BAB I
Pendahuluan
Neuroproteksi merujuk kepada preservasi dari struktur dan atau fungsi
neuronal. Pada kasus cedera yang terus menerus (cedera neurodegeneratif),
preservasi relatif dari integritas neuronal termasuk menurunkan angka neuronal
loss seiring dengan berjalannya waktu.1 Neuroprotektor merupakan opsi terapi
yang banyak digunakan pada kelainan susunan saraf pusat (SSP / Central Nervous
System, CNS) seperti penyakit neurodegeneratif, stroke, Traumatic Brain Injury,
dan Spinal cord injury.2
Neuroprotektor bertujuan untuk mencegah atau memperlambat progresi
penyakit dan secondary injuries dengan menghentikan atau memperlambat proses
kerusakan/kehilangan neuron.2 Meskipun terdapat perbedaan pada gejala atau
cedera yang berhubungan dengan kelainan CNS, kebanyakan mekanisme yang
mendasari neurodegenerasi adalah sama. Mekanisme yang umum termasuk
peningkatan level dari stres oksidatif, disfungsi mitokondria, eksitoksisitas,
perubahan inflamasi, akumulasi besi, dan agregasi protein.
2,3,4
Kebanyakan
mekanisme dari terapi neuroprotektor menargetkan pada terapi stres oksidatif dan
eksitoksisitas yang mana keduanya memiliki asosiasi yang sangat tinggi dengan
kelainan CNS. Stres oksidatif dan eksitoksisitas tidak hanya menyebabkan
kematian sel neuron, tetapi ketika dikombinasi dapat menimbulkan efek sinergis
yang dapat menyebabkan degradasi yang lebih luas. Maka dari itu, membatasi
stress oksidatif dan eksitoksisitas merupakan aspek yang sangat penting dalam
neuroproteksi. Adapun terapi neuroprotektor yang umum digunakan, antara lain
adalah antagonis glutamat dan antioksidan yang bertujuan untuk membatasi
eksitoksisitas dan stres oksidatif. 5
BAB II
Tinjauan Pustaka
1. Neuroprotektor
Neuroproteksi merujuk kepada preservasi dari struktur dan atau fungsi
neuronal. Pada kasus cedera yang terus menerus (cedera neurodegeneratif),
preservasi relatif dari integritas neuronal termasuk menurunkan angka neuronal
loss seiring dengan berjalannya waktu.1 Neuroprotektor merupakan opsi terapi
yang banyak digunakan pada kelainan susunan saraf pusat (SSP / Central Nervous
System, CNS) seperti penyakit neurodegeneratif, stroke, Traumatic Brain Injury,
dan Spinal cord injury.2
Neuroprotektor bertujuan untuk mencegah atau memperlambat progresi
penyakit dan secondary injuries dengan menghentikan atau memperlambat proses
kerusakan/kehilangan neuron.2 Meskipun terdapat perbedaan pada gejala atau
cedera yang berhubungan dengan kelainan CNS, kebanyakan mekanisme yang
mendasari neurodegenerasi adalah sama. Mekanisme yang umum termasuk
peningkatan level dari stres oksidatif, disfungsi mitokondria, eksitoksisitas,
perubahan inflamasi, akumulasi besi, dan agregasi protein.
2,3,4
Kebanyakan
mekanisme dari terapi neuroprotektor menargetkan pada terapi stres oksidatif dan
eksitoksisitas yang mana keduanya memiliki asosiasi yang sangat tinggi dengan
kelainan CNS. Stres oksidatif dan eksitoksisitas tidak hanya menyebabkan
kematian sel neuron, tetapi ketika dikombinasi dapat menimbulkan efek sinergis
yang dapat menyebabkan degradasi yang lebih luas. Maka dari itu, membatasi
stress oksidatif dan eksitoksisitas merupakan aspek yang sangat penting dalam
neuroproteksi. Adapun terapi neuroprotektor yang umum digunakan, antara lain
adalah antagonis glutamat dan antioksidan yang bertujuan untuk membatasi
eksitoksisitas dan stres oksidatif. 5
Salah satu mekanisme terjadinya kerusakan neuron adalah efek dari stres
oksidatif. Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara
10
11
12
phosphatidylethanolamine;
sedikit meningkatkan level PtdCho;
menstimulasi sintesis gluthatione dan aktivitas gluthatione
reduktase
meningkatkan peroksidasi lipid;
mengembalikan fungsi Na+/K+-ATPase.
Selain itu, otak menggunakan citicoline untuk sintesis acetylcholine
sehingga jumlah choline untuk produksi phophaticylcholine menjadi berkurang.
Hal ini akan meningkatkan kebutuhan choline yang jika tidak tercukupi melalui
eksogenous maka fosfolipid pada membran sel dapat didegradasi untuk
membentuk choline yang dibutuhkan.8,9
Menurut Adibhatla (2002), citicoline memiliki efek postif terhadap banyak
jenis cedera otak. seperti pada kasus traumatic brain injury (TBI), disebutkan
bahwa citicoline mengurangi defisit kognitif dan meningkatkan kadar
acetylcholine serta menurunkan disfungsi blood-brain barrier dan edema.
Sedangkan pada kasus perdarahan intracerebral, dapat terjadi peningkatan fungsi,
menurunkan luas daerah iskemik akan tetapi tidak memiliki efek terhadap volume
perdarahan/hematom.9
Fungsi lain adalah sebagai penghambat deposisi beta-amyloid, yakni suatu
protein neurotoksik yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer. Selain
itu, citicoline juga terbukti meningkatkan pelepasan norepinefrin, dopamin, dan
serotonin.8,10
2.2.Semax
Hormon adrenocorticotropic (ACTH) dan fragmen fragmen merupakan
salah satu peptide endogen yang paling banyak dipelajari. ACTH merupakan
polipeetida tunggal ang terdiri dari 39 asam amino yang dibentuk pada lobus
glanduler anterior hipofisis. Fungsi utama ACTH berhubungan dengan
13
steroidogenesis.
pituitari
dan
interaksi
dengan
hormon
peptide
lainnya
dengan
struktur
Pro8Gly9-Pro10ACTH.
Semax
merupakan
dan
juga
neurotransmitter
sperti
asetilokolin,
dopamin,
14
NMDA pada susunan saraf pusat dan perifer. Ditambah lagi Semax dapat
meningkatkan neurotropin.
Salah satu aspect penting dari mekanisme regulatori peptida Semax adalah
kemampuan mempenngaruhi ekspresi gen pada mRNA dan protein. Shadrina et al
mengatakan bahwa Semax menyebabkan induksi yang cepat (30 menit) dari
transkripsi gen neurotropin seperti Bdnf dan Ngf pada sel glial. Gen Bdnf dan Ngf
meningkat hingga 5 kali.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pemberian Semax secara
intranasal (50g/kg) akan meningkatkan upregulasi Bdnf dan TrkB mRNS. Dari
benyak penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian Semax memiliki efek pada
ekspresi neurotropin gen dan reseptornya pada korteks frontal dan hipokampus
pada jaringan otak hewan yang mengalami iskemik.
11
berkurangnya ansietas.
2.3.
Piracetam
Piracetam (2-oxo-1 pyrolidine-acetamid) merupakan golongan nootropic
agents yang bekerja dengan cara meningkatkan efektifitas dari fungsi telensefalon
otak melalui peningkatan fungsi neurotransmiter kolinergik. Telensefalon inilah
yang mengatur fungsi kognitif pada manusia (memori, kesadaran, belajar dan
lain). Fungsi lain dari piracetam adalah menstimulasi glikolisis oksidatif,
meningkatkan konsumsi oksigen pada otak, serta mempengaruhi pengaturan
15
bekerja
dengan
neurotransmisi,
dan
memperbaiki
fluiditas
membran
menstimulasi
adenylate
siklase
sel,
yang
mengkatalisis ADP menjadi ATP. Pada level vascular, piracetam dapat mengurangi
hiperagregasi platelet, memperbaiki mikrosirkulasi serta meningkatkan aliran
darah otak dengan cara meningkatkan deformabilitas eritrosit.10
16
17
BAB III
Kesimpulan
Neuroprotektor merupakan opsi terapi yang banyak digunakan pada
kelainan susunan saraf pusat (SSP / Central Nervous System, CNS) seperti
penyakit neurodegeneratif, stroke, Traumatic Brain Injury, dan Spinal cord injury.
Neuroprotektor bertujuan untuk mencegah atau memperlambat progresi penyakit
dan secondary injuries dengan menghentikan atau memperlambat proses
kerusakan/kehilangan neuron.
Citicoline adalah molekul organik kompleks yang berfungsi dalam
biosintesis sebagai intermediat dari phosphatidylcholine (PtdCho) pada membran
sel. Selain itu, otak menggunakan citicoline untuk sintesis acetylcholine sehingga
jumlah choline untuk produksi phophaticylcholine menjadi berkurang.
Semax merupakan
kortikotropin
dengan
struktur
Pro8Gly9-Pro10ACTH.
Semax
merupakan
18
Daftar Pustaka
1. Casson RJ, Chidlow G, Ebneter A, Wood JP, Crowston J, Goldberg I.
"Translational neuroprotection research in glaucoma: a review of
definitions and principles". 2012.Clin. Experiment. Ophthalmol. 40 (4):
3507.
2. Seidl SE, Potashkin JA. "The promise of neuroprotective agents in
Parkinson's disease". 2011. Front Neurol 2: 68. Dunnett SB, Bjrklund
A (June 1999).
3. "Prospects for new restorative and neuroprotective treatments in
Parkinson's disease". Nature 399 (6738 Suppl): A329.
4. Andersen JK. "Oxidative stress in neurodegeneration: cause or
consequence?". 2004. Nat. Med. 10 Suppl (7): S1825.
5. Zdori D, Klivnyi P, Szalrdy L, Flp F, Toldi J, Vcsei L.
"Mitochondrial disturbances, excitotoxicity, neuroinflammation and
kynurenines:
Novel
therapeutic
strategies
for
neurodegenerative
The
Handbook
of
antioxidant-based
therapeutics
from
Peltophorum