BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke tempattempat yang lebih rendah. Setelah mengalami bermacam macam perlawanan akibat
gaya berat, air hujan akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang
di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur
sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai.
Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, di mana air akan
mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam
istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau River Basin.
Menurut Waryono (2001) bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan
bentuk luar penampang badan sungai yang memiliki karakteristik berbeda pada bagian
hulu, tengah, dan hilir. Lebih jauh dikemukakan bahwa bagian dari struktur sungai
meliputi badan sungai, tanggul sungai dan bantaran sungai. Forman (1986)
menggambarkan struktur koridor sungai secara rinci ditampilkan pada Gambar 2.2.
Keterangan:
A: Penyangga tepian sungai.
B: Dataran banjir.
E: Dasar sungai.
C: Badan sungai.
F: Vegetasi riparian.
Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan
tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia,
seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah
yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada,
fungsi sungai adalah:
a. Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam
yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.
b. Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan
pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.
10
Bentuk radial
Bentuk DAS ini seolah olah memusat pada satu titik sehingga
menggambarkan adanya bentuk radial, kadang-kadang gambaran tersebut
memberi bentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut
maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak
sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Sebagai contoh DAS
Bengawan Solo ditampilkan pada Gambar 2.4.
Bentuk paralel
DAS ini dibentuk oleh dua jalur DAS yang bersatu dibagian hilir. Dan
apabila terjadi banjir di daerah hilir biasanya terjadi setelah di bawah titik
11
Bentuk komplek
DAS bentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari
beberapa bentuk DAS yang dijelaskan di atas, sebagai contoh
ditampilkan pada Gambar 2.6.
2.2
Potensi Banjir
Salah satu
12
13
1.
2.
Pembuangan sampah.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut).
11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan bangunan pengendali banjir (Kodoatie, 2005).
sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, daerah
14
penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan
ditampilkan pada Gambar 2.7. Elevasi dan debit banjir daerah rawan banjir sekurangkurangnya ditentukan berdasarkan analisis perioda ulang 50 tahunan.
Tingkat resiko di daerah rawan banjir bervariasi tergantung ketinggian
permukaan tanah setempat. Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan
tanah serta melalui analisis hidrologi dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran
banjir menurut tingkat resiko terhadap banjir. Pembagian daerah rawan banjir
digunakan sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah perkotaan sehingga diketahui
resiko banjir yang akan terjadi. Dengan mengikuti pemetaan daerah rawan banjir yang
telah diperbaiki maka resiko terjadi bencana/kerusakan/kerugian akibat genangan banjir
yang diderita oleh masyarakat menjadi minimal.
15
kala ulang banjirnya. Dataran banjir di sekitar bantaran sungai yang masuk dalam
daerah genangan pada debit banjir tahunan Q100 merupakan daerah rawan banjir yang
sangat tinggi dijelaskan pada Tabel 2.1 menjelaskan klasifikasi ini yang akan diadopsi
dalam studi ini.
Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir menurut Periode Kala Ulang
Kelas
Daerah
Banjir
Kala Ulang
Debit Banjir
Q50 Q100
Q30 Q50
Tinggi
Q10 Q30
Sedang
Q1 Q10
Rendah
Rawan
Sangat Tinggi
lahan pertanian, kebun campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam.
Kemiringan dasar Sungai Deli rata-rata ialah 0.00611 dan pada daerah yang landai atau
mild slope ialah 0.0008. Berdasarkan pengamatan kejadian-kejadian banjir di Kota
Medan maka ancaman banjir paling ekstrem ialah apabila banjir Sungai Deli dan
Babura (river flood) terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota Medan (urban storm
water).
16
Sesuai dengan kondisi topografi Kota Medan maka sistem saluran drainase
Kota Medan jarang yang bermuara ke Sungai Belawan sehingga banjir Sungai Belawan
tidak terlalu banyak mempengaruhi sistem drainase Kota Medan. Demikian juga banjir
Sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah selesai dinormalisasi hingga
ke muara yakni untuk debit banjir periode ulang 30 tahun, termasuk menampung
pengalihan debit Sungai Deli melalui Floodway. Drainase primer Sungai Sikambing
juga sudah selesai dinormalisasi ialah pada bagian downstream yakni JL. Kejaksaan
hingga muara Belawan yakni untuk debit banjir periode ulang 20 tahun. Sementara itu,
penampang Sungai Deli antara titi kuning (Floodway) dan JL. Kejaksaan masih rawan
banjir karena belum dinormalisasi. Kapasitas penampang Sungai Deli pada bagian ini
masih rendah yakni hanya mampu menampung debit banjir periode ulang 2 tahun yaitu
sebesar 160 m3/det (Ginting, 2012). Perkiraan debit banjir Sungai Deli pada beberapa
ruas (section) untuk berbagai periode ulang menurut hasil analisis yang dilaporkan pada
study JICA (1992) ditampilkan pada Gambar 2.8.
17
Tabel 2.2 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang Sungai Deli
Debit Banjir
30 Tahun
Q1
(m /det)
460
(m /det)
530
(m3/det)
570
Q2
420
490
520
Q3
260
300
320
Dari hasil analisis tersebut pada Gambar 2.8 di atas dapat dilihat bahwa debit
banjir Sungai Deli pada bagian yang belum dinormalisasi yakni antara JL. Kejaksaan
dan titi kuning untuk periode 10 tahun adalah sebesar Q3 = 260 m3/det. Jika debit banjir
periode ulang 10 tahun yakni Q3 = 260 m3/det dibandingkan dengan kapasitas
penampang pada bagian ini yakni 160 m3/det, maka pada kejadian banjir periode ulang
10 tahun akan terjadi potensi banjir yang mengancam permukiman penduduk sebesar
100 m3/det.
2.2.5
yang sangat potensil sebagai ancaman banjir Kota Medan karena disamping watershed
sungai ini seluruhnya berada pada wilayah penyangga perkembangan Kota Medan,
pembangunan pemukiman sangat pesat di wilayah ini dan penampang sungai ini belum
pernah dinormalisasi. Kemiringan dasar sungai rata-rata ialah 0.00236 dan pada daerah
landai atau mild slope ialah 0.00187.
MMUDP, kapasitas penampang Sungai Babura yang ada pada saat ini (natural) hanya
mampu menampung debit banjir periode ulang 1 tahun yakni sebesar 69 m3/det. Dari
18
hasil analisis yang tertera pada gambar 2.8 dapat diketahui bahwa debit Sungai Babura
yang masuk ke Sungai Deli dijelaskan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang Sungai Babura
Debit Banjir
30 Tahun
50 Tahun
100 Tahun
Qbabura
(m3/det)
160
(m3/det)
200
(m3/det)
230
(m3/det)
260
(m3/det)
190
2.3
Curah Hujan
19
diserap tanah akan dilepas sebagai aliran permukaan yang akhirnya menimbulkan
banjir.
(2.1)
di mana:
Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara aritmatik ini hampir sama
dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan
tersebar merata di seluruh wilayah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih objektif.
20
b. Metode Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar
merata,
maka
cara
perhitungan
curah
hujan
dilakukan
dengan
(2.2)
21
(2.3)
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi
memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan
untuk membuat isohyet.
22
1. Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu
(Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:
X Tr = + S
Y Tr = -Ln
Sn
dimana:
=1
(2.4)
(2.5)
( ) 2
(2.6)
2.
23
= Log R
=1
Log =
=1
S=
(2.7)
(2.8)
( ) 2
G=
=1
( ) 3
1 (2) () 3
Log T = Log + KS
(2.9)
(2.10)
(2.11)
T = + KT S
KT =
(2.12)
(2.13)
24
(2.14)
+1
(2.15)
25
= () ()
(2.16)
N
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0,05
0,56
0,41
0,34
0,29
0,27
0,24
0,23
0,21
0,20
0,19
0,01
0,67
0,49
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
0,25
0,24
0,23
N > 50
di mana: I
t
24
24
24
(2.17)
26
di mana:
(2.18)
(2.19)
2.3.7
Koefisien Limpasan
Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh
terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas permukaan
suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada saat menuju suatu
27
saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer atau sungai, tergantung
dari tata guna lahan di sekitar saluran tersebut. Nilai koefisien ini juga dapat digunakan
untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang artinya
memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan
Syarief (2005) yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu
merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C
berkisar antara 0 1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan
terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air
hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang
terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.
Tabel 2.5 Nilai Koefisien Limpasan
Jenis Daerah
Daerah Perdagangan
Koefisien Limpasan
Kota
0.70-0.95
Sekitar Kota
0.50-0.70
Daerah Pemukiman
Satu Rumah
0.30-0.50
0.40-0.50
0.60-0.75
0.25-0.40
Apartemen
0.50-0.70
Daerah Industry
Ringan
0.50-0.80
Padat
0.60-0.90
0.10-0.25
0.20-0.35
0.10-0.30
28
2.4
Debit Banjir
2.4.2
2.4.2.1
Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau
daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai
dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah
yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah.
Rumus metode rasional adalah sebagai berikut:
Q=fxCxIxA
(2.20)
29
2.4.2.2
limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi.
Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian
hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf
limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat
hujan sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto
menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant). Dari sudut
limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap
terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:
a. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception).
b. Tampungan di cekungan (depression storage).
c. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture).
d. Pengisian air tanah (recharge).
e. Evapotranspirasi.
Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur
aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf,
yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data
atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan
hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari
hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu
30
aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base
flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon
yang cepat terhadap hujan.
1. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu
satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah
hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak
menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang
dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu
dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak). Periode limpasan dari hujan
satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas
hujan. Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS
terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan
antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali
dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS
mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu
yang berdasarkan 3 prinsip:
a. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda.
Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.
31
b. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang
waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif.
Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan
efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali
lipat dalam satuan waktu tertentu akan
yang merepresentasikan
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS
terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian,
penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk
berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan
debit atau banjir rencana.
32
hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama
atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau
parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar,
luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari
penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga
jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:
1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu.
2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder.
3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I.
4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS.
Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi di DAS
Deli dan DAS Belawan khususnya pada sungai utama dan anak sungainya di kedua
DAS tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura, dan Sungai Belawan.
33
selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan
untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat
pendek.
Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak
digunakan berbagai cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas
persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan.
Namun dari penelitian terbukti bahwa metode seperti Melchior, Der Weduwen dan
Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% - 80%, dengan
penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%. Selain itu tercatat
pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau
34
tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan
hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan
cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas
pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara
sederhana dapat ditampilkan pada Gambar 2.12.
(2.21)
(2.22)
(2.23)
35
(2.24)
= + 0,8
(2.25)
4. Waktu puncak:
1
3,6
1
(0,3 0,3 )
(2.26)
2,4
(2.27)
= 0,3 0,3
(2.28)
= 0,3
1,5 0,3
(2.29)
= 0,3
2.5
2 0,3
(2.30)
Aplikasi HEC-RAS
HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk pemodelan aliran saluran terbuka
seperti drainase, sungai, dan penampang saluran terbuka lainnya. River Analysis System
(RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja
36
37
38
namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir
tunggal). Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen
sehingga memungkinkan simulasi armoring dan sorting. Fitur utama modul transport
sedimen mencakup kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai,
dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris)
transport sedimen.
Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang
gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau
muka air, ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk
memprediksi deposisi didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi,
mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan
akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.
Water Quality Analysis. Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis
kualitas air di sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk
melakukan analisis temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan
simulasi transpor berbagai konstituen kualitas air.
39
data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama
file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file
secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan
menamainya sesuai dengan nama file project yang dituliskan oleh pemakai.
Penggantian nama file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file
dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan
berdasarkan project-by-project. Penggantian nama, pemindahan lokasi penyimpanan,
ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada
folder), biasanya akan menyebabkan kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS
mengingat pengubahan tersebut kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh
karena itu, operasi atau modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam
HEC-RAS.
2.5.4 Grafik dan Pelaporan
Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur
sungai, tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang
merupakan plot X-Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula fitur plot
3D beberapa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula ditampilkan
dalam bentuk tabel. Pemakai dapat memilih antara memakai tabel yang telah disediakan
oleh HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat
ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam
program aplikasi lain (word processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HECRAS dapat berupa pencetakan data masukan dan keluaran hasil pada printer atau
plotter.
40
Dalam penggunaan program HEC-RAS, yang perlu diperhatkan yaitu input data
untuk HEC-RAS. Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu
merupakan input pada pemodelan. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air
menggunakan data lapangan hasil survei dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan
hidrologi berupa data debit banjir dengan periode ulang tertentu. Pemodelan dibuat
dengan memanfaatkan data debit berdasarkan kurva hidrograf untuk mengetahui
pergerakan air. Data kecepatan air sesaat yang tercatat dan sudah dianalisis secara
hidrolis dapat menjadi input pada syarat batas.
41
2.6
42
karakteristik yang sedikit berbeda, namun ada kesepakatan bersama bahwa kemampuan
kunci dari SIG adalah kemampuannya membuat suatu basis data geografis dan data di
dalamnya dapat dimanipulasi, diintegrasikan, dianalisis dan ditampilkan (Gregory &
Pell, 2007).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah basis data yang biasanya mempunyai
komponen spasial dalam pengolahan dan penyimpanannya. Karenanya SIG mempunyai
potensi untuk menyimpan dan menghasilkan produk-produk peta dan sejenisnya. Ia
juga menawarkan potensi untuk menjalankan analisis berganda ataupun mengevaluasi
suatu skenario sebagaimana simulasi model (Lyon, 2003).
SIG dalam esensinya adalah sebuah pusat penyimpanan dan perangkat perangkat analisis bagi data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Pengembang
dapat menumpangtindihkan informasi dari berbagai sumber data tersebut melalui
berbagai theme dan layer, melaksanakan analisis data secara menyeluruh dan
menggambarkannya secara grafis bagi pengguna (Albrecht, 2007).
43
adalah sebuah kelas khusus sistem informasi yang merekam, bukan hanya kejadian,
aktivitas dan sesuatu, tetapi juga di mana kejadian, aktivitas dan sesuatu tersebut terjadi
atau berada (Longley, 2005). Terdapat sejumlah kelebihan yang dibawa oleh teknologi
SIG bagi penelitian sumber daya air. SIG memungkinkan penataan dan penyimpanan
data yang lebih baik. Tujuan dari studi DAS diantaranya adalah pembagian DAS,
identifikasi pembagian drainase dan jaringan alur sungai, karakterisasi lereng dan
hadapan, konfigurasi daerah tangkapan air dan perilaku aliran air yang menghasilkan
variabel-variabel tersebut sulit dilakukan dari peta-peta cetak dan foto udara. Metode
tradisional tersebut menjadi pokok terjadinya kesalahan akibat operasi manual dan
terbukti membutuhkan waktu yang lama (Lyon, 2003).
2.6.3 Data Spasial
Dalam bentuk yang sangat umum, data geografis dapat digambarkan sebagai
suatu data yang mempunyai referensi spasial. Sebuah referensi spasial adalah sebuah
penunjuk bagi semacam lokasi, baik itu dalam bentuk langsung yang ditunjukkan
sebagai sebuah koordinat, sebuah alamat atau kedudukan relatif terhadap lokasi lain.
Suatu lokasi dapat (1) berdiri sendiri atau (2) menjadi bagian dari sebuah objek
keruangan, di mana dalam kasus ini lokasi menjadi definisi pembatas bagi objek
tersebut. Atribut yang diasosiasikan dengan suatu data geografis harus valid bagi
seluruh koordinat yang menjadi bagian dari objek geografis (Albrecht, 2007).
2.6.4 Penginderaan jauh
Dewasa ini, foto udara skala kecil dan citra satelit telah digunakan untuk
pemetaan penggunaan lahan/penutup lahan bagi wilayah yang luas (Lillesand dan
Kiefer, 1990). Data penginderaan jauh dan SIG saling melengkapi satu sama lain
44
dengan saling menambahkan informasi. Data SIG membantu analisis citra dalam
mengelompokkan pixel-pixel yang meragukan, sedangkan citra yang digunakan sebagai
latar belakang bagi data vektor khusus menyediakan orientasi dan tata letak situasional
(Albrecht, 2007).
2.6.5
Overlay
Overlay adalah inti dari operasi SIG yang seolah mendefinisikan SIG. Apabila
sebuah perangkat lunak dapat melakukan proses overlay, maka dapat dipastikan bahwa
aplikasi tersebut adalah sebuah aplikasi SIG dan bukan hanya aplikasi Computer Aided
Design (CAD) atau kartografi saja (Albrecht, 2007). Proses overlay memerlukan
ketepatan dalam kesamaan lokasi. Dengan kata lain, pada suatu lokasi tertentu, suatu
data yang terdapat dalam sebuah kelas fitur dan data yang terdapat dalam kelas fitur lain
digabungkan menjadi sebuah set data hasil dan membentuk geometri yang sebelumnya
tidak ada, sehingga menghasilkan data yang benar-benar baru (Albrecht, 2007).
45
2.6.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Prediksi Daerah Genangan Banjir
Untuk mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan sistem
informasi geografis. US. Army Corps Of Engineer mengembangkan HEC-RAS.
Program ini kemudian dapat digunakan sebagai interface dengan perangkat lunak
sistem informasi geografis seperti ArcView ataupun MapInfo sehingga dapat secara
langsung memproses data spasial yang terdapat dalam Sistem informasi geografis ke
dalam model tersebut. Selanjutnya sistem ini membantu menjadi media dari analisa
model ke dalam analisa spasial. Integrasi ini merupakan integrasi eksternal mengingat
masing-masing program telah mempunyai bahasa masing-masing akan tetapi dapat
disatukan dengan adanya program interface.
ArcView dan MapInfo akan bekerja dengan optimal apabila digunakan data peta
DEM (Digital Elevation Model) yang umumnya dibangkitkan berdasarkan data radar
atau foto udara yang akurat. Sedangkan data tutupan lahan dapat secara baik digunakan
peta berdasarkan citra satelit terlebih lagi dengan menggunakan Ikonos.
Freier (2005) mendemontrasikan kemampuan SIG dalam mengukur potensi
banjir pada suatu DAS untuk menentukan resiko banjir di perkotaan dengan
menumpangtindihkan lapisan peta sarana kota, peta jalan, peta alur sungai dan peta
daerah dataran banjir untuk Q100. Dengan model SIGnya ia dapat mengidentifikasi
sarana-sarana publik penting yang masuk ke dalam daerah rawan banjir untuk kala
ulang 100 tahun tersebut. Model seperti ini dapat pula dijadikan dasar untuk proses
mitigasi dan rencana tanggap darurat saat banjir terjadi.
46
Ghani, dkk (2000) mengembangkan model integrasi antara ArcView 3.2 dengan
HEC-6, Fluvial 12 dan HEC-RAS. Model integrasi ini digunakan untuk meramal
perubahan arus air sungai, sehingga dapat diketahui luapan air sungai yang akan terjadi.
Lebih lanjut hasil hitungan model ini kemudian digambarkan dalam bentuk poligon
dengan bantuan HEC-GeoRAS dan kemudian diekspor kedalam sistem informasi
geografis. Kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa luasan dan kedalaman daerah
genangan. Hal ini merupakan overlay antar peta dasar lokasi dengan hasil hitungan
model yang digambarkan secara spasial pada ArcView. Overlay ini memberikan
penampakkan yang jelas akan daerah rawan banjir .
Interface HEC-GeoRAS membentuk Shapefile pada ArcView sebagai hasil dari
hitungan HEC-RAS, shapefile ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk
mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, maka
kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir yang akan terjadi seperti
beberapa banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian
atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain.
Ghani (2000) menerangkan bahwa Interface HEC-GeoRAS membentuk Shape
file pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HEC-RAS, shapefile ini yang kemudian
dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah
didapatkan daerah genangan, maka kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai
kerugian yang akan terjadi seperti beberapa banyak rumah atau bangunan yang akan
terendam, kerusakan lahan pertanian atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus
diungsikan dan lain-lain sesuai dengan tujuan analisis dan keberadaan data base spasial
yang terkait dalam ArcView.
47
2.7
itu kerusakan, bencana dan kerugian. Semua hal itu akan berdampak langsung terhadap
penduduk sekitar akibat dari daerah genangan banjir yang menggenangi dataran
pemukiman penduduk. Dalam hal ini kerusakan terjadi terhadap rumah yang
memberikan arti bahwasanya pemilik rumah harus mengeluarkan biaya ganti rugi
akibat banjir. Selain itu banjir juga memberikan dampak bencana terhadap penduduk
seperti: penyakit, gangguan terhadap psikologis (Ganguan kesehatan dan kenyamanan)
dan memungkinkan terjadinya kematian. Untuk itu sudah seharusnya perlu dilakukan
suatu metode maupun suatu pendekatan yang bertujuan untuk menghitung resiko
kerugian banjir, agar nantinya pemerintah dalam mengantisipasi kerugian banjir
tahunan yang sering terjadi dapat diprediksi ataupun dianalisa dengan cepat dan akurat.
Dalam mengestimasi resiko banjir berdasarkan standar perkiraan nilai kerusakan
dan kerugian rumah akibat banjir (http//www.scribd.com/doc/Bappenas 2007Laporan
Penilaian kerusakan kerugian Jabodetabek), terdapat beberapa formula dalam
perhitungan estimasi resiko banjir yaitu:
1. Untuk jumlah penduduk yang terkena dampak diestimasi proporsional
terhadap luas genangan banjirnya dengan formula sebagai berikut:
(2.31)
48
2. Untuk jumlah rumah yang terkena dampak dihitung dengan formula yang
sama yaitu:
(2.32)
(2.33)