LAPORAN KASUS
I.
Identitas Pasien
II.
Nama Pasien
Jenis Kelamin
Usia / Tanggal Lahir
No. Rekam Medis
Agama
Alamat
Tanggal Masuk Rumah Sakit
: An. Syahrilmauludy
: Laki-laki
: 6 tahun / 29 Desember 2010
: 3646xx
: Islam
: Komp. Antara II, No.13, Bintara Raya
: 6 Januari 2017 pukul 06.35 WIB
Ayah
Tn. S
39 tahun
1
SMA
Satpam
Islam
Ibu
Ny. T
36 tahun
1
D3
Pegawai
Honor
Islam
III. Anamnesis
Auto- dan alloanamnesis pada tanggal 6 Januari 2017 pukul 13.30 WIB
Keluhan Utama
: Demam
Pasien juga merasa sedikit sesak ketika bernafas. Pasien menyangkal adanya pilek.
Bintik bintik merah, gusi berdarah, mimisan disangkal, dan nyeri pada mata
disangkal.
2 hari SMRS pasien muntah sebanyak 2 kali dalam sehari dengan volume kurang
lebih satu gelas air mineral. Muntah berisi makanan yang pasien makan, tidak ada
darah dan muntah tidak menyembur. Selain itu buang air kecil lancar dengan
frekuensi cukup, tidak nyeri, warna jernih dan tidak ada darah. Pasien belum buang
air besar sejak 1 hari SMRS, tetapi sebelumnya buang air besar lancar seperti
biasanya, kotoran tidak berwarna hitam atau tampak ada darah. Pasien lalu dibawa ke
IGD RSPAD Gatot Soebroto untuk dirawat.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah dirawat dirumah sakit karena untuk biopsi benjolan di
tangannya pada saat pasien berumur 1 tahun. Riwayat penyakit menahun ataupun
saluran kencing disangkal. Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi dan asma.
Tidak ada riwayat kecelakaan.
C. Riwayat Keluarga dan Lingkungan Sekitar
Pada lingkungan dan keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit yang serupa
dengan pasien saat ini. Kondisi lingkungan sekitar rumah baik, bersih dan padat
penduduk menurut orang tua.
D. Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Selama kehamilan ibu tidak
pernah sakit berat, tidak pernah menkonsumsi obat-obatan selain asam folat dan tablet
besi. Tidak pernah merokok dan minum minuman alkohol. Kontrol kehamilan teratur
1 kali pada trimester I dan trimester II, 2 kali pada trimester III.
E. Riwayat Kelahiran
Tempat bersalin
Penolong persalinan
Cara persalinan
Berat badan lahir
Usia gestasi
: Rumah Sakit
: Dokter
: SC
: 2700 gram (berat lahir cukup), panjang badan lahir 50 cm
: cukup bulan (38 minggu)
Keadaan setelah lahir : Langsung menangis, pucat (-), ibu pasien tidak mengetahui
nilai APGAR pasien saat lahir, biru (-), kelainan bawaan (-), riwayat kuning (-),
riwayat kejang (-)
F. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama
Perkembangan psikomotor
o Motorik kasar:
Tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
o Bahasa:
Bicara
o Motorik halus dan kognitif:
Menulis
Membaca
Prestasi belajar
: 6 bulan
: 3 bulan
: 6 bulan
: 11 bulan
: 13 bulan
: 12 bulan
: 4 tahun
: 5 tahun
: tidak mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran di sekolah
Buah
Biskuit
(Bulan)
0-2
ASI, >5x
2-4
Susu Formula, 5 x 250 cc
4-6
Susu Formula, 5 x 250 cc
6-8
Susu Formula, 5 x 250 cc
8-10
Susu Formula, 3 x 250 cc
+
+
10-12
Susu Formula, 3 x 250 cc
+
+
Kesan : Kualitas dan kuantitas pemberian makanan cukup
Bubur
Nasi
Susu
+
+
+
Tim
+
Di atas 2 tahun :
Jenis Makanan
Nasi
Frekuensi
3 x sehari, 1 piring @ 1 centong nasi
Sayuran
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Susu formula 3 x 500 mL
Kesan : Kebutuhan makanan pasien cukup baik secara kualitatif dan kuantitatif
H. Riwayat Imunisasi
Jenis
Usia
Imunisasi
Hepatitis B
Lahir
1 bulan
6 bulan
Polio
Lahir
2 bulan
4 bulan
6 bulan
BCG
1 bulan
DTP
2 bulan
4 bulan
6 bulan
HiB
2 bulan
4 bulan
6 bulan
Campak
9 bulan
Imunisasi Lain:
PCV
(-)
Rotavirus
(-)
Influenza
(-)
MMR
(-)
Tifoid
(-)
Hepatitis A
(-)
Varisela
(-)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap dan imunisasi ulangan tidak lengkap, tidak ada
imunisasi tambahan
IV.
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di Ruang Perawatan IKA lantai 2, 6 Januari 2017 pukul 13.45 WIB.
A Keadaan Umum
B Kesadaran
: compos mentis
C Tanda-Tanda Vital
Nadi
Pernafasan
Suhu
D Data Antopometri
Berat badan : 20 kg
Tinggi badan : 114 cm
Berat badan ideal menurut usia
Tinggi badan ideal menurut usia
: 21 kg
: 115 cm
4
Status Gizi
Menurut kurva NCHS - CDC untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun :
Berdasarkan BB/U = 20/21 x 100% = 95,2%
Berdasarkan TB/U = 114/115 x 100 % = 99,1%
Berdasarkan BB/TB = 20/20 x 100% = 100%
Kesan : Gizi cukup, perawakan sedang
Status Generalis
mudah dicabut
: tidak tampak adanya edema
: Palpebra superior dan inferior kanan dan kiri tidak edema, tidak
terdapat perdarahan pada subkonjungtiva, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, kornea dan lensa jernih, pupil bulat
dan isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan
Hidung
Leher
trakea ditengah
Thoraks
:
o Paru
:
Inspeksi
: Normochest, simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
Palpasi
: Taktil vokal fremitus sama pada kedua lapang paru
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru, tidak terdapat efusi pleura
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada
wheezing maupun ronkhi
o Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium selama perawatan
Jenis
VI.
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Resume
Hasil
12,5
36
4.4
17870
285000
82
28
35
Nilai Rujukan
11,5 15,5 g/dL
35 - 45 %
4,0 5,2 juta/ul
5.000 14.500 /ul
150.000 400.000 /ul
77 95 fL
25-33 pg
31 37 d/dL
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3 hari
SMRS. Demam dengan suhu naik turun. Demam muncul dan naik perlahan. Sudah
diberikan paracetamol demam turun dan naik kembali. Pasien merasa lemas dan mual,
nafsu makan menurun, terdapat kesulitan dan nyeri pada saat menelan. Pasien batuk
sejak 3 hari SMRS, batuk tidak berdahak dan merasa sedikit sesak pada saat bernafas.
2 hari SMRS muntah sebanyak 2 kali berisi makanan dengan volume kurang lebih
satu gelas air mineral. Bintik bintik merah, gusi berdarah, mimisan disangkal.
Dilingkugan dan keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik BB 20 kg, TB 114 cm, dengan gizi cukup, hemodinamik
stabil, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, hidung dan gusi. Terdapat faring
hiperemis serta tonsil T1-T1 hiperemis. Dari pemeriksaan darah lengkap leukositosis
(17.870/L)
VII. Diagnosis Banding
1. Tonsilofaringitis akut
2. Rhinofaringitis
3. Laringitis akut
VIII. Diagnosis Kerja
Tonsilofaringitis akut
IX.
X.
Penatalaksanaan
A Non-medika mentosa
Tirah baring
IVFD D5 S 1500/ 24 jam
Diet makanan 1600 kalori
I.
Medika mentosa
Injeksi Amoxicillin 3 x 150 mg iv
Paracetamol syrup 4 x 1 cth PO
Lafidryl 3 x 1 cth PO
XI.
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
XII. Follow Up
Tanggal
Follow Up
Terapi
07/01/17
Hari perawatan ke-2
Tirah baring
IVFD
D5
1500cc/24 jam
Inj.
Amoxycillin
3x500mg IV
Paracetamol syrup 3x1
cth PO
Lafidryl syrup 3 x 1 cth
PO
Diet makan 1600 kcal
08/01/17
Hari perawatan ke-3
A : Tonsilofaringitis Akut
S : Pasien mengeluh demam naik
turun. Batuk berdahak. Sakit
ketika menelan.Muntah tidak ada.
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 104 x/mnt
Frekuensi nafas : 22 x/mnt
Suhu : 36,70C
Tirah baring
Diet makan 1600 kcal
IVFD
D5
S
1500cc/24 jam
Inj.
Amoxycillin
3x500mg IV
Paracetamol syrup 3x1
cth PO
Lafidryl syrup 3 x 1 cth
PO
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
THT : liang telinga lapang, tidak
ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada sekret hidung, tidak ada
epistaxis, faring hiperemis, T2-T2
Mulut: mukosa lembab, tidak ada
sianosis, tidak terdapat perdarahan
gusi
Leher: tidak terdapat pembesaran
KGB
Thorak : simetris, tidak ada
retraksi
Jantung : BJ I-II reguler,
9
09/01/17
Hari perawatan ke-4
A : Tonsilofaringitis akut
S : Demam sudah terasa
menurun.Pasien mengeluhkan
nyeri pada saat menelan. Muntah
tidak ada. Pasien masih batuk,
pilek disangkal
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 110 x/mnt
Frekuensi nafas : 24 x/mnt
Tirah baring
Diet makan 1600 kcal
IVFD
D5
S
1500cc/24 jam
Inj.
Amoxycillin
3x500mg IV
Paracetamol syrup 3x1
cth PO
Lafidryl syrup 3 x 1 cth
PO
Suhu : 36,30C
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, tidak terdapat
perdarahan pada konjungtiva
THT : liang telinga lapang, tidak
ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada sekret hidung, tidak ada
epistaxis, faring hiperemis, T2-T2
hiperemis
Mulut: mukosa lembab, tidak ada
sianosis, tidak terdapat perdarahan
gusi
10
A : Tonsilofaringitis akut
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Anatomi
II.1.1. Anatomi Faring dan Tonsil
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong (besar pada
bagian atas, sempit pada bagian bawah). Kantong ini mulai dari dasar tengkorak ke
esofagus setinggi vertebra servikal VI. Di bagian atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana dan pada bagian depan berhubungan dengan rongga
mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring, berhubungan melalui aditus
laring serta bagian bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior
faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring
(hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucus blanket) dan
otot.
Faring mendapat perdarahan utama dari cabang a. karotis eksterna dan cabang a.
maksila interna yaitu cabang palatina superior. Persarafan motorik dan sensorik
daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh
12
cabang faring dari n. vagus, cabang n. glosofaring, dan serabut simpatis. Cabang
faring n. vagus berisi serabut motorik.
Tonsil adalah organ yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya. Permukaan media tonsil memiliki celah yang disebut
kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.
Tonsil terdapat 3 macam yaitu tonsil faringeal, tonsil palatine dan tonsil lingual yang
kemudian ketiganya membentuk cincin Waldeyer.
II.2. Faringitis
II.2.1 Definisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebablan oleh virus
(40%-60%), bakteri (5%-40%), alergi,trauma, iritan, dan lain lain. Anak anak dan
orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan
atas termasuk faringitis setiap tahunnya.
II.2.2. Etiologi
Faringitis dapat disebabkan oleh virus yang pada umumnya adalah rhinovirus,
influenza, parainflueza, adenovirus, dan EBV. Selain itu faringitis juga dapat
disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersering adalah grup A streptococcus. Faringitis
streptococcus grup A dominan terjadi pada masa remaja. 50% pasien dari umur 5-15
tahun. Puncak insiden yaitu selama beberapa tahun pertama sekolah. Streptococcus
grup A merupakan bakteri pathogen yang paling seringpada pasien diatas umur 3
13
tahun. . Faringitis streptococcus grup A jarang pada anak < 3 tahun.2 Infeksi grup A
Streptococcus hemoliticus merupakan penyebab Faringitis terbanyak pada dewasa
dan anak-anak. Streptococcus B-hemolitikus grup A atau yang dikenal dengan piogen
streptococcus, satu-satunya pathogen yang memerlukan pemberian antibiotic. Selain
virus dan bakteri, faringitis dapat disebabkan oleh fungal (C. Albicans) yang biasanya
menyerang pada pasien HIV atau pasien pasien pengguna steroid dalam jangka waktu
yang panjang. Infeksi jamur merupakan infeksi oportunistik. Terdapat juga faringitis
yang dapat diklasifikasikan kepada faringitis spesifik, yaitu faringitis leutika akibat
infeksi Treponema Palidum, faringitis tubercolosis akibat infeksi sekunder dari
tubercolosis paru.
II.2.3. Klasifikasi
Klasifikasi faringitis
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), virus
influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain. Pada adenovirus juga
menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.
b. Faringitis Bakterial
Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut
pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Faringitis akibat infeksi bakteri streptokokkus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :
Demam
Anterior Cervical lymphadenopathy
Eksudat tonsil
Tidak ada batuk
Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi streptokokkus group A, bila skor 1-3 maka
pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptokokkus group A dan bila skor 4
pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptokokkus group A.
c. Faringitis Fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.
d. Faringitis Gonorea
14
15
Demam
Nyeri kepala
Mual
Muntah
Faringitis bakterial: Nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan suhu
yang tinggi, jarang disertai batuk, dan seringkali terdapat pembesaran KGB
leher. Streptococcus mempunyai masa inkubasi selama 1-4 hari, setelah onset
nyeri tenggorokan dan odinofagia dengan demam, malaise, dan gejala
gastrointestinal seperti nyeri perut dan muntah.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis, dan
terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian dapat timbul
bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior
membesar , kenyal dan nyeri pada saat penekananan. $ gejala klasik
strepstococcus grup A ialah :
1. Eksudat faring/ tonsil
2. Pembengkakan nodus servikal anterior
3. Riwayat demam >38 C
4. Tidak ada batuk
16
Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau.
Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan
pengobatan bakterial non spesifik.
Tonsilitis
Abses peritonsilar
Abses retrofaringeal
Sinusitis, Laringitis
Epiglotitis, Meningitis
Glomerulonefritis akut
Septikemia
II.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Untuk memisahkan gejala streptococcus grup
A dengan viral hanya dengan berdasarkan anamnesis dan penemuan klinis sulit untuk
dilakuakan. Ini disebabkan oleh tanda klinis dan gejala klinis yang kurang spesifik.
Diagnosis untuk Tonsilitis karena Streptococcus Grup A Beta (GABHS) sangat
penting untuk mencegah pemberian antibiotik yang tidak sesuai kepada pasien dengan
tonsillitis non-Streptococcal. Antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran
pernapasan atas sejauh ini telah ikut berkontribusi meningkatkan kejadian resistensi
antibiotik. Gambaran klinis pada pasien sendiri tidak dapat dipercaya untuk
17
membedakan antara tonsillitis bacterial atau virus, kecuali gejala virus yang lebih
khas seperti adanya rhinorrhea, batuk, dan/ atau suara serak mengikuti nyeri
tenggorokan.
Pemeriksaan untuk GABHS biasanya tidak direkomendasikan untuk anakanak dengan gejala yang disebabkan oleh virus atau anak-anak dibawah 3 tahun
dengan GABHS, karena kejadiannya sangat jarang pada usia dibawah 3 tahun. Saat
GABHS dicurigai, RADT (Rapid Antigen Detection Testing) dengan apus tenggorok
(throat swab) dan/ atau kultur harus dilakukan. Kultur dari apus tenggorok pada media
sheep-blood agar merupakan standar baku emas (Gold Standard) untuk menentukan
GABHS pada faring. Sensitivitas pemeriksaan ini mencapai 90-95%. Akan tetapi,
pemeriksaan ini memiliki kekurangan karena hasil pemeriksaan ini membutuhkan
waktu yang lama (lebih dari 1 hari). Maka dari itu, RADT dikembangkan untuk
mengatasi masalah waktu pemeriksaan. Dengan hasil pemeriksaan yang cepat dengan
sensitivitas yang tinggi, maka pemberian antibiotik dapat menjadi lebih akurat,
mengurangi risiko penyebaran penyakit, dan anak-anak dapat pergi ke sekolah lebih
cepat (cepat pulang). Dibandingkan dengan kulur apus tenggorok sheep-blood agar,
RADT juga memiliki spesifisitas yang tinggi, yaitu 95%. Sehingga positif palsu
menjadi sangat jarang, tetapi sensitivitasnya berkisar antara 70-90%. Sehingga,
dikarenakan oleh kurangnya sensitivitas dari RADT yang biasanya hanya <90% dan
insiden penyakit GABHS tinggi pada anak-anak, hasil RADT yang negatif tetap harus
dikonfirmasi dengan kultur apus tenggorok menggunakan media blood-sheep agar
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram, dan pada dugaan infeksi
jamur dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring dengan
pewarnaan KOH.
18
II.2.7. Tatalaksana
Tatalaksana faringitis akut berbeda beda menurut penyebab dan klasifikasi
dari penyakit itu sendiri.
Pada faringitis viral tatalkasananya ialah istirahat dan minum yang cukup.
Kumur dengan air hangat dan tidak dianjurkan unutk menggunakan obat kumur
antiseptik untuk membersihkan rongga mulut.. Bila perlu dapat diberikan analgetik
dan antipiretik. Antivirus isoprenosine diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan
dosis 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/ hari pada anak dibawah 5 tahun.
Pada faringitis bakteri penggunaan antibiotic diberikan terutama bila diduga
penyebab faringitis akut ini adalah grup A streptococcus B hemolitikus. Penisilin G
benzantin 50.000 u.kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis
19
dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6 hari atau
dapat juga diberikan eritromisin 4 x 500 mg/hari. Selain antibiotic, kortikosteroid juga
diberikan untuk menekan reaksi inflamasi sehingga mempercepta perbaikan klinis.
Steroid yang diberikan dapat berupa Dexamethasone 0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam
3x/ hari selama 3 hari. Jika diperlukan dapat diberikan antipiretik dan analgetik.
Pada faringitis fungal terapi yang diberikan adalah nystatin 100.000-400.000
IU, 2x/hari serta pemberian analgetik.
Pada faringitis gonorean pengobatan yang diberikan adlah
sefalosporin
Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan yang bergizi dan
olahraga teratur
II.2.8. Prognosis
Ad Vitam
: Bonam
Ad Functionam
: Bonam
Ad Sanationam
: Bonam
II.3. Tonsilitis
II.3.1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring
atau Gerlachs tonsil). Tonsilitis sering terjadi pada anak anak terutama yang berusia
5-10 tahun dan pada dewasa berusia 15-25 tahun.
20
II.3.2. Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri. Penyebab Infeksi
virus yang paling sering adalah Epstein Barr Virus (EBV). Sedangkan bakteri
penyebab tonsillitis antara lain kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A,
Pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus,
Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif.
II.3.3. Klasifikasi
1. Tonsilitis akut dibagi menjadi 2 yaitu :
Tonsilitis viral : Menyerupai common cold yang disertai dengan rasa nyeri
pada tenggorokkan. Penyebab tersering adalah virus epstein barr.
Tonsilitis Bakteri. : Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat,
pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Infiltrasi
bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus .
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
2. Tonsilitis Membranosa
Tonsilitis difteri : Akibat dari bakteri Coryne bacterium diptherie, yaitu kuman
yang termasuk gram positif dan hidup disaluran napas atas seperti hidung,
faring, dan laring. Sering ditermukan pada anaka berusia dibawah 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
3. Tonsilitis Kronik
Stafilokokus aureus dan hemophilus influenza merupakan agen bakteri
pathogen yang menyadi faktor penyebab tonsilitis kronik. Timbulnya tonsilitis
kronik juga dapat diebablan oleh rangsangan menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelemahan fisik
dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat.
21
II.3.4. Patofisiologi
Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel
memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara
tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta. Saat folikel mengalami
peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir
dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran
putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus terdiri atas kumpulan
leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsillitis
akut dengan detritus yang jelas disebut Tonsilitis Folikularis. Tonsillitis akut dengan
detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut Tonsilitis Lakunaris.
II.3.5. Manifestasi Klinis
Nyeri pada tenggorokan, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama
semakin bertambah sehingga anak tidak mau makan.
Demam dapat sangat tinggi hingga menimbulkan kejang pada bayi dan anak
anak
Plummy Voice / Hot potato voice, suara pasien terdengar seperti orang yang
mulutnya penuh terisi makanan panas.
Mulut berbau ( foetor ex ore) odan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat
nyeri disaat menelan
daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.
Adapun berbagai komplikasi yang biasanya ditemui adalah sebagai berikut :
Peritonsilitis
22
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan
abses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kelenjar limfe.
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa
dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan
berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
II.3.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada keluhan biasanya didapati umumnya adalah nyeri
tenggorok, nyeri menelan, rasa banyak dahak di tenggorokan, sulit menelan, terasa
ada yang mengganjal atau menyumbat. Anamnesis ditanyakan secara sistematis dan
runut mulai dari onset keluhan, intensitas keluhan, progresifitas, dan keluhan lain
yang menyertainya. Pada kecurigaan tonsillitis akibat bakteri streptococcus grup A,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kultur swab tenggorokan.
Terkadang hasilnya dapat menunjukkan negative karena ketidak tepatan lokasi pada
saat pengambilan swab, sudah menggunakan antibiotic sebelumnya, hapusan
tenggorkan yang terlalu lama didiamkan pada kondisi terbuka sebelum dikirimkan ke
laboratorium atau tidak adanya bakteri pada permukaan tonsil. Jika terdapa abses
peritonsillar, abses dapat diambil dengan cara menggunakan jarum aspirasi dan
kemudian dikirimkan sediaannya untuk di kultur. Selain itu dapat digunakan
Monospot test untuk infeksi mononucleosis.
Ukuran tonsil dibagi menjadi :
23
T0 : Post tonsilektomi
T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris
T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian
(pilar
posterior)
yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).
Indikasi
Untuk dilakukan tonsilektomi ialah :
Indikasi absolut:
Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
Indikasi relatif :
Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun
Kontraindikasi relatif
Palatoschizis
Radang akut, termasuk tonsilitis
Poliomyelitis epidemica
Umur kurang dari 3 tahun
Kontraindikasi absolut
Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia
Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit jantung, dan
Sebagainya.
25
26
Bab III
Analisa Kasus
Pasien anak laki laki berusia 6 tahun dengan diagnosis tonsilofaringitis akut
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
III.1. Anamnesis
Dari keluhan utama pasien, pasien mengalami demam yang dirasakan sejak 3
hari SMRS. Demam yang dirasakan pasien perlahan lahan meningkat dan kemudian
suhu naik turun. Pasien juga mengeluhkan adanya lemas dan perasaan mual. Selain itu
juga adanya keluhan nyeri pada tenggorokan dan nyeri pada saat menelan yang
membuat menurunnya nafsu makan. Selain itu, terdapat juga keluhan batuk tidak
berdahak sejak 3 hari SMRS. Pasien menyangkal adanya pilek. 2 hari SMRS pasien
menyatakan adanya muntah yang berisi makanan sebanyak 2 kali dengan volume
kurang lebih 1 gelas air mineral.
Berdasarkan gambaran klinis yang dikeluhkan oleh pasien, gejala gejala yang
muncul seperti demam, mual, lemas, batuk, muntah, nyeri tenggorokan dan nyeri
menelan mengarah pada manifestasi klinis dari penyakit tonsilofaringitis akut. Dari
hasil anamnesis yang didapat, diagnosis mengarah pada tonsilofaringitis dengan
penyebab bakteri. Berdasarkan literatur, tonsilofaringitis viral seringkali didahului
oleh gejala rhinitis yang disertai dengan rhinorhea. Pada pasien ini tidak ada keluhan
pilek sebelumnya. Pada pasien ini juga disertai dengan demam yang tinggi yang lebih
mengarah pada tonsilofaringitis bakteri. Selain itu, biasanya bakteri menyerang pada
anak usia diatas 3 tahun, dan biasanya usia dibawah 3 tahun penyebabnya adalah
virus.
III.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya faring hiperemis serta tonsil T2-T2
hiperemis. Pembesaran pada tonsil ini disebabkan oleh adanya infiltrasi dari bakteri
pada lapisan epitel jaringan tonsil yang menimbulkan reaksi radang. Selain itu, pada
tonsil juga ditemukan adanya white spot. White spot atau dapat juga dikatakan
detritus adalah kumpulan leukosit, sel epitel dan bakteri yang mati. Secara klinis,
27
detritus menempati kriptae tonsil sehingga nampak sebagai bercak putih kekuningan.
Biasanya detritus lebih sering di disebabkan oleh bakteri.
Selanjutnya untuk menentukan menejemen selanjutnya dalam pemeriksaan
penunjang maupun pengobatan dapat dipakai centor score yang telah di modifikasi.
=0
=0
=1
=1
=1
Total Skor
=3
Pada pasien ini total centro score adalah 3 yang berarti resiko tonsilofaringitis akibat
group A beta hemolitic streptococcus adalah 28%-35%. Sehingga langkah selanjutnya
adalah pemeriksaan kultur swab tenggorokan.
28
yang
telah
dilakukan
adalah
pemeriksaan
tonsilofaringitis akibat bakteri. Pada pasien ini, dicurigai penyebabnya adalah bakteri
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Serta pada
penggunaan centor score didapatkan 28%-35% pada kasus ini disebabkan oleh bakteri
streptococcus beta hemolitic group A. Pada faringitis bakteri penggunaan antibiotik
diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini adalah grup A
streptococcus B hemolitikus. Penisilin G benzantin 50.000 u.kgBB, IM dosis tunggal,
atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3 x 500 mg selama 6 hari atau dapat juga diberikan eritromisin 4 x 500 mg/hari. Pada
pasien ini, hari pertama diberikan injeksi amoxicillin 450mg/hari yang terbagi
menjadi 3 dosis sehari. Pada hari ke 3 dan ke 3 perawatan pasien ini diberikan 3 x 500
mg amoxicillin injeksi IV atau setara dengan 1500 mg/hari. Pada literature didapatkan
29
Dosis paracetamol anak adalah 10-15mg/kgBB/hari. Pada pasien ini dengan berat
20kg, dosis sehari adalah 200mg-300mg. 1 sendok teh sama dengan 5ml yang berisi
120mg paracetamol. Total pemberian paracetamol pada anak ini dalam sehari adalah
120mg x 3 /hari. Maka dosis yang diberikan sudah tepat.
30
Bab IV
Daftar Pustaka
1. Boies L, Adams G, Boies L, Hilger P. Boies fundamentals of otolaryngology.
1st ed. Philadelphia: W.B. Saunders; 1989.
2. Kliegman R, Nelson WE. Nelson textbook of pediatrics:. 20th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier, Saunders; 2016.
3. NSW. infants and children : acute management of sore throat. 2014Dec17;
4. Shulman ST, Bisno AL, Clegg HW, Gerber MA, Kaplan EL, Lee G, et al.
Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A
Streptococcal Pharyngitis: 2012 Update by the Infectious Diseases Society of
America. Clinical Infectious Diseases. 2012Sep;55(10).
5. Webb KH. Does culture confirmation of high-sensitivity rapid streptococcal
tests make sense? A medical decision analysis. Pediatrics. 1998;101(2):E2
6. Delsym (Novartis). In: Gillis MC, editor. CPS Compendium of
pharmaceuticals and specialties. 34th ed. Ottawa: Canadian Pharmacists
Association; 1999. p. 471.
7. McIsaac WJ, White D, Tannenbaum D, Low DE. A clinical score to reduce
unnecessary antibiotic use in patients with sore throat. CMAJ. 1998;158(1):79
31