Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Definisi
Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang
memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan
yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru.
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Fraktur
costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping
itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian
khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat
jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.
2. Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena
tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka
setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa
dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut.Dari keduabelas pasang costa
yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan
karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami
fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit,
sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur
oleh karena sangat mobile.
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
a. Disebabkan trauma
Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur
costa antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki,
jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.
Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka
tusuk dan luka tembak
Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena
luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela
iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa
adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila
f.
belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimana
pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya
atau bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai
a.intercostalis
,pleura
visceralis,paru
maupun
jantung
,sehingga
dapat
penimbunan
CO2
dalam
darah
(hiperkapnia)
yang
anteroposterior
dan
lateral
dapat
membantu
darah
Cek Foto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan
rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan
pengisapan endotrakeal.
Berdasarkan tahapan penatalksanaan:
a. Primary survey
o Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
o Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
o Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
o Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
o
immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing.
Management:
Pemberian oksigen
Pemberian analgesia
untuk
mengurangi
nyeri
dan
membantu
o
o
Management:
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-
cepat
Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os
d. Disability
o Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
o Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi.
e. Exposure/environment
o Buka pakaian penderita
o Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
Tambahan primary survey
o
o
o
o
Secondary survey
o
o
Rujuk
o
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
yang dituju.
6.
Penatalaksanaan umum untuk fraktur
Prinsip penanganan pada fraktur meliputi
reduksi,
imobilisasi,
dan
adalah
usaha
dan
tindakan
memanipulasi
atau
dengan operatif untuk menghindari cacat permanen. Alat fiksasi interna yang
digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada
flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain seperti
hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan
fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur iga dianjurkan untuk tidak
melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat berpartisipasi
membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak
dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme
bernapas.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta
stabilisasi fungsi organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi
secara bertahap dilakukan aktifitas fisik yang ringan hingga tahap pemulihan
fungsi organ terjadi.
hilang
dengan
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Pertahankan imobilasasi bagian
yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
Mengurangi
nyeri
dan
aliran
balik
mencegah malformasi.
yang terkena.
Mempertahankan
gerak pasif/aktif.
dan
meningkatkan
kekuatan
sirkulasi
vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk
Meningkatkan
sirkulasi
perubahan posisi)
perhatian
nyeri
yang
mungkin
berlangsung lama.
sesuai keperluan.
edema
dan
Menurunkan
nyeri
melalui
verbal
keluhan
dan
nyeri
(skala,
non
verval,
Menilai
perkembangan
masalah klien.
b.
RASIONAL
Meningkatkan sirkulasi darah
dan mencegah kekakuan sendi.
ketat.
sebagai
petunjuk
perlunya
arteri
yang
menyebabkan
penurunan perfusi.
5.
trombus vena.
yang normal.
c.
Instruksikan/bantu latihan
RASIONAL
Meningkatkan
ventilasi
Reposisi
meningkatkan
3.
Mencegah
terjadinya
4.
keberhasilan
untuk
PCO2
PaO2
dan
menunjukkan
sering
trombosit
Adanya
takipnea,
dispnea
menunjukkan
terjadinya
d.
RASIONAL
KEPERAWATAN
1.
Pertahankan pelaksanaan
Memfokuskan
perhatian,
meningkatakan
diri/harga
keadaan klien.
2.
rasa
diri,
membantu
darah
mempertahakan
sirkulasi
muskuloskeletal,
mempertahankan
3.
kontrol
tonus
otot,
gerak
sendi,
mencegah
kontraktur/atrofi
mencegah
reabsorbsi
dan
kalsium
karena imobilisasi.
indikasi.
Mempertahankan
4.
posis
fungsional ekstremitas.
Meningkatkan kemandirian
klien dalam perawatan diri sesuai
kondisi keterbatasan klien.
Menurunkan
6.
Dorong/pertahankan asupan
insiden
atelektasis,
10
7.
penumonia)
Mempertahankan
hidrasi
Kolaborasi pelaksanaan
9.
Evaluasi kemampuan
pertahankan
dan
fungsi
memfisiologis
tubuh.
Kerjasama
dengan
aktivitas
fisik
secara
individual.
Menilai
perkembangan
masalah klien.
e.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
11
1.
Menurunkan
risiko
luas.
tumit).
2.
Meningkatkan
perifer
dan
sirkulasi
meningkatkan
3.
imobilisasi.
daerah perianal
Mencegah
4.
gangguan
perkembangan
masalah klien.
f.
RASIONAL
12
1.
Mencegah
sekunderdan
Kolaborasi pemberian
mempercepat
penyembuhan luka.
infeksi
Meminimalkan
kontaminasi.
spesifik
dapat
digunakan
Leukositosis
biasanya
5.
pada
osteomielitis. Kultur
mengidentifikasi
untuk
organisme
penyebab infeksi.
luka.
Mengevaluasi
perkembangan masalah klien.
h.
RASIONAL
13
1.
program pembelajaran.
Efektivitas
pemeblajaran
proses
dipengaruhi
oleh
mengikuti
program
pembelajaran.
dan
perencanaan
dan
klien
dalam
pelaksanaan
distal cedera)
4.
kemandirian
partisipasi
Meningkatkan kewaspadaan
klien untuk mengenali tanda/gejala
dini yang memerulukan intervensi
lebih lanjut.
Upaya
mungkin
pembedahan
diperlukan
untuk
14
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR COSTAE
15
Oleh:
LAPORAN PENDAHULUAN
16
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor
dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan.
B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel sel syaraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila
kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala
permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah
50 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari
cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema
paru.
Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang
T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.
17
1.
b.
2.
Epidural hematoma
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang cabang
arteri meningeal media yang terdapat diantara duramater,
pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat
berbahaya . Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari.
Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala gejalanya :
1). Penurunan tingkat kesadaran
2). Nyeri kepala
3). Muntah
4). Hemiparese
5). Dilatasi pupil ipsilateral
6). Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler )
7). Penurunan nadi
8). Peningkatan suhu
18
b.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara
duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat
terjadi dalam 48 jam 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
d.
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya
pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada
cedera kepala yang hebat.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Hemiparese
4). Dilatasi pupil ipsilateral
5). Kaku kuduk.
19
3.
Kerusakan /
Penekanan sel otak
local / Difus
Gangguan
kesadaran /
Penurunan GCS
Gangguan seluruh
kebutuhan dasar
(oksigenasi, makan,
minum, kebersihan diri,
rasa aman, gerak,
Dampak
Langsung
Dampak Tidak
Langsung
Komotio cerebri
Kontutio cerebri
Lateratio cerebri
Udema
cerebri
Gangguan sel
glia / gangguan
polarisasi
Kejang
Resiko
ASUHAN KEPERAWATAN
1
Pengkajian
a.
Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
b.
c.
Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah
simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran
pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan
sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistem lainnya, demikian pula riwayat
penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.
d.
Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas / istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam
berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
2) Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
3) Integritas ego
S : Perubahan tingkah laku / kepribadian
O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
4) Eliminasi
O : bab / bak inkontinensia / disfungsi.
5) Makanan / cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
6) Neuro sensori :
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan /
pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan
kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan
penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur
(dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
8) Repirasi
O : Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor ,
ronchi dan wheezing.
9) Keamanan
S : Trauma / injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot
hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.
Pemeriksaan penunjang
11) MRI
Digunakan sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
14) X Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis
( perdarahan / edema ), fragmen tulang.
15) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
16) PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
17) CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
18) ABGs
Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi )
jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
Penatalaksanaan
Konservatif :
-
Bedres total
Prioritas Masalah :
1). Memaksimalkan perfusi / fungsi otak
2). Mencegah komplikasi
3). Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal.
4). Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5). Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana,
pengobatan dan rehabilitasi.
Tujuan :
1). Fungsi otak membaik, defisit neurologis berkurang/ tetap
2). Komplikasi tidak terjadi
3). Kebutuhan sehari hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain
4). Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5). Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh
keluarga sebagai sumber informasi.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah
karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan
pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya
proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi
anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial
terjadi
gangguan
kebutuhannutrisi
Kurang
dari
kebutuhan
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah
baring.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi
jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan
menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan
tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial.
Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat
menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari
gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan
parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan
merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek
dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes
insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada
vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan
komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak
gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis
dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam
abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan
reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri
yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten
jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan
edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral,
peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume
darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells,
dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP
tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.