Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal (<45-50
mg/dL). Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang dihadapi oleh
penderita diabetes melitus. Tidak seperti nefropati diabetik ataupun retinopati
diabetik yang berlangsung secara kronis, hipoglikemia dapat terjadi secara akut
dan tiba-tiba dan dapat mengancam nyawa. Hal tersebut disebabkan karena
glukosa adalah satu-satunya sumber energi otak dan hanya dapat diperoleh dari
sirkulasi darah karena jaringan otak tidak memiliki cadangan glukosa. Kadar gula
darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia dapat menyebabkan kerusakan selsel otak. 1-2
Kondisi inilah yang menyebabkan hipoglikemia memiliki efek yang fatal
bagi penyandang diabetes melitus, di mana 2%-4% kematian penderita diabetes
melitus disebabkan oleh hipoglikemia. Gejala yang muncul saat terjadi
hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai gejala neuroglikopenik dan neurogenik
(otonom).2
The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) melaporkan terjadi
peningkatan tiga kali lipat hipoglikemia berat dan koma pada pasien yang
ditangani secara intensif dibandingkan pasien yang dirawat secara konvensional.
Seorang pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 1 yang ditangani secara intensif
dapat mengalami sampai sepuluh episode hipoglikemik setiap minggu dan gejala
hipoglikemik berat yang dapat membuat tidak dapat beraktifitas sementara
minimal sekali dalam setahun. Dapat diperkirakan sekitar 2-3% kematian orang
dengan Diabetes Mellitus tipe 1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia
juga umum terjadi pada Diabetes Mellitus tipe 2, dengan tingkat prevalensi 7080% dalam uji klinis menggunakan insulin untuk mencapai kontrol metabolik
yang baik. Hipoglikemia merupakan faktor penyulit dalam pengendalian kadar
gula darah penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia memiliki dampak serius
pada morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup seseorang.3

Berikut akan dibahas seorang pasien hipoglikemia dengan riwayat


Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUD Datoe Binangkang Bolaang Mongondow.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

II.

Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Status
No MR

: Tn. FW
: 62 Tahun
: Laki-laki
: Sinisir, Modoinding
: Kristen Protestan
: Menikah
: 384130

Anamnesis
Alloanamnesis dengan istri dan anak pasien
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan penurunan kesadaran 1 jam SMRS
b. Keluhan Tambahan
Lemah badan dan berkeringat dingin
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 1 jam SMRS,
muncul secara tiba-tiba saat pasien sedang tertidur/ beristirahat.
Kemudian saat akan bangun ke kamar mandi, pasien merasa lemah
untuk beraktifitas dan menggigau, mulai berkeringat dingin hingga
mengalami penurunan kesadaran. Sebelum mengalami penurunan
kesadaran pasien masih merasa sehat. Tidak ada demam, sakit kepala,
sesak, batuk/pilek, mual/muntah makan/ minum normal, BAB normal,
BAK normal. Pada pagi harinya pasien masih makan biasa, dan
mengkonsumsi obat Metformin dan Glibenklamid. Setelah itu pasien
beraktifitas membersihkan rumah dan pekarangan. Terakhir kali pasien
memeriksa gula 2 hari SMRS dan dinyatakan normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya
Diabetes mellitus (+), Hipertensi (+), Stroke (+) 5 tahun yang lalu,
Asam urat (+).

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga
f. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien merokok tapi kadang-kadang dan sekarang sudah berhenti.
Pasien tidak pernah minum minuman alkohol. Sebelumnya pasien
makan dengan teratur sehari 3 kali. Pasien tidak melakukan aktifitas
olahraga tertentu, hanya membantu membersihkan rumah.
g. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu disangkal.
III.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik saat pasien masuk UGD

Status Generalis
Keadaan umum

: Sakit Berat

Kesadaran

: Stupor

GCS

: E2 M5 V2

Tandatanda vital
Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 72x/ menit, irama regular, isi cukup, kuat angkat

Pernapasan

: 22 x/ menit

Suhu

: 36,2 0C

Pemeriksaan Fisik (Objektif)

Kepala
Bentuk

: Normocephal

Rambut

: Hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok


4

Muka

: Simetris, tidak terdapat luka

Mata
Bentuk

: Simetris

Sklera

: Ikterik -/-

Konjungtiva : Anemis -/Palpebra

: Edema -/-

Pupil

: Pupil isokor, 2 mm/2 mm


Refleks cahaya +/+

Telinga
Bentuk

: Normal, simetris, tidak ada deformitas

Liang telinga : Sekret -/Nyeri tekan : -/

Hidung
Bentuk

: Normal, simetris, tidak ada deviasi

Nafas cuping hidung : Tidak ada

Mulut dan tengggorok


Bibir

: Bentuk simetris, bibir tidak kering, tidak ada sianosis

Gigi dan gusi tidak ada perdarahan


Lidah

: Bentuk normal, mukosa basah tidak pucat, permukaan

bersih, tidak ada tremor lidah

Faring

: Tidak hiperemis

Tonsil

: T1/T1, Tidak ada pembesaran

Leher
Inspeksi

Kelenjar tiroid

: Tidak ada pembesaran

Kelenjar getah bening

: Tidak ada pembesaran

Palpasi

Kelenjar tiroid

: Tidak ada pembesaran

Kelenjar getah bening

: Tidak teraba pembesaran

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Stem fremitus kanan dan kiri normal, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Sonor pada semua lapang paru

Auskultasi

: Suara pernapasan vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis teraba, ICS 5 midclavicularis dextra
: batas jantung kanan di ICS IV dari garis sternalis dekstra,

serta batas jantung kiri di ICS V midklavikularis.


Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, Murmur (-), Gallop (-).

Abdomen
Inspeksi

: Cembung, skar (-),distensi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) Normal

Palpasi

: Nyeri tekan Epigastrium (-)

Perkusi

: Asites (-), shifting dullness (-)

Ekstremitas
Akral

: dingin, CRT < 2

Edema

:-

Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran

: Stupor
6

GCS
Pola pernafasan

: E2 M5 V2
: Normal (22x/min), teratur
Cheyne-stokes (-), apneustik (-), ataksik (-)

Fungsi batang otak


Pupil

: ukuran 2mm/2mm, simetris kanan=kiri, reaktif

Respon motorik

: lateralisasi (-)

Meningeal Sign

: Kaku kuduk (-)

Tonus

: normotonus

Reflex fisiologis :
Patella : (+)
Achilles : tidak dilakukan
Biceps : tidak dilakukan
Triceps : tidak dilakukan
Reflex patologis :
Babinski : (-)
Hoffman Tromner : tidak dilakukan
IV.

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (Darah Lengkap 01 Agustus 2016)
Pemeriksaa
n
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
GDS

Hasil
12,6 g/dL
35,3 %
3,69 106/L
11,7 103/L
317 103/L
31 mg/dL

b. Pemeriksaan X-Ray
Tidak dilakukan
c. Pemeriksaan Rekam Jantung
Tidak dilakukan
V.

Diagnosis

Diagnosis kerja : Penurunan Kesadaran ec Hipoglikemia ec OHO +


Hipertensi grade I
Diagnosis banding :

Ketoacidosis diabetikum
Uremic ensefalopati
Transient Ischaemic Attack

VI.

VII.
VIII.

Terapi
Terapi di UGD :
O2 2-4 Lpm
IVFD D10% 20 tpm + Bolus D40% 2 fL (pelan-pelan)
Cek GDS Jika >50 - <100 = 1 fL D40%
<50 = 2 fL D40%
>100 - <200 = Lanjut D10%
>200 = D5% 20tpm
Pasang kateter
Masuk ICU
Pro
DL, Na, K, Cl, Ur, Creatinin
GDS /1-2 jam
Follow Up
Tanggal 1 Agustus 2016
UGD
1.50 pm : GDS: 31
o Diberikan Inj. D40% 2 flakon + IVFD D10% 20 tpm,
ulangi GDS 1 jam lagi
ICU
06.00 pm :
o Pasien kompos mentis
o GDS 45 mg/dL
o Diberikan Inj. D40% 2 fL + IVFD D10% 20 tpm
08.00 pm :
o GDS 90 mg/dL
o Diberikan Inj D40% 1 fL
10.00 pm :
o GDS 97 mg/dL
o Diberikan Inj. D40% 1 flakon
00.00 am :
o GDS : 97 mg/dL
o Diberikan Inj. D40% 1 flakon

02.00 am :
o GDS 59 mg/dL
o Diberikan Inj. D40% 1 flakon
05.00 am :
o GDS : 62 mg/dL
o Diberikan Inj. D40% 1 flakon
Selasa, 02 Agustus 2016
ICU
S:
O

sakit kepala (-), muntah (-), makan/minum normal, lemas (+)


Ku/Kes: Tampak sakit sedang / Compos mentis
TD : 150/90 mmHg, N : 82x/m, R : 22x/m, SB : 36 0C
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil bulat isokor, RC(+/+)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cardio : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abd : cembung, lemas, BU (+) Normal, NT (-) epigastrik

A
P

Eks : akral hangat, edema (-), CRT < 2


Laboratorium :
Hb 12,2 g/dL
Ht 33,3 %
Eritrosit 3,50 106/L
Leukosit 10,1 103/L
Trombosit 302 103/L
SGOT / SGPT : 33 / 36
Ureum : 1,1
Asam Urat : 10,7
GDP : 105
Kolesterol PAP : 181
08.00 pm : GDS 125 mg/dL
Hipoglikemi + Hipertensi + Post Stroke Iskemik
Inj. D40% 1 flakon
IVFD D10% 16 tpm

Terapi Interna

STOP OAD
Cek GDS/ 6 jam

IVFD RL + Farbion 1amp /8jam (GDS stabil)


Citicolin inj /12 jam
Ranitidin inj /12jam

Terapi Neurologi

Aspilet 1x80mg
Amlodipine 10mg 0 0
Simvastatin 0 - 0 - 10mg
Konsul Gizi
Cek Elektrolit
Rabu, 03 Agusutus 2016
S:
O

Bicara Ngawur (+)


Ku/Kes: Tampak sakit sedang / Compos mentis
TTV : HR: 86x/menit, RR: 22x/menit, suhu :37,3C, TD: 140/80
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil bulat isokor, RC(+/+)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cardio : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abd : cembung, lemas, BU (+) Normal, NT (-) epigastrik

A
P

Eks : akral hangat, edema (-), CRT < 2


Laboratorium
GDP 160 mg/dL
Na 137 mmol/L
K 4 mmol/L
Cl 98 mmol/L
Hipoglikemi e.c. OAD + Hipertensi + Post Stroke
IVFD RL + Farbion 1amp /8jam
Citicolin inj /12 jam
Ranitidin inj /12jam
Aspilet 1x80mg

10

Amlodipine 10mg 0 0
Simvastatin 0 - 0 - 10mg
Interna : IVFD D10% 16 tpm
Tx lain lanjut
Kamis, 04 Agustus 2016
S:
O

Nyeri anggota gerak (+)


Ku/Kes: Tampak sakit sedang / Compos mentis
TTV : HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, suhu :36,6C, TD: 180/90
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil bulat isokor, RC(+/+)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cardio : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abd : cembung, lemas, BU (+) Normal, NT (-) epigastrik

A
P

Eks : akral hangat, edema (-), CRT < 2


Laboratorium:
GDP : 165 mg/dL
Hipoglikemi e.c. OAD + Hipertensi terkontrol + Post Stroke
IVFD Nacl 0,9% 16 tpm
Citicolin inj /12 jam
Ranitidin inj /12jam
Aspilet 1x80mg
Amlodipine 10mg 0 0
Simvastatin 0 - 0 - 10mg
Meloxicam 2x7,5mg
Pindah ruangan

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Hipoglikemia
a)

Definisi
Hipoglikemia adalah kadar plasma glukosa <70 mg/dL. Gejala hipoglikemia
biasanya muncul saat kadar glukosa <60 mg/dL. Literatur lain menyebutkan
hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar
glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis hipoglikemia. Episode
hipoglikemia yang sering terjadi (1 kali perhari) menyebabkan adaptasi otak
terhadap kadar glukosa dan gejala hipoglikemia akan muncul pada kadar yang
lebih

rendah

dari

seharusnya.

Kondisi

tersebut

didefinisikan

sebagai

12

hypoglycemic unawareness, yaitu kegagalan saraf simpatis dalam meresponi


hipoglikemi. Trias Whipple yang menunjukkan hipoglikemia yaitu: 1. Gejala yang
konsisten dengan hipoglikemia, 2. Konsentrasi glukosa yang rendah yang diukur
dengan metode yang tepat, 3. Perbaikan gejala setelah glukosa plasma
meningkat.1,3

b) Etiologi
Hipoglikemi dapat terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus maupun
pasien non-Diabetes Mellitus. Hipoglikemia dapat terjadi karena2,4:
-

Obat-obatan : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral, dan alcohol.


Sulfonilurea merupakan golongan ADO yang memiliki efek hipoglikemik
sehingga disebut juga obat antihipoglikemik oral (OHO).

Kebutuhan tubuh akibat insulin yang relatif menurun : penyakit kronis


(gagal ginjal kronik, gagal jantung, atau penyakit hepar kronis), sepsis atau
pasca persalinan

Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat

Kegiatan jasmani berlebihan

Kekurangan hormone : kortisol, glukagon dan epinefrin (pada diabetes


dengan defisiensi insulin)

Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, nesidioblastosis (kelainan


fungsional sel beta), autoimun insulin (antibody pada ionsulin/ reseptor
insulin)

Obat yang menginduksi Hipoglikemia


Terdapat beberapa obat-obatan selain obat andti Diabetic (non- OAD yang
dapat menyebabkan hipoglikemia. Obat-obatan ini dibedakan berdasarkan potensi

13

menurunkan gula darah menjadi 3 jenis sesuai dengan kemampuannya yang


terbukti sedang, lemah, atau sangat lemah. Obat dengan resiko sedang antara lain
Cibenzoline, Gatifloxacin, Pentamidin, kuinin, indometasin, glucagon (saat
endoskopi). Obat dengan resiko ringan natara lain klorokuineoksalin sulfonamide,
artesunat/artemisin/artemeter, IGF-I, litium, propoksifen/dekstropropoksifen. Obat
dengan resiko sangat lemah antara lain ACE-I, ARB, penyekat B, levofloksasin,
mifepristone,

disopramid,

trimetropin

sulfametoksasol,

heparin,

dan

6-

merkaptopurin. 2,4
Hipoglikemi merupakan manifestasi awal, dan setelah beberapa hari terapi
akan menyebabkan hiperglikemia. Pentamidin intavena bersifat sitotoksik untuk
sel beta dan menyebabkan hiperinsulinemia akut dan hipoglikemia diikuti oleh
insulinopenia dan hiperglikemia. Pada pasien yang berpuasa dengan pemakaian
beta blocker dapat memiliki respon hipoglikemik yang berlebihan karena
kelaparan. Beta blocker menghambat asam kemak dan pelepasan substrat
gluconeogenesis dan mengurangi respon glucagon plasma. Terapi dengan
inhibitor ACE meningkatkan resiko hipoglikemi pada pasien yang memakai
insulin atau sulfonylurea dikarenakan

adanya peningkatan sensitivitas pada

insulin yang bersirkulasi dengan meningkatkan alirah darah ke otot. 2,5

c) Patofisiologi4
Tubuh manusia memiliki mekanisme mempertahankan konsentrasi
glukosa darah yang adekuat untuk digunakan organ-organ tubuh terutama otak.
Menurunnya konsentrasi glukosa darah secara fisiologis akan diikuti oleh
penurunan sekresi insulin endogen yang diikuti oleh pelepasan hormon-hormon
konter regulator, seperti glukagon dan epinefrin. Pada pasien non-DM, respon
biologis dan gejala klinis pada hipoglikemia terjadi pada rentang konsentrasi
glukosa darah yang relatif konstan. Pada pasien DM, respon fisiologis biasanya
berbeda-beda.

14

Pada pasien DM yang mengalami hipoglikemia terjadi gangguan pada


mekanisme pertahanan terhadap hipoglikemia, antara lain 1. Konsentrasi insulin
tidak menurun, 2. Konsentrasi glukagon tidak meningkat, dan 3. Terjadi
penurunan ambang batas konsentrasi gula darah untuk memulai sekresi epinefrin.
Akan tetapi, tidak semua pasien menunjukkan gejala yang konsisten dengan
hipoglikemia. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan respons saraf simpatis.
Penurunan kesadaran adalah presentasi klinis penderita DM yang dapat ditemukan
karena

komplikasi

dari

DM,

terutama

komplikasi

akut.

Hipoglikemia

menyebabkan edema selular. Kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas sel


sel saraf yang menyebabkan penurunan kesadaran. 4,5

Respon Counterregulatory pada Hipoglikemia


Insulin : sekresi insulin endogen diturunkan baik oleh berkurangnya
rangsangan glukosa sel beta pankreas dan oleh penghambatan sistem saraf
simpatik dari kombinasi efek saraf alfa adrenergik dan peningkatan tingkat
sirkulasi katekolamin. Insulinopenia reaktif ini menjadi penting untuk pemulihan
glukosa, karena memfasilitasi mobilisasi energi dari cadangan energi yang ada
(glikogenolisis dan liposisis); meningkatkan enzim hati yang terlibat dalam
gluconeogenesis dan ketogenesis; meningkatkan enzim dari korteks ginjal,
mempromosikan gluconeogenesis; dan pada saat yang sama mencegah jaringan
otot dari konsumsi glukosa darah yang dilepaskan hati. 4,6
Katekolamin : katekolamin dan norepinefrin yang bersirkulasi diproduksi
di saraf simpatis ujung, menyediakan jaringan otot dengan sumber bahan bakar
alternatif dengan mengaktifkan reseptor beta adrenergik, sehingga mobilisasi
glikogen otot, dan dengan menyediakan peningkatan asam lemak bebas pada
plasma dari lipolisis dari trigliserida adiposat. Metabolisme asam lemak bebas ini
memberikan energi untuk mempromosikan gluconeogenesis di hati dan ginjal,
dengan demikian menambah kadar glukosa plasma oleh efek glukogenolitik
katekolamin pada hati. Efek samping kardiovaskular dan lainnya yaitu

15

memberikan sinyal bahwa pasien diabetes mulai mengenali peringatan dari


kebutuhan mereka untuk cepat mencerna karbohidrat yang bisa diserap. 4
Glukagon : glukoagon plasma dilepaskan oleh efek beta-adrenergik dari
saraf simpatis dan katekolamin paa sel alfa pankreas dan oleh stimulasi langsung
sel alfa oleh konsentrasi glukosa plasma yang rendah itu sendiri. Jatuhnya
konsentrasi insulin dari intra-islet dengan fungsi sel beta pankreas dapat
melepaskan sel alfa pankreas dari penghambatan insulin dan dengan demikian
meningkatkan pelepasan glukagon selama kondisi hipoglikemia. Pelepasan
glukagon ini meningkatkan output glukosa hepar oleh glikogenolisis langsung
serta memfasilitasi aktivitas enzim glukoneogenik dalam hati, bukan ginjal.
Glukagon plasma merupakan hormon konter regulator yang mempengaruhi
pemulihan hipoglikemia akut pada pasien non-DM, dengan respon katekolaminadrenergik yang merupakan sistem cadangan utama. Namun, dalam situasi klinis
di mana hipoglikemua terus berkembang, dengan dosis insulin atau sulfonylurea
yang tidak sesuai, atau dalam kondisi insulinoma, peran glukagon kurang
berpengaruh. Peran glukagon dalam pemulihan glukosa terjadi terutama ketika
tingkat insulin berkurang. 4,7
Kortisol : kortikotropin hipofisis (ACTH) dilepaskan dengan stimulasi
sistem saraf simpatik oleh neuroglikopenia. Hal ini menyebabkan peningkatan
kadar

kortisol

plasma,

yang

memfasilitasi

lipolisis

dan

secara

aktif

mempromosikan katabolisme protein dan konversi asam amino menjadi glukosa


oleh hati dan ginjal. 4
Hormon Pertumbuhan (GH) : hormon pertumbuhan hipofisis juga
dikeluarkan dalam menanggapi glukosa plasma yang rendah. Perannya dalam
memperbaiki hipoglikemia kurang baik, tetapi diketahui sebagai antagonis insulin
pada pemanfaatan glukosa dalam sel otot dan langsung mengaktifkan lipolisis
oleh adiposat. Peningkatan lipolisis ini memberikan substrat asam lemak ke hati
dan korteks ginjal yang memfasilitasi gluconeogenesis. 4
Neurotransmitter kolinergik : Asetilkolin dilepaskan pada ujung saraf
simpatis dan efek vagal yang menginduksi sensasi rasa lapar dengan memberikan
16

sinyal kebutuhan untuk makan untuk melawan hipoglikemia. Selain itu, serat
post-sinaptik dari sistem saraf simpatik yang menginervasi kelenjar keringat untuk
sinyal hipoglikema juga melepaskan asetilkolin, dibandingkan dengan serat
postsinaps lainnya yang tanpa pengecualian mengeluarkan norepinefrin.4

Gambar 4. Fisiologi counterregulatori glukosa

d) Klasifikasi
Hipoglikemia tidak selalu menunjukkan gejala yang sama untuk setiap
orang. Berdasarkan beratnya gejala, hipoglikemia dapat dibedakan menjadi:

Klasifikasi

Tanda dan Gejala

Ringan

Simptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada


gangguan aktifitas sehari-sehari yang nyata (gejala
ringan)

17

Simptomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan


gangguan aktifitas sehari-hari yang nyata
Sedang
Sering (tidak selalu) simptomatik, karena gangguan
kognitif pasien tidak dapat mengatasi sendiri.
Berat

Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak memerlukan


terapi parenteral.
Membutuhkan

terapi

parenteral

(glukagen,

intramuscular atau glucagon IV)


Disertai dengan koma dan kejang

e) Diagnosis
Tanda dan Gejala Hipoglikemia8
Gejala hipoglikemi dibagi menjadi dua kategori yaitu gejala neurogenik
(autonomic) dan gejala neuroglikopenik. Gejala neurogenik terjadi karena
penurunan kadar glukosa darah dan menyebabkan pasien sadar bahwa ia sedang
mengalami gejala hipoglikemik. Gejala ini diaktivasi oleh autonomic nervous
system (ANS) dan dimediasi oleh katekolamin (epinefrin dan noreponefrin) dari
adrenal medulla dan asetilkolin dari post-synaptic nerve endings. Gejala dan tanda
neurogenic yang berhubungan dengan peningkatan epinefrin yaitu gemetar,
ansietas, tegang, palpitasi, diaphoresis, xerosis, pucat dan dilasi pupil. Gejala yang
dimediasi oleh asetilkolin, antara lain diaphoresis, rasa lapar, dan paraestesia.
Gejala neuroglikopenik terjadi karena otak kekurangan glukosa. Gejala dan tanda
neuroglikopenik biasanya disadari oleh keluarga atau teman pasien. Gejalanya
yaitu gangguan mental, penurunan kesadaran, iritabilitas, sulit berbicara, ataksia,
paraestesia, sakit kepala, dan bila tidak ditangani dapat menyebabkan kejang,
koma, bahkan meninggal. Gejala neuroglikopenik juga termasuk defisit

18

neurologik fokal sementara (diplopia, hemiparesis). Diagnosis definit dari


hipoglikemi membutuhkan pemenuhan trias Whipple: gejala konsisten karena
hipoglikemia, kadar gula darah rendah, dan resolusi dari gejala bila gula darah
dinormalkan. Secara garis besar, tanda dan gejala klinis dibagi menjadi 4 stadium:
-

Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun

Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan


menghitung sementara

Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar

Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Gambar 5. Respon tubuh terhadap penurunan kadar glukosa darah


Anamnesis

19

Penggunaan preparat insulin atau OHO : dosis terakhir, waktu pemakaian


terakhir, perubahan dosis

Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi

Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya

Lama menderita DM, komplikasi DM

Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll

Penggunaan obat sistemik lainyya : penghambat adrenergik , dll.

Pemeriksaan Fisik
-

Pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan


kesadaran, defisit neurologik fokal transien

Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-Peptide.

f)

Penatalaksanaan Hipoglikemia

Hipoglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan


irreversible dari otak sampai kematian, oleh karena itu setelah kadar glukosa
plasma sudah didapatkan (GDS<70 mg/dL) penanganan yang difokuskan untuk
meningkatkan kadar glukosa plasma harus segera dilaksanakan, baik dengan
asupan makanan oral, dekstrosa intravena, atau glukagon intramuskular. 9,10

Pada pasien sadar/ stadium permulaan :8


-

Berikan asupan oral

20

Jumlah asupan oral yang dianjurkan pada orang dewasa adalah sekitar 20
gram; setiap 5 gram glukosa menigkatkan sekitar 15 mg/dL. Asupan oral
yang dapat diberikan antara lain: pisang, madu, permen, tablet glukosa,
atau 100-150mL minuman manis (teh manis, atau minuman berglukosa
lainnya). Perlu untuk diketahui bahwa konsumsi protein bukan
penanganan yang efektif untuk hipoglikemia dan konsumsi makanan
manis yang juga tinggi lemak (seperti es krim) dapat menghambat absorsi
karbohidrat. Pemberian glukosa murni adalah penanganan yang lebih baik.
-

Hentikan obat hipoglikemik sementara

Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

Pertahankan gula darah sekitar 200 mg/dL

Cari penyebab

Pada pasien tidak sadar/ koma hipoglikemia/ stadium lanjut:


Adapun tatalaksana pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak
sadar dan curiga hipoglikemia) menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia:
1. Pemberian dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50mL) bolus
intravena
2. Pemberian cairan dekstrosa 10% per infus selama 6 jam per
kolf
3. Pemeriksaan gula darah sewaktu dilakukan setiap 1 jam sekali
1. Bila pemeriksaan GDS menunjukan <50 mg/dL,
maka diberikan kembali bolus dekstrosa 40% 50mL
secara intravena
21

2. Bila GDS < 100 mg/dL diberikan bolus dekstrosa


40% 25 mL
4. Pemeriksaan GDS pada 1 jam berikutnya
3. Bila GDS < 50 mg/dL, diberikan bolus dekstrosa
40% 50 mL
4. Bila GDS < 100 mg/dL, diberikan bolus dekstrosa
40% 25 mL
5. Bila GDS 100-200 mg/dL, tidak diberikan bolus
dekstrosa 40%
6. Bila GDS > 200 mg/dL, pertimbangkan penurunan
kecepatan drip dekstrosa 10%
5. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3x berturut-turut, pemantauan
GDS dilakukan setiap 2 jam dengan protocol sesuai diatas. Bila
GDS > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus dengan
dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
6. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,
pemantauan GDS setiap 4 jam dengan protocol sesuai diatas.
Bila GDS >200 mg/dL, pertimbangkan mengganti infus dengan
dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
7. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding
scale setiap 6 jam setiap kelipatan 50 diberikan 5 unit insulin
dimulai dari GDS 200 mg/dL. Pada GDS < 200 tidak diberikan
insulin, 200-250 diberikan 5 unit dan pada >350 diberikan 20
unit.

22

8. Bila hipoglikemia belum teratasi dipertimbangkan pemberian


antagonis insulin, seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau
glucagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya insulin).
9. Bila pasien belum sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dL:
hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau
deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain
penurunan kesadaran. 8,9

Perbaikan klinis biasanya terjadi 15-20 menit setelah pemberian glukosa.


Pemberian glukosa baik secara oral maupun intravena umumnya memiliki durasi
aksi lebih rendah daripada obat pencetus maupun insulin yang digunakan, oleh
karena itu pasien dianjurkan makan untuk mengisi kembali glikogen tubuh.
Penilaian kadar glukosa perlu untuk dilakukan setiap 30 menit dalam 2 jam
pertama untuk melihat adanya rebound hypoglycemia atau minimal 1 jam sekali.
Hipoglikemia yang terjadi akibat dari obat hipoglikemik oral (OHO) jangka
panjang seperti glibencamide, chlorpropamide atau karena insulin jangka panjang
seperti lente, NPH, glargine dan ultralente dosis tinggi, diindikasikan untuk rawat
inap dengan penanganan glukosa intravena D10% dengan kecepatan untuk
menjaga kadar glukosa darah >100 mg/dL, dan monitor kadar glukosa secara
regular. 10
Ocreotide analog somatostatin dapat diberikan untuk menekan sekresi
insulin. Pemberian obat ini terutama pada penanganan hipoglikemi yang
disebabkan golongan sulfonylurea. Pengobatan ini lebih baik dibandingkan
glukosa dan diazoxide dalam mencegah hipoglikemi rekuren. Dosis ideal dan
interval pemberian ocreotide belum terdefinisi dengan baik. Rekomendasi
pemberian ocreotide bervariasi dari dosis tunggal 50-100 mcg injeksi subkutan
setelah episode hipoglikemik sampai injeksi subkutan serial (50-100 mcg setiap 68 jam) atau pemberian secara konstan melalui intravena (125 mcg/jam) setelah
episode hipoglikemik kedua. Pemberian ocreotide hanya direkomendasikan
23

setelah terapi pemberian glukosa pada hipoglikemi yang disebabkan oleh


sulfonylurea. Pengobatan ini bertujuan untuk menurunkan resiko terjadinya
hipoglikemi rekuren.

g) Edukasi11
Orang-orang yang mempunyai resiko untuk terkena hipoglikemia seperti
pengidap diabetes yang menggunakan insulin atau diabetes oral yang beresiko
menyebabkan hipoglikemia haruslah mengetahui beberapa hal berikut :
-

Mempelajari apa saja yang bisa memicu rendahnya kadar glukosa darah

Memiliki alat pemeriksa gula darah sendiri, hal ini penting untuk
penentuan dosis obat ataupun dalam beraktivitas

Menyiapkan selalu makanan cepat saji atau makanan ringan

Merencanakan aktivitas fisik atau olahraga yang cocok

Memberitahu keluarga atau rekan kerja mengenai tanda dan gejala


hipoglikemi, serta penanganan awalnya. Sehingga apabila itu terjadi bisa
segera mendapat pertolongan.

24

BAB IV
PEMBAHASAN
Hipoglikemi merupakan suatu kumpulan gejala klinis yang disebabkan
konsentrasi glukosa darah yang rendah, secara hafiah berarti konsentrasi glukosa
darah dibawah normal. Manifestasi hipoglikemia pada setiap orang berbeda-beda.
Terdapat beberapa kasus penderita hipoglikemia, bisa sadar dan ada juga yang
mengalami penurunan kesadaran. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pada pasien ini bisa didiagnosis dengan Penurunan
Kesadaran akibat hipoglikemia ec obat anti diabetik.
Pada saat pasien datang ditemukan pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan GCS E2 M5 V2 dan setelah dilakukan anamnesis, keluarga
pasien mengatakan pasien secara tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran sejak
1 jam yang lalu saat sedang tidur. Gejala penyerta yaitu berkeringat dingin dan
mengigau. Gejala ini merupakan manifestasi dari hipoglikemia yang bersifat
neurogenik yang berhubungan dengan peningkatan epinephrine dan asetilkolin,
yaitu berkeringat dan menggigil, sedangkan penurunan kesadaran itu sendiri
merupakan manifestasi dari gejala neuroglikopenik di mana otak sudah

25

mengalami kekurangan glukosa. Tidak ada muntah, sakit kepala, atau kejang, di
mana kedua hal ini dapat menghilangkan kelainan dari organik otak/ neurologis
seperti herniasi, ataupun esefalopati.
Keluarga mengatakan 2 hari SMRS pasien memeriksa gula darahnya di
dokter keluarga dan diberikan obat Metformin dan Glibenclamide. Pasien sudah
mengkonsumsi kedua obat anti Diabetik ini sebelumnya tapi baru sekarang
mengalami kejadian seperti ini.
Pemeriksaan fisik menunjukan tekanan darah yang tinggi (140/80), hal ini
mengekslusikan penurunan kesadaran karena hipotensi. Nadi pasien normal
82x/menit. Pernafasan cepat 22x, menunjukan adanya respon adrenergic terhadap
hipoglikemia. Suhu normal 36,2 0C. Tidak ada kelainan pada pemeriksaan fisik
head to toe, dan pada saat pemeriksaan neurologis dilakukan tidak ditemukan
kelainan, kaku kuduk negatif, dan reflex patologis Babinski negatif. Hal ini
mengeksklusi kelainan neurologis.
Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, ditemukan GDS 31 mg/dL.
Hal ini menunjukkan adanya hipoglikemia. Pada teorinya, komplikasi yang sering
terjadi pada orang diabetes mellitus dengan penurunan kesadaran yaitu
hipoglikemia, KAD, HHS, maupun diabetik uremik ensefalopati. Pada pasien ini
yaitu hipoglikemia. Saat gula darah turun di bawah 50 mg/dL, respon
neuroglikopenik akan muncul sehingga pasien mengalami penurunan kesadaran.
Pasien ini juga memenuhi trias Whipple hipoglikemi, yang pertama yaitu
pasien

menunjukkan

adanya

gejala

hipoglikemi:

penurunan

kesadaran,

berkeringat dan mengigau, pasien juga memiliki konsentrasi gula darah yang
rendah yaitu 31 mg/dL, dan yang terakhir setelah diberikan dekstrose pasien dapat
sadar kembali. Pasien mengalami hipoglikemi yang disebabkan karena obat
hipoglikemi oral, yaitu glibenclamide, yang adalah golongan sulfonylurea
generasi kedua dengan dosis 5 mg. Golongan ini dapat menyebabkan efek
samping hipoglikemia karena cara kerjanya yaitu meningkatkan sekresi insulin.
Cara pemberian obatnya juga kurang tepat, seharusnya diminum
sesaat/sebelum makan, tetapi pada pasien ini obat diminum sebelum tidur. Hal ini
menyebabkan

resiko hipoglikemia

lebih

tinggi.

Ditambah lagi setelah

26

mengkonsumsi obat tersebut pasien kemudian beraktifitas dan setelahnya


langsung tertidur tanpa makan siang terlebih dahulu. Kedua hal ini memprovokasi
terjadinya hipoglikemia.
Penatalaksanaan hipoglikemia yang dilakukan di UGD sudah benar yaitu
dengan pemberian dextrose 40% sebanyak 2 flakon, dengan pemberian cairan
dektrosa 10% per infus, pada pasien ini diberikan 20 tpm. Rencana terapi
pengecekan GDS juga sudah benar dilakukan perjam, tapi berdasarkan laporan
yang ada GDS diperiksa per 2 jam, sehingga hal ini yang mungkin menjadi
penyebab GDS pasien susah dikontrol. Dari awal masuk GDS 31 mg/dL, diterapi
dan di lakukan pengecekan GDS lagi 45 mg/dL tapi kesadaran pasien sudah mulai
membaik, diberikan injeksi D40% 2 fL dan IVFD D10%, lalu dicek GDS 2 jam
lagi naik 90 mg/dL, diberikan injeksi D40% 1 fL, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan GDS 97 mg/dL, diberikan lagi injeksi D40% 1 fL, 2 jam kemudian
dilakukan pemeriksaan GDS hasilnya tetap, diberikan injeksi D40% 1 fL, dan
seterusnya, hingga keesokan harinya GDS pasien stabil di range 100-200 mg/dL
sehingga hanya diberi IVFD D10%. Dan pada pasien dengan hipoglikemia yang
disebabkan oleh OHO, pasien memang diindikasikan untuk rawat inap dan
diberikan glukosa intravena D10% dan monitor kadar glukosa darah secara
regular. Tapi karena tidak tersedia alat atau monitor yang memadai sehingga
dilakukan pemeriksaan GDS per jam namun pada pasien dilakukan per 2 jam, hal
ini menjadi salah satu pemicu kadar gula darah pasien belum stabil.
Pada pasien juga perlu diedukasi mengenai gaya hidup dan kepatuhan
mengkosumsi obat-obatan mengingat faktor resiko pada pasien yang cukup tinggi
dan aktifitas pasien yang terbatas. Dukungan dan motivasi dari keluarga juga
sangat dibutuhkan dalam menjaga kestabilan GDS pasien dan kepatuhan
konsumsi obat-obatan dan gaya hidup pasien sendiri.

27

BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki, 62 tahun dengan hipoglikemia pada
penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Pasien telah dipulangkan dengan keadaan baik
dan diberi edukasi mengenai penggunaan obat anti diabetik baik kepada pasien
maupun terhadap keluarga yang merawat. Selain itu, keluarga diberitahu tentang
penyakit dan komplikasi akut yang mungkin terjadi terhadap penderita dalam hal
ini hipoglikemia. Tentang gejala dan penanganan pertama dirumah yang bisa
timbul sewaktu-waktu, pasien dan keluarga dapat mengetahuinya.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes


mellitus. Diabetes Care 2014;37 (Suppl. 1):S81S90
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2006
3. American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia. Defining and
reporting hypoglycemia in diabetes: a report from the American Diabetes
Association Workgroup on Hypoglycemia. Diabetes Care 2005;28:1245
1249
4. Briscoe VJ, Davis SN. Hypoglycemia in Type 1 and Type 2 Diabetes:
physiology, pathophysiologu, and Management. Clin Diab 2006; 24:3.

29

5. Fowler Mj. Microvascular and Macrovascular Complication of Diabetes


Mellitus. Clin diab 2008;26:2.
6. Seaquist ER, Anderson J, Childs B, et al. Hypoglycemia and Diabetes : A
Report of a Workgroup of the American Diabetes Association and the
Endocrine Society. Diabetes Care 2013. 1-9
7. Zammitt NN, Frier BM: Hypoglycemia in type 2 diabetes. Diabetes Care
2005; 28:2948-2961
8. Brackenridge A, Wallbank H, Lawernson RA, Russell-Jones D. Emergency
Management of Diabetes and hypoglycemia. Emerg Med J 2006; 23:183-185.
9. Nathan DM, Buse JB, Davidson MB, Ferrannini E, Holman RR, Sherwin R,
Zinman B. Medical Management of Hyperglycemia in Type 2 Diabetes: A
Consensus Algorithm for the Initiation and Adjustment of Therapy. A
consensus statement of the American Diabetes Association and the European
Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care. 2009; 32:193203.
10. Cryer PE, Axelrod L, Grossman AB, et al.; Endocrine Society. Evaluation and
management of adult hypoglycemic disorders: an Endocrine Society Clinical
Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab 2009;94:709728
11. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes.
Diabetes Care 2008;31 (Suppl. 1):S12S54

30

Anda mungkin juga menyukai