Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepualauan yang terletak di posisi strategis dengan dua lautan
yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme pemerintahan di Indonesia,
dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusan dengan pemerintah daerah. Hal ini pula yang
mendorong akan terwujudnya suatu sistem pemerintahan yang efisien dan mandiri untuk
memudahkan koordinasi antara kedua belah pihak tersebut.
Hal ini juga bertujuan untuk tetap menjaga keutuhan negara Indonesia mengingat banyaknya
ancaman yang menghadang bangsa Indonesia. Diantaranya yaitu munculnya beberapa daerah
yang ingin memisahkan diri dengan negara Indonesiauntuk mngatur kehidupannya secara
mandiri.selain itu, potensi sumber daya alam yang tidak merata di daerah-daerah juga
menjadi indikasi penyebab dibutuhkannya suatu sistem pemerintahan untuk mengatur dan
mengelola sumber daya alam sehingga dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan bahkan
negara.
Disinilah peran pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola daerah yang jauh dari
jangkauan pemerintah pusat agar tidak terjadi pengabaian sumber daya dan potensi yang ada.
Maka dibentuklah suatu sistem yang dinamakan otonomi daerah oleh pemerintah.
Selanjutnya, makalah akan menguraikan tentang otonomi daerah dan pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Selamat membaca.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat otonomi Daerah?
2. Apa saja Visi otonomi daerah?

3. Bagaimana Bentuk dan Tujuan Otonomi Daerah?


4. Bagaiman Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A.

Hakikat Otonomi Daerah

Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan
sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam
kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Otonomi
daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam tercapainya tujuan
pembangunan nasional. Untuk itu, keberhasilan peningkatan otonomi daerah tidak terlepas
dari kemampuan aparat pemerintah pusat dan sumber daya manusia (SDM) dalam tugasnya
sebagai perumus kebijakan nasional.
Otonomi daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarkat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Ateng Syarifuddin, otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi
bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud oleh pemberian
kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
Sedangkan menurut Vincent Lemius, otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk
mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administrasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah. Namun apa
yang menjadi kebutuhan daerah tersebut harus senantiasa disesuaikan dengan kepentingan
nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Otonomi daerah memiliki hubungan yang erat dengan desentralisasi, yaitu penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.
Berikut beberapa pengertian konsep otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam UU
Nomor 32 Th. 2004 Bab I Pasal 1:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden RI yang memegang
kekuasaan pemerintah negara RI sebagaimana tercantum dalam UUD 45.
2. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam sistem dan prinsip kesatuan NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun
1945.
3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan RI.
7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan
Republik Indonesia.
8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah itu.
9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
10. Peraturan daerah selanjutnya disebut perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau
peraturan daerah kabupaten/kota.
11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
12. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah
NKRI.
13. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab
dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun
anggaran berikutnya.
18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah
uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang
bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

B.

VISI OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan mempunyai visi yang


dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses bagi lahirnya
kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih secara demokratis serta
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap
kepentingan masyarakat luas.
Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa otonomi daerah
di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah.
Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan
kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di
daerahnya. Dalam kerangka ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa
pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan
usaha, dan membangun berbagai infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.
Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung pengertian bahwa
otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan pemeliharaan integrasi
dan harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya
adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa, dan
karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon
positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global. Karenanya, aspek social
budaya harus diletakkan secara cepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara
utuh dan budaya lokal tetap eksis dan mempunyai daya keberlanjutan.
C.

Bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah

Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu:


1.
Dekonsentrasi
Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), pada hakikatnya hanya
merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara pemerintah
pusat dengan pejabat birokrasi pusat di lapangan. Jadi, dekonsentrasi hanya berupa
pergeseran volume pekerjaan dari pemerintah pusat kepada perwakilannya yang ada di
daerah, tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan
atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2.
Delegasi
Delegasi merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk
melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di
bawah pengawasan pemerintah pusat. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya
diberikan kewenangan semi independen untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya.
Bahkan kadang-kadang berada diluar ketentuan yang diatur oleh pemerintah pusat., karena
bersifat lebih komersial dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis.
Hal ini biasanya dilakukan terhadap suatu badan usaha publik yang tugasnya melaksanakan
proyek tertentu, seperti telekomunikasi, listrik, bendungan, dan jalan raya.

3.
Devolusi
Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk pada situasi
dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan
dan manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Devolusi adalah kondisi dimana
pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu
untuk dilaksanakan secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi merupakan upaya
memperkuat pemerintah daerah sacara legal yang secara substansif kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya diluar kendali langsung pemerintah pusat.
Devolusi dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada pemerintahan
kota/kabupaten dalam memilih walikota/bupati dan DPRD, meningkatkan pendapatan
mereka dan memiliki independensi kewenangan untuk mengambil keputusan investasi.
Ciri-ciri Devolusi:
1. Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat
dan bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang signifikan.
2. Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring
dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya.
3. Harus mengembangkan kompetensi staf.
4. Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai, harus menentukan
kebijakan dan prosedur internal.
5. Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan evaluator luar yang
tidak memiliki peranan apapun didalam otoritas lokal.
4.
Privatisasi
Menurut Romdinelli privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan-badan sukarela swasta dan swadaya masyarakat, namun dapat pula
merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta misalnya BUMN dan
BUMD dilebur menjadi perusahaan terbatas (PT) dalam beberapa hal misalnya pemerintah
mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan industri, koperasi dan asosiasi
lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan
oleh pemerintah dalam hal kegiatan sosial, pemerintah memberikan kewenangan dan
tanggung jawab kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan
kesejahteraan keluarga, koprasi, petani, dan koprasi nelayan untuk melakukan kegiatankegiatan sosial, termasuk melatih dan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan
masyarakat.
5.
Tugas Pembantuan, yang merupakan tambahan dalam konteks desentralisasi Indonesia
Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat
atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah
yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari
daerah yang tingkatannya lebih atas urusan yang diserahkan pemerintah pusat/pemerintah
daerah atasan tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang melaksanakan.

Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan yang bersifat mengurus
sedangkan kewenangan mengurus tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah
atasannya.
D.

SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Peraturan perundang-undanag yang pertama kali menagtur tentang pemerintahan daerah


pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini
merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan
dan masa pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini belum mengatur tentang
desentralisasi dan hanya menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui
pembentukan badan perwakilan rakyat daerah.
Undang-undang tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus pada
pengaturan susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini menetapkan
dua jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.
Perjalanan sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya UU nomor 1
tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh
Indonesia. Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang menganut sistem otonomi yang riil
dan seluas-luasnya. Kemudian disusul dengan munculnya UU nomor 5 tahun 1974 yang
menganut sistem otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi
yang sebelumnya dianggap memiliki kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan
keutuhan NKRI serta tidak serasi denagn maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada
daerah.
UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun yang kemudian digantikan
dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan
situasi yang terjadi pada masa itu. Berdasarkan kehendak reformasi saat itu, Sidang Istimewa
MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan,
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan
keuanagn pusat dan daerah dalam kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI
pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan kedua, yang secara tegas dan eksplisit
menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip otonomi dan desentralisasi kekuatan
politik juga semakin memberikan tempat kepada otonomi daerah di tempatnya.
Tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah melakukan peninjauan
dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32 tahun 2004 yang
juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga sekarang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan
sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam
kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus serasi sehingga akan
dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.

Otonomi daearh memiliki visi dalam tiga ruang lingkup yaitu politik, ekonomi
dan sosial budaya. Hal ini mengingat bahwa tiga aspek inilah yang menjadi perhatian yang
cukup urgen dalam pembangunan daerah.
Di Indonesia dikenal lima konteks desentralisasi yaitu:
1. Dekonsentrasi
2. Delegasi
3. Devolusi
4. Privatisasi
5. Tugas Pembantuan
Perjalanan Otonomi daerah selalu ditandai dengan lahirnya UU baru yang menggantikan UU
sebelumnya. Dimulai dari UU Nomor 1 Tahun 1945 pasca-proklamasi yang kemudian
digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1948. Selanjutnya UU Nomor 1 tahun 1957 yang
kemudian diikuti UU Nomor 18 tahun 1965. Pada tahun 1974, muncul undang-undang nomor
5 tahun 1974 yang berumur cukup lama yaitu 25 tahun sebelum masa reformasi yang
kemudian digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1999. Setelah tiga tahun implementasinya,
lahirlah UU Nomor 32 tahun 2004 yang berlaku hingga sekarang di Indonesia.
B.
KATA PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, yang mana tentunya tak lepas dari kekurangan baik dalam
penyusunan maupun penyajian. Karena kami pun menyadari tak ada gading yang tak retak.
Untuk itu kritik dan saran pembaca sekalian sangat kami harapkan demi perbaikan dan
evaluasi dari apa yang kami usahakan. Harapan kami semoga bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Mursyid, Diyanto, modul pendidikan kewarganegaraan kelas IX semester gasal 2010/2011
Ubaedillah , A. dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education), tp. p
Undang-Undang Otonomi Daerah Terbaru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, cet. I
Id.m.wikipedia.org/wiki/otonomi_daerah
Obatkafe.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-definisi-otonomi-daerah.html?m=1
Otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah.html

Anda mungkin juga menyukai