Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi


Di PICU Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

A. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang khayal, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
teresepsi (Yosep,2010).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damayanti, 2012).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (Nanda-I, 2012).
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar
suara

yang

memerintahkan

membicarakan,
untuk

mengejek,

melakukan

menertawakan,

sesuatu

(kadang

mengancam,
hal-hal

yang

membahayakan). (Trimelia, 2012)


Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
(Keliat Budi Anna, 2012)
2. Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Pikiran logis

Distorsi pikiran

Gangguan proses pikir

Persepsi akurat

Ilusi

Waham

Emosi konsisten dengan


Reaksi
pengalaman
emosi berlebihan atau
Perilaku
kurangdisorganisasi
Perilaku sesuai

Perilaku aneh atau tidak biasa


Isolasi sosial

a. Respon
Hubungan
sosial Adaptif
Menarik diri
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Respon adaptif meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari


pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
a. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
3. Jenis Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007), halusinasi terdiri dari delapan jenis yaitu:
1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)


Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral.
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit.
6) Halusinasi Seksual
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7) Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalna phantom phenomenom atau
tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering
pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat
tertentu.
8) Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a.
Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Misalnya pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu
b.

akibat pemakaian obat tertentu.


Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.

4. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan
diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat

stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter


otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan

kesulitan dalam

waktu

lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi
sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.
5. Tanda dan Gejala

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi


adalah sebagai berikut:
1) Bicara sendiri.
2) Senyum sendiri.
3) Ketawa sendiri.
4) Menggerakkan bibir tanpa suara.
5) Pergerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat.
7) Menarik diri dari orang lain.
8) Berusaha untuk menghindari orang lain.
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13) Sulit berhubungan dengan orang lain.
14) Ekspresi muka tegang.
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17) Tampak tremor dan berkeringat.
18) Perilaku panik.
19) Agitasi dan kataton.
20) Curiga dan bermusuhan.
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22) Ketakutan.
23) Tidak dapat mengurus diri.
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
6. Fase-fase Halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahap halusinasi ada lima fase yaitu:
Tahap halusinasi
Stage I: Slep disorder

Karakteristik
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari

Fase awal sebelum muncul halusinasi

lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya


banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi, minsalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah kekampus,
drop

out,

dst.

Masalah

terasa

menekan

karena

teraakumulasi sedangkan support sistem kurang dan


persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit idur
berlngsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
Stage II: Comforting

sebagai pemecahan masalah.


Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya

Halusinasi secara umum dia terima

perasaaan yang cemas, kesepian, perasaan berdosa,

sebagai sesuatu yang alami

ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada


timbulnya

kecemasan.

Ia

beranggapan

bahwa

pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia control bila


kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan
Stage III: Condemning

klien merasa nyaman dengan halusinasinya.


Pengalaman sensori klien menjadi sering adatang dan

Secara umum halusinasi mendatanngi

mengalami biasa. Klien mulai merasa tidak mampu lagi

klien

mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara


dirinya gengan objek yng dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari oang lain, dengn intensitas waktu yang

Stage IV: Controling Severa Level Of

lama.
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori

Anxiety

abnormalyang datang. Klien dapat merasakan kesepian

Fugsi sensori menjadi tidak releven

bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah mulai fase

dengan kenyataan
Stage V: Conquering Panic Level Of

gangguan pisikotik.
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa

Anxiety

terancamengan datangnya suara-suara terutama bila klien

Klien mengalami gangguan dalam

tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia

menilai lingkungannya

dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung


selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan
psikotik berat.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
-

klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x
100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100

mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).


b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat

membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk


mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi,
menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan),
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi

klien

yang

maladaptive

atau

distruktif,

misalnya

kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada


orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap
stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi
verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan
respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya,
dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah
berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran
yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sensitif

sehingga dapat memakai dirinya secara terapeutik dalam merawat klien. Dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien, perawat harus jujur, empati, terbuka
dan penuh penghargaan, tidak larut dalam halusinasi klien dan tidak menyangkal.
1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya,
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
1) Identitas klien
2) Keluhan utama atau alasan masuk
3) Faktor predisposisi
4) Aspek fisik atau biologis
5) Aspek psikososial
6) Status mental
7) Kebutuhan persiapan pulang
8) Mekanisme koping
9) Masalah psikososial dan lingkungan
10) Pengetahuan
11) Aspek medik
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua
macam sebagai berikut:
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien
dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai
data perimer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain
sebagai data sekunder.

Format fokus pengkajian pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi (Keliat & Akemat, 2009)
Persepsi:
Halusinasi: (Pendengaran, Pengelihatan, Perabaan, Pengecapan, dan Penghidu)
Jelaskan:
Jenis Halusinasi
Masalah
Keperawatan:.............................................................................................................
Isi Halusinasi
:.............................................................................................................
1) Waktu
Resiko
Perilaku Kekerasan
(Pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal).
Halusinasi
:.............................................................................................................
Halusinasi
2) Frekuensi
Gangguan
Persepsi:.............................................................................................................
Sensori: Halusinasi
Situasi
Halusinasi
:.............................................................................................................
3) Risiko
Isolasi
Sosial
perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal
Respon Klien
:.............................................................................................................
Masalah Keperawatan klien: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Pohon Masalah

Effect

Gangguan persepsi sensori: halusinasi


Core Problem

Isolasi sosial
Causa

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi

3. Intervensi Keperawatan klien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


Nama Klien :
Ruang
:
Tgl

No
Diagnosa
1

Diagnosa Medis
No CM
Diagnosa
Keperawatan
Pasien
Gangguan
persepsi sensori:
halusinasi

:
:

Perencanaan
Tujuan
1.Klien

dapat

Intervensi

Kriteria Evaluasi
1.1 Ekspresi

wajah
1.1.1

membina

bersahabat,

hubungan

menunjukkan

saling percaya

senang, ada kontak

rasa

mata, mau berjabat


tangan,

mau

menyebutkan

nama,

mau menjawab salam,


klien

mau

duduk

Bina

Rasional

hubungan

saling

percaya

dengan

mengungkapkan

prinsip

komunikasi terapeutik
a. Sapa klien dengan
ramah

baik

verbal

maupun nonverbal
b. Perkenalkan
diri
dengan sopan
c. Tanyakan

nama

berdampingan dengan

lengkap

perawat,

nama panggilan yang

mau

mengutarakan
masalah
dihadapi.

yang

klien

disukai klien
d. Jelaskan
pertemuan

dan

tujuan

Hubungan saling percaya


merupakan

dasar

untuk

kelancaran hubungan saling


interaksi selanjutnya.

e. Jujur dan menepati


f.

janji
Tunjukkan

sikap

empati dan menerima


klien apa adanya
g. Beri perhatian pada
klien dan perhatikan
kebutuhan

dasar

klien.

Kontak sering tapi singkat


selain membina hubungan
saling percaya, juga dapat
memutuskan halusinasi.
Mengenal
saat

perilaku

halusinasi

memudahkan
dalam
2.1.1

Adakah

kontak

pada
timbul

perawat
melakukan

intervensi.

sering dan singkat


secara bertahap
Mengenal

halusinasi

memungkinkan klien untuk


2.1 Klien

dapat

menyebutkan waktu,
isi,

frekuensi

timbulnya halusinasi

menghindarkan
2.1.2 Observasi tingkah
laku

klien

dengan

terkait

pencetus
halusinasi.

faktor
timbulnya

halusinasinya; bicara
2.2 Klien
2.Klien

dapat

dapat

mengungkapkan

mengenali

perasaan

halusinasinya

halusinasi.

terhadap

dan tertawa tanpa


stimulus,
memandang ke kiri
atau

kanan

atau

kedepan seolah-olah
ada, teman bicara.

2.1.3

bantu

klien

Dengan mengetahui waktu,

mengenali

isi

halusinasinya.

munculnya

a. Jika

menemukan

yang

sedang

halusinasi, tanyakan
apakah

ada

suara

yang didengar.
b. Jika klien menjawab
ada, lanjutkan apa
yang dikatakan.

dan

mempermudah
keperawatan

frekuensi
halusinasi
tindakan
klien

yang

akan dilakukan perawat

c. Katakan

bahwa

perawat

percaya

klien
suara

Untuk

mengidentifikasi

pengaruh halusinasi klien

mendengar
itu,

namun

perawat sendiri tidak


mendengarnya
dengan

nada

bersahabat

tanpa

Upaya untuk memutuskan

menuduh

atau

siklus halusinasi sehingga

menghakimi.

halusinasi tidak berlanjut.

2.1.4 Diskusikan dengan


klien

meningkatkan harga

diri

klien.

a. situasi

yang

menimbulkan
tidak

Reinforcement positif akan

atau

menimbulkan

halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi

Memberikan

alternatif

pilihan bagi klien untuk


mengontrol halusinasi

terjadinya halusinasi
(Pagi, Siang, Sore
dan Malam atau jika
sendiri, jengkel atau
sedih)

2.1.5 Diskusikan dengan


klien

apa

yang

dirasakan jika terjadi


halusinasi
atau

takut,

(marah
sedih,

senang)

beri

kesempatan
mengungkapkan
perasaannya.

Memotivasi

dapat

meningkatkan

kegiatan

klien

mencoba

untuk

memilih salah satu cara


mengendalikan

halusinasi

3.1.1

Identifikasi bersama
klien cara tindakan
yang dilakukan jika
terjadi

halusinasi

(tidur,

marah,

menyibukkan

diri

Diskusikan manfaat
cara yang dilakukan

3.1.3

klien,

jika

bermanfaat

beri

pujian.
Diskusikan cara baru
untuk memutus atau
mengontrol
halusinasi:
a. Katakan

harga diri klien.


Untuk
bantuan

Saya

tidak mau dengar


kamu (pada saat
halusinasi terjadi)
b. Menemui orang

mendapatkan
keluarga

mengontrol halusinasi.
Untuk

dll).
3.1.2

dan dapat meningkatkan

mengetahui

pengetahuan keluarga dan


meningkatkan kemampuan
pengetahuan
halusinasi.

tentang

lain
(perawat/teman/a
nggota keluarga)
Klien dapat menyebutkan
tindakan

yang

dilakukan

biasa

cakap

untuk

mengatakan
halusinasi

mengendalikan
halusinasinya.
Klien dapat menyebutkan
cara baru
Klien dapat memilih cara
mengatasi
3.Klien

dapat

mengontrol
halusinasinya

seperti

halusinasi
yang

didiskusikan

untuk bercakapatau
yang

Dengan menyebutkan dosis

terdengar.
c. Membuat jadwal

frekuensi dan manfaat obat.

kegiatan

sehari-

hari

agar

Diharapkan

halusinasi

tidak

melaksanakan

program

pengobatan.

Menilai

muncul
d. Minta
keluarga/teman/

telah

perawat

jika

dengan

nampak

bicara

klien

kemampuan klien dalam


pengobatannya sendiri.
Dengan mengetahui efek
samping obat klien akan

sendiri.

tahu
3.1.4

klien

apa

yang

harus

Bantu klien memilih

dilakukan setelah minum

dan

obat.

melatih

cara

memutus halusinasi
Program pengobatan dapat

secara bertahap.

berjalan sesuai rencana


Dengan mengetahui prinsip
4.1.1

Anjurkan

klien

untuk memberi tahu


keluarga

jika

mengalami

4.1.2 Diskusikan dengan


keluarga (pada saat
berkunjungan/pada
kunjungan

rumah).
a. Gejala

halusinasi

yang dialami klien


b. Cara yang dapat

obat,

maka

kemandirian klien untuk


pengobatan

dapat

ditingkatkan

secara

bertahap.

halusinasi

saat

penggunaan

dilakukan

klien

dan keluarga untuk


memutus
halusinasi
c. Cara
merawat
anggota

keluarga

untuk

memutus

halusinasi
rumah,

di
beri

kegiatan,

jangan

biarkan

sendiri,

makan

bersama,

berpergian
bersama.
d. Beri
informasi
waktu Follow up
atau kapan perlu
mendapat bantuan:
halusinasi
terkontrol
risiko

dan

mencedrai

orang lain.

4.1 klien dapat membina


hubungan
percaya

5.1.1 Diskusikan dengan

saling

klien

dengan

keluarga tentang

perawat.
4.2

Keluarga

dosis,

pengertian

5.1.2
untuk

frekuensi

manfaat obat.

dapat

menyebutkan

dan

Anjurkan
minta

mengendalikan

obat

halusinasi

perawat

klien
sendiri

merasakan
manfaatnya

pada
dan

5.1.3

Anjurkan

klien

bicara

dengan

dokter

tentang

manfaat dan efek


samping obat yang
dirasakan.

4.Klien

dapat

5.1.4 Diskusikan akibat

dukungan dari

berhenti

keluarga

obat

dalam

konsultasi.

minum
tanpa

mengontrol
halusinasi

5.1.5

Bantu

menggunakan
dengan
benar

klien
obat

prinsip

5.1

Klien dan keluarga


dapat

menyebutkan

manfaat,
5.2

dosis

dan

efek samping obat.


Klien
dapat
mendemonstrasikan
penggunaan

5.3

obat

secara benar
Klien dapat informasi
tentang efek samping

5.4

5.5

obat
Klien

dapat

memahami

akibat

berhenti minum obat.


Klien
dapat
menyebutkan prinsip
5 benar penggunaan
obat

5.Klen

dapat

memanfaatkan
obat

dengan

baik

Rencana Keperawatan Klien Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi dalam bentuk Strategi Pelaksanaan

1)
2)
3)
4)
5)

STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P
SP1K
Mengidentifikasi jenis halusinasi kliem
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan
Mengidentifikasi isi halusinasi klien
keluarga dalam perawatan klien
Mengidentifikasin waktu halusinasi klien
2) Mmemberikan pendidikan kesehatan
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
tentang pengertian halusinasi, jenis
klien
Mengidentifikasi situasi yang dapat
halusinasi yang dalam klien, tanda dan

menimbulkan halusinasi klien


6) Mengidentifikasi respon klien terhadap
halusinasi klien

gejala halusinasi
3) Menjelaskan cara merawat klien dengan
halusinasi

7) Mengajarkan klien menghardik


halusinasi
8) Menganjurkan klien memasukan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian.
SP2P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
3) Menganjurkan klien memasukan
kedalam jadwal kegiatan harian
SP3P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan
3) Menganjurkan klien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2) Memasukan penkes tentang

SP2K
1) Melatih keluarga memperaktikkan cara
merawat klien dengan halusinasi
2) Melatih keluarga memperaktikkan cara
merawat klien dengan halusinasi

SP3K
1) Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas dirumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2) Menjelaskan pollow up klien setelah
pulang

penggunakan obat secara teratur


3) Menganjurkan klien memasukan
kedalam jadwal kegiatan harian

Evaluasi keperawatan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien halusinasi adalah tidak terjadinya perilaku kekerasan diantaranya klien dapat
membina hubungan saling percaya, klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal, dapat mengenal
halusinasinya, dapat mengontrol halusinasinya, klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi serta klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan) Edisi 3. Jakarta: EGC.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info Medika.
Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai