1 | XOXO LO L XOXO LO L
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil surveilans
secara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap M. tuberculosis sudah menyebar
dan mengancam program tuberkulosis kontrol di berbagai negara. Pada survei WHO dilaporkan
lebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka Tuberculosis Multi Drug Resistance
(TB MDR) lebih tinggi dari yang diperkirakan. Enam negara dengan kekerapan TB MDR tinggi
di dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan
Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB MDR baru per tahun. OAT yang
resisten terhadap kuman tuberculosis akan semangkin banyak, saat ini 79% dari TB-MDR adalah
super strains yang resisten paling sedikit 3 atau 4 obat antituberkulosis.
Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR ) merupakan masalah terbesar
terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2010 WHO menyatakan insidens
TB-MDR meningkat secara bertahap merata 2% pertahun. Prevalens TB diperkirakan WHO
meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia. Di Negara
berkembang prevalens TB-MDR berkisar antara 4,6%-22,2%. WHO Report On Tuberculosis
Epidemic 1995 menyatakan bahwa resisitensi ganda kini menyebar dengan amat cepat di
berbagai belahan dunia. Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman
tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususunya Rifampisin dan
INH, serta kemungkinan pula ditambah obat lainnya.
Banyak negara sudah menerapkan strategi DOTS dalam penatalaksanaan TB hal ini
tenyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi angka
resitensi termasuk resitensi ganda.
2 | XOXO LO L XOXO LO L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/MDR TB) adalah Mycobacterium
tuberkulosis (M Ttuberculosis) yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau
tanpa obat antituberkulosis (OAT) lainnya.1,2 Resisten terhadap OAT dinyatakan bila hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya pertumbuhan M. Tuberculosis in vitro saat
terdapat satu atau lebih OAT.1 Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu:
Tabel 1. Kategori resistensi terhadap OAT.2
Mono resisten
Poli resisten
Total
(TDR)
Drug
Resistance
Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi: resistensi primer dan resistensi
sekunder atau resistensi didapat. Resistensi primer adalah resistensi yang terjadi M. tuberculosis
terhadap OAT, dimana penderita tidak memiliki riwayat pengobatan OAT atau telah mendapat
pengobatan OAT, namun kurang dari 1 (satu) bulan. Sedangkan resistensi sekunder, pasien telah
mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1(satu) bulan.
Epidemiologi
3 | XOXO LO L XOXO LO L
1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants resisten. Hal ini
amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan menyebabkan
penyebaran galur resitensi obat. .Penyebaran ini tidak hanya pada pasien di rumah sakit
tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama, penjara dan keluarga pasien
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak sembuh dan
akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta memerlukan
pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang mendapat
pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak
OAT yang resisten ( The amplifier effect). Hal ini menyebabkan seleksi mutasi resisten
karena penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif
5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan akan
memperpanjang periode infeksious
TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia,
Sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya
penularan dari pasien TB-MDR ke.orang lain / masyarakat. Faktor penyebab resitensi OAT
terhadap kuman M. tuberculosis antara lain:1-3
1. Faktor Mikrobiogi
Resisten yang natural
Amplifier effect
Virulensi kuman
2. Faktor klinik
A. Penyelenggara kesehatan
Keterlambatan diagnosis
5 | XOXO LO L XOXO LO L
Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya yang kurang
atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resitensi yang tinggi terhadap OAT yang
digunakan misal rifampisin atau INH
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu paduan
yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman tuberkulosis telah resisten
pada paduan yang pertama maka penambahan 1 jenis obat tersebut akan menambah
panjang daftar obat yang resisten.
B. Obat
Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga membosankan
pasien
Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan kompllit atau sampai
selesai gagal
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah makan, atau ada
diare
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap yang mana
bioavibiliti rifampisinnya berkurang
C. Pasien
Kurangnya informasi atau penyuluhan
Masalah sosial
6 | XOXO LO L XOXO LO L
3. Faktor program
Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
Amplifier effect
4. Faktor AIDS-HIV
Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
Gangguan penyerapan
Patofisiologi
Ungkapan terhadap tahap MDR pada mikrobakteriologi mengarah pada resisten secara
simultan terhadap Rifampisin dan Isoniazide (dengan atau tanpa resistensi pada obat anti
tuberkulosis lainnya). Analisa secara genetik dan molekuler pada mikobakterium tuberkulosis
menjelaskan bahwa mekanisme resistensi biasanya didapat oleh basil melalui mutasi terhadap
target obat atau oleh titrasi dari obat akibat overproduksi dari target. MDR TB menghasilkan
secara primer akumulasi mutasi gen target obat pada individu.
Tabel 2. Gen yang bermutasi pada resisten obat.2
Obat
Rifampicin
Isoniazid
Etambutol
Pirazinamid
Streptomisin
Fluoroquinolon
peroksidase. Mutan M.tuberculosis yang resisten isoniazid terjadi secara spontan dengan
kecepatan 1 dalam 105-106 organisme. Mekanisme resistensi isoniazid diperkirakan oleh
adanya asam amino yang mengubah gen katalase peroksidase (katG) atau promotor pada
lokus 2 gen yang dikenal sebagai inhA. Mutasi missense atau delesi katG berkaitan dengan
berkurangnya aktivitas katalase dan peroksidase.
2. Mekanisme Resistensi Terhadap Rifampisin
Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari Streptomyces mediterranei, yang
bekerja sebagai bakterisid intraseluler maupun ekstraseluler. Obat ini menghambat sintesis
RNA dengan mengikat atau menghambat secara khusus RNA polymerase yang tergantung
DNA. Rifampisin berperan aktif invitro pada kokus gram positif dan gram negatif,
mikobakterium, chlamydia, dan poxvirus. Resistensi terhadap rifampisin ini disebabkan oleh
adanya permeabilitas barier atau adanya mutasi dari RNA polymerase tergantung DNA.
Rifampisin mengahambat RNA polymerase tergantung DNA dari mikobakterium, dan
menghambat sintesis RNA bakteri yaitu pada formasi rantai (chain formation) tidak pada
perpanjangan rantai (chain elongation), tetapi RNA polymerase manusia tidak terganggu.
Resistensi rifampisin berkembang karena terjadinya mutasi kromosom dengan frekuensi
tinggi dengan kecepatan mutasi tinggi, dengan akibat terjadinya perubahan pada RNA
polymerase. Resistensi terjadi pada gen untuk beta subunit dari RNA polymerase dengan
akibat terjadinya perubahan pada tempat ikatan obat tersebut.
3. Mekanisme Resistensi Terhadap Pyrazinamide
Pyrazinamid merupakan turunan asam nikotinik yang berperan penting sebagai
bakterisid jangka pendek terhadap terapi tuberkulosis. Obat ini bekerja efektif terhadap
bakteri tuberkulosis secara invitro pada pH asam (pH 5,0-5,5). Pada keadaan pH netral,
pyrazinamid tidak berefek atau hanya sedikit berefek. Obat ini merupakan bakterisid yang
memetabolisme secara lambat organisme yang berada dalam suasana asam pada fagosit atau
granuloma kaseosa. Obat tersebut akan diubah oleh basil tuberkel menjadi bentuk yang aktif
asam pyrazinoat.Mekanisme resistensi pyrazinamid berkaitan dengan hilangnya aktivitas
pyrazinamidase sehingga pyrazinamid tidak banyak yang diubah menjadi asam pyrazinoat.
Kebanyakan kasus resistensi pyrazinamide ini berkaitan dengan mutasi pada gen pncA, yang
menyandikan pyrazinamidase.
8 | XOXO LO L XOXO LO L
dengan
menghambat
enzim
arabinosyltransferase
yang
memperantarai
polymerisasi arabinose menjadi arabinogalactan yang berada di dalam dinding sel. Resistensi
ethambutol pd M.tuberculosis paling sering berkaitan dengan mutasi missense pada gen
embB yang menjadi sandi untuk arabinosyltransferase.
5. Mekanisme Resistensi Terhadap Streptomysin
Streptomysin merupakan golongan aminoglikosida yang diisolasi dari Streptomyces
griseus. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan menganggu fungsi
ribosomal. Pada 2/3 strain M.tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin telah
diidentifikasi oleh karena adanya mutasi pada satu dari dua target yaitu pada gen 16S rRNA
(rrs) atau gen yang menyandikan protein ribosomal S12 (rpsl). Kedua target diyakini terlibat
pada ikatan streptomysin ribosomal. Mutasi yang utama terjadi pada rpsl.
Diagnosis MDR TB
Tuberkulosis paru dengan resistensi ganda dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA)
tetap positif setelah terapi 3 bulan atau atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi
negatif. Beberapa gambaran demografik dan riwayat penyakit dahulu dapat memberikan
kecurigaan TB paru resisten obat yaitu:4,5
1. TB aktif yang sebelumnya mendapat terapi terutama jika terapi yang diberikan tidak
2.
3.
4.
5.
Diagnosis MDR TB tergantung kepada pengumpulan dan proses kultur spesimen yang
adekuat dan harus dilakukan sebelum terap diberikan. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan
sputum atau dahak, dapat dilakukan induksi sputum. Jika tetap tidak bisa mengeluarkan dahak,
dilakukan pemeriksaan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini pertama dan kedua harus
dilakukan pada laboratorium rujukan yang memadai.
9 | XOXO LO L XOXO LO L
Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB. Deteksi resistensi
obat di masa lalu yang disebut dengan metode konvensional berdasarkan deteksi pertumbuhan
M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa metode ini dan membutuhkan waktu yang lama untuk
mendapatkan hasilnya, maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru.Yang termasuk metode
terbaru ini adalah metode fenotipik dan genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik
khususnya telah mendeteksi resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini dipertimbangkan
sebagai petanda TB-MDR khususnya pada suasana dengan prevalensi TB-MDR yang tinggi.
Sementara metode fenotipik, di lain sisi, merupakan metode yang lebih sederhana dan lebih
mudah diimplementasikan pada laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin.5
Tabel 3. Metode untuk deteksi resistensi obat pada TB.5
Metode fenotipik
Metode genotipik
Metode proporsional
Metode phage-based
Rangkaian DNA
Metode kolorimetri
agar
The microscopic
Microarrays
Tabung indicator
observation broth-drug
Polymerase Chain
pertumbuhan mikobakterial
susceptibility assay
Reaction (PCR)
konvensional
10 | X O X O L O L X O X O L O L
1. Pengobatan standar. Data drugs resistancy survet (DRS) dari populasi pasien yang
representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya hasil uji
kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang sama.
Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan
2. Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat pengobatan TB
pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif. Biasanya regimen
empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan individual.
3. Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB
sebelumnya dan hasil uji kepekaan.
Tabel 4. Golongan dan jenis obat OAT.7
Golongan dan Jenis
Obat
Golongan 1:
Isoniazid (H)
Pyrazinamide (Z)
Ethambutol (E)
Rifampicin (R)
Kanamycin (Km)
Streptomycin (S)
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)
Golongan 2:
Ofloxacin (Ofx)
Moxifloxacin (Mfx)
Golongan 4:
Levofloxacin (Lfx)
Ethionamide (Eto)
Para
Prothionamide (Pto)
kedua
Cycloserine (Cs)
Clofazimine (Cfz)
Terizidone (Trd)
Golongan 5:
Thioacetazone (Thz)
Linezolid (Lzd)
Clarithromycin (Clr)
Amoxilin-Clavulanate
Imipenem (Ipm)
Golongan Floroquinolone
direkomendasikan oleh
amino
salisilat
(PAS)
(Amx-Clv)
WHO
Secara umum, prinsip pengobatan TB resistensi obat, khususnya TB dengan MDR
adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masih efektif.
11 | X O X O L O L X O X O L O L
12 | X O X O L O L X O X O L O L
Tabel 5. Regimen yang potensial untuk penderita TB dengan berbagai bentuk resistensi.8
Paduan obat TB MDR hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB MDR, paduan obat
standard diatas harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan dibawah ini:8-9
1. Hasil uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah satu obat diatas.
Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan
2. Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya sehingga dicurigai
ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat kuinolon untuk pengobatan TB
sebelumnya, maka dipakai levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten
terhadap levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan
persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik
3. Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat diidentifikasi
sebagi penyebabnya
4. Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan. Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak, demam, penurunan
berat badan
Resistensi silang
Pada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam memilih
jenis OAT yaitu suatu resistensi terhadap suatu antibiotikum dapat menyebabkan resisten
terhadap semua derivatnya. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau
paduan OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.9
13 | X O X O L O L X O X O L O L
b.
3. Fluorokuinolon
Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua
fluorokuinolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati karena beberapa
kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantiakn
ofloksasin di masa datang.
4. Sikloserin dan terizidon
Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat resistensi silang
dengan obat golongan lain.
Fase-fase Pengobatan TB-MDR
Pengobatan pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap lanjutan.
Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan TB bukan MDR, yaitu
sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapat Obat anti tuberkulosis lini kedua
minimal 4 jenis OAT yang masih sensitif, dimana salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap
lanjutan semua OAT lini kedua yang dipakai pada tahap awal.9,10
1. Fase Pengobatan intensif
14 | X O X O L O L X O X O L O L
Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi (kanamisin atau
kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah
terjadi konversi biakan.
a. Fase rawat inap di rumah sakit selama 2 hingga 4 minggu
Pada fase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk:
Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai dengan pedoman
pengobatan TB MDR
4. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan
5. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan kegagalan
pengobatan
6. Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (Kanamisin dan
Kapreomisin)
7. Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid
Penanganan efek samping
Pemantauan efek samping selama pengobatan
1. OAT lini kedua mempunyai efek samping yang lebih banyak, lebih berat dan lebih sering
dari pada OAT lini pertama
2. Deteksi dini efek samping penting karena makin cepat ditemukan dan ditangani makin
baik prognosanya, jadi pasien harus di monitor tiap hari
3. Efek samping sering terkait dosis
4. Gejala efek samping harus diketahui oleh PMO dan pasien sehingga pasien tidak menjadi
takut saat mengalaminya dan drop-out
5. Efek samping bisa ringan, sedang dan berat atau serius. Semua hal harus tercatat dalam
pencatatan dan pelaporan.
Untuk efek samping berat atau serius, pasien harus menghentikan semua obat, segera dirujuk
dengan didampingi ke RS rujukan TB MDR. Contoh efek samping yang berat adalah:
1. Kulit dan mata pasien nampak kuning
2. Pendengaran berkurang (tuli) atau telinga berdengung
3. Mendengar suara-suara, halusinasi, delusi/waham, bingung
4. Reaksi alergi berat yaitu Syok anafilaktik dan angionerotik edema, harus segera ditangani
oleh dokter puskesmas sesuai standard penanganan syok sebelum segera dirujuk ke RS
rujukan TB-MDR.
5. Reaksi alergi berat yang lain yang berupa kemerahan pada mukosa (selaput lendir) seperti
Steven Johnsons Syndrome.
Pencegahan
WHO merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
dalam penatalaksanaan kasus TB, selain relatif tidak mahal dan mudah, strategi ini dianggap
dapat menurunkan risiko terjadinya kasus resistensi obat terhadap TB. Pencegahanan yang
16 | X O X O L O L X O X O L O L
terbaik adalah dengan standarisasi pemberian regimen yang efektif, penerapan strategi DOTS
dan pemakaian obat fixed dose drug combinations (FDC) adalah yang sangat tepat untuk
mencegah terjadinya resistensi OAT. Pencegahan terjadinya MDR TB dapat dimulai sejak awal
penanganan kasus baru TB antara lain adalah:10,11
1. Pengobatan secara pasti terhadap kasus BTA positif pada pertama kali
2. Penyembuhan secara komplit kasus kambuh
3. Penyediaan suatu pedoman terapi terhadap TB
4. Penjaminan ketersediaan OAT adalah hal yang penting
5. Pengawasan terhadap pengobatan, dan adanya OAT secara gratis
6. Jangan pernah memberikan terapi tunggal pada kasus TB
7. Peranan pemerintah dalam hal dukungan kelangsungan program
8. Ketersediaan dana untuk penanggulangan TB (DOTS)
Dasar pengobatan TB oleh klinisi berdasarkan pedoman terapi sesuai evidence based dan
tes kepekaan kuman. Penerapan strategi DOTS plus mempergunakan kerangka yang sama
dengan strategi DOTS, dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan
MDR TB. Strategi DOTS Plus juga sama terdiri dari 5 komponen kunci:8
1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR TB
2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu menggunakan
pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan yang terjamin
mutunya.
3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua ,dengan pengawasan yang
ketat
4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang memungkinkan pencatatan dan evaluasi hasil
akhir.
Setiap komponen dalam penanganan TB MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya
lebih banyak dibandingkan dengan pasien TB bukan MDR Pelaksanaan program DOTS plus
akan memperkuat Program Penanggulangan TB Nasional.
Prognosis
Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis pada penderita TB
MDR. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa adanya keterlibatan ekstrapulmoner,
17 | X O X O L O L X O X O L O L
usia tua, malnutris, infeksi HIV, riwayat mengunakan OAT dengan jumlah cukup banyak
sebelumnya, terapi yang tidak adekuat dapat menjadi petanda prognosis buruk pada penderita
tersebut. Dengan mengetahui beberapa petanda diatas dapat membantu klinisi intuk mengamati
penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang menjadi penyebab seperti malnutrisi.11
BAB III
KESIMPULAN
Harus diakui bahwa pengobatan terhadap tuberkulosis dengan resistensi ganda ini amat
sulit dan memerlukan waktu yang amat lama dan pada beberapa keadaan bahkan sampai 24
bulan lamanya. Ada yang menganjurkan agar pasien dirawat di rumah sakit untuk mencegah
penularan dan mengontrol pengobatannya dengan lebih baik. Hasil pengobatan terhadap
resistensi ganda tuberkulosis ini juga kurang menggembirakan.
Resistensi ganda terhadap obat tuberkulosis adalah masalah besar dalam penanggulangan
tuberkulosis dewasa ini. Pemberian obat tuberkulosis yang benar dan terawasi secara baik
merupakan salah satu kunci penting untuk mencegah dan mengatasi masalah ini. Konsep Direcly
Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin
keteraturan berobat penderita dan menaggulangi masalah tuberkulosis khususnya resistensi
ganda ini. Perkembangan obat baru mungkin juga diperlukan untuk menanggulangi hal ini.
18 | X O X O L O L X O X O L O L
Daftar Pustaka
1. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis: emergency
update 2016. Geneva, World Health Organization, 2016.
2. Departemen Kesehatan RI. Penanggulangan TB kini lebih baik. Available from
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1348penangulangan-tb-kinilebih-baik.html.
3. Dalimunthe NN, Keliat EN, dan Abidin A. Penatalaksanaan Tuberkulosis dengan
Resistensi Obat Anti Tuberkulosis. Divisi Pulmonologi Alergi Imunologi FK Universitas
Sumatra
Utara.
Available
from
http://www.ikaapda.com/resources/PAI/Reading/PENATALAKSANAANTUBERCULOSIS-DENGAN-RESISTENSI-OBAT-ANTI-TUBERCULOSIS.pdf.
6. Riyanto BS, Wilhan. Management of MDR TB Current and Future dalam Buku Program dan
Naskah Lengkap Konferensi Kerja Pertemuan Ilmiah Berkala. PERPARI. Bandung. 2006.
7. Soepandi PZ. 2010. Diagnosis Dan Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya TB-MDR.
Departemen Pulmonologi & Ilmu kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Jakarta.
8. World Health Organization. Guideline for the programmatic management of drug resistant
tuberculosis . Emergency Update 2016.
9. Aditama TY, dkk. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
PERPARI, Jakarta, 2006.
10. Wallace RJ, Griffith DE. Antimycrobial Agents in Kasper DL, Braunwald E (eds), Harrisons
Principles of Internal Medicine, 18th ed. Mc Graw Hill. New York. 2012.
11. Sharma SK. Multidrug resistant tuberculosis. Indian Journal Medical Respiratory. 120, Oct
2004, 354-76.
19 | X O X O L O L X O X O L O L