Anda di halaman 1dari 43

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.1.1 Pengertian DAS


Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam istilah asing disebut catchment area,
drainage area, drainage basin, river basin, atau watershed (Notohadiprawiro, 1981;
Cech, 2005). Pengertian yang berkembang di Indonesia, terdapat tiga terminologi sesuai
dengan luas dan cakupannya yaitu: Catchment, Watershed dan Basin. Tidak ada
batasan baku, tetapi selama ini dipahami bahwa catchment lebih kecil dari watershed,
dan basin adalah DAS besar (Priyono dan Savitri, 2001). Definisi lain menyatakan
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang menerima, menampung
dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke laut atau danau melalui satu
sungai utama. Dengan demikian suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di
sekitarnya oleh batas alam (topografi) berupa punggung bukit atau gunung. Dengan
demikian seluruh wilayah daratan habis berbagi ke dalam uni-unit Daerah Aliran
Sungai (DAS) (Asdak, 1995).
DAS biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir.
Fungsi suatu DAS merupakan suatu respon gabungan yang dilakukan oleh seluruh
faktor alamiah dan buatan manusia dan yang ada pada DAS tersebut. Sebuah DAS yang
besar dapat dibagi menjadi Sub DAS-Sub DAS yang lebih kecil ditampilkan pada
Gambar 2.1. Unit spasial yang lebih kecil dapat dibentuk pada SubDAS untuk
melakukan analisa spasial yang lebih akurat berdasarkan jenis tanah dan penggunaan
lahannya.

Universitas Sumatera Utara

Faktor utama kerusakan DAS ditandai dengan menurunnya kemampuan


menyimpannya yang menyebabkan tingginya laju erosi dan debit banjir sungaisungainya. Faktor utama penyebab adalah 1)hilang/rusaknya penutupan vegetasi
permanen/hutan, 2)penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan
3)penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak tepat
(Sinukaban, 2007).

Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.1.2 Pengertian Sungai


Dalam siklus hidrologi, aliran sungai digolongkan sebagai aliran permukaan.
Air sungai bisa berasal dari air hujan (terutama di daerah tropis) dan bisa pula berasal
dari es yang mencair di gunung atau pegunungan (terutama di daerah empat musim).
Oleh karena itu, debit air sungai bisa sangat dipengaruhi oleh musim. Bagi kita di
Indonesia yang berada di daerah tropis, debit air sungai akan tinggi bila musim hujan
dan rendah di musim kemarau. Sementara itu, di daerah empat musim, debit aliran
sungai meningkat ketika musim dingin berakhir karena salju mencair. Menurut Sandy
(1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu juga mengikis bumi
sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil
atau besar yang disebut dengan istilah alur sungai.

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke tempattempat yang lebih rendah. Setelah mengalami bermacam macam perlawanan akibat
gaya berat, air hujan akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang
di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur
sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai.
Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, di mana air akan
mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam
istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau River Basin.
Menurut Waryono (2001) bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan
bentuk luar penampang badan sungai yang memiliki karakteristik berbeda pada bagian
hulu, tengah, dan hilir. Lebih jauh dikemukakan bahwa bagian dari struktur sungai
meliputi badan sungai, tanggul sungai dan bantaran sungai. Forman (1986)
menggambarkan struktur koridor sungai secara rinci ditampilkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Koridor Sungai

Keterangan:
A: Penyangga tepian sungai.

D: Batas tinggi air semu.

B: Dataran banjir.

E: Dasar sungai.

C: Badan sungai.

F: Vegetasi riparian.

Universitas Sumatera Utara

Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan
tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia,
seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah
yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada,
fungsi sungai adalah:
a. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam
yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.
b. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan
pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

2.1.3 Bentuk bentuk Daerah Aliran Sungai


Bentuk bentuk DAS dapat dibagi dalam empat, antara lain:
a. Bentuk memanjang/ bulu burung.
b. Bentuk radial.
c. Bentuk parallel.
d. Bentuk komplek.
a. Bentuk memanjang/ bulu burung
Bentuk DAS ini biasanya akan memanjang dengan anak-anak sungainya
langsung mengalir ke induk sungai yang berbentuk seperti bulu burung.
Bentuk ini akan menyebabkan besar aliran banjir relatif lebih kecil karena
perjalanan banjir dari anak sungai itu berbeda beda dan banjir berlangsung
agak lama. Bentuk dari DAS ini ditampilkan pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.3 DAS bentuk memanjang


b.

Bentuk radial
Bentuk DAS ini seolah olah memusat pada satu titik sehingga
menggambarkan adanya bentuk radial, kadang-kadang gambaran tersebut
memberi bentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut
maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak
sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Sebagai contoh DAS
Bengawan Solo ditampilkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 DAS bentuk radial


c.

Bentuk paralel
DAS ini dibentuk oleh dua jalur DAS yang bersatu dibagian hilir. Dan
apabila terjadi banjir di daerah hilir biasanya terjadi setelah di bawah titik

Universitas Sumatera Utara

11

pertemuan. Sebagai contoh adalah banjir di Batang Hari di bawah


pertemuan Batang Tembesi ditampilkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 DAS bentuk paralel


d.

Bentuk komplek
DAS bentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari
beberapa bentuk DAS yang dijelaskan di atas, sebagai contoh
ditampilkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 DAS bentuk komplek

2.2

Potensi Banjir

2.2.1 Pengertian Banjir


Dalam ilmu geografi istilah banjir tidak dapat di definisikan dengan
memuaskan.

Salah satu

pengertian tentang banjir yang mendefinisikan bahwa

Universitas Sumatera Utara

12

peristiwa meluapnya air sungai melampaui tanggulnya sehingga menggenangi daratan


disampingnya (Strahler, 1975). Pengertian ini tidak mempersalahkan apakah banjir
adalah suatu bencana atau bukan. Pengertian ini memandang banjir sebagai suatu
istilah yang bermakna sosial-budaya, karena suatu tempat dikatakan dilanda banjir jika
tempat itu adalah daerah budi daya manusia yang tidak semestinya dilanda banjir, jika
tempat itu adalah suatu hutan atau suatu permukiman yang terdiri atas rumah-rumah
panggung yang dibuat untuk menghindari naiknya permukaan setiap musim, maka itu
tidak dikatakan banjir oleh mereka. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa
istilah banjir itu tidak dipakai secara konsisten. Terkadang disamakan dengan
genangan. padahal tidak semua genangan disebabkan oleh meluapnya sungai,
misalnya genangan di ruas jalan yang cekung. Namun yang jelas kata banjir akan
memunculkan kesan genangan dipikiran kita.
Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai
sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah pada
manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi apabila
kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran banjir, bahkan
lebih jauh yang mengakibatkan terjadinya genangan. Genangan air tidak dikatakan
banjir apabila tidak menimbulkan masalah bagi manusia yang tinggal pada daerah
genangan tersebut. Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang
melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung
sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air
yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh:

Universitas Sumatera Utara

13

1.

Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS).

2.

Pembuangan sampah.

3.

Erosi dan sedimentasi.

4.

Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase.

5.

Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.

6.

Curah hujan yang tinggi.

7.

Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.

8.

Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.

9.

Pengaruh air pasang.

10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut).
11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie, 2005).

2.2.2 Daerah Rawan Banjir


Untuk mereduksi kerugian akibat banjir, maka lebih dulu harus diketahui secara
pasti daerah rawan banjir. Daerah rawan banjir dapat dikenali berdasarkan karakter
wilayah banjir yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. limpasan dari tepi sungai.
2. wilayah cekungan.
3. banjir akibat pasang surut.
Menurut Peraturan Menteri

PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan

sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, daerah

Universitas Sumatera Utara

14

penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan
ditampilkan pada Gambar 2.7. Elevasi dan debit banjir daerah rawan banjir sekurangkurangnya ditentukan berdasarkan analisis perioda ulang 50 tahunan.
Tingkat resiko di daerah rawan banjir bervariasi tergantung ketinggian
permukaan tanah setempat. Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan
tanah serta melalui analisis hidrologi dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran
banjir menurut tingkat resiko terhadap banjir. Pembagian daerah rawan banjir
digunakan sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah perkotaan sehingga diketahui
resiko banjir yang akan terjadi. Dengan mengikuti pemetaan daerah rawan banjir yang
telah diperbaiki maka resiko terjadi bencana/kerusakan/kerugian akibat genangan banjir
yang diderita oleh masyarakat menjadi minimal.

Gambar 2.7: Daerah Penguasaan Sungai

Gambar 2.7 Daerah Penguasaan Sungai

2.2.3 Tingkat Bahaya Banjir


Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya yang mampu
membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran banjirnya (flood plain).
Dataran banjir merupakan daerah rawan banjir yang dapat diklasifikasi berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

15

kala ulang banjirnya. Dataran banjir di sekitar bantaran sungai yang masuk dalam
daerah genangan pada debit banjir tahunan Q100 merupakan daerah rawan banjir yang
sangat tinggi dijelaskan pada Tabel 2.1 menjelaskan klasifikasi ini yang akan diadopsi
dalam studi ini.
Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir menurut Periode Kala Ulang
Kelas

Daerah
Banjir

Kala Ulang
Debit Banjir
Q50 Q100

Q30 Q50

Tinggi

Q10 Q30

Sedang

Q1 Q10

Rendah

Rawan

Sangat Tinggi

2.2.4 Potensi Banjir Sungai Deli


Sungai Deli membelah Kota Medan dari arah selatan ke utara dengan total
watershed 358 km2. Dari total luas watershed tersebut, sekitar 200 km2 atau 56%
diantaranya telah dan sedang berubah menjadi wilayah terbangun/perkotaan. Wilayah
tersebut terdiri dari catchment area sungai Deli bagian downstream (17 km2), Sungai
sikambing (40 km2), Sungai Babura (99 km2), dan sisi kiri kanan Sungai Deli hingga ke
Deli Tua/Namorambe (44 km2). Catchment area selebihnya (158 km2) yakni terhitung
dari Delitua/Namorambe hingga

Sembahe/Sibolangit/Gunung Sibayak merupakan

lahan pertanian, kebun campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam.
Kemiringan dasar Sungai Deli rata-rata ialah 0.00611 dan pada daerah yang landai atau
mild slope ialah 0.0008. Berdasarkan pengamatan kejadian-kejadian banjir di Kota
Medan maka ancaman banjir paling ekstrem ialah apabila banjir Sungai Deli dan
Babura (river flood) terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota Medan (urban storm
water).

Universitas Sumatera Utara

16

Sesuai dengan kondisi topografi Kota Medan maka sistem saluran drainase
Kota Medan jarang yang bermuara ke Sungai Belawan sehingga banjir Sungai Belawan
tidak terlalu banyak mempengaruhi sistem drainase Kota Medan. Demikian juga banjir
Sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah selesai dinormalisasi hingga
ke muara yakni untuk debit banjir periode ulang 30 tahun, termasuk menampung
pengalihan debit Sungai Deli melalui Floodway. Drainase primer Sungai Sikambing
juga sudah selesai dinormalisasi ialah pada bagian downstream yakni JL. Kejaksaan
hingga muara Belawan yakni untuk debit banjir periode ulang 20 tahun. Sementara itu,
penampang Sungai Deli antara titi kuning (Floodway) dan JL. Kejaksaan masih rawan
banjir karena belum dinormalisasi. Kapasitas penampang Sungai Deli pada bagian ini
masih rendah yakni hanya mampu menampung debit banjir periode ulang 2 tahun yaitu
sebesar 160 m3/det (Ginting, 2012). Perkiraan debit banjir Sungai Deli pada beberapa
ruas (section) untuk berbagai periode ulang menurut hasil analisis yang dilaporkan pada
study JICA (1992) ditampilkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Perkiraan Debit Banjir untuk berbagai Periode Ulang


(Sumber: JICA, 1992)

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 2.2 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang Sungai Deli

Debit Banjir

Periode Ulang (Tahun)


10 Tahun
20 Tahun
3

30 Tahun

Q1

(m /det)
460

(m /det)
530

(m3/det)
570

Q2

420

490

520

Q3

260

300

320

Sumber JICA 1992

Dari hasil analisis tersebut pada Gambar 2.8 di atas dapat dilihat bahwa debit
banjir Sungai Deli pada bagian yang belum dinormalisasi yakni antara JL. Kejaksaan
dan titi kuning untuk periode 10 tahun adalah sebesar Q3 = 260 m3/det. Jika debit banjir
periode ulang 10 tahun yakni Q3 = 260 m3/det dibandingkan dengan kapasitas
penampang pada bagian ini yakni 160 m3/det, maka pada kejadian banjir periode ulang
10 tahun akan terjadi potensi banjir yang mengancam permukiman penduduk sebesar
100 m3/det.

2.2.5

Potensi Banjir Sungai Babura


Selanjutnya, Sungai Babura yang merupakan anak Sungai Deli adalah sungai

yang sangat potensil sebagai ancaman banjir Kota Medan karena disamping watershed
sungai ini seluruhnya berada pada wilayah penyangga perkembangan Kota Medan,
pembangunan pemukiman sangat pesat di wilayah ini dan penampang sungai ini belum
pernah dinormalisasi. Kemiringan dasar sungai rata-rata ialah 0.00236 dan pada daerah
landai atau mild slope ialah 0.00187.

Menurut hasil studi dan analisis JICA dan

MMUDP, kapasitas penampang Sungai Babura yang ada pada saat ini (natural) hanya
mampu menampung debit banjir periode ulang 1 tahun yakni sebesar 69 m3/det. Dari

Universitas Sumatera Utara

18

hasil analisis yang tertera pada gambar 2.8 dapat diketahui bahwa debit Sungai Babura
yang masuk ke Sungai Deli dijelaskan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang Sungai Babura

Debit Banjir

Periode Ulang (Tahun)


10 Tahun 20 Tahun

30 Tahun

50 Tahun

100 Tahun

Qbabura

(m3/det)
160

(m3/det)
200

(m3/det)
230

(m3/det)
260

(m3/det)
190

Sumber JICA 1992

Jadi bila dibandingkan dengan kapasitas penampang Sungai Babura yakni 69


m3/det, maka potensi banjir Sungai Babura yang mengancam permukiman penduduk
untuk periode ulang 10 tahun ialah sebesar 91 m3/det.

2.3

Curah Hujan

2.3.1 Faktor Curah Hujan


Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab
banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai
curah hujan yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya awan-awan konvektif
dan orografik yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya
awan-awan konvektif dan orografik maka intensitas curah hujan yang terjadi sangat
besar. Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan
perubahan ekosistem dari tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke
tanaman semusim berakar dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan
dalam tanah, memperbesar aliran permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah
longsor. Curah hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

19

diserap tanah akan dilepas sebagai aliran permukaan yang akhirnya menimbulkan
banjir.

2.3.2 Analisa Curah Hujan Kawasan


a. Metode Aritmatik (Aljabar)
Metode ini merupakan perhitungan curah hujan wilayah dengan rata-rata
aljabar curah hujan di dalam dan sekitar wilayah yang bersangkutan.

(2.1)

di mana:

R = Curah hujan rata-rata wilayah atau daerah.


Ri = Curah hujan di stasiun pengamatan ke-i.
n = Jumlah stasiun pengamatan.

Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara aritmatik ini hampir sama
dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan
tersebar merata di seluruh wilayah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih objektif.

Gambar 2.9 Aljabar

Universitas Sumatera Utara

20

b. Metode Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar
merata,

maka

cara

perhitungan

curah

hujan

dilakukan

dengan

memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan ditampilkan pada


Gambar 2.10.

(2.2)

di mana: R = Curah hujan daerah.


Rn = Curah hujan di setiap stasiun pengamatan.
An = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan.

Gambar 2.10 Polygon Thiessen


c. Metode Isohyet
Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm 20 mm
berdasarkan data curah hujan pada stasiun pengamatan di dalam dan di luar
daerah yang dimaksud. Luas bagian antara dua garis isohyet yang berdekatan
diukur dengan Planimeter ditampilkan pada Gambar 2.11. Curah hujan
daerah itu dapat dihitung menurut persamaan:

Universitas Sumatera Utara

21

(2.3)

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi
memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan
untuk membuat isohyet.

Gambar 2.11 Metode Isohyet


2.3.3 Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian
pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan
menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang
paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara
empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan yang
diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional. Dalam
penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 2, 3, 5, 10, 25, 50, dan
100 tahun Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi metode
yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah
sebagai berikut:
1. Distribusi Gumbel.
Universitas Sumatera Utara

22

2. Distribusi Log Pearson Tipe III.


3. Distribusi Normal.
4. Distribusi Log Normal.

1. Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu
(Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:

X Tr = + S

Y Tr = -Ln

Sn

dimana:

=1

(2.4)

(2.5)

( ) 2

(2.6)

YTr = Reduced variate.


S

= Standar deviasi data hujan.

Sn = Standar deviation tergantung pada jumlah sampel/data.


Tr = Fungsi waktu balik (tahun).
Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n.

2.

Distribusi Log Pearson Tipe II


Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang
dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga
parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu:
1. Harga rata-rata (R).
2. Simpangan baku (S).
3. Koefisien kemencengan (G).

Universitas Sumatera Utara

23

= Log R

=1

Log =

=1

S=

(2.7)

(2.8)

( ) 2

G=

=1

( ) 3

1 (2) () 3

Log T = Log + KS

(2.9)
(2.10)
(2.11)

di mana: R = Curah hujan rencana (mm).


G = Koefisien kemencengan.
S = Simpangan baku.
K = Variabel standar untuk R yang besarnya tergantung dari nilai
G.
3. Distribusi Normal
Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis
umumnya digunakan persamaan sebagai berikut:

T = + KT S
KT =

(2.12)
(2.13)

di mana: T = Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan


periode ulang T tahunan.
= Nilai rata-rata hitung sampel.
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau
yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik
distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

Universitas Sumatera Utara

24

4. Metode Distribusi Log Normal


Logn xT x k n

(2.14)

di mana: T = Intensitas curah hujan dengan periode ulang T tahun.

x = Harga rata rata dari populasi x.


K = Faktor frekuensi.

n = Standar deviasi dari populasi x.

2.3.4 Uji kecocokan (Goodness of fittest test)


Penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test)
distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan
dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Penelitian ini
menggunakan Metode Smirnov-Kolmogorof (secara analitis). Pengujian probabilitas
Metode Smirnov-Kolmograf dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut
(Xi) dengan rumus tertentu, misalnya rumus weibull.
() =

+1

(2.15)

dimana: n = Jumlah data


i = Nomor urut data diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya.
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut
P(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,
Normal, dan sebagainya).
4. Hitung selisih (Pi) antara peluang empiris dan teoritis data yang diurut.

Universitas Sumatera Utara

25

= () ()

(2.16)

5. Tentukan apakah Pi < P kritis, jika tidak artinya Distribusi Probabilitas


yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
6. P kritis dijelaskan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Tabel Nilai Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)
(derajat kepercayaan)
0,20
0,10
0,45
0,51
0,32
0,37
0,27
0,30
0,23
0,26
0,21
0,24
0,19
0,22
0,18
0,20
0,17
0,19
0,16
0,18
0,15
0,17

N
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50

0,05
0,56
0,41
0,34
0,29
0,27
0,24
0,23
0,21
0,20
0,19

0,01
0,67
0,49
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
0,25
0,24
0,23

N > 50

2.3.5 Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Lubis (1992). Dalam penelitian ini
intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis (1992)
intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik
menggunakan metode mononobe sebagai berikut:
=

di mana: I
t

24

24

24

(2.17)

= Intensitas curah hujan (mm/jam).


= Lamanya curah hujan (jam).

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

Universitas Sumatera Utara

26

2.3.6 Waktu Konsentrasi


Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang
jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol)
setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk
memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich
(1940), yang dapat ditulis sebagai berikut:
Tc = 0.00025 (L/S)0.8

di mana:

(2.18)

L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km.


S = Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua


komponen, yaitu:
1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di
permukaan lahan sampai saluran terdekat.
2. Conduit time (td) yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik
keluaran.
tc = t0 + td

(2.19)

di mana: t0 = 23 x 3,28 x Ls x n (menit).


td = Ls 60 V (menit).
n = Angka kekasaran Manning.
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m).

2.3.7

Koefisien Limpasan
Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh

terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas permukaan
suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada saat menuju suatu

Universitas Sumatera Utara

27

saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer atau sungai, tergantung
dari tata guna lahan di sekitar saluran tersebut. Nilai koefisien ini juga dapat digunakan
untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang artinya
memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan
Syarief (2005) yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu
merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C
berkisar antara 0 1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan
terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air
hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang
terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.
Tabel 2.5 Nilai Koefisien Limpasan
Jenis Daerah
Daerah Perdagangan

Koefisien Limpasan

Kota

0.70-0.95

Sekitar Kota

0.50-0.70

Daerah Pemukiman
Satu Rumah

0.30-0.50

Banyak Rumah, terpisah

0.40-0.50

Banyak Rumah, rapat

0.60-0.75

Pemukiman, pinggiran kota

0.25-0.40

Apartemen

0.50-0.70

Daerah Industry
Ringan

0.50-0.80

Padat

0.60-0.90

Lapangan, kuburan dan sejenisnya

0.10-0.25

Halaman, jalan kereta api dan sejenisnya

0.20-0.35

Lahan tidak terpelihara

0.10-0.30

Sumber: SNI 03-24151991

Universitas Sumatera Utara

28

2.4

Debit Banjir

2.4.1 Debit Banjir


Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala ulang
tertentu. Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q100 bermakna banjir yang memiliki
probabilitas kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi daerah dataran banjir.
Daerah dataran banjir Q100 tentu jauh lebih besar dari daerah dataran banjir Q10.
Mengingat banyak sungai di Indonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur
debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan
menggunakan metode Gumbel, metode Log Pearson III, ataupun metode Normal. Dan
perhitungan debit banjir digunakan dengan metode hidrograf sintetis (Nakayasu,
Snyder, dll) untuk pemodelan unsteady flow dan metode rasional untuk steady flow.

2.4.2

Metode Perhitungan Debit Banjir

2.4.2.1

Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau

daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai
dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah
yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah.
Rumus metode rasional adalah sebagai berikut:
Q=fxCxIxA

(2.20)

di mana: C = Koefisien pengaliran.


I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam).
A = Luas daerah aliran (km2).

Universitas Sumatera Utara

29

f = Faktor konversi = 0.278.

2.4.2.2

Metode Hidrograf Banjir


Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi

limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi.
Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian
hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf
limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat
hujan sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto
menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant). Dari sudut
limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap
terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:
a. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception).
b. Tampungan di cekungan (depression storage).
c. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture).
d. Pengisian air tanah (recharge).
e. Evapotranspirasi.

Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur
aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf,
yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data
atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan
hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari
hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu

Universitas Sumatera Utara

30

aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base
flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon
yang cepat terhadap hujan.

1. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu
satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah
hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak
menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang
dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu
dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak). Periode limpasan dari hujan
satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas
hujan. Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS
terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan
antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali
dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS
mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu
yang berdasarkan 3 prinsip:
a. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda.
Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.

Universitas Sumatera Utara

31

b. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang
waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif.
Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan
efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali
lipat dalam satuan waktu tertentu akan

menghasilkan suatu hidrograf

dengan ordinat sebesar n kali lipat.


c. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan
efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang
berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf

yang merepresentasikan

kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat


hidrograf tunggal yang memberi kontribusi.

Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS
terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian,
penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk
berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan
debit atau banjir rencana.

2. Hidrograf satuan sintetik


Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf
satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai
ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini,

Universitas Sumatera Utara

32

hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama
atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau
parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar,
luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari
penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga
jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:
1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu.
2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder.
3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I.
4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS.

Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi di DAS
Deli dan DAS Belawan khususnya pada sungai utama dan anak sungainya di kedua
DAS tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura, dan Sungai Belawan.

3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu


Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada
umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya
mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin
memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga
tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara
rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri. Pengembangan suatu daerah
sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak

Universitas Sumatera Utara

33

selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan
untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat
pendek.
Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak
digunakan berbagai cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas
persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan.
Namun dari penelitian terbukti bahwa metode seperti Melchior, Der Weduwen dan
Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% - 80%, dengan
penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%. Selain itu tercatat
pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau

menunjukkan perkiraan lebih

(overestimated). Cara- cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan


kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan (runoff coefficient) mengundang
subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab
penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi (reduction coefficient).
Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil kurang dari 80 hektar
atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam
perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil
mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena
proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat
kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas.
Cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran
sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu
upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan
disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau

Universitas Sumatera Utara

34

tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan
hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan
cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas
pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara
sederhana dapat ditampilkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan


seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut:
1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:
untuk L > 15 : = 0,4 + 0, 058
untuk L < 15 : = 0,21 0,7

(2.21)
(2.22)

2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan


sebagai berikut:
= + 0,8

(2.23)

Universitas Sumatera Utara

35

3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:


0,3 =

(2.24)

= + 0,8

(2.25)

4. Waktu puncak:

5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:


=

1
3,6

1
(0,3 0,3 )

(2.26)

6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp):

2,4

(2.27)

7. Bagian lengkung turun:


Jika < < 0,3

= 0,3 0,3

(2.28)

Jika > > 0,3


+ 0,5 0,3

= 0,3

1,5 0,3

(2.29)

Jika > 1,5 0,3


+ 1,5 0,3

= 0,3

2.5

2 0,3

(2.30)

Aplikasi HEC-RAS
HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk pemodelan aliran saluran terbuka

seperti drainase, sungai, dan penampang saluran terbuka lainnya. River Analysis System
(RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja

Universitas Sumatera Utara

36

di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS dapat menyajikan


merupakan pemodelan satu dimensi aliran tunak maupun tak-tunak (steady and
unsteady onedimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu
dimensi: (1) hitungan profil muka air aliran tunak, (2) simulasi aliran tak-tunak, (3)
hitungan angkutan sedimen, dan (4) hitungan kualitas air. Dalam pemodelan, input
HEC-RAS untuk pemodelan keempat komponen tersebut dapat memakai data geometri
yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik
yang dapat diakses setelah hitungan profil muka air dilakukan. HEC-RAS merupakan
program aplikasi yang mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis
hidraulik, manajemen dan penyimpanan data, grafik, serta pelaporan.

2.5.1 Graphical user interface


Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-RAS.
Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAS dengan tetap
mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk
melakukan hal-hal berikut ini:
1. Manajemen file.
2. Menginputkan data serta mengeditnya.
3. Melakukan analisis hidraulik.
4. Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan
grafik.
5. Penyusunan laporan.
6. Mengakses On-Line help.

Universitas Sumatera Utara

37

2.5.2 Analisis Hidraulika


Steady Flow Water Surface Component. Modul ini berfungsi untuk menghitung
profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow).
Program ini mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai
tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub-kritik, super- kritik,
maupun campuran antara keduanya.
Modul aliran permanen HEC-RAS mampu memperhitungkan pengaruh berbagai
hambatan aliran, seperti jembatan (bridges), gorong-gorong (culverts), bendung (weirs),
ataupun hambatan di bantaran sungai. Modul aliran permanen dirancang untuk dipakai
pada permasalahan pengelolaan bantaran sungai dan penetapan asuransi resiko banjir
berkenaan dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir. Modul aliran
permanen dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur
atau pembangunan tanggul.
Unsteady Flow Simulation. Modul ini mampu mensimulasikan aliran takpermanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks. Semula, modul aliran
tak-permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik dan
mensimulasikan regime aliran campuran (sub-kritik, super-kritik, loncat air, dan drawdowns). Fitur spesial modul aliran tak-permanen mencakup analisis dam-break,
limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran
tekan dalam pipa.
Sediment Transport/ Movable Boundary Computations. Modul ini mampu
mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai)
akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan,

Universitas Sumatera Utara

38

namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir
tunggal). Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen
sehingga memungkinkan simulasi armoring dan sorting. Fitur utama modul transport
sedimen mencakup kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai,
dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris)
transport sedimen.
Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang
gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau
muka air, ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk
memprediksi deposisi didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi,
mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan
akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.
Water Quality Analysis. Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis
kualitas air di sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk
melakukan analisis temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan
simulasi transpor berbagai konstituen kualitas air.

2.5.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data


Penyimpanan data dilakukan ke dalam flat files (format ASCII dan biner),
serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file
yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan
sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat
ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file. Manajemen

Universitas Sumatera Utara

39

data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama
file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file
secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan
menamainya sesuai dengan nama file project yang dituliskan oleh pemakai.
Penggantian nama file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file
dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan
berdasarkan project-by-project. Penggantian nama, pemindahan lokasi penyimpanan,
ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada
folder), biasanya akan menyebabkan kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS
mengingat pengubahan tersebut kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh
karena itu, operasi atau modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam
HEC-RAS.
2.5.4 Grafik dan Pelaporan
Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur
sungai, tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang
merupakan plot X-Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula fitur plot
3D beberapa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula ditampilkan
dalam bentuk tabel. Pemakai dapat memilih antara memakai tabel yang telah disediakan
oleh HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat
ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam
program aplikasi lain (word processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HECRAS dapat berupa pencetakan data masukan dan keluaran hasil pada printer atau
plotter.

Universitas Sumatera Utara

40

Dalam penggunaan program HEC-RAS, yang perlu diperhatkan yaitu input data
untuk HEC-RAS. Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu
merupakan input pada pemodelan. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air
menggunakan data lapangan hasil survei dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan
hidrologi berupa data debit banjir dengan periode ulang tertentu. Pemodelan dibuat
dengan memanfaatkan data debit berdasarkan kurva hidrograf untuk mengetahui
pergerakan air. Data kecepatan air sesaat yang tercatat dan sudah dianalisis secara
hidrolis dapat menjadi input pada syarat batas.

Gambar 2.13 Tampilan HEC-RAS Versi 4.0

2.5.5 HEC-RAS dalam Analisa Potensi Banjir


Dalam permasalahan banjir hal utama yang harus diketahui adalah sampai
setinggi mana profil muka air yang dihasilkan oleh debit banjir sehingga dapat
menggenangi daerah di sekitar sungai tersebut. Maka dari itu dengan menggunakan
program HEC-RAS dapat diprediksi sampai setinggi mana profil muka air banjir yang
terjadi. Hasil daripada prediksi tersebut dapat ditampilkan menurut periode ulang banjir
tahunan baik itu Q25 sampai Q100 yang terjadi sepanjang daerah aliran sungai baik itu di
badan sungai, bantaran sungai bagian kiri dan kanan, sampai daerah dataran tinggi yaitu

Universitas Sumatera Utara

41

daerah pemukiman dan fasilitas-fasilitas infrastruktur yang ada disekitar sungai.


Dengan adanya simulasi pemodelan seperti ini banjir dapat di analisa dan dapat
memprediksi banjir tahunan yang sering terjadi akibat curah hujan yang sangat tinggi
dan akibat saluran penampang sungai yang tidak dapat menampung debit banjir yang
melebihi kapasitas tampang saluran. Dan hasil dari prediksi pemodelan tersebut dapat
diintegrasi dengan sistem informasi geografis yang nantinya dapat menampilkan
informasi daripada daerah genangan banjir dan luas genangan yang terjadi menurut
periode kala ulangnya.

2.6

Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.6.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)


Banyak definisi SIG telah diajukan dari waktu ke waktu, namun tidak ada
satupun yang dapat sepenuhnya memuaskan. Meskipun banyak yang mendefinisikan
sebagai sesuatu yang lebih dari sebuah teknologi, saat ini label SIG disandingkan
dengan berbagai macam hal, diantaranya yaitu sejenis perangkat lunak yang dapat
dibeli dari sebuah vendor untuk menjalankan peralatan untuk mengolah fungsi-fungsi
kompleks (perangkat lunak SIG), representasi digital dari berbagai aspek dunia
geografis dalam bentuk rangkaian data (data SIG); komunitas orang-orang yang
menggunakan dan menyerukan penggunaan perangkat SIG untuk berbagai tujuan
(komunitas SIG) dan aktivitas menggunakan SIG untuk memberikan solusi terhadap
permasalahan atau ilmu pengetahuan lanjutan (melakukan SIG). Penamaan berlaku
pada semua hal tersebut dan pengertiannya bergantung pada konteks di mana
iadigunakan (Longley, 2005). Banyak penulis mendefinisikan (SIG) dengan

Universitas Sumatera Utara

42

karakteristik yang sedikit berbeda, namun ada kesepakatan bersama bahwa kemampuan
kunci dari SIG adalah kemampuannya membuat suatu basis data geografis dan data di
dalamnya dapat dimanipulasi, diintegrasikan, dianalisis dan ditampilkan (Gregory &
Pell, 2007).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah basis data yang biasanya mempunyai
komponen spasial dalam pengolahan dan penyimpanannya. Karenanya SIG mempunyai
potensi untuk menyimpan dan menghasilkan produk-produk peta dan sejenisnya. Ia
juga menawarkan potensi untuk menjalankan analisis berganda ataupun mengevaluasi
suatu skenario sebagaimana simulasi model (Lyon, 2003).
SIG dalam esensinya adalah sebuah pusat penyimpanan dan perangkat perangkat analisis bagi data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pengembang
dapat menumpangtindihkan informasi dari berbagai sumber data tersebut melalui
berbagai theme dan layer, melaksanakan analisis data secara menyeluruh dan
menggambarkannya secara grafis bagi pengguna (Albrecht, 2007).

2.6.2 Kelebihan Sistem Informasi Geografis (SIG)


Hampir semua yang terjadi di suatu tempat. Umumnya, aktivitas-aktivitas
manusia terbatas pada ruang yang berada di dekat atau di permukaan bumi. Mengetahui
di mana suatu hal terjadi adalah kepentingan yang mendesak, apabila kita hendak
berangkat ke suatu lokasi atau menugaskan seseorang kesana, untuk mencari informasi
lain terhadap sebuah tempat, atau menginformasikan kepada seseorang yang tinggal
dekat tempat tersebut. Oleh karenanya, lokasi geografis merupakan atribut penting dari
beragam aktivitas, kebijakan, strategi dan perencanaan. Sistem Informasi Geografis

Universitas Sumatera Utara

43

adalah sebuah kelas khusus sistem informasi yang merekam, bukan hanya kejadian,
aktivitas dan sesuatu, tetapi juga di mana kejadian, aktivitas dan sesuatu tersebut terjadi
atau berada (Longley, 2005). Terdapat sejumlah kelebihan yang dibawa oleh teknologi
SIG bagi penelitian sumber daya air. SIG memungkinkan penataan dan penyimpanan
data yang lebih baik. Tujuan dari studi DAS diantaranya adalah pembagian DAS,
identifikasi pembagian drainase dan jaringan alur sungai, karakterisasi lereng dan
hadapan, konfigurasi daerah tangkapan air dan perilaku aliran air yang menghasilkan
variabel-variabel tersebut sulit dilakukan dari peta-peta cetak dan foto udara. Metode
tradisional tersebut menjadi pokok terjadinya kesalahan akibat operasi manual dan
terbukti membutuhkan waktu yang lama (Lyon, 2003).
2.6.3 Data Spasial
Dalam bentuk yang sangat umum, data geografis dapat digambarkan sebagai
suatu data yang mempunyai referensi spasial. Sebuah referensi spasial adalah sebuah
penunjuk bagi semacam lokasi, baik itu dalam bentuk langsung yang ditunjukkan
sebagai sebuah koordinat, sebuah alamat atau kedudukan relatif terhadap lokasi lain.
Suatu lokasi dapat (1) berdiri sendiri atau (2) menjadi bagian dari sebuah objek
keruangan, di mana dalam kasus ini lokasi menjadi definisi pembatas bagi objek
tersebut. Atribut yang diasosiasikan dengan suatu data geografis harus valid bagi
seluruh koordinat yang menjadi bagian dari objek geografis (Albrecht, 2007).
2.6.4 Penginderaan jauh
Dewasa ini, foto udara skala kecil dan citra satelit telah digunakan untuk
pemetaan penggunaan lahan/penutup lahan bagi wilayah yang luas (Lillesand dan
Kiefer, 1990). Data penginderaan jauh dan SIG saling melengkapi satu sama lain

Universitas Sumatera Utara

44

dengan saling menambahkan informasi. Data SIG membantu analisis citra dalam
mengelompokkan pixel-pixel yang meragukan, sedangkan citra yang digunakan sebagai
latar belakang bagi data vektor khusus menyediakan orientasi dan tata letak situasional
(Albrecht, 2007).

2.6.5

Overlay

Overlay adalah inti dari operasi SIG yang seolah mendefinisikan SIG. Apabila
sebuah perangkat lunak dapat melakukan proses overlay, maka dapat dipastikan bahwa
aplikasi tersebut adalah sebuah aplikasi SIG dan bukan hanya aplikasi Computer Aided
Design (CAD) atau kartografi saja (Albrecht, 2007). Proses overlay memerlukan
ketepatan dalam kesamaan lokasi. Dengan kata lain, pada suatu lokasi tertentu, suatu
data yang terdapat dalam sebuah kelas fitur dan data yang terdapat dalam kelas fitur lain
digabungkan menjadi sebuah set data hasil dan membentuk geometri yang sebelumnya
tidak ada, sehingga menghasilkan data yang benar-benar baru (Albrecht, 2007).

Gambar 2.14 Integrasi Model dengan SIG

Universitas Sumatera Utara

45

2.6.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Prediksi Daerah Genangan Banjir
Untuk mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan sistem
informasi geografis. US. Army Corps Of Engineer mengembangkan HEC-RAS.
Program ini kemudian dapat digunakan sebagai interface dengan perangkat lunak
sistem informasi geografis seperti ArcView ataupun MapInfo sehingga dapat secara
langsung memproses data spasial yang terdapat dalam Sistem informasi geografis ke
dalam model tersebut. Selanjutnya sistem ini membantu menjadi media dari analisa
model ke dalam analisa spasial. Integrasi ini merupakan integrasi eksternal mengingat
masing-masing program telah mempunyai bahasa masing-masing akan tetapi dapat
disatukan dengan adanya program interface.
ArcView dan MapInfo akan bekerja dengan optimal apabila digunakan data peta
DEM (Digital Elevation Model) yang umumnya dibangkitkan berdasarkan data radar
atau foto udara yang akurat. Sedangkan data tutupan lahan dapat secara baik digunakan
peta berdasarkan citra satelit terlebih lagi dengan menggunakan Ikonos.
Freier (2005) mendemontrasikan kemampuan SIG dalam mengukur potensi
banjir pada suatu DAS untuk menentukan resiko banjir di perkotaan dengan
menumpangtindihkan lapisan peta sarana kota, peta jalan, peta alur sungai dan peta
daerah dataran banjir untuk Q100. Dengan model SIGnya ia dapat mengidentifikasi
sarana-sarana publik penting yang masuk ke dalam daerah rawan banjir untuk kala
ulang 100 tahun tersebut. Model seperti ini dapat pula dijadikan dasar untuk proses
mitigasi dan rencana tanggap darurat saat banjir terjadi.

Universitas Sumatera Utara

46

Ghani, dkk (2000) mengembangkan model integrasi antara ArcView 3.2 dengan
HEC-6, Fluvial 12 dan HEC-RAS. Model integrasi ini digunakan untuk meramal
perubahan arus air sungai, sehingga dapat diketahui luapan air sungai yang akan terjadi.
Lebih lanjut hasil hitungan model ini kemudian digambarkan dalam bentuk poligon
dengan bantuan HEC-GeoRAS dan kemudian diekspor kedalam sistem informasi
geografis. Kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa luasan dan kedalaman daerah
genangan. Hal ini merupakan overlay antar peta dasar lokasi dengan hasil hitungan
model yang digambarkan secara spasial pada ArcView. Overlay ini memberikan
penampakkan yang jelas akan daerah rawan banjir .
Interface HEC-GeoRAS membentuk Shapefile pada ArcView sebagai hasil dari
hitungan HEC-RAS, shapefile ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk
mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, maka
kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir yang akan terjadi seperti
beberapa banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian
atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain.
Ghani (2000) menerangkan bahwa Interface HEC-GeoRAS membentuk Shape
file pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HEC-RAS, shapefile ini yang kemudian
dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah
didapatkan daerah genangan, maka kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai
kerugian yang akan terjadi seperti beberapa banyak rumah atau bangunan yang akan
terendam, kerusakan lahan pertanian atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus
diungsikan dan lain-lain sesuai dengan tujuan analisis dan keberadaan data base spasial
yang terkait dalam ArcView.

Universitas Sumatera Utara

47

2.7

Estimasi Resiko Banjir


Resiko banjir pasti akan terjadi apabila suatu daerah terkena dampak banjir baik

itu kerusakan, bencana dan kerugian. Semua hal itu akan berdampak langsung terhadap
penduduk sekitar akibat dari daerah genangan banjir yang menggenangi dataran
pemukiman penduduk. Dalam hal ini kerusakan terjadi terhadap rumah yang
memberikan arti bahwasanya pemilik rumah harus mengeluarkan biaya ganti rugi
akibat banjir. Selain itu banjir juga memberikan dampak bencana terhadap penduduk
seperti: penyakit, gangguan terhadap psikologis (Ganguan kesehatan dan kenyamanan)
dan memungkinkan terjadinya kematian. Untuk itu sudah seharusnya perlu dilakukan
suatu metode maupun suatu pendekatan yang bertujuan untuk menghitung resiko
kerugian banjir, agar nantinya pemerintah dalam mengantisipasi kerugian banjir
tahunan yang sering terjadi dapat diprediksi ataupun dianalisa dengan cepat dan akurat.
Dalam mengestimasi resiko banjir berdasarkan standar perkiraan nilai kerusakan
dan kerugian rumah akibat banjir (http//www.scribd.com/doc/Bappenas 2007Laporan
Penilaian kerusakan kerugian Jabodetabek), terdapat beberapa formula dalam
perhitungan estimasi resiko banjir yaitu:
1. Untuk jumlah penduduk yang terkena dampak diestimasi proporsional
terhadap luas genangan banjirnya dengan formula sebagai berikut:

(2.31)

Universitas Sumatera Utara

48

2. Untuk jumlah rumah yang terkena dampak dihitung dengan formula yang
sama yaitu:

(2.32)

3. Kemudian untuk menghitung besar biaya kerugian yang diakibatkan oleh


banjir digunakan formula sebagai berikut:

(2.33)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai