP2010.pdf.
Diunduh tanggal 27 Juli 2010.
13. Rohen, Yokochi, Lutjen-Drecoll. Atlas Anatomi Manusia Kajian Fotografik
Tubuh Manusia Edisi 6. 2008. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
14. Odontologi. 2009. Available from:
http://bimaariotejo.wordpress.com/xmlrpc.php. Diunduh tanggal 26 Juli 2010.
15. Julianti R, Lestari, Pratama R, Tambunan R, Agus NP. Peranan Forensik
Odontologi dalam Bencana Massal. 2008. Available from:
http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/11/23/peranan-forensik-odontologidalam-bencana-masal/ Diunduh tanggal 28 Juli 2010.
16. Bass WM. Human Osteology. 1998. Columbia: Missouri Archaeological
Society, Inc.
17. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. 2004. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegara.

Anda mungkin juga menyukai