Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Keracunan makanan sering terjadi pada sejumlah orang setelah pesta,
karyawan perusahaan setelah menyantap makanan dari katering. Juga, keracunan
makanan pada sejumlah anak sekolah.1Dilaporkan pada tahun 2007 di Kota
Semarang terjadi 33 Kejadian Luar Biasa (KLB), dan 5 diantaranya disebabkan
oleh keracunan makanan.2
Seiring dengan kemajuan teknologi pangan yang pesat, industri makanan
kaleng pun bertumbuh di Indonesia.Makanan kaleng menjadi marak dicari karena
merupakan pilihan makanan yang praktis dan memiliki beragam variasi.Seiring
dengan meningkatnya tingkat kesibukan, masyarakat kurang mempedulikan
makanan yang mereka makan baik dari segi kebersihan, kesehatan, atau
kandungan

gizi

yang

terkandung

dalam

makanan.Mereka

memiliki

kecenderungan untuk memikirkan dari segi ekonomis dan kepraktisannya saja


sehingga keracunan akibat makanan kaleng sangat mungkin terjadi.
Dengan pengolahan yang aseptik, makanan kaleng memiliki daya simpan
yang lama, sekalipun tidak menggunakan bahan pengawet.Namun demikian,
makanan kaleng tetap mengalami penurunan mutu seiring dengan lamanya
penyimpanan.Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu
sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Bila menggunakan bahan
baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak

berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun.
Penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan.
Namun bila terjadi sebaliknya, bakteri akan tumbuh, berkembang biak dan
selanjutnya akan memproduksi racun.3 Pencemaran bahan makanan oleh bakteri
ini tidak selalu menyebabkan perubahan yang nyata terlihat, terasa oleh lidah
konsumen atau tercium oleh hidung, sehingga sering timbul akibat yang dapat
bersifat fatal.4

1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan keracunan makanan?
2. Bagaimana patogenesa dari keracunan makanan kaleng?
3. Bagaimana proses pengemasan makanan kaleng yang baik?
4. Bagaimana ciri-ciri makanan kaleng yang beracun?
5. Bagaimana pencegahan dan penanganan pada korban keracunan makanan
kaleng?
6. Apa tanda-tanda yang dapat ditemukan pada jenazah yang meninggal karena
keracunan makanan kaleng?
7. Bagaimana aspek legal dalam usaha mencegah maupun menindak adanya
makanan kaleng yang beracun?

1.3.TUJUAN PENELITIAN
1.3.1.Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai keracunan
makanan kaleng, cara identifikasi korban keracunan makanan kaleng, dan
mengenal aspek legal yang berhubungan dengan

1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari keracunan makanan secara klinis.
1

2. Mengetahui patogenesa dari keracunan makanan kaleng.


3. Mengetahui proses pengemasan makanan kaleng yang baik.
4. Mengetahui mengenai ciri-ciri makanan kaleng yang beracun.
5. Mengetahui pencegahan dan penanganan pada korban keracunan
makanan kaleng.
6. Mengetahui tanda-tanda yang dapat ditemukan pada jenazah yang

keracunan makanan kaleng.


7. Mengetahui aspek legal yang mencegah dan menindak keberadaan
makanan kaleng yang beracun.

1.4.MANFAAT
1. Menambah pengetahuan mengenai makanan kaleng yang beracun dan
hukum yang mengaturnyai.
2. Mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat keracunan makanan
kaleng

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
WHO Penyakit yang disebabkan oleh agen yang masuk ke tubuh melalui
makanan yang dikonsumsi yang pada harkekatnya telah terkontaminasi oleh agen
infeksius ataupun racun1.
CDC Penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman
yang terkontaminasi2.
Emedicine Keracunan makanan merupakan penyakit yang disebabkan makanan
atau minuman yang terkontaminasi, gejala yang paling sering adalah mual,
2

muntah, kram perut, dan diare yang muncul secara mendadak (dalam kurun waktu
48 jam)3
2.2 ETIOLOGI
Penyebab keracunan pada makanan kaleng dapat dibagi menjadi beberapa
kategori yaitu :
2.2.1.Keracunan akibat Mikroorganisme
Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan yang terdapat
di dalamnya dan mikroba perusak yang terlibat4.
Istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut
gangguan

yang

disebabkan

oleh

mikroorganisme., mencakup

gangguan-

gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organismeorganisme

tertentu

dan

gangguan-gangguan

akibat

terinfeksi organisme

penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa


tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan
suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat
mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan,
sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh
melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh
terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya4.
Tabel 1Keracunan Makanan Karena Bakteri4
Intoksikasi
Intoksikasi

Infeksi
Staphylococcus Salmonellosis: enterotoksin dan

(enterotoksin stafilococcus diproduksi sitotoksin dari Salmonella spp.

oleh S. aureus)
Botulism: neurotoksin diproduksi oleh

Clostridium perfringens: Enteroksin

Clostridium botulinum

Diproduksi selama sporulasi C.


perfringens tipe A dalam saluran
pencernaan
Bacillus cereus: enterotoksin
Diproduksi selama sel lisis dalam
saluran pencernaan
Escherichia coli enteropatogenik
Campylobacter jejuni, C.coli
Listeria monocytogenes
Yersiniosis
Shigellosis
Vibrio parachaemolyticuz

Secara umum keberadaan mikroorganisme di dalam makanan kaleng


memiliki arti adanya penurunan kualitas produk. Penurunan kualitas produk
makanan kaleng berakibat pada nilai produk itu sendiri seperti adanya perubahan
penampakan makanan misalnya menjadi hancur, keruh dan berwarna hitam.
Selain itu juga adanya perubahan bau dan rasa misalnya menjadi asam dan busuk
dan lain-lain. Disamping itu juga dapat berdampak pada kesehatan konsumen
apabila ditemukan mikroba-mikroba berbahaya atau penghasil racun.
2.2.2.Keracunan Akibat Bahan Kimia
2.2.2.1.Timah Putih (Sn)
Timah putih (Sn) baik dalam bentuk alloy maupun murni, sudah sejak lama
dikenal sebagai logam yang aman digunakan untuk menyiapkan dan mengemas
makanan. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang tahan korosi dan daya racunnya

kecil. Pada saat ini lebih dari 50% produksi Sn di dunia dipakai untuk melapisi
kaleng dalam pembuatan tin plate yang penggunaan utamanya untuk mengemas
makanan.5
Logam Sn yang merupakan logam dasar pembuat kemasan termasuk ke
dalam golongan logam berat, sehingga jika produk pangan kalengan
terkontaminasi oleh logam ini dan makanan itu dikonsumsi oleh manusia dapat
menimbulkan keracunan. Hal ini disebabkan toksikan dari logam berat
mempunyai kemampuan untuk berfungsi sebagai kofaktor enzim, akibatnya
enzim tidak dapat berfungsi sebagaimana biasanya sehingga reaksi metabolisme
terhambat.5
Dosis racun Sn untuk manusia adalah 5-7 mg/kg berat badan. Keracunan Sn
ditandai dengan mual-mual, muntah dan pada kadar keracunan yang tinggi dapat
menyebabkan kematian, tetapi jarang ditemukan adanya kasus keracunan Sn yang
serius. Konsumsi Sn dalam jumlah sedikit pada waktu yang panjang juga tidak
menimbulkan efek keracunan.5
Kontaminasi Sn ke dalam makanan dapat berasal dari peralatan pengolahan
atau dari bahan pengemas. Untuk memperkecil larutnya Sn ke dalam bahan
makanan maka digunakan enamel sebagai pelapis kaleng. Bahan-bahan makanan
yang mendapat perhatian khusus terhadap kontaminasi Sn adalah sayuran, buahbuahan (nanas, tomat, jamur, asparagus dan buah-buahan berwarna putih) yang
umumnya dikalengkan dalam kemasan kaleng tin plate tanpa enamel. Hal ini
disebabkan karena kontaminasi Sn dapat menurunkan penampilan produk yaitu

perubahan warna menjadil lebih gelap. Kandungan Sn dalam fraksi padatan dan
fraksi cairan dari makanan kaleng umumnya berbeda. Fraksi padatan pada
umumnya mengandung Sn lebih tinggi dibandingkan fraksi cairan, yang
kemungkinan disebabkan adanya komponen kimia tertentu dalam fraksi padatan
yang dapat mengikat Sn. Untuk komoditi yang terdiri dari fraksi padatan yang
dicampur dengan fraksi cairan seperti buah dalam kaleng yang diberi sirup gula,
maka penetapan kadar Sn dilakukan setelah kedua fraksi dicampur secara merata.
Tetapi jika komoditi tersebut yang dikonsumsi hanya fraksi padatannya saja seperi
jamur di dalam kaleng, maka penetapan kadar Sn dilakukan hanya terhadap fraksi
padatan saja.5
Hasil penelitian The National Foof Processors Association mengungkapkan,
kehadiran partikel Pb merupakan salah satu sumber kontaminasi di dalam produk
makanan/minuman yang dikalengkan. Keberadaan partikel Pb ini dapat berasal
dari kaleng yang dilakukan pematrian pada proses penyambungan antara kedua
bagian sisi dari tin plate untuk membentuk badan kaleng atau antara bagian badan
kaleng dan tutupnya yang dipatri. Gejala dan tanda-tanda secara klinis akibat
terpapar Pb yang timbul akan berbeda, seperti tersebut di bawah ini:
1. Terpapar secara akut
Timbal di udara yang dihirup manusia dapat menimbulkan gejala-gejala
seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual,
muntah-muntah.Sedangkan akibat yang lebih seperti sakit kepala, bingung
atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma. Pada anak-anak nafsu makan
berkurang, sakit perut dan muntah, bergerak terasa kaku, kelemahan, tidak

ingin bermain, peka terhadap rangsangan, sulit berbicara dan gangguan


pertumbuhan otak dan koma.6
2. Terpapar secara kronis
Keracunan Pb secara kronis berjalan lambat.Kelelahan, kelesuan, dan
iritabilitas merupakan tanda awal dari intoksikasi Pb secara kronis.Dan
paparan dengan dosis rendah sudah menimbulkan efek yang merugikan pada
perkembangan dan fungsi dari sistem saraf pusat. Gejala lainnya adalah
kehilangan libido, gangguan menstruasi, serta aborsi spontan pada wanita.
Berbagai upaya dan tindakan pengamanan perlu dilakukan dalam rangka
mencegah dan mengurangi pencemaran Pb, upaya tersebut di antaranya
adalah dengan menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau
tempat makanan atau minuman yang diduga mengandung Pb misalnya
keramik berglasur, wadah yang dipatri atau mengandung cat, dan lain-lain.6

2.3 Patogenesis
2.3.1 Masa Inkubasi
Penundaan waktu antara konsumsi dari makanan yang terkontaminasi dan
timbulnya gejala pertama dari penyakit disebut periode inkubasi. Ini berkisar
antara jam sampai hari (dan jarang sampai bulan atau tahun seperti pada kasus
Listeriosis atau penyakit Creutzfeldt-Jacob), tergantung pada agen, dan seberapa
banyak makanan dikonsumsi.

Jika gejalan timbul 1 6 jam setelah makan

makanan tersebut, diperkirakan diakibatkan karena toksin atau kimia dari bakteri
dibandingkan karena bakterianya sendiri.
Masa inkubasi dari penyakit karena makanan cenderung menyebabkan penderita
menganggap gejalanya disebabkan oleh stomach flu.
Selama masa inkubasi, mikroba melewati lambung ke dalam usus, menempel
pada

sel-sel

palisade

pada

dinding

intestine,

dan

mulai

untuk

bermultiplikasi.Beberapa tipe mikroba menetap di intestine, beberapa lainnya


menghasilkan tiksin yang diabsorbsi kedalam aliran darah, dan lainnya masuk
secara langsung kedalam jaringan yang lebih dalam.Gejala yang tampak tergantuk
pada tipe mikroba.
2.3.2 Dosis Infeksius
Dosis infeksius adalah jumlah agen yang harus dikonsumsi untuk memunculkan
gejala dari penyakit akibat makanan, dan bervariasi tergantung dari agen dan usia
konsumen dan kesehatan secara menyeluruh.

Pada kasus Salmonella jumlah

vaksin yang secara relative banyak, 1 juta sampai 1 miliar organism diperlukan
untuk menghasilkan gejala pada relawan yang sehat, karena Salmonella sangat
sensitive terhadap asam. Kadar pH lambung yang tinggi (kadar keasaman rendah)
sangat mengurangi jumlah bakteri yang diperlukan untuk menyebabkan gejala.
(x1,x2)

Tabel. 2 Waktu Inkubasi dan Gejala Penyakit yang Ditimbulkan oleh Bakteri
Patogen
Jenis
Bakteri
dan Waktu Inkubasi
Gejala
Penyakit
Clostridium botulinum
(Botulism)

12-36 jam, atau lebih Gangguan


lama
pencernaan akut
yang diikuti oleh
atau lebih pendek
pusing-pusing dan
muntah-muntah,
bisa
juga
diare,lelah, pening
dan sakit
kepala.
Gejala
lanjut konstifasi,
Double
fision,
kesulitan
menelan
dan
berbicara,
lidah
bisa
membengkak dan
tertutup,
beberapa
lumpuh,
kelumpuhan

otot
dan

bisa
menyebar
kehati
dan
saluran
pernafasan.
Kematian
bisa
terjadi dalam
waktu tiga sampai
enam hari.

Intoksikasi staphylococcus
aereus

1-7 jam, biasanya 2-4 Pusing, muntahjam


muntah,
kram
usus, diare
berdarah

dan

berlendir
beberapa

pada

kasus, sakit kepala,


kram otot,
berkeringat,
menggigil, detak
jantung
lemah,
pembengkakan
saluran pernafasan

Salmonella

12-36 jam

(Salmonellosis)

Pusing,
muntah,
perut

muntahsakit

bagian
diare.
kadang

bawah,
Kadang-

didahului
kepala
mengggil

Infeksi clostridium

8-24 jam,

perfringes

rata-rata 12

Campylobacter

sakit
dan

Sakit
perut
bagian
bawah
diare dan gas.

jam

Demam
dan
pusingpusing
jarang terjadi

2-3 hari tapi

Sakit
perut
bagian
bawah,
kram, diare,

bisa 7-10 hari

sakit
kepala,
demam,
dan
kadang-kadang
diare berdarah.

10

Infeksi vibrio para

2-48 jam,

haemolyticus

biasanya 12
jam

Sakit perut bagian


bawah,
diare
berdarah
dan
berlendir,
pusing, muntahmuntah,
demam
ringan,
menggigil,
sakit
kepala,
recoveri dalam 2-5
hari

Infeksi Escherichiacoli

Tipe invasif :

enteropatogenik

8-24 jam,
rata-rata 11
jam; tipe
enterksigenik :
8-44jam, ratarata 26 jam

Bacillus cereus

8-16 jam atau


1,5 - 5 jam

Tipe
invasif:
Panas
dingin,
sakit kepala,
kram usus, diare
berair
seperti
shigellosis;
tipe
enterotoksigenik:
diare, muntahmuntah, dehidrasi,
shock.

Pusing, kram usus,


diare
berair,
beberapa
muntah-muntah

Shigellosis (infeksi

1-7 hari,

shigella sonnei, S.

biasanya

flexneri,S.dysentriae,S.bod
yii)

kurang dari 4
hari

Kram usus,panas
dingin,diare berair
sering
kali
berdarah
dan
berlendir, sakit
kepala,

pusing,
11

dehidrasi

Yrsiniosis (Yersi-nia

24-36 jam

pseudotuberculosis,

atau lebih

Y.enterocolitica)

Sakit
bagian
demam,

perut
bawah,

menggigil,
sakit
kepala,
malaise,
diare,
muntah-muntah,
pusing,
pharingitis,
leukocytosis

Sterptococcus pyogenes

1-3 hari

Sakit
tenggorokan, sakit
pada waktu
menelan,
tonsilitis, demam
tinggi, sakit
kepala,
pusing,
muntah-muntah,
malaise,
rhinorrhea.

Siagian A. Mikroba patogen pada makanan dan sumber pencemarannya.


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2.3.3 Clostridium Botulinum
Patogenesis dari C. botulinum tergantung seluruhnya pada penghasilan neurotoxin
Gambar. ..

12

Pada manusia, toksin C. Botulinum menyebabkan penyakit dengan tiga cara:


keracunan makanan; botulisme luka, penyakit yang jarang akibat dari C.
botulinum yang berkembang biak dalam jaringan nekrotik dari sebuah luka; dan
botulisme pada bayi yang disebabkan ketika organism berkembang dan
menghasilkan toksin dalam usus bayi.
Dari port de entre ke dalam tubuh, toksin berjalan melalui darah dan sistem
limfatik (dan kemungkinan sistem saraf).Kemudian menetap pada saraf cranial
dan perifer, tetapi menimbulkan hampir semua efeknya pada sistem saraf
perifer.Toksin tampaknya melekat pada reseptor pada neuromuscular junctions
dari saraf parasimpatik, dan menghambat pengeluaran acetylcholine pada sinaps
kolinergik perifer.Hasilnya adalah paralisis otot flaccid.

13

Saraf cranial terpengaruh pertama kali, berlanjut pada penurunan, simetris


paralisis dari saraf motorik.Keterlibatan awal dari saraf cranial menyebabkan
masalah pada penglihatan, pendengaran, dan bicara.

Penglihatan ganda dan

kabur, pupil dilatasi, dan bicara yang melantur adalah gejala umum. Produksi
saliva yang menurun menyebabkan keringnya mulut dan tenggorok dan menelan
dapat menjadi sangat nyeri.Kematian biasanya disebabkan oleh gagal nafas, tetapi
gagal juga dapat menjadi penyebab utama. Kematian tertinggi untuk tipe A,
dilanjutkan oleh tipe E, dan tipe B, kemungkinan mencerminkan afinitas dari
toksin terhadap jaringan saraf: tipe A berikatan paling kuat, dilanjutkan oleh tipe
E, kemudian tipe B. Angka kematian berbanding lurus dengan dosis infeksius dan
berbanding terbalik dengan massa inkubasi dari penyakit.(x3)
2.3.4 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusaia
karena dapat menghasilkan toksin salah satunya adalah enterotoksin dan beberapa
enzim ekstraseluler yang terdiri dari hemolisa (alfa, beta, gama), leukosidin toksin
neukrosa kulit.Enterotoksin adalah toksin yang bekerja pada saluran pencernaan
yang dapat menyebabkan keracunan makanan dengan gejala-gejala seperti mual,
muntah kejang perut dan diare.Bersifat tahan panas dan resisten terhadap enzim
pepsi dan tripsin. Gejala keracunan makanan karena enterotoksin Staphylococcus
ini mempunyai masa inkubasi pendek antara 1-8 jam setelah mengkonsumsi
makanan yang tercemar enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus.
(x4)

14

2.4 Ciri-ciri makanan kaleng yang rusak


Sebagian besar makanan olahan ditempatkan dalam wadah yang hampa
udara. Hal ini meminimalisir masuknya udara, air ataupun zat lain yang dapat
mengkontaminasi makanan di dalamnya. Bila keadaan hampa udara ini
menghilang, dapat terjadi kerusakan pada makanan akibat masuknya bakteri
melalui kontaminan. Seringkali, wadah-wadah tersebut mengalami kerusakan
akibat kesalahan proses pembuatan, penyimpanan, transportasi sampai dengan
distribusinya sehingga mengakibatkan terjadinya kontaminasi. 1Kerusakan
makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan mikroba perusak yang
terdapat di dalamnya seperti yang telah dijabarkan pada tabel 1.pdf
Pada dasarnya makanankaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan
keasaman, yaitu:
1. Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6)

Misalnya produk-produkdaging dan ikan,beberapa sayuran (jagung,


buncis), dan masakanyang terdiri dari campuran daging dan sayuran
(lodeh, gudeg, opor danlain-lain).pdf
2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6)
Misalnya produk-produk tomat,pear, dan produk-produk lain.pdf
3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7)
Misalnya buah-buahan dansayuran kaleng seperti jeruk, acar,
sauerkraut dan lain-lain.pdf
Makanan kaleng yang telah rusak dapat menyebabkan keracunan apabila
dikonsumsi. Oleh karena itu, ciri-ciri makanan kaleng yang akan rusak
maupun telah rusak harus sedapat mungkin dikenali. Ciri-ciri makanan kaleng

15

yang telah rusak pada tiap kelompok diajabarkan lebih terperinci pada tabel 2.
Berikut adalah penjelasan beberapa ciri umumnya antara lain :

Flipper
Permukaan kaleng terlihat datar, namun bila salah satu ujung ditekan,
ujung lainnya akan menjadi cembung. 1

Springer
Salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen. Bila

ditekan, cembung akan bergerak ke arah yang berlawanan. 1


Soft swell
Kedua ujung kaleng sudah cembung, tetapi belum terlalu keras

sehingga masih dapat ditekan sedikit ke dalam dengan ibu jari. 1


Hard swell
Kedua ujung kaleng sudah cembung dan sangat keras sehingga tidak

dapat ditekan ke dalam dengan ibu jari. 1


Flat sour
Permukaan kaleng tetap datar tetapi produknya sudah berbau asam
yang menusuk. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas spora bakteri

tahan panas yang tidak hancur selama proses sterilisasi.2


Tabel 2. Ciri-ciri Kerusakan pada Makanan Kaleng dan Mikroba Perusaknya
pdf

No.

Mikroba Perusak

Penampakan Kaleng

Busuk asam (flat sour)


Termofil :Bacillus
stearothermophillus

Kaleng datar,
kemungkinan
kehilangan vakum
selama penyimpanan

Anaerob termofil

Kaleng kembung,

Penampakan
Produk
Penampakan
biasanya
tidak
berubah: pH
menurun
(asam); bau
agak
menyimpang;
kadangkadang
cairan
menjadikeruh
Produk

16

Closrridium
thermosaccharolyticum

mungkin
meledak

Kebusukan sulfida
C. nigrificans
C. bifermentans

Kaleng datar ; gas H2S


diserap oleh produk

Anaerob putrefaktif
Mesofil
C. botulinum proteolitik
C. sporogenes
C. putrefaciens
Pembentuk spora
aerob

Kaleng kembung;
mungkin meledak

9
10
11

Kaleng datar; biasanya


tidak kembung pada
daging + NO3+ gula

Makanan Kaleng Asam (pH 3,7-4,0)


Busuk asam (Pada
Kaleng datar; sedikit
sari buah tomat)
perubahan vacum
Termofil
B.thermoacidurans
(B.coagulans)
Anaerob butirat
Kaleng
(Padatomat dan sari
kembung;biasanyameledak
tomat)
Mesofil
C.butyricum.
C.pasteurianum
Bakteri tidak berspora
Kaleng kembung;
(Kebanyakan bakteri
biasanya meledak
laktat)
Makanan kaleng berasam rendah (pH <3,7)
Leuconostomesenteroides Kaleng kembung
(Pada
buah-buahan kaleng)
Byssochlamys fulva
Kaleng datar
(Pada buahankaleng)
Kerusakan bakteri
Kaleng datar
laktat pada sari buah
jeruk :
Lactobacillus
plantarumvar.mobilis
Leuconostocmesenteroides
L. dextranicum

mengalami
fermentasi,
bau asam,
baukeju,atau
bau butirat.
Biasanya
berwarna
hitam;bau
telur busuk.
Tekstur rusak;
pH
sedikitdiatas
normal; bau
busuk
Koagulasi
pada susu
evaporasi;
warna hitam
pada beet
Sedikit
perubahan
pH; baudan
rasa
menyimpang
Produk
mengalami
fermentase;
bau butirat
Bau asam

Produk
berlendir
Tesktur buahbuahan
menjadi lunak
Bau dan rasa
cuka
sampaibau
buttermilk

17

Makanan kaleng tanpa label, adanya kebocoran, adanya tanda bekas


terendam air maupun terpapar api pada kaleng serta adanya cacat pada tepi
kaleng

mengindikasikan

kecurigaan

bahwa makanan

tersebut sudah

mengalami kerusakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Bila terdapat


sedikit cacat pada kaleng, makanan kaleng tersebut sebaiknya dikonsumsi
secepatnya setelah diyakinkan bahwa tidak terdapat kebocoran maupun
kerusakan pada isinya. Secepatnya yang dimaksud di atas adalah dalam kurun
waktu 24 jam.1

2.5 Kemasan Pangan


Pengemasan dapat diartikan bermacam-macam antara lain : pengemasan
merupakan suatu sistem yang terkoordinasi mulai dari persiapan pangan untuk
diangkut, disebar, disimpan, dijual eceran, dan sampai ke pengguna akhir. Dapat
pula berarti suatu cara untuk menjamin penyampaian pangan kepada konsumen
akhir dalam kondisi aman dan biaya rendah.(1)
Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara yaitu :
1. Klasifikasi

kemasan

berdasarkan

struktur

sistem

kemas

(kontak

produkdengankemasan) yaitu :
a.

Kemasan primer yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau


membungkus bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman,
bungkus tempe.

18

b. Kemasan sekunder yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi


kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah
susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus, keranjang
tempe dan sebagainya.
c. Kemasan tersier dan kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah
kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk
pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus,
dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan
setelah itu ke dalam peti kemas.

Gambar 1. Kemasan primer

Gambar 2. Kemasan sekunder

19

Gambar 3. Kemasan tersier

2. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan


yaitu :
a.

Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara
sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga keadaan
hermetis wadah ini tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu.
Misalnya kaleng dan botol gelas yang ditutup secara hermetis.Kemasan
hermetis dapat juga memberikan bau dari wadah itu sendiri, misalnya
kaleng yang tidak berenamel.

b.

Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan,


misalnya kemasan logam, kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan

20

pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan
hasil fermentasi, karena cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia dan
aktivitas enzim.
c. Kemasan tahan suhu tinggi yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan
proses pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari
logam dan gelas.(1)

Gambar 4. Kemasan hermetic

Gambar 5. Kemasan tahan cahaya (foil)

2.5.1 Kemasan Kaleng


Kaleng didefinisikan sebagai wadah berbentuk silinder yang memiliki
bagian mulut terbuka, bahan dari kaleng adalah tin plate. Tin Plate adalah karbon
steel sheet yang dilapisi timah murni yang berfungsi sebagai pelindung terhadap
proses oksidasi sehingga terhindar dari karat. Lapisan tersebut sangat tipis,
sehingga goresan yang sangat lemah sekalipun dapat menghilangkannya. Lapisan
ini harus dijaga agar tidak terlepas karena gesekan maupun sentuhan selama
proses penutupan baik dengan seaming roll, seaming chuck ataupun peralatan lain
seperti turret, guide, dan sebagainya.(2)-(3)
Kaleng secara umum tersusun atas beberapa lapisan, yaitu: timah, campuran
timah besi, baja dan enamel. Kemasan kaleng yang digunakan pada umumnya
berupa bahan non metal seperti polibutadiena, epon, oleoresin, vinil, epoksi, dan

21

fenolic serta pemilihannya disesuaikan dengan jenis pangan yang akan


dikalengkan. Ada tiga jenis bahan utama yang dipakai dalam proses pembuatan
kaleng yaitu :
1. Electrolyte tin plate (ETP)
Suatu lembaran baja (base of steel) yang bagian permukaannya dilapisi
timah putih (tin) secara elektris.
2. Tin free steel (TFS)
Suatu lapisan baja yang tidak dilapisi timah putih.Jenis ini memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya lebih murah harganya karena tidak menggunakan
timah putih dan lebih baik daya adhesinya terhadap bahan organik.Sedangkan
kelemahannya adalah lebih tinggi peluangnya untuk berkarat.
3. Alumunium
Memiliki beberapa keuntungan yaitu lebih ringan, mudah dibentuk, memiliki
thermal konduktifitas yang baik dan dapat didaur ulang. Kelemahannya
adalah daya kekakuannya (rigidity), lebih mahal, dan mudah berkarat.(2)-(3)
Tujuh sifat yang harus dimiliki kemasan kaleng yaitu tidak beracun, tidak
mempengaruhi cita rasa atau warna makanan, harus menjadi barier yang efektif
antara makanan dengan permukaan dalam kaleng, harus mudah digunakan secara
pabrikasi, tidak boleh terkelupas atau lecet selama pengalengan (sterilisasi
pangan), dan ekonomis.(4)
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah
kaleng dapat menjaga bahan pangan di dalamnya, makanan di dalam wadah yang
22

tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba,


serangga atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau
penyimpangan penampakkan dan citarasa; kaleng dapat juga menjaga bahan
pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan; kaleng dapat menjaga
bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain atau bau-bauan dari
partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer; untuk beberapa bahan
pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga
bahan tersebut dari cahaya. Dari sudut perdagangan, keuntungan lainnya adalah
kaleng dapat ditangani (handling), diisi, ditutup, dan dipak secara mekanis dengan
kecepatan tinggi.kaleng dapat diperagakan secara menarik dan menguntungkan
oleh pihak penjual; kaleng dapat disimpan dan digunakan dengan mudah oleh
konsumen.(4),(5)
2.6 Pencegahan dan Penanganan Pada Korban Keracunan Makanan Kaleng
2.6.1 Pencegahan Keracunan Pangan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat
bakteri patogen adalah:

Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.


Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum

dan setelah digunakan.


Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan
lainnya.
Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan
mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng

23

yang kalengnya telah rusak atau menggembung.


Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk

mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.


Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat
terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan
mencapai suhu aman (> 700C) selama minimal 20 menit.
Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin
(sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena
mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan
menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih
lambat atau terhenti.
Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi,
keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng
tepung beku, dll dalam freezer.
Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan,
terutama yang dikonsumsi mentah.

2.6.2 Penanganan Pada Korban Keracunan Makanan Kaleng

Penanganan pada korban keracunan makanan kaleng yang disebabkan oleh


mikroba dan zat kimia, yaitu :
A. Mikroba
24

1. Intoksikasi
Bacillus cereus
Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait
bakteri ini adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah pertunasan dan
pertumbuhan spora.Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk
memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin
yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan
pemanasan

berulang,

proses

penggorengan

pangan

juga

tidak

akan

menghancurkan toksin tersebut.

Clostridium botulinum
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti
cairan tubuh yang hilang.Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara
pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industri rumah
tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam,
pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak.Tindakan pengendalian
khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan
penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah
tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan
kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan
dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara
dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan
kaleng yang kemasannya telah menggembung. Terapi yang dapat diberikan
adalah antitoksin, dan seringkali memerlukan ventilasi buatan dengan bantuan
ventilator.23

25

Staphilococcus aureus
Produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam, pangan
yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya
kurang rendah, serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu
ruang. Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang akibat muntah atau diare.Pengobatan antidiare biasanya tidak
diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan.
Untuk penanganan lebih lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.

2. Infeksi
Salmonella
Gejala dari salmonellosis ini dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi
Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang
usia lanjut, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Untuk
pertolongan dapat diberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang
hilang.Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Clostridium perfringens
Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan
pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam
usus.Tidak ada penanganan spesifik, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang.
Tindakan pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi
rumah tangga atau pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan
pendinginan dan penyimpanan dingin produk pangan matang yang cukup dan
pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan sebelum dikonsumsi.

Escherichia coli
26

E.coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan
yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang,
susu mentah, dan cemaran fekal pada ait dan pangan.
B. Zat Kimia
1. Keracunan Timbal (Pb)
Pada keracunan akut kurang dari 4 jam, biasanya belum terjadi absorbsi, sehingga
dapat dilakukan bilas lambung. Kemudian diberikan MgSO 4 untuk mengikat
Pb.Serta memiliki efek katartik pada Pb yang belum diserap dan dikeluarkan
dengan diare.Jika perut terasa sakit dapat diberikan morfin. Dehidrasi dan syok
harus diatasi terlebih dahulu.6
Pada keracunan kronik diberikan pengobatan antidotum berupa EDTA (etilen
diamin tetra asetat), diberikan dalam bentuk Ca-Na2EDTA. 5 cc EDTA
dimasukkan dalam 250-500 cc glukosa, diberikan dalam waktu 1-2 jam, sehari
dua kali. Pemberian diteruskan untuk 3-5 hari. EDTA akan mengikat logam
polivalen dan berat membentuk senyawa siklik yang stabil, larut dan tidak toksik.
Senyawa ini akan disekresikan melalui urin. Pemberian EDTA dapat
menyebabkan terjadinya degenerasi tubuli berupa pembentukan vakuola-vakuola
dalam sel tubuli yang reversibel. Sehingga pengontrolan urin perlu dilakukan.6
Kombinasi Ca-Na2EDTA dengan BAL atau dimerkaprol mengikat Pb dalam
darah kemudian diekskresi. BAL diberikan 4 mg per kg berat badan tiap 4 jam
pada hari pertama, hari kedua tiap 6 jam,dan tiga kali sehari pada hari ketiga
diteruskan sampai 4-5 hari
Pada tekanan intrakranial yang meninggi (ensefalopati) EDTA diberikan secara
intramuskular ditambah procain D-penisilinamin yang diberikan 1-1,5 gram sehari
dalam keadaan perut kosong agar logam-logam yang penting tidak terikat. Juga
bisa digunakan pengobatan lain yaitu kalsium glukonat 1 ampul tiap 4 jam sampai

27

tanda keracunan berat hilang. Sulfas atropin diberikan jika terdapat gejala saluran
cerna. Diberikan juga kalsium fosfat dan vitamin, dan manitol jika tekanan
intrakranial meninggi.6
2.
Keracunan Timah (Sn)
Terapi pada keracunan akut dapat dilakukan dengan memberikan minum yang
banyak pada korban lalu dimuntahkan atau bilasan lambung.31Karbo absorben
seperti attapulgit dapat diberikan, serta terapi simtomatik.30

E. Pemeriksaan Forensik Keracunan Makanan Kaleng


E.1. Pemeriksaan Forensik pada Korban Keracunan Makanan Kaleng
E.1.1. Keracunan Toksin Botulinum
A. Pemeriksaan forensik pada korban hidup
Pada korban hidup, diagnosis keracunan toksin botulinum ditegakkan
dengan anamnesis kontak korban dengan sumber toksin, yaitu dari makanan
kaleng, dan melihat adanya gejala keracunan. Sebagian besar diagnosis kasus
keracunan toksin botulinum dapat ditegakkan dengan gejala klinis dan riwayat
kontak, walaupun demikian untuk memastikan diagnosis tersebut dapat dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan adanya toksin di dalam
darah atau feses pasien atau pada makanan yang dikonsumsi pasien. Gejala
biasanya timbul dalam 12-36 jam. Gejala mula-mula yang timbul biasanya
gangguan pencernaan yang akut, diikuti rasa mual, muntah-muntah lalu diare dan
akan terjadi kelemahan, pusing dan sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua,
sulit menelan dan berbicara. Otot-otot menjadi lumpuh dan paralisis akan
28

menyebar ke jantung dan sistim pernafasan. Oleh karena terus-menerus kesulitan


bernafas maka akhirnya akan meninggal dunia.1,22,23
Saat ini, metode yang paling sensitif dan paling sering digunakan secara
luas adalah uji netralisasi pada tikus (mouse neutralization test).Uji ini
memerlukan waktu 48-72 jam. Cara pemeriksaannya adalah ekstrak makanan atau
sampel sebanyak 0,5 ml diinjeksikan secara intraperitonel pada tikus, kemudian
diobservasi selama 48-72 jam untuk melihat tanda-tanda khas keracunan toksin
botulinum. Sampel yang menimbulkan temuan positif berupa tanda keracunan
toksin botulinum lalu dilakukan uji netralisasi menggunakan antiserum
monovalen untuk masing-masing tipe toksin. Sedangkan kultur dari spesimen
memerlukan waktu 5-7 hari.22
Metode netralisasi menggunakan tikus memerlukan waktu yang cukup lama,
bisa memakan waktu 4 hari, dan memerlukan fasilitas khusus dan mahal, banyak
pemeriksaan lain yang dikembangkan dan bisa digunakan di samping metode
netralisasi pada tikus. Namun metode-metode ini tingkat sensitifitasnya kurang
dan pada banyak kasus, spesifisitas dan reliabilitasnya juga kurang. Pemeriksaan
lain yang lebih sensitif antara lain berupa electroimmunodiffusion, reverse passive
hemagglutination radioimmunoassay, countercurrent immunoelectrophoresis,
ELISA, dan uji RPLA. Walaupun beberapa metode ini memiliki sensitifitas yang
mendekati atau sama dengan uji netralisasi tikus, banyak laporan yang
menunjukkan bahwa metode-metode ini sering menimbulkan false-positive dan
false-negative.22

29

B. Pemeriksaan forensik pada korban meninggal


Pada korban meninggal, pemeriksaan luar dan dalam pada kasus keracunan
akibat toksin botulinum yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum tidak
menunjukkan gambaran yang spesifik.21 Neurotoksin dari bakteri ini mampu
memblok pelepasan neurotransmiter asetilkolin pada neuromuscular junction,
yang mengakibatkan gangguan maupun kelumpuhan pada otot-otot. Kematian
pada keracunan neurotoksin jenis ini adalah akibat adanya kelumpuhan pada otototot pernafasan, yang menyebabkan terjadinya gagal nafas.1,22-24
Paralisis otot pernafasan akan menyebabkan sangat berkurangnya suplai
oksigen ke sistem saraf pusat atau terjadi keadaan anoksia. Walaupun jarang,
pemeriksaan

penunjang

secara

mikroskopis

pada

jaringan

otak

dapat

menunjukkan adanya pembengkakan sel-sel pada sistem saraf pusat dan organelorganel di dalam sitoplasma, dispersi dari retikulum endoplasma kasar, dan
pembengkakan nukleolus. Perubahan ini diikuti dengan menurunnya pH
sitoplasma, dan aktivitas sistem enzim oksidatif, dan sintesis protein dan
komponen sel lain. Ada beberapa jenis sel yang lebih sensitif terhadap anoksia
dibandingkan sel lain. Sel-sel berikut ini secara berurutan lebih rentan terhadap
bahan-bahan neurotoksik sel saraf dibandingkan sel yang lain, yaitu sel saraf,
oligodendrosit, astrosit, mikroglia, dan sel-sel endotel kapiler.22
Pemeriksaan penunjang yang sangat membantu menetapkan kasus
keracunan toksin botulinum adalah pemeriksaan toksikologi. Perlu diketahui
bahwa toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh toksin, dimana

30

dalam konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah dapat
mengakibatkan efek kematian.25 Pada korban hidup, toksin botulinum

dapat

ditemukan pada darah, feses, serta sampel makanan yang dikonsumsi korban.
Pada sampel yang diperoleh dari korban meninggal, deteksi adanya toksin
botulinum bisa menggunakan thin layerchromatography, high performance liquid
chromatography

(HPLC),

gas

chromatography

(GC)atau

gas-liquid

chromatography, GC with mass spectrometry (GC-MS), spectrophotometry,


radioimmunoassay (RIA).22
Kultur dari sampel makanan bisa dilakukan untuk mengetahui apakah ada
pertumbuhan Clostridium botulinum, serta untuk diuji kemampuan bakteri
tersebut memproduksi toksin. Namun pemeriksaan ini jarang dilakukan dan
signifikansinya masih dipertanyakan.23

E.3.2. Keracunan Enterotoksin Staphylococcus aureus


A. Pemeriksaan forensik pada korban hidup
Makanan kaleng terutama susu, daging kalengan (dengan kadar garam
tinggi), maupun kerusakan pada kemasan kaleng dapat tercemar kuman
Staphylococcus aureus dan mampu menyebabkan keracunan makanan.26
Penelitian

pada

manusia

menunjukkan

bahwa

konsumsi

enterotoksin

Stapylococcus aureus sebanyak 4 g/kg berat badan dapat menyebabkan gejala


keracunan, dengan dosis minimal 0,05 g/kg berat badan. Gejala dari keracunan
makanan karena enterotoksin Staphylococcus aureus biasanya mulai muncul 1-6
31

jam (rata-rata 3 jam) setelah memakan makanan yang mengandung toksin


tersebut. Gejala yang paling dominan dan berat adalah muntah yang disertai
mual.Muntah terjadi dengan frekuensi yang sangat sering dan pada fase lanjut
dijumpai muntah, kejang otot perut, dan diare, tubuh menjadi lemah.Darah dan
mukus bisa terdapat dalam feses dan muntahan.Pada kasus yang lebih berat, sakit
kepala, kram otot, perubahan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat terjadi akibat
dehidrasi berat.Tidak terjadi demam. Gejala biasanya berlangsung selama 1-2
hari, dan mortalitasnya sangat rendah, walaupun kasus yang fatal pernah
dilaporkan.22
Pada diagnosis keracunan enterotoksin Staphylococcus aureus ini,
anamnesis yang lengkap dengan korban, dan pengambilan sampel dari makanan
dan korban, serta jika mungkin dari pengolah makanan perlu dilakukan. Deteksi
enterotoksin pada makanan pada prinsipnya adalah dilakukannya adsorpsi selektif
terhadap enterotoksin dari ekstrak makanan menggunakan pertukaran ion melalui
suatu cairan, kemudian menggunakan prosedur fisika dan kimia untuk melepaskan
kandungan makanan lain dari ekstrak, sehingga hanya meninggalkan enterotoksin
dalam larutan tersebut. The Association of Official Analytical Chemists(AOAC)
menetapkan bahwa metode standar yang diterima untuk mendeteksi enterotoksin
kuman jenis ini dalam makanan adalah microslide gel double diffusion test.
Metode kualitatif ini memiliki sensitifitas terhadap 10-100 ng/ml enterotoksin
yang terdapat dalam kultur supernatan dan ekstrak makanan. Beberapa uji yang
cepat dan sensitif berdasarkan teknik imunologi (radioimmunoassay [RIA],
enzyme linkedimmunosorbent assay [ELISA], agglutination tests ) dapat

32

dilakukan untuk mengetahui kadar enterotoksin pada makanan.22 Enterotoksin


sulit dideteksi di dalam serum saat gejala terjadi, namun toksin terakumulasi di
dalam urin dan dapat dideteksi beberapa jam setelah terpapar. Sehingga sampel
urin harus diambil dan dilakukan tes untuk mengetahui adanya enterotoksin.
Karena pada sebagian besar pasien akan timbul respon antibodi yang signifikan
terhadap toksin, pemeriksaan serum pada fase akut dan konvalesen dapat
dilakukan untuk membantu diagnosis secara retrospektif. 27
B. Pemeriksaan forensik pada korban meninggal
Kematian akibat keracunan enterotoksin ini kemungkinan besar akibat
keadaan dehidrasi berat akibat terjadinya muntah dan diare yang frekuen. Seperti
pada korban meninggal akibat dehidrasi, pada pemeriksaaan luar dan dalam bisa
didapatkan tanda-tanda dehidrasi, maupun tanda-tanda terjadinya syok jika sudah
berada di tingkat yang berat. Pada pemeriksaan luar dapat dijumpai mata cowong
dan keringnya kulit serta selaput lendir.Pada pemeriksaan dalam otak dapat terjadi
gambaran ensefalopati iskemik, ditandai dengan otak yang membengkak, girus
melebar, sulcus kortikalis menyempit. Batas antara substansia alba dan grisea
tidak jelas. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai perubahan sel saraf,
kemudian

astrosit

dan

oligodendroglia.Perubahan

tersebut

berupa

mikrovakuolisasi, eosinofilia pada sitoplasma, dan piknotik dan karioreksis pada


inti.Infiltrasi neutrofil dapat ditemukan setelah episode akut.Nekrosis jaringan
otak dapat ditemukan.Selain itu juga dapat ditemukan infark pada sebagian area
otak.Pada

jantung

bisa

ditemukan

nekrosis

maupun

perdarahan

subendokardial.Pada pemeriksaan ginjal, ginjal tampak pucat, dan didapatkan


33

gambaran nekrosis tubulus akut.Pada kelenjar anak ginjal dapat ditemukan


berkurangnya sel lemak pada korteks.Pada saluran pencernaan bisa ditemukan
nekrosis dan perdarahan mukosa. Hati dapat menunjukkan gambaran degenerasi
lemak, dan nekrosis hemoragik sentral lobus hati pada kondisi menurunnya
perfusi jaringan yang sangat berat.28
Pemeriksaan sampel toksikologi menggunakan thin layerchromatography,
high performance liquid chromatography (HPLC), danliquid chromatography. 22

Gambar 7. Thin Layer Chromatography


34

E.3.3. Keracunan Timbal (Pb)


A. Pemeriksaan forensik pada korban hidup
Diagnosis keracunan timbal (Pb) pada korban hidup, diagnosisnya
ditegakkan dengan melihat adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar Pb
darah dan urin. Gejala keracunan Pb dapat bersifat akut, yang mulai timbul 30
menit setelah meminum racun.Berat ringannya gejala yang timbul tergantung
pada dosisnya.Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai
rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah
dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa
sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang
menyengat.Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi
protein karena bereaksi dengan gas hidrogen sulfida.Tinja penderita berwarna
hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi.Sistem
syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan vertigo. Gejala yang
berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan
pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot
drop).6
Pada keracunan sub akut, yang terjadi bila seseorang berulang kali terpapar
racun dalam dosis kecil akan menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang
lebih menonjol, seperti rasa tebal, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada
tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma.

35

Gejala umum meliputi penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita
sering mengalami gangguan sistem pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit,
berwarna merah. Dosis fatal adalah 20 - 30 gram. Periode fatalnya selama 1-3
hari.6
Sedangkan keracunan timbal kronis dapat mempengaruhi sistem syaraf dan
ginjal sehingga menyebabkan anemia dan kolik. Keracunan kronis juga bisa
mengakibatkan

konstipasi

kronis,

mempengaruhi

fertilitas,

menghambat

pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul.


Hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ) dapat terjadi. Gejala pada
bagian kandungan dan kebidanan berupa gangguan menstruasi, bahkan dapat
terjadi abortus kemudian.6
Kadar Pb normal pada darah kurang dari 60 g/100 ml. Kadar 70 g/100 ml
berarti ada pemaparan abnormal, dan kadar melebihi 100 g/100 ml menunjukkan
adanya keracunan.6 Ada tiga pemeriksaan yang pada umumnya dapat dilakukan
untuk mendeteksi konsentrasi Pb di dalam darah, yaitu

anodic stripping

voltammetry (ASV), atomic absorption spectrometry (AAS) dan inductively


coupled plasma mass spectrometry (ICP-MS).29
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat dengan
cara di dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk endapan PbSO4
berwarna putih, lalu disaring.Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi larut dalam
HCl atau NH4-asetat.Urin yang digunakan sebaiknya urin 24 jam. Kadar Pb
normal dalam urin adalah 0,5 g/100 ml. Pemaparan abnormal jika sama dengan

36

atau lebih besar dar 8 g/100 ml. Keracunan jika kadarnya sama atau lebih besar
dari 20 g/100 ml.6
Pada keracunan dapat juga ditemukan kadar koproporfirin 80 g/100 mg
kreatinin dan d-ALA 2 mg/100 mg kreatinin. Pemeriksaan untuk mengetahui
adanya kropoporfirin dalam urin dilakukan uji sebagai berikut; 5 cc urin
diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga pH menjadi kurang dari 4,
kemudian ditambahkan 5 tetes H2O2 3% dan 5 cc eter, lalu dikocok. Lapisan air
dibuang dan lapisan eter diambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCl 1,5 N, kocok,
lapisan asam diambil, dilihat dengan sinar UV. Bila berwarna merah maka berarti
terdapat koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti negatif. Fluoresensi dan uji
koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan untuk skrining massal.6
Pemeriksaan radiologi juga dapat menolong, yaitu dengan ditemukannya
garis Pb berupa garis radioopak transversal pada metafisis subepifiseal. Garis ini
pada umumnya dapat ditemukan pada tulang humerus, femur, tibia, iga depan, dan
bagian bawah krista iliaka.6

37

Gambar 8. Pemeriksaan X-foto tulang femur pasien keracunan timbal.Terdapat


garis opasitas pada metafisis.
B. Pemeriksaan forensik pada korban meninggal
Pada korban mati karena keracunan akut Pb ditemukan tanda-tanda
dehidrasi, lambung mengkerut (spastis), hiperemis, isi lambung berwarna putih.
Usus spastis dan feses berwarna hitam.6
Jika orang meninggal akibat keracunan kronik, maka didapatkan tubuh
sangat kurus, pucat, terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronik, dan pada usus
didapatkan bercak-bercak hitam. Atrofi otot lengan dan tungkai sering
dijumpai.Bila terdapat ensefalopati, dijumpai edema otak dan titik-titik
perdarahan.Pada pemeriksaan mikroskopis patologi anatomi pada jaringan otak
dapat ditemukan demielinisasi sel saraf atau hilangnya selubung mielin pada sel
saraf, serta didapatkan tanda-tanda degenerasi neuron.Ginjal nampak mengalami
pengkerutan dan menunjukkan gambaran chronic tubulointerstitial nephritis, yaitu
adanya tanda-tanda tubular nekrosis, korteks menebal, dan hiperemia. Pada
pemeriksaan mikroskopik terlihat degenerasi sitoplasma, inclusion bodies dalam
inti sel. Inclusion bodies juga dapat ditemukan pada sel-sel hati. Lambung
menunjukkan gastritis kronik akibat iritasi dan pigmentasi pada usus.6

38

Pada gusi yang berdekatan dengan gigi terdapat garis Pb atau Burtonian
line, berwarna kelabu atau kebiru-biruan akibat deposisi Pb dalam sel-sel perifer
periodontal. Garis Pb ini tidak selalu ditemukan, biasanya ditemukan pada orang
dengan higiene yang buruk.Bila tulang panjang dipotong, tampak garis Pb yang
lebih pucat dari sekitarnya. Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, hati,
dan otak, sehingga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut.6 Metode
yang digunakan dapat berupa TLC, ASV, AAS dan ICP-MS.29

Gambar 9. Gambaran garis Pb pada perbatasan gigi dan gusi pada keracunan Pb.

E.3.4. Keracunan timah (Sn)


Pada korban hidup, gejala keracunan timah dapat dibagi dua, yaitu
keracunan akut dan kronik.Keracunan akut akibat intoksikasi Sn secara oral jarang
terjadi, karena pada saluran cerna Sn sukar diabsorbsi.Namun intoksikasi akut
dapat terjadi jika mengkonsumsi dalam dosis tinggi.Gejala akut berupa muntah
39

dan diare pernah dilaporkan terjadi pada konsumsi jus jeruk dan jus apel dalam
kemasan kaleng, yang mengandung Sn sebanyak 250-390 mg/kg. Laporan lain
juga menyebutkan timbulnya gastroenteritis akut setelah mengkonsumsi jus tomat
yang mengandung Sn dengan konsentrasi 131-405 mg/kg. Buah persik dalam
kaleng yang mengandung 563 mg Sn/kg juga dilaporkan menimbulkan gejala
gastrointestinal. Konsumsi Sn pada dosis 120-200 mg/hari atau setara 1,6-2,9
mg/kb berat badan tidak menimbulkan efek berbahaya. 29 Dosis racun dari Sn
adalah 5-7 mg/kg berat badan. 18
Keracunan kronik Sn dapat menyebabkan timbulnya gejala depresi,
kerusakan hati, berkurangnya usia sel darah merah yang menyebabkan anemia,
kerusakan otak (mudah marah, gangguan tidur, mudah lupa, sakit kepala. 30
Konsumsi berulang juga dapat menyebabkan nyeri perut, mual, konstipasi atau
diare, iritasi lambung, penurunan berat badan, dan palpitasi. 31 Nafas yang berbau
tidak sedap juga dapat ditemukan. Keracunan Sn juga dihubungkan dengan
meningkatnya risiko terkena penyakit jantung iskemik dan gagal ginjal kronik.
Pada pemeriksaan dalam serta secara patologi anatomi dapat ditemukan
adanya nekrosis pada hati dan ginjal, edema otak, dan lesi-lesi korosif pada
mukosa.30
Pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan antara lain adalah atomic
absorption spectrophotometric (AAS) yang dahulu biasa digunakan untuk
mengetahui menentukan adanya Sn dalam makanan dan material biologi. Highperformance

liquid

chromatography

(HPLC)

separation

juga

dapat

40

digunakan.Hydride generation (HG) / graphite furnace atomic absorption


spectrometry (GF-AAS) dilanjutkan dengan gas chromatography (GC) digunakan
untuk menentukan adanya Sn pada suatu sampel. Analisis menggunakan
inductively coupled plasma-atomic emission spectroscopy (ICP-AES) juga dapat
digunakan untuk mengukur Sn dalam sampel air, tanaman, jaringan, dan tanah.
Inductively coupled plasma-mass spectrometry (ICP-MS) dapat digunakan untuk
mendeteksi kandungan Sn dalam sampel makanan. Saat ini HPLC-atomic
detector dan ICP-MS mungkin menjadi metode yang biasa digunakan pada
sampel berupa cairan.29
Terapi pada keracunan akut dapat dilakukan dengan memberikan minum
yang banyak pada korban lalu dimuntahkan atau bilasan lambung. 31Karbo
absorben seperti attapulgit dapat diberikan, serta terapi simtomatik.30
E.2. Pemeriksaan Toksikologi
E.2.1. Pengambilan Sampel Pemeriksaan Toksikologik
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil
sebanyak-banyaknyasetelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatologi.20
Secara umum sampel yang harus diambil adalah:6,20
A. Pada korban hidup
- Sisa makanan / minuman (muntahan), darah + 100 ml, Urine + 100ml

41

B. Pada jenazah:
- lambung dengan isinya
- seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus
setiap jarak sekitar 60 cm
- darah, yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (vena
jugularis, arteri femoralis, dll) masing-masing 50 ml dan dibagi dua. Yang satu
diberi bahan pengawet NaF 1% yang lain tidak diberi pengawet
- hati, sebagai tempat detoksifikasi tidak boleh dilupakan, diambil sebanyak 500
gram
- ginjal diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan logam berat terutama bila
urine tidak tersedia
- otak, diambil 500 gram khusus untuk keracunan kloroform dan sianida. Hal
tersebut dimungkinkan karena otak merupakan jaringan lipoid yang mampu
meretensi racun walau telah mengalami pembusukan
- urine diambil seluruhnya, penting karena racun akan diekskresikan melalui urine
khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika dan alkohol
- empedu, karena tempat ekskresi berbagai macam racun terutama narkotika pada
kasus khusus dapat diambil:
-jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 cm
-jaringan otot yaitu dari tempat yang terhindar kontaminasi misalnya m. psoas
sebanyak 200 gram

42

-lemak dibawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram


-rambut yang dicabut sebanyak 10 gram
-kuku yang dipotong sebanyak 10 gram
-cairan otak sebanyak-banyaknya

E.2.2. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi6,20,21


Idealnya terdiri dari 9 wadah dikarenakan masing-masing bahan
pemeriksaan diletakkan secara tersendiri, yaitu :
1. 2 buah peles a 2 liter untuk hati dan usus
2. 3 peles a 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal
3. 4 botol a 25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu
4. Wadah harus dibersihkan dahulu dengan mencucinya memakai asam kromat
hangat dan dibilas dengan aquades serta dikeringkan.
5. Bahan Pengawet
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut,
bahan pengawet yang dianjurkan:
1. alkohol absolut (untuk sampel padat/ organ)
2. larutan garam jenuh (untuk sampel padat/ organ)
3. Natrium fluoride 1% untuk sampel cair
43

4. Natrium fluoride + natrium sitrat (75 mg + 50 mg) untuk setiap 10 ml sampel cair
5. Natrium benzoat dan fenil merkuri nitrat khusus untuk pengawet urine

3.2.3. Cara Pengiriman6,20,21


Untuk melakukan pengiriman bahan pemeriksaan forensik, harus memenuhi
kriteria :
1. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan
Syarat wadah : bahan gelas/plastik, mulut lebar & bersih (baru).
- Minimal 4 buah stoples :
Stoples I : organ GI tract
Stoples II: Organ lain (hati, otak dll)
Stoples III: organ UGI
Stoples IV: darah/ urine
- Tutup rapat, tepi dilapisi lilin (seal) & diikat oleh tali bersambung,
2. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol
3. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label
4. Hasil autopsi harus dilampirkan secara singkat
5. Adanya surat permintaan dari penyidik

44

Yaitu:
1. Surat permohonan pemeriksaan:
-Histopalogi
-Toksikologi
-Trace evidence
2. Keterangan yg lengkap mengenai :
-Identitas korban
-Peristiwa kematian/modus operandi
-Riwayat & perjalanan penyakit
-Bahan apa yg dikirim
-Bahan pengawet yg dipakai
3. Laporan otopsi
-Berita acara pembungkusan & penyegelan
-Fotocopy Surat Permintaan Visum et Repertum
-Contoh segel
-Label, memuat identitas korban, jenis dan jumlah bahan pemeriksaan, tempat dan
pengambilan bahan, tanda tangan dan nama penyegel dan dokter yang
mengotopsi, cap stempel, dan segel dinas.

45

Yang penting untuk diperhatikan bahwa sampel yang ditujukan untuk


pemeriksaan toksikologi harus ditaruh dalam satu kemasan yang terpisah, dimana
penyegelan dilakukan oleh penyidik dan dokter sebagai saksi.Permintaan
pemeriksaan dibuat oleh penyidik, dokter menyertakan laporan singkat serta racun
yang diduga penyebab kematian.Dokter juga bertugas untuk mengambil sampel
dam memasukkan sampel ke masing-masing kemasan. Pengambilan sampel untuk
pemeriksaan toksikologi harus dilakukan sebelum tubuh korban diawetkan
(embalming), hal itu disebabkan karena dengan embalming banyak racun yang
akan rusak dan untuk mendeteksinya menjadi tidak mungkin.20
F. ASPEK LEGAL

1. KUHP
Pasal 205 berbunyi:32

1)Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang yang


berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagibagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh orang yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah
2)Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun
3)Barang itu dapat disita

46

Pasal 359 berbunyi:32

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,


diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun

Pasal 360 berbunyi:32

1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain


mendapat luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun.
2 ) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain
luka sedemiki
an rupa sehinggaorang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan
jabatan atau pekerjaannya sementara, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda
paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah

2. KUHAP
Pasal 133 ayat (1) disebutkan:33

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

47

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli


kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya

Jadi apabila ada suatu peristiwa orang yang meninggal yang diduga tindak
pidana dengan cara diracun atau keracunan, maka penyidik berwenang
mengajukan permintaan visum et repertum kepada ahli kedokteran kehakiman,
atau dokter atau ahli lainnya.

3. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


Pasal 19 mengenai Tanggung jawab Pelaku usaha yang berbunyi:34

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan

48

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen

Untuk sanksinya diatur dalam pasal 60 yang berbunyi:34


(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat
(3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00 (duaratus juta rupiah)
(3)Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan

4. Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan35


Pasal 21
Setiap orang dilarang mengedarkan:
a. pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat
merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
b. pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal
yang ditetapkan;
c. pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam
kegiatan atau proses produksi pangan;

49

Pasal 30
(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah
Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label
pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan
(2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurangkurangnya
keterangan mengenai:
a. nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia;
e. keterangan tentang halal; dan
f. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa
Penjelasan:
Ayat (1)
Tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas adalah agar masyarakat yang
membeli dan atau menkonsumsi pangan memperoleh informasi yang benar dan
jelas tentang setiap produk pangan yang dikemas, baik menyangkut asal,
keamanan, mutu, kandungan gizi maupun keterangan lain yang diperlukan
sebelum memutuskan akan membeli dan atau menkonsumsi pangan tersebut.
Ketentuan ini berlaku bagi pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir
dan siap untuk diperdagangkan (re-packaged), tetapi tidak berlaku bagi

50

perdagangan pangan yang dibungkus dihadapan pembeli. Penggunaan label dalam


kemasan selalu berkaitan dengan aspek perdagangan.
Ayat (2)
Huruf e
Keterangan halal untuk suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat
Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Namun, pencantumannya pada
label pangan baru merupakan kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi
pangan dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi
umat Islam. Adapun keterangan tentang halal dimaksudkan agar masyarakat
terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal (haram). Dengan
pencantuman halal pada label pangan, dianggap telah terjadi pernyataan dimaksud
dan setiap orang yang membuat pernyataan tersebut bertanggung jawab atas
kebenaran pernyataan itu

Pasal 41

(1) Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau
orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap
jalannya usaha tersebut bertanggung jawab atas keamanan pangan yang
diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut
(2) Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang
yang meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan

51

yang diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan
atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(5) Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi
tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan
kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau
orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan
(7) Dalam hal badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat
membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya,
maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib
mengganti kerugian
(8) Besarnya ganti rugi, setinggi tingginya sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang
ditimbulkan

Penjelasan
Ayat (1)
Tanggung jawab dimaksud tidak hanya berlaku bagi badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun tidak, tetapi juga bagi orang perseorangan yang
diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut, khususnya mereka yang
bertanggung jawab di bidang pengawasan keamanan pangan pada badan usaha
yang bersangkutan, baik berdasarkan kontrak kerja maupun kesepakatan lain.

52

Ayat (2)
Persyaratan utama yang harus dibuktikan oleh penggugat atau ahli waris adalah
bahwa yang bersangkutan mengalami kerugian kesehatan atau mengalami
musibah kematian, dan hal tersebut merupakan akibat langsung dari
mengkonsumsi pangan olahan yang diproduksi oleh tergugat. Ahli waris dalam
mengajukan gugatan perlu melengkapi diri dengan bukti-bukti yang sah secara
hukum mengenai statusnyasebagai ahli waris dari orang yang meninggal karena
mengkonsumsi pangan olahan yang diproduksi oleh tergugat.
Ayat (3)
Pembuktian di sini terutama dilakukan secara laboratoris, tetapi tidak menutup
penggunaan cara pembuktian lain dengan tetap melindungi kepentingan pihak
yang beriktikad baik.
Ayat (4)
Tergugat mempunyai hak untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak
bersalah, atau bahwa alasan yang mendasari gugatan bukan disebabkan oleh
kesalahan

atau

kelalaiannyaatau

bahwa

kerugian

yang

diderita

penggugatdiakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pihak lain.


Pasal 55
Barangsiapa dengan sengaja:

53

a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,


dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan
sanitasi
b. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan
atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan
c. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau
bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia
d. mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan
e. memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yangdiwajibkan
f. memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu
pangan yang dijanjikan
g. memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu
pangan
h. mengganti, melabel kembali, atau menukar tanggal, bulan, dan tahun
kedaluwarsa pangan yang diedarkan

Bagi yang melanggar diatur dalam pasal 55 dengan sanksi berupa:


Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56

54

Barangsiapa karena kelalaiannya:


a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan
sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan
atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
c. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau
bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1);
d. mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e; dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)

5. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan36

Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan
pada standar dan/atau persyaratan kesehatan
(2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

55

(3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang
berisi:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan
minuman kedalam wilayah Indonesia; dan
e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara benar dan akurat
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
(6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita
untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan


gizi pangan37

Pasal 25

56

(1) Setiap orang yang mengetahui adanya keracunan pangan akibat pangan
tercemar wajib melaporkan kepada unit pelayanan kesehatan terdekat.
(2) Unit pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib segera
melakukan tindakan pertolongan kepada korban.
(3) Dalam hal menurut unit pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdapat indikasi Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan, unit
pelayanan kesehatan tersebut wajib segera mengambil contoh pangan yang
dicurigai sebagai penyebab keracunan dan memberikan laporan kepada dinas
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang kesehatan dan Badan
(4) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan
melakukan pemeriksaan/penyelidikan dan pengujian laboratorium terhadap
contoh pangan untuk menentukan penyebab keracunan pangan

7. Permenkes Nomor 722/ Menkes/ Per/IX/88

tentang Bahan Tambahan

Pangan38

Mengatur tentang :
1.Jenis & jumlah BTP, jenis pangan yang bisa ditambahkan
2. Jenis BT yang dilarang
3.Pelabelan pangan menggunakan BTP
4. Hal-hal yang harus dicantumkan pada label pangan
Penjelasan
1. Jenis BTP yang bisa ditambahkan

57

a. PENGAWET MAKANAN:

Asam Benzoat /Benzoic Acid Dosis 1g/kg adonan

Sodium Benzoat/Pengawet Dosis 1g/kg adonan

Asam Propionat(Propionic Acid) Dosis 2g/kg (untuk roti)

Belerang Dioksida Dosis 500mg/kg

PEWARNA MAKANAN:

Ponceau 4R/Pewarna Saos Sambal Dosis 300mg/kg(makanan) &


70mg/kg(minuman)

Merah Allura/Allura Red Dosis70mg/kg (makanan) 300mg/kg(minuman

Erytrosine Dosis 300mg/kg

Kuning FCF

Sunset Yellow

b. PEMANIS:

Sakarin Dosis 2,5mg/kg berat badan/hari

Sodium Siklamat/Pemanis Dosis 11mg/kg berat badan/hari

Aspartam Dosis 40mg/kg berat badan/hari

Sorbitol

(digunakan untuk penderita Diabetes dan orang yang membutuhkan kalori rendah)

c. PENYEDAP RASA & AROMA:

MSG (Mono Sodium Glutamate) Micin/Vetsin Dosis 120mg /kg berat badan /hari

d. PEMUTIH & PEMATANG TEPUNG:

Asam Askorbat/Ascorbic Acid/Vitamin C Dosis 200mg/kg berat badan/hari

58

Aceton peroksida secukupnya.

e. PENGENTAL:

Pectin Dosis 10g/kg (ada 2 macam: Pectin Apple & Pectin Citrus)

Gelatin 5g/kg

CMC/Carboxy Methyl Cellulose.

f. PENGERAS:

Calplus FG Dosis 260mg/kg

Polis Alum Crystal (acar).

g. ANTI OKSIDAN:

Asam Ascorbat/Ascorbic Acid/Vitamin C Dosis 500mg/kg

BHT Dosis 200mg/kg : anti tengik untuk minyak goreng.

TBHQ anti tengik untuk minyak goreng.

h. PENGATUR KEASAMAN :

Untuk menurunkan PH.

Citric Acid/Asam Sitrat (jeruk) Dosis 3g/kg

Malic Acid /Asam Malat (apel)

Tartaric Acid (anggur)

Buffer Liquid/Buffered Lactic Acid /asam susu

Untuk menaikkan PH

Soda Kue/Sodium Bikarbonat Dosis 2g/kg

Soda Kie S/ Sodium Carbonate

i. ANTI KEMPAL/ANTI GUMPAL/ANTI CACKING AGENT:

59

Magnesium Karbonat/Magnesium Carbonate 20g/kg

Magnesium Stearat 15g/kg

ACA/Silica

Premium ACA/Light Silica

j. SEKUESTRAN:

Asam Fosfat 5g/kg

Citric Acid/Asam Sitrat secukupnya

2. Bahan tambahan yang dilarang digunakan pada pangan:


Asam borat dan senyawanya
Asam salisilat dan garamnya
Dietilpirokarbonat
Dulsin
Kalium klorat
Kloramfenikol
Minyak nabati yang dibrominasi
Nitrofurazon
Formalin

3. Peraturan Tentang Label & Etiket BTP

1. Label BTP berupa tulisan, gambar atau bentuk penyertaan lain


2. Disertakan pada wadah/pembungkus BTP sebagai keterangan/penjelasan
3. Etiket adalah label yang dilekatkan, dicetak, diukir pada wadah/pembungkus

60

8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia


Nomor HK.00.06.1.52.401Tentang penetapan batas maksimum cemaran
mikroba dalam makanan39

Pelanggaran terhadap Peraturan tersebut dikenakan sanksi administratif yang


diatur dalam pasal 6 berupa berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penarikan dari peredaran;
c. Pemusnahan;
d. Penghentian sementara kegiatan produksi, impor dan distribusi;
e. Pencabutan izin edar.
Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan

9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia


Nomor HK 00.05.55.6497 tentang bahan kemasan pangan40

Pelanggaran terhadap peraturan ini dikenai sanksi administratif dan atau sanksi
pidana diatur dalam pasal 11 sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud berupa :
a. Peringatan tertulis;

61

b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu;


c. Perintah menarik produk dari peredaran;
d. Pemusnahan jika terbukti menimbulkan risiko terhadap kesehatan;
e. Pencabutan persetujuan pendaftaran produk pangan.

62

63

Anda mungkin juga menyukai