Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Batam, Januari 2017

Penyusun

Daftar Isi
BAB I...................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 5
BAB II..................................................................................................... 6
PEMBAHASAN...................................................................................... 6
2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................. 6
2.1.1 Arbitrase...................................................................................... 6
2.1.2 Sejarah Arbitrase di Indonesia...............................................................8
2.1.3 Objek Arbitrase................................................................................. 8
2.1.4 Jenis-jenis Arbitrase...........................................................................9
2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase..................................................10
2.1.6 Hubungan Arbitrase dengan Pengadilan.................................................12
2.1.7 Pelaksanaan Arbitrase.......................................................................13
2.1.8 Sebab Batalnya Perjanjian Arbitrase.....................................................14
2.2 Analisis Kasus.................................................................................. 15
2.2.1 Kasus Arbitrase di Indonesia...........................................................15
2.2.2 Kasus Arbitrase Internasional.............................................................17
BAB III.................................................................................................. 19
PENUTUP........................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 19
3.2 Saran.............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 21

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang berkembang dengan pesat membuat


sistem perdagangan, perindustrian, ikut pula maju dengan pesat, baik dalam
hubungan nasional maupun hubungan internasional. Hal ini sering menjadi
pemicu timbulnya sengketa diantara para pihak pelaku usaha dan bisnis, yang
mengharuskan para pihak untuk menyelesaikannya baik melalui jalur pengadilan
maupun jalur diluar pengadilan, sehingga diharapkan tidak menggangu iklim
bisnis antara pihak yang bersengketa.
Maka

Alternatif

Penyelesaian

Sengketa

memberikan

kemudahan

dengan proses yang cepat, murah dan diselesaikan sebaik-baiknya, melalui


Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Di dalam makalah ini, saya
mengambil salah satu contoh penyelesaian sengketa yaitu Arbitrase. Pengertian
arbitrase menurut UU No.30 tahun 1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa1.
Sedangkan definisi perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan
berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang
dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase
tersendiri dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Klausula arbitrase
berdasarkan akta compromittendo dan akta kompromis. Di Dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata yang tercantum dalam pasal 1320 sebagai syarat sahnya
suatu perjanjian adalah : sepakat,cakap, hal, tertentu, sebab yang halal.
Dalam

Pasal

Undang-undang

No.30

tahun

1999

disebutkan

bahwaSengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di


1 Salim, Hukum Kontrak ,Sinar Grafika , Jakarta, 2003, hlm. 142.

bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundangundangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Dengan demikian
arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum
keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan.
Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna
menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan
sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga
arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
akanmenjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang
dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang
berlawananterhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran
terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat
dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Putusan Arbitrase
bersifat mandiri,final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap)sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa
alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang timbul dari latar belakang tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Apa sebenarnya defenisi dari arbitrase?
2. Bagaimana sejarah arbitrase?
3. Apa saja objek dari arbitrase?
4. Apa saja jenis dari arbitrase?
5. Bagaimana dengan keunggulan dan kelemahan dari arbitrase?
6. Apa kaitan arbitarase dengan pengadilan?
7. Dan bagaimana pelaksanaan putusan dari arbitarase?
8. Apa contoh kasus arbitrase dan bagaimana analisisnya?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang arbitrase, defenisi, sejarah, objek, jenis arbitarase,kelemahan
dan kelebihan dari arbitrase, kaitan dengan pengadilan dan pelaksanaan dari
putusan arbitrase tersebut.
2. Mengetahui kasus dan dapat mengidentifikasi kasus arbitrase.
3. Dapat dengan handal mengidentifikasi kasus-kasus dunia bisnis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Arbitrase

Kata arbitrase berasal dari bahasa asing yaitu arbitrare. Arbitrase


juga dikenal dengan sebutan atau istilah lain yang mempunyai arti sama,
seperti : perwasitan atau arbitrage (Belanda), arbitrage atau schiedsruch(Jerman),
2

arbitration (Inggris), yang berarti kekuasaan menyelesaikan sesuatu menurut

kebijaksanaan.
Jadi arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata swasta diluar
peradilan umum yang didasarkan pada kontrak arbitrase secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Dimana pihak penyelesaian sengketa tersebut dipilih oleh
para pihak yang bersangkutan yang terdiri dari orang-orang yang tidak
berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, orang-orang mana akan
memeriksa dan memberi putusan terhadap sengketa tersebut.
Arbitrase di Indonesia dikenal dengan perwasitan secara lebih
jelasdapat dilihat dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1950, yang mengaturtentang
acara dalam tingkat banding terhadap putusan-putusan wasit, dengan demikian
orang yang ditunjuk mengatasi sengketa tersebut adalah wasit atau biasa disebut
arbiter.
Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare
(Latin) yang

berarti

kekuasaan

untuk

menyelesaikan

sesuatu

menurut

kebijaksanaan. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para


sarjana saat ini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
Subekti

menyatakan

bahwa

arbitrase

adalah

penyelesaian

atau

pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan
2 Oxford English Dictionary

bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh
hakim yangmereka pilih.
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu
proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh
para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada buktibukti yang diajukan oleh para pihak.
H.M.N. Purwosutjipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase
yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, di mana para pihak bersepakat
agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai
sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk
oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi keduabelah pihak.
Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus Pengadilan. Poin
penting yang membedakan Pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur Pengadilan
(judicial settlement) menggunakan satu peradilan permanen atau standing court,
sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk
kegiatan tersebut.Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai hakim dalam
mahkamah arbitrase,sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus
yang sedang ditangani.
Menurut Black's Law Dictionary: "Arbitration. an arrangement for taking
anabiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead
of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the
formalities, thedelay, the expense and vexation of ordinary litigation". Menurut
Pasal 1 angka 1Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan
pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Pada dasarnya arbitrasedapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang
dibuat para
2. Suatu

pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo)

perjanjian Arbitrase

tersendiri

yang

dibuat

para

pihak

setelah

timbul sengketa (Akta Kompromis)

Sebelum UU Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur


dalam pasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada
penjelasan pasal 3 ayat(1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang PokokPokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar
Pengadilan

atas

dasar

perdamaian atau

melalui

wasit

(arbitrase)

tetap

diperbolehkan.

2.1.2 Sejarah Arbitrase di Indonesia


Keberadaan

arbitrase

sebagai

salah

satu

alternatif

penyelesaian

sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan.


Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op
deRechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
ataupun Rechtsreglement Bitengewesten (RBg), karena semula Arbitrase ini
diatur dalam pasal615 s/d 651 reglement of de rechtvordering. Ketentuanketentuan tersebut sekarang inisudah tidak laku lagi dengan diundangkannya
Undang Undang Nomor 30 tahun 1999.
Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok
Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam
penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian
perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap
diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan
eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari
Pengadilan.

2.1.3 Objek Arbitrase


Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar
pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999
(UU Arbitrase) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak

yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya


oleh pihak yang bersengketa.
Adapun

kegiatan

dalam

bidang

perdagangan

itu

antara

lain:

perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik


intelektual. Sementaraitu Pasal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif
bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase
adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab
kedelapan belas Pasal 1851 s/d1854.

2.1.4 Jenis-jenis Arbitrase


Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase
melalui badan permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan
aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30
Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau
UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan
berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta
prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Adhoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.
Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh
berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri.
Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan
arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang
internasional seperti TheRules of Arbitration dari The International Chamber of
Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre for
Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut
mempunyai peraturan dan sistemarbitrase sendiri-sendiri.
BANI

(Badan

Arbitrase

Nasional

Indonesia)

memberi

standar

klausularbitrase sebagai berikut:

"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan


dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut
peraturan- peraturan prosedur arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat
kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama
dan terakhir".
Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission of International
Trade Law) adalah sebagai berikut:
"Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau
sehubungan dengan perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah
tidaknya perjanjianakan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturanaturan UNCITRAL.
Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam dua bentuk, yaitu:
1. Factum de compromitendo yaitu klausa arbitrase yang tercantum dalam
perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa.
2. Akta Kompromis yaitu suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa.
Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali
adalah klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul
arbitrase, akan menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur
arbitrase. Priyatna menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase
dibuat setelah sengketa timbul.

2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase


Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum
UndangUndang Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan.
Keunggulan itu adalah :

Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;

Keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif


dapat dihindari;

10

Para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman,

memiliki latar belakang

yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil;

Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya, para
pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;

Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur
sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Para ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai keunggulan
arbitrase. Menurut Prof. Subekti bagi dunia perdagangan atau bisnis, penyelesaian
sengketa lewat arbitrase atau perwasitan, mempunyai beberapa keuntungan yaitu
bahwa dapat dilakukan dengan cepat, oleh para ahli, dan secara rahasia.
Sementara H.MN Purwosutjipto mengemukakan arti pentingnya peradilan wasit
(arbitrase) adalah:

1. Penyelesaian sengketa dapat dilakasanakan dengan cepat.


2. Para

wasit

terdiri

dari

orang-orang

ahli

dalam

bidang

yang

diper-

sengketakan, yang diharapkan mampu membuat putusan yang memuaskan para


pihak.
3. Putusan akan lebih sesuai dengan perasaan keadilan para pihak.
4. Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum tidak mengetahuitentang
kelemahan-kelemahan perushaan yang bersangkutan. Sifat rahasia pada putusan
perwasitan inilah yang dikehendaki oleh para pengusaha.
Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase
jugamemiliki kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia,
kelemahan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan
arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun
internasional sudah cukup jelas.
Meskipun penyelesaian melalui arbitrase diyakini memiliki keunggulankeunggulan

dibandingkan

dengan

jalur

pengadilan,

tetapi

penyelesaian

melalui Arbitrase juga memiliki kelemahan-kelemahan. Beberapa kelemahan dari


Arbitrase dan ADR adalah :
a. Arbitrase

belum

maupunmasyarakat

dikenal

secara

bisnis,

bahkan

luas,
oleh

baik

oleh

masyarakat

masyarakat

awam,

akademis

sendiri.

11

Sebagaicontoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui keberadaan


dankiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI, BASYARNAS dan P3BI.
b. Masyarakat

belum

menaruh

kepercayaan

yang

memadai,

sehingga

engganmemasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga Arbitrase. Hal ini


dapatdilihat

dari

sedikitnya

perkara

yang

diajukan

dan

diselesaikan

melaluilembaga-lembaga Arbitrase yang ada.


c.

Lembaga

Arbitrase

dan

ADR

tidak

mempunyai

daya

paksa

ataukewenangan melakukan eksekusi putusannya.


d. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yangdicapai
dalam Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara,
baik dengan teknik mengulur-ulur waktu, perlawanan,gugatan pembatalan dan
sebagainya.
e. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanismeextra
judicial, Arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, sepertikejujuran dan
kewajaran.
f.

2.1.6 Hubungan Arbitrase dengan Pengadilan


Lembaga arbitrase masih memiliki ketergantungan pada pengadilan,
misalnya dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase. Ada keharusan untuk
mendaftarkan putusan arbitrase di pengadilan negeri. Hal ini menunjukkan bahwa
lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk
menaati putusannya.
Peranan pengadilan dalam penyelenggaraan arbitrase berdasar UU
Arbitrase antara lain mengenai penunjukkan arbiter atau majelis arbiter dalam hal
para pihak tidak ada kesepakatan pasal 14 ayat (3) dan dalam hal pelaksanaan
putusan arbitrase nasional maupun internasional yang harus dilakukan melalui
mekanisme sistem peradilan yaitu pendafataran putusan tersebut dengan
menyerahkan salinan autentik putusan. Bagi arbitrase internasional mengambil
tempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

12

2.1.7 Pelaksanaan Arbitrase


a. Putusan Arbitrase Nasional
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU
No.30 Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara
sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya, putusan
tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri,
dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan
arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan. Putusan Arbitrase
nasional bersifat mandiri, final dan mengikat.
Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat
(seperti putusan yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga Ketua
Pengadilan Negeri tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari
putusan arbitrase nasional tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki Ketua
Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan
arbitrase nasional yangdijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Berdasar
Pasal 62 UU No.30 Tahun 1999 sebelum memberi perintah pelaksanaan, Ketua
Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi Pasal 4 dan
pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua
Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan arbitrase dan terhadap penolakan
itu tidak ada upaya hukum apapun.

13

b. Putusan Arbitrase Internasional


Semula

pelaksanaan

putusan-putusan arbitrase

asing

di

indonesia

didasarkan pada ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pemerintah Belanda yang
merupakan negara peserta konvensi tersebut menyatakan bahwa Konvensi berlaku
juga diwilayah Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1958 di New York ditandatangani
UNConvention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral
Award. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981 dan didaftar di
Sekretaris PBB pada 7 Oktober 1981.
Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan mahkamahAgung
Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan arbitrase
Asing sehubungan dengan disahkannya Konvensi New York 1958. Dengan
adanya Perma tersebut hambatan bagi pelaksanaan putusan arbitrase asing di
Indonesia seharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-kesulitan
masih ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing.

2.1.8 Sebab Batalnya Perjanjian Arbitrase


Perjanjian

arbitrase

dinyatakan

batal,

apabila

dalam

proses

penyelesaian sengketa terjadi peristiwa-peristiwa, Salah satu dari pihak yang


bersengketa meninggal dunia.
1. Salah

satu

dari

pihak

yang

bersengketa

mengalami

kebangkrutan, inovasi(pembaharuan utang), dan insolvensi;


2. Pewarisan;
3. Hapusnya syarat-syarat perikatan pokok;
4. Pelaksanaan

perjanjian

arbitrase

dialihtugaskan

pada

pihak

ketiga

dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut;


5. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok;

14

2.2 Analisis Kasus


2.2.1 Kasus Arbitrase di Indonesia

Temasek Bisa Bawa Kasus Kepemilikan Silang ke Arbitrase Internasional


Jika

Komisi

Pengawas

Persaingan

Usaha

(KPPU)

memutuskan

Temasek terbukti melakukan praktek kepemilikan silang di Telkomsel dan


Indosat, makakemungkinan besar Temasek membawa kasus tersebut ke arbitrase
internasional, Temasek membeli Indosat, perusahaan asal Singapura tersebut
sudah mempersiapkan segalanya, termasuk semua perjanjian agar investasinya di
Indonesia aman.
Oleh

sebab

itu,

katanya,

jika

perusahaan

tersebut

dianggap

melakukan kepemilikan silang maka tentu akan membawa masalah tersebut ke


arbitrase internasional. Jika Indonesia dikalahkan di arbitrase internasional maka
Indonesia bisa dikenakan denda yang sangat besar, KPPU menduga adanya
pelanggaran yang dilakukan Temasek terhadap Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun
1999, yakni terkait adanya kepemilikan silang (cross ownership) yang dilakukan
Temasek di Telkomsel dan PT.Indosat Tbk.
Temasek

dilaporkan

Singapore Telecommunications

melalui

dua

Ltd (SingTel)

anak perusahaannya
dan

Singapore

yakni

Technologies

Telemedia Pte. Ltd. (STT) memiliki saham di dua perusahaan telekomunikasi di


Indonesia itu. Namun beberapa pihak mengatakan bahwa hal tersebut tidak
terjadi. Bila nantinya Temasek terbukti melakukan kepemilikan silang dan
melanggar UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka adatiga sanksi yang bisa diberikan yaitu
pertama menghentikan perilaku kartel/anti persaingan dengan melepas salah satu
kepemilikannya di Indosat atau Telkomsel,kedua dikenakan denda berkisar Rp1
Miliar sampai Rp25 Miliar dan ketiga pembayaran ganti rugi kepada negara.
Kepemilikan silang Temasek Holding pada Indosat dan Telkomsel
diduga membuat dua operator ponsel di Indonesia itu masih memberikan tarif
tinggi dibandingkan dengan operator lain, yang membawa dampak merugikan
bagi konsumen. Diberitakan, kesimpulan Tim Pemeriksa Lanjutan KPPU terhadap

15

kasus tersebut tidak bulat karena salah satu anggotanya Benny Pasaribu
mempunyai pandangan yang berbeda dengan empat anggota lainnya.
Benny selanjutnya tidak masuk dalam Majelis Komisi untuk mengatakan
haltersebut bisa menimbulkan pertanyaan. Ini merupakan hal yang biasa jika
seseorang mempunyai pendapat yang berbeda.
Sementara itu Senior Vice President Internasional Operation STT, Jaffa
Sany, pernah mengatakan bahwa STT akan melakukan upaya banding apabila
KPPU menyatakan STT terbukti mempunyai kepemilikan silang.
Jaffa mengatakan banding tersebut dilakukan sebagai bentuk pembelaan
diri hak STT terhadap saham yang dimilikinya di Indosat. "Pembelaan itu akan
dilakukan secara bertahap nantinya, Ini apabila memang STT dinyatakan bersalah
oleh KPPU," kata Jaffa.
Sedangkan

Senior

Vice

President

Strategic

Relations

CorporateCommunications STT, Kuan Kwee Jee mengatakan Temasek Holding,


STT dan SingTel merupakan perusahaan yang berbeda terbukti dari Dewan
Direksi yang terpisah, tidak adanya manajemen sentral dari induk perusahaan dan
tidak ada rencan akegiatan ekonomi sentral. "Sehingga kami tidak melanggar
Undang-undang Persaingan Usaha (dalam kepemlikan saham di Telkomsel dan
Indosat)," kata KweeJee.
Kwee Jee mengatakan saham Telkomsel dimiliki oleh Telkom sebanyak
65 persen sehingga Telkom mengontrol Telkomsel, sementara Temasek tidak
bisa mengontrol Telkomsel. Sementara pada Indosat, kata Kwee Jee, 40 persen
sahamnya dimiliki oleh STT bersama dengan Qatar Telecom, dan 14 persen
sahamnya lainnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia dan Golder share, serta 46
persen saham sisanya merupakan saham bebas.
Setelah vonis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada
Temasek dan Telkomsel, kini perkara Dugaan Pelanggaran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun1999 Yang Berkaitan Dengan Kepemilikan Silang Yang Dilakukan
Oleh Temasek dan Praktek Monopoli Telkomsel kini sedang diuji di tingkat
banding keberatan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau
Jakarta Selatan.

16

Pemeriksaan

perkara

ini

akan

sedikit

rumit.

Karena

pihak

Telkomselmendaftarkan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,


sementara pihak Temasek Cs mendaftarkan keberatan ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, maka sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3
Tahun 2005, Mahkamah Agung akan menunjuk salah satu Pengadilan Negeri
tersebut untuk memeriksa keberatan Temasek maupun Telkomsel.
Sejak awal perkara dugaan monopoli Temasek dan Telkomsel sudah
menarik perhatian. Banyak investor bersikap wait and see terhadap perkara ini.
Mereka menunggu apakah hukum benar-benar bisa ditegakkan dalam perkara ini.
Keberadaan UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat
diIndonesia adalah hal yang wajar dan berlaku pula di banyak Negara lain,
namun penerapan hukum anti monopoli dan anti persaingan usaha tidak sehat oleh
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara ini masih
cukup membingungkan. Sulit

untuk

dimengerti

bagaimana

KPPU

baru

memutuskan perkara ini setelah lebih satu tahun sejak perkara ini dilaporkan pada
tanggal 18 Oktober 2006. Padahal jika dihitung berdasarkan Pasal-pasal dalam
UU No 5 Tahun 1999, jangka waktuKPPU untuk membuat keputusan tak lebih
dari 160 hari. Pembatasan waktu 160 hari oleh Undang-undang ini bertujuan
menjaga adanya kepastian hukum dan tidak dipergunakannya hukum tanpa due
process of law.

2.2.2 Kasus Arbitrase Internasional


Kasus Gresik-Cemex ke Arbitrase Internasional
Dalam

klausul

perjanjian

antara

Cemex

dan

Semen

Gresik

memangdisebutkan jika terjadi permasalahan, maka akan membawa ke arbitrase


internasional. Namun, ada baiknya Semen Gresik maupun Semen Padang melihat
permasalahan iniuntuk kepentingan yang lebih besar lagi. Bapepam saat ini tengah
menunggu penjelasan dari manajemen Semen Gresik atas kasus ini. Tapi, hingga
kini penjelasan itu belum ada.

17

"Urusan antar pemegang saham biasanya tidak akan mengganggu


kinerja emiten yang bersangkutan. Biasanya Dispute antar pemegang saham
mestinya tidak mengganggu kinerja," ungkapnya. Mengenai laporan keuangan
Semen Gresik, dapat diselesaikan tepat waktu seperti yang sudah diputuskan.
Seperti diberitakan, kasus Cemex-Semen Gresik muncul akibat berlarutlarutnya penyelesaian laporan keuangan Semen Gresik karena belum selesainya
laporan keuangan Semen Padang. Cemex sebelum mengajukan kasus ini ke
arbitrase telah menawarkan sejumlah alternatif penyelesaian. Diantaranya Cemex
akanmembeli saham pemerintah di Semen Gresik hingga menjadi mayoritas,
atau sebaliknya pemerintah membeli saham Cemex di Semen Gresik.
Menteri Negara BUMN saat itu Laksamana Sukardi, di tempat yang sama
mengatakan pemerintah saat ini tidak memiliki dana untuk mengganti investasi
yang telah dikeluarkan Cemex di Semen Gresik sebesar 400 juta dolar AS hingga
500 juta dolar AS. Kita tidak punya dana dan juga APBN kita kan defisit, itu
sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Untuk mengatasi permasalahan di Semen
Gresik, kemungkinan pemerintah akan menjual saham milik Cemex kepada pihak
ketiga.
Ia optimis industri semen masih memiliki prospek sangat baik. Namun, hal
itu tergantung

pembangunan

fisik

di

Indonesia.

"Kalau

tumbuh

terus

pembangunan fisiknya, infrastruktur dan konstruksi, saya kira permintaan


terhadap perusahaan semen sangat baik. Tidak semata-mata pemerintah yang
harus beli. Pemerintah bisa menjembatani pada pihak ketiga."
Namun ketika disinggung pihak mana yang sudah menyatakan minatnya
untuk membeli saham milik Cemex, dia mengaku belum bisa menyebutkan
dengan alasan masih rahasia. Soalnya, saat ini masih terus melakukan
pembicaraan dengan Cemex untuk mencari solusi terbaik.

18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Kata arbitrase berasal dari bahasa asing yaitu arbitrare. Arbitrase
juga dikenal dengan sebutan atau istilah lain yang mempunyai arti sama,
seperti : perwasitan atau arbitrage (Belanda), arbitration (Inggris), arbitrage
atauschiedsruch

(Jerman),

arbitrage

(Prancis)

yang

berarti

kekuasaanmenyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Arbitrase di Indonesia


dikena ldengan perwasitan secara lebih jelas dapat dilihat dalam Undangundang No. 1 Tahun 1950, yang mengatur tentang acara dalam tingkat
banding terhadap

putusan-putusan

wasit,

dengan

demikian

orang

yang

ditunjuk mengatasi sengketa tersebut adalah wasit atau biasa disebut arbiter.
Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare
(Latin) yang

berarti

kekuasaan

untuk

menyelesaikan

sesuatu

menurut

kebijaksanaan. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para


sarjana saatini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
Arbitrase

diperkenalkan

dipakainyaReglement

op

de

di

Indonesia

Rechtsvordering

(RV)

bersamaan
dan

Het

dengan
Herziene

IndonesischReglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bitengewesten (RBg),


karenasemula Arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 reglement of
derechtvordering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak
digunakan lagi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999.
Keunggulan Arbitrase Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga
umum

tidak

mengetahu itentang

kelemahan-kelemahan

perusahaan

yang

bersangkutan. Sifat rahasia pada putusan perwasitan inilah yang dikehendaki oleh
para pengusaha.

19

Kelemahan Arbitrase, Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh


masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis
sendiri. Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui
keberadaan dan kiprah darilembaga-lembaga seperti BANI, BASYARNAS dan
P3BI.

3.2 Saran
Lembaga arbitrase masih memiliki ketergantungan pada pengadilan,
misalnya dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase. Ada keharusan untuk
mendaftarkan putusan arbitrase di pengadilan negeri. Hal ini menunjukkan bahwa
lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk
menaati putusannya. Peranan pengadilan dalam penyelenggaraan arbitrase
berdasar UU Arbitrase antara lain mengenai penunjukkan arbiter atau majelis
arbiter dalam hal para pihak tidak adakesepakatan (pasal 14 ayat (3) ) dan dalam
hal pelaksanaan putusan arbitrase nasiona lmaupun internasional yang harus
dilakukan melalui mekanisme sistem peradilan yaitu pendaftaran putusan tersebut
dengan menyerahkan salinan autentik putusan. Bagi arbitrase internasional
mengembil tempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan seharusnya lembaga
arbitrase sudah dapat berdiri sendiri, demi menjunjung keIndependenan lembaga
ini.

20

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Salim (2003).Hukum kontrak. Sinar Grafika,Jakarta
Internet:
http://www.scribd.com
http://www.wikipedia.com
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=21057
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1908998-keunggulan-dan-kelemahanarbitrase/
http://dodiksetiawan.wordpress.com/2009/04/14/definisi-arbitrase/
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/08/makalah-tentang-arbitrase.html

21

Anda mungkin juga menyukai