Anda di halaman 1dari 51

Nervus Kranialis

Dr. Suharyono, Sp.S

N. Olfaktorius (N. I)

Reseptor : mukosa konka nasalis superior dan media


Perjalanan : reseptor serabut saraf lamina kribosa (terletak
di basis cranii) bulbus olfaktorius traktus olfaktorius (N. I)
sistem limbik bagian sensoris (lobus frontal).
Gangguan :
Anosmia (hilangnya pembauan) trauma kapitis, seperti
pada fraktur basis cranii
Hiposmia (berkurangnya pembauan) tumor
Parosmia (gangguan persepsi pembauan) psikosis
Katanya dr. Har penciuman wanita lebih tajam dibandingkan pria.

N. Opticus (N. II)

Reseptor : retina (bagian ujung dari retina papila nervus


optikus)
Perjalanan : retina foramen optika kavum kranii.

Retina bagian nasal menyilang


(kontralateral)
Retina bagian temporal lurus

Penjelasan gambar di atas :


Terdapat 2 nervus optikus yang menginervasi retina (1)
menyilang kiasma optikus dan (2) bagian lateral lurus
keduanya akan bertemu di (3) traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis korteks optikus (sebagai radiasi optika).
Gangguannya :

Keterangan :
A. N. Optikus (sinistra) buta total mata
sinistra
B. Kiasma optikus hemianopsia
bitemporal
C. Traktus optikus hemianopsia
homonimus

! N. I dan N. II tidak memiliki nukleus. Kedua nervus tersebut


hanya berupa tonjolan otak.
N. Okulomotor (N. III)

Okulomotor Penggerak bola mata


Nukleus : Mesensefalon bagian atas
Nukleus parasimpatis : Edinger-Westphal
Perjalanan : masuk ke kavum orbita melalui fissura orbitalis
superior
N. III menginervasi :
Gerakan bola mata
1. M. Rectus : superior, medial, inferior
2. M. obliqus inferior
Membuka mata M. levator palpebra, jika terdapat
gangguan penderita tidak dapat mebuka mata (ptosis)
Konstriksi pupil (miosis) M. konstriktor pupil
(persarafan parasimpatis)
! Busur reflek N. II (aferen/reseptor)
N. III (eferen/efektor)
Gangguan :
Jika gangguannya pada N. II, maka pada pemeriksaan reflek
cahaya akan didapatkan reflek cahaya langsung (-) dan reflek
cahaya tidak langsung (-).
Jika gangguannya pada N. III reflek cahaya langsung (-) dan
reflek cahaya tidak langsung (+). Bisa juga reflek cahaya menjadi
negatif dikarenakan adanya gangguan pada media refraksinya,
seperti pada pasien katarak. Pada pasien katarak cahaya tidak
dapat diteruskan ke retina.

N. Trochlearis (N. IV)


Nukleus : mesensefalon bagian bawah
Perjalanannya : keluar dari intrakranial fissura orbitalis
superior
N. IV menginervasi M. obliqus superior
Gangguannya : kesulitan untuk melihat ke bawah, contohnya :
kesulitan turun tangga dan membaca buku.
N. Abdusens (N. VI)
Nukleus : perbatasan pons dan medula oblongata
Perjalanannya : keluar dari intrakranial fissura orbitalis
superior
N. VI menginervasi M. rectus lateralis
Gangguannya : kesulitan melihat ke arah lateral. N. VI sering
mengalami gangguan dikarenakan perjalanan N. VI lebih panjang
dibandingkan
N.
III
dan
N. IV (lihat anatomi perjalanan N. III, IV dan VI).
N. Trigeminus (N. V)
Nukleus : mesensefalon pons medula oblongata
Perjalanannya :
Nukleus

V1
(Ophtalmicus)
Vertex sudut mata

V2
V3
(Maxilaris)
(Mandibularis)
Sudut mata sudut mulut Sudut mulut - bawah

Fissura orbitalis supaerior Foramen rotundaaaum

! Vertex : puncak tertinggi tubuh


N. V Portio mayor sensoris
Portio minor motoris

Foramen
oval

Sensoris perifer : V1, V2 dan V3


central : Onion skin

N. V juga menginervasi :
Cavum :
1. Cavum orbitalis
2. Cavum nasalis
3. Cavum oris
Cavum orbitalis reflek
kornea
N. V aferen
N. VII eferen
Respon reflek berupa menutup
mata
Motoris
1. M. temporalis
2. M. maseter
3. M. pterigoideus lateralis
4. M. biventer

Sinus :
1. Sinus
2. Sinus
3. Sinus
4. Sinus

frontonasalis
ethmoidalis
sphenoidalis
maxilaris

N. Vasialis (N. VII)


Nukleus : medula oblongata
Perjalanan :
Nukleus

Keluar dari intrakranial melalui meatus akustikus internus

Cabang I

Cabang II
Corda timpani

M. stefedeus
Bagian atas
Sensoris
Keluar melalui foramen stylomastoideus kanalis fasialis otot wajah
Pengecapan 2/3 lidah anterior
Otot wajah bagian tengah

N. VII Motoris otot


Sensoris pengecapan
Autonom kelenjar
Motoris
1. M. Frontalis : mengangkat alis
2. M. Orbikularis okuli : menutup mata
3. M. Zygomaticum : tersenyum
4. M. Orbicularis oris : mendekatkan bibir
5. M. Biventer posterior : menutup mulut
6. M. Bucinator : pipi
7. M. Platysma
Sensoris
2/3 lidah anterior rasa manis, asin, asam
Autonom
Kelenjar lakrimalis, sublingualis dan mandibularis
Gangguan kelenjear lakrimalis pada parese N. VII crocodile
tear syndrome, saat makan air mata akan keluar.

Lesi N. VII tipe UMN (sentral)

Lesis N. VII tipe LMN (perifer)

Gangguan : tipe UMN : CVA dan tipe LMN : Bells palsy (contoh
gangguan yang sering terjadi). Kenapa pada lesi tipe UMN hanya
otot wajah bagian bawahnya saja ? Hal ini dikarenakan pada otot
wajah bagian bawah tidak memiliki double inervasi. Bagian

bawah hanya diinervasi hemisfer kontralateral, sedangkan


bagian atas diinervasi hemisfer kontralateral dan ipsilateral.
N. Vestibulocochlear (N. VIII)
Nukleus : medula oblongata
Perjalanan : keluar dari intrakranial melalui meatus akustikus
internus.
N. VIII Vestibulo keseimbangan
Cochlearis pendengaran
N. Glassofaringeus (N. IX)
Nukleus : medula oblongata
Perjalanan : keluar dari intrakranial melalui foramen jugulare
N. IX Sensoris 1/3 lidah posterior rasa pahit
Motorik otot faring menelan
Autonom kelenjar parotis mengeluarkan air liur
N. Vagus (N. X)
Nukleus : medula oblongata
Perjalanan : keluar dari intrakranial melalui foramen jugulare
Somato-sensorik otot laring pita suara
Parasimpatis Paru bronkostriksi
Jantung bradikardi
Usus hiperperistaltik
! Glomus kartikus di carotis stimulasi vagal reflek
! Reflek muntah : Aferen N. IX
Eferen N. X
N. Assesorius (N. XI)
N. XI bukan merupakan nervus kranialis asli karena cabang dari
servikalis naik ke atas foramen magnum keluar melalui
foramen
jugulare
bersama
N.
IX
dan N. X.
Nukleus : Kornu anterior medula spinalis
Perjalanan : nukleus masuk ke foramen magnum keluar
melalui formen jugulare (1) M. trapezius (untuk mengangkat
bahu)
dan
(2) M. sternocleidomastoideus (untuk merotasikan kepala).
N. Hipoglosus (N. XII)
Nukleus : medula oblongata
Perjalanan : keluar dari intrakranial melalui foramen hipoglosus

N. XII menginervasi otot-otot lidah (M. genioglosus) untuk


menggerakkan lidah.
Gangguan : Deviasi ke arah yang sakit, contoh: parese N. XII
(dextra) lidah deviasi (dextra).
Pada keadaan normal kedua M. genioglosus akan mendorong
lidah ke arah depan. Pada keadaan patologis M. genioglosus yang
sehat (tidak terdapat parese) mendorong ke depan, sedangkan
lidah sakit ikut terdorong membelok ke arah yang sakit.
N. XII juga sering mengalami kelemahan/kelumpuhan.
Jawabannya sama seperti gangguan N. VII, yaitu karena N. XII
tidak mendapatkan double inervasi dari ke dua hemisfer (lihat
perjalanan N. XII).

Pemeriksaan
Nervus Kranialis
Dr. Novi Irawan, Sp.S

Pemeriksaan ini hanya pemeriksaan sekilas saja, tidak banyak


waktu yang tersedia untuk melakukan pemeriksaan secara
komprehensif.
N. Olfaktorius
Tidak dilakukan. Kalau ingin tahu boleh-boleh saja dengan
menggunakan bahan yang familiar dan tidak menyengat (karena
dapat merusak mukosa nasal)
N.Optikus (N. II)
1. Reflek cahaya langsung dan tidak langsung
2. Visual acuity menhitung jari dengan jarak 1 m dari mata
pasien. Interpretasinya : > 1/60 (jika pasien bisa
menyebutkan/ visus dalam batas normal), < 1/60 (jika
pasien tidak bisa menyebutkan/ ada penurunan visus)
NB : tidak masalah jika sejawat ingin melakukan tes konfrontasi
untuk menilai lapang pandang pasien. Tes buta warna cukup
meminta pasien untuk menyebutkan warna benda yang ada di
sekitar pasien.
N. Okulomotor (N. III), N. Trochlear (N. IV) dan N.
Abdusens (N. VI)
1. Reflek cahaya langsung dan tidak langsung. Tentunya
pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fungsi N. II dan N.
III. Ingat busur reflek N. II (aferen) dan N. III (eferen).

2. Buka mata spontan menilaia adakah ptosis atau tidak,


jika pasien tidak bisa membuka mata secara spontan
berarti pasien mengalami ptosis.
3. Pemeriksaan gerakan bola mata N. III (segala arah),
kecuali bagian medial inferior (N. IV yang menginervasi M.
obliqus superior) dan bagian lateral/temporal (N. VI yang
menginervasi M. rectus lateralis).
N. Trigeminus (N. V)
Tidak dilakukan

N. Fasialis (N. VII)


Pemeriksaan motoris
1. Kerutkan dahi
2. Angkat alis
3. Tutup mata jika pasien tidak bisa, berarti pasien
mengalami lagophtlmus
4. Mencucu
5. Menggembung
6. Menyeringai
NB : yang perlu diperhatikan adakah kelemahan pada otot
wajah. Jika ada, tentukan tipenya apakah kelemahan otot wajah
tipe UMN atau LMN. Pemeriksaan di atas tentunya untuk menilai
fungsi otot yang diinervasi N. VII. Kerutan dahi dan angkat alis
(m. frontalis), menutup mata (m. orbikularis okuli), mencucu dan
menggembung (m. orbikulari oris, m. biventer posterior),
menyeringai (m. zygomaticum). Jika sejawat kesulitan melihat
adanya kelumpuhan otot wajah bagian bawah gampangannya,
saat menyeringai (lihat lipatan nasolabial, bandingkan kanan dan
kiri), saat menggembung dan menyeringai (lihat sudut mulut,
bandingkan kanan dan kiri).
N. Vestibulocochlear (N. VIII)
Tidak dilakukan
N. Glassofaringeus (N. IX) dan N. Vagus (N. X)
Tidak dilakukan
NB : biasanya pasien dengan parese N. IX dan X datang dengan
keluhan disartria (tipe palatal), disfasia dan disfagia.
Pemeriksaannya, minta pasien membuka mulut, julurkan lidah
dan bilang aaaaaaa lihat arkus faring dan ovula (normal :
arkus faring simetris dekstra dan sinistra, ovula di tengah), jika
didapatkan kelainan arkus faring yang lemah akan terlihat
kendor/melebar dan ovula tertarik ke sisi yang sehat.

N. Assesorius (N. XI)


Tidak dilakukan

N. Hipoglosus (N. XII)


Julurkan lidah, lihat adanya deviasi lidah (deviasi lidah searah
dengan bagian yang sakit).
NB :
Pada pasien CVA biasanya terjadi parese N. VII dan N. XII. Jika
lesinya di hemisfer kanan maka kelumpuhan, biasanya akan
didapat hemiparese/plegi sisi tubuh bagian kiri, parese N. VII
tipe UMN (kelemahan otot wajah bagiaan bawah) sebelah kiri
dan parese N. XII (deviasi lidah) ke arah kiri. Mungkin juga
kelumpuhan ekstremitas berlawanan dengan parese nervus
kranialisnya. Keadaan ini dinamakan hemparese alternans.
Hemiparese alternans adalah gangguan pada ekstremitas
bersifat kontralateral terhadap lesi (di hemisfer) dan gangguan
nervus kranialisnya.
Jika ada pertanyaan kenapa pada pasien CVA sering terjadi
parese N. VII dan N. XII sejawat pasti sudah paham (materi
nervus kranialis), karena kedua nervus tersebut tidak
mendapatkan double inervasi dari kedua hemisfer.

Traktus Piramidalis
Dr. Suharyono, Sp. S

Sejawat yang saya banggakan, anda pastinya sudah tahu


bahwa sistem saraf terdiri dari banyak jaras-jaras. Bagian ini
tentunya sangat penting untuk sejawat ketahui yaitu dasar dari
fungsi dan pemeriksaan sistem motoris yang sering kita lakukan.
Pemeriksaan yang sering kita lakukan (kekuatan motoris, tonus,
reflek fisiologis, reflek patologis dan nervus kranialis), intinya
adalah melakukan pemeriksaan fungsi traktus piramidalis. Jika
salah satu bagian dari jaras tersebut mengalami gangguan
(struktur atau pun fungsi), maka akan didapatkan kelainan pada
pemeriksaan yang sejawat lakukan. Gangguan yang sering kita
temukan baik di IGD, poli saraf dan ruangan, contohnya adalah
CVA.

Perjalanan :

Pusat traktus piramidalis adalah girus sentralis (pre


sentralis) memancarkan impus motoris seperti gambaran kipas
(korona radiata) Basal ganglia, bagian kapsula interna
brainstem terbagi menjadi dua : 1) berhenti di breinstem
membentuk membentuk pusat nervus kranialis (dinamakan
traktus kortikobulbaris), 2) Traktus kortikospinalis,
sebagian besar (90%) menyilang di dikussasio piramidalis, di
medula oblongata menuju kornu anteriot medula spinalis
membentuk traktus kortikospinalis lateralis (sebagai pusat
motorik), sebagian kecil (10%) tidak menyilang/lurus menuju
kolumna
anterior
medula
spinalis
membentuk
traktus
kortikospinalis anterior.
! Nervus kranialis keluar melalui nukleus yang ada di
brainstem

C1 2 : nervus kranialis N. XI
C1 4 : leher dan bagian kepala posterior
C5 8 dan T1 : plexus brachialis lengan
L1 S1 : plexus ischiadicus tungkai
S1 5 : parasimpatis daerah bawah

Inervasi otot-otot pernafasan :


C2 4 N. phrenicus diafragma
C7 8 M. pectoralis mayor dan minor
T2 7 M. intercostalis
! Jika terdapat trauma servikal tidak boleh dilakukan
manuver
! Lumbal pungsi dilakukan pada kauda equina. Kauda
equina terdiri dari saraf lumbosakral dan coxygeal.
Dermatom

Dengan merperkirakan letak lesinya dari klinis yang didapatkan,


maka kita dapat memperkirakan permintaan foto rontgen yang
diinginkan.

Pemeriksaan Motoris
Kekuatan otot
0 : lumpuh tanpa adanya kontraksi
1 : kontraksi otot (+), namun gerakan sendi (-)
2 : gerakan sendi (+), namun melawan gravitasi (-)
3 : melawan gravitasi (+) dengan tahanan ringan
4 : melawan gravitasi (+) dengan tahanan cukup
5 : normal (pasien juga bisa menggenggam dengan kuat)

Jika pasien dapat berjalan normal kekuatan otot = 5


Jika pasien tidak sadar/tidak kooperatif cukup dilihat ada
tidaknya
lateralisasi.
Caranya
fleksikan
lengan
bawah/tungkai dilihat jatuhnya, lebih lemah sebelah
kanan atau kiri.
Terkadang kita juga membutuhkan cara cepat untuk
mengetahui
bagian
tubuh
yang
mengalami
kelemahan/kelumpuhan pada pasien seperti pada saat di
poli saraf sama seperti di atas, cukup dilihat ada tidaknya
lateralisasi.

Penjelasan : minta pasien mengangkat kedua lengan (sudut 45 o)


dengan posisi supinasi, lurus. Kemudian dilihat lateralisasinya
(lengan yang lemah akan jatuh atau tangan menjadi pronasi).
Minta pasien mengangkat kedua tungkai (sudut 30 o) lurus.
Kemudian dilihat lateralisasinya (kaki yang lemah akan jatuh).
Tonus otot
Ketegangan otot saat istirahat
Syarat : pasien rileks, tidak melawan (pasif), alihkan
konsentrasi lakukan gerakan pasif fleksi ekstensi.
Interpretasi :
1. Hipotoni
2. Hipertoni
Reflek dapat terjadi karena terdapat arkus reflek dan hubungan
dengan pusat yang lebih tinggi di otak yang bertugas
memodifikasi reflek tersebut.
Reflek Fisiologis
BPR (Bisep pees reflex) : C5, C6
TPR (Trisep pees reflex) : C6, C7
KPR (Knee pees reflex) : L2, L3, L4
APR (Achiles pees reflex) : L5, S1, S2
Interpretasi :
- : tidak ada kontraksi
+ 1 : ada kontraksi, gerakan sendi (-)
+ 2 : gerakan sendi (Normal)
+3 : Gerakan sendi dan perluasan
+4 : Hiperaktif dan klonus

Untuk mengalihkan perhatian saat pemeriksaan KPR, dapat


dilakukan prasat jendrasik.
Hasil pemeriksaan diapatkan (+1) atau (+3) masih
dikatakan norma asalkan simetris. Untuk (+4) hanya
didapatkan pada KPR dan APR. Jika didapatkan (+3)
lakukan pemeriksaan klonus.

Reflek patolologis
Ekstremitas bawah :
1. Babinski
2. Chaddock
3. Oppenheim
4. Gordon
5. Scheafer
6. Gonda
7. Bing
8. Rossolimo
9. Mendel
Interpretasi (+) : jika didapatkan dorsofleksi dan jari-jari
funning (jarinya mekar). Umumnya pemeriksaan yang sering
dilakukan nomer 1-7 saja. Ada juga yang menyebutkan nomer 13.
Ekstremitas atas :
1. Tromer
2. Hoffmen

Untuk setiap kelainan motoris perlu dibedakan apakah itu lesi


UMN atau LMN.
UMN
1. Lumpuh
2. Hipertonus

LMN
1. Lumpuh
2. Atonia

3. Hiperrefleksi
4. Reflek patologis (+)
5. Disuse atrofi

3. Hipo/arefleksi
4. Reflek patologis (-)
5. Atrofi

Terminologi :
Kata-kata yang sering kita dengar saat menemukan
adanya adanya sensoris dan motoris.
1. Hemiplegi : kelumpuhan separuh badan
2. Hemiparese : kelemahan separuh badan
3. Paraplegi : kelumpuhan ekstremitas bawah
4. Paraparese : kelehaman ekstremitas bawah
5. Parastesia : kesemutan
6. Hipostesia : berkurangnya rasa raba
7. Anastesia : hilangnya rasa raba
Kulumpuhan UMN : jika lesinya di atas nukleus atau di
atas kornu anterior masing-masing cabang. Contoh : 1)
Kelumpuhan pada otot wajah (parese N. VII), hasil
pemeriksaan ditemukan lesinya di daerah mesensefalon.
Maka dikatakan kelumpuhan tipe UMN karena lesinya ada
di mesensefalon, sedangkan nukleus N. VII di medula
oblongata
(di bawah dari mesensefalon). 2) Kelumpuhan pada
tungkai, sedangkan lesinya setinggi T4-6. Sudah jelas
karena lesinya di atas L1-S1.
Kelumpuhan LMN : Jika lesinya setinggi nukleus atau
kornu anterior masing-masing cabang muskulusnya.
Contoh : Kelumpuhan di lengan dan tungkai, sedangkan
lesinya setinggi C5-8. Pada lengan kelumpuhan tipe LMN,
sedangkan pada tungkai kelumpuhannya tipe UMN.
Jika lumpuh bagian bawah disuruh duduk, kemana
umbilikus akan tertaris? Umbilikus akan tertarik ke bagian
atas atau anterior. Ini disebut dengan befor sign (kalau gak
salah nulis).
Hiperreflek dapat terjadi karena adanya gangguan struktur
saraf pusat yang mengakibatkan hipersensibilitas sel-sel
yang masih hidup dan dapat diinervasi. Begitu juga
bagaimana hipertonus dapat terjadi.
Pada CVA akut tanda hiperreflek, hipertonus dan reflek
patologis dapat tidak ditemukan karena terjadi spinal
shock. Spinal shock terjadi karena terhentinya inervasi
motor neuron secara mendadak.
Jika pada CVA akut didapatkan reflek patologis (+) dapat
dicuragai CVA yang terjadi adalah CVA hemoragik.
Pada lesi tipe LMN akan terjadi atrofi karena tidak ada yang
merawat otot, maksudnya terjadi deinervasi pada otot
otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama akan
terjadi atrofi.

Traktus Ekstrapiramidalis
Semua traktus, nukleus dan sirkuit yang mempengaruhi aktivitas
somatorik, selain traktus piramidalis. Terdiri dari : korteks
motorik, basal ganglia, nukleus di talamus, subtalamus, nukleus
ruber dan sustansia nigra (mesensefalon), nukleus di formasio
retikularis (pons dan medula oblongata), serkuit feedback,
lintasanya
(kortikospinalis,
kortikoretikulospinalis
dan
vestibulospinalis).
Fungsinya memperhalus gerakan membentuk gerakan
menjadi lues dan terkoordinasi.
Ibarat mobil traktus piramidalis itu gasnya dan traktus
ekstrapiramidalis itu remnya.
Berikut ini merupakan penyakit-penyakit yang sering
ditemukan selama menjalani kepanitraan di laboratorium ilmu
penyakit saraf. Tidak semua kelainan ada, tidak semua
penjelasan lengkap. Setidaknya sejawat masih bisa memikirkan
kemungkinan diagnosanya. Belajar dan pengalaman sejawatlah
yang nantinya akan melengkapi.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Belajar dari anatominya dulu ya biar lebih paham.
Korpus vertebra dihubungkan yang satu dengan yang
lainnya oleh diskus intervertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis posterior dan anterior.

Diskus intervertebralis terdiri dari anulus fibrosus dan


nukleus.
Fungsi dari diskus intervertebralis memberikan
kelulasaan pergerakan vertebra dan pelindung vertebra
dari trauma (shock absorber)
Definisi HNP : keluarnya nukleus pulposus ke dalam kanalis
vertebralis akibat kerusakan anulus fibrosus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP :
1. Penurunan perfusi ke diskus
2. Beban yang bertambah
3. Lig. Longitudinalis posterior yang menyempit

Jenis HNP, diurutkan berdasarkan


yang sering ditemukan :
1. HNP lumbalis
2. HNP servikalis
3. HNP thorakalis

Gambaran klinis :
1. Nyeri radikular nyeri yang menjalar
2. Nyeri meningkat saat batuk, mengejan, mengangkat
barang berat atau dengan dilakukan profokasi.
3. Profokasi yang dilakukan adalah tes lasseque
(+) jika timbul nyeri menjalar pada sudut < 60o
4. Jika sudah parah, maka dapat ditemukan kelemahan
pada otot

Pemeriksaan yang sering dilakukan di poli saraf foto


rontgen lumbosacral AP/lateral kelainan yang sering
ditemukan
berupa
spondilosis,
spondilolisis
dan
spondilolistesis. Gold standardnya MRI.

! Kenapa HNP sering pada bagian L4/L5 ? karena 1)


sebagian besar (75%) beban tubuh ditumpukan pada sendi di L5
dan 2) lig. Longitudinalis posteriornya lemah, karena hanya
menutupi separuh bagian posterior.
! Kenapa lig. Longitudinalis posterior hanya menutupi
separuh bagian ? karena bagian tersebut harus lentur untuk
fleksi dan ekstensi tubuh.
Penatalaksanaan :
Prinsipnya sama seperti gangguan muskuloskletal.
1. Bed rest (3-6 minggu) dengan alas keras, mudah tapi
sulit dilakukan. Jika anulus fibrosus masih intak gel masih
bisa kembali ke tempat semula
2. Farmakoterapi
1) NSAID : Na diclofenac 2-3 x 50 mg, meloxicam 1 x 15
mg, piroxicam 1 x 20 mg, mefenamic acid 3 x 500
mg. Injeksi seperti ketoprofen 1 x 100mg/1 amp IM
(sediaan ampul 50 mg/mlx 2ml), tidak pernah
digunakan di poli saraf.
2) Paracetamol 3 x 500 mg
3) Muscle relaxant : Diazepam 2 x 2 mg atau eperisone
HCL
3 x 50 mg.
4) Analgetik central : Tramadol 1 x 50 mg (max: 400
mg), Kombinasi tramadol 37,5 mg + paracetamol
325 mg (contohnya: ultracet, tramset), kombinasi
codeine 30 mg + paracetamol 500 mg (contohnya:
coditam).
5) Tranquilizer : Gabapentin 2-3 x 300 mg
3. Fisioterapi, jika fase akut jangan dilakukan latihan.
Latihan hanya boleh dilakukan pada fase subakut atau
kronik.

4. Bedah indikasi bedah jika ada gangguan autonom


seperti retensi urin, analgesia perineum, gangguan sfingter
usus.
Pasien dengan keluhan nyeri punggung bagian bawah sering
kita temukan di poli saraf. Tentukan apakah nyerinya dikarenakan
HNP lumbalis, kelainan vertebra (seperti pada spondilosis,
spondilolisis dan spondilolistesis) atau kelainan kelainan sendi
sakroiliaka.
Pemeriksaan yang dilakukan :
1. Tes lasseque jika (+) HNP lumbalis
2. Tes bragards (+) jika terasa nyeri sepanjang N.
ischadicus mungkin kelainan pada vertebra
3. Tes Patricks (+) nyeri sendi koksae
4. Tes Contra patricks (+) nyeri sendi sakroiliaka
Jika tes petricks dan contra patricks (+) kelainan pada
sendi skroiliaka.
Modalnya cukup anamnesis, berupa ada keluhan nyeri
punggung bagian bawah dan 4 tes di atas. Jika tidak jelas
diagnosisnya atau bukan HNP, biasanya didiagnosis Low Back
Pain (LBP). Jika nyeri radikular, tes lasseque (-),
tes bragard (+) didiagnosis ischialgia.

Outcome LBP dapat fungsional dengan dibatasi


Kasus sendi lutut dan vertebra susah sembuh karena
bersifat rekuren
Resiko HNP meningkat pada pekerja keras seperti kuli,
petani dan overweight. Jika pasien overweight KIE untuk
menurunkan berat badan dengan cara puasa.

Spondilosis
Spondilosis atau spondilo-artritis atau
spondilo-artrosis atau osteoartritis
Merupakan penyakit generatif

Spondilosis vertebra
Faktor penyebab atau predisposisi :
1. Trauma sendi-sendi vertebra
2. Penyakit pada vertebra (penyakit Scheuermann)

Patogenesis :
1. Degenerasi sendi intravertebral penyempitan diskus
intervertebralis
2. Pembentukan osteofit pada pinggiran sendi dapat
menekan foramen intervertebralis menekan saraf yang
melewatinya
Gejala klinis :
1. Umumnya nyeri punggung bagian bawah
2. Nyeri bertambah saat melakukan aktivitas
3. Rasa kaku punggung bagian bawah
Pemeriksaan fisik :
1. Spasme ringan otot-otot punggung bawah
2. Gangguan pergerakan tulang belakang
Pemeriksaan radiologis :
Penyempitan ruang intervertebralis serta adanya osteofit
Penatalaksanaan :
Tujuan pengobatan adalah membantu pasien memahami
keadaan penyakitnya (dukungan psikologis), mengurangi nyeri
dengan analgesik, meningkatkan fungsi tulang belakang
(pemakaian alat bantu seperti korset, fisioterapi, manipulasi,
tindakan operasi), merehabilitasi pasien.
Indikasi operasi :
1. Hilangnya kontrol kencing dan usus akibat herniasi diskus
CITO
2. Nyeri yang berkelanjutan dan menetap dengan gejala-gejala
iritasi radiks saraf
3. Kelainan neurologis progresif
4. Skiatika (nyeri menjalar) dan nyeri yang sangat mengganggu
Spondilosis servikal
Lebih jarang dibandingkan spondilosis vertebra
Patogenesis :
1. Sama seperti spondilosis vertebra
2. Kelainan terutama antara vertebra C5/6 dan C6/7
Gejala klinis :
1. Kekakuan pada leher dan menjalar ke bahu dan daerah otot
trapezius (dapat bersifat unilateral dan bilateral)
2. Nyeri saat digerakkan
3. Kompresi pada radiks servikal C5/6 kelemahan otot deltoid
dan bisep, reflek bisep hilang, dan gangguan sensibilitas ibu
jari dan jari telunjuk
4. Kompresis pda radiks servikal C6/7 kelemahan otot trisep,
reflek trisep berkurang dan gangguan sensibilitas kulit jari
telunjuk dan jari tengah
Pemeriksaan radiologis :
1. Sama dengan spondilosis vertebralis.

2. Pada foto proyeksi oblik Penekanan oleh osteofit pada


foramen intervertebralis dapat dilihat dengan jelas.
Spondilolisis
Istilah yang digunakan jika ada defek pseudo-artrosis yang
mengenai lamina atau arkus neuralis vertebra.
Defek biasanya terjadi pada bagian lamina di antara
permukaan artikularis superior dan inferior yang disebut pars
interartikularis.
Spondilolisis 85% pada L5 dan 15% pada L4.

Insidens :
Spondilolisis merupakan defek bawaan dan berkembang selama
paska natal. Kelainan ini sering ditemukan dengan meningkatnya
umur.
Etiologi :
1. Faktor herediter
2. Sering disertai kelainan bawaan spinal
3. Paska stres fraktur atau fraktur yang terjadi sebagai suatu
trauma tunggal
Gejala klinis :
1. Kebanyakan pasien tidak memperlihatkan gejala klinis
2. Apabila terjadi suatu trauma atau strain yang kronik
jaringan fibrosa akan meregang nyeri
3. Nyeri punggung bagian bawah, nyeri menjalar ke daerah
bokong
Pemeriksaan fisik :
1. Spasme otot ringan
2. Gangguan pergerakan tulang belakang
3. Tidak ditemukan kelainan motoris dan sensoris
Pemeriksaan radiologis :
Foto polos oblik vertebra lumbal
Penatalaksanaan :
Nyeri biasanya tidak hebat, cukup dengan istirahat dan
mengurangi aktifitas berdiri, jalan dan mengangkat benda berat.
Spondilolistesis
Pergerakan ke depan satu vertebra terhadap vertebra di
atasnya.

Sering mengenai lumbal bagian bawah (diantaranya L5) dan


sakrum.
Insidens :
Sebanyak 2% dari seluruh orang dewasa
Etiologi :
1. Spondilolistesis akibat kelainan degeneratif biasanya
terjadi di antara L4-5
2. Spondilolistesis defisiensi pada permukaan lumbosakral
(kelainan ini bersifat kongenital) memungkinkan vertebra
lumbal V bergeser ke depan sakral I
3. Spondilolistesis yang terjadi pada spondilolisis akibat defek
pada pars inter-artikularis
4. Spondilolistesis traumatik yang terjadi oleh karena suatu
trauma tunggal
5. Spondilolistesis patologis karena adanya kelainan patologis
yang menyebabkan kelemahan pada tulang misalnya oleh
tumor

Gejala klinis :
Bervariasi sesuai tingkat pergeseran vertebra pada
lumbosakral yang terjadi. Spondilolitik spondilolistesis biasanya
nyeri punggung bagian bawah dan meningkat apabila berdiri,
jalan atau lari dan berkurang apabila berbaring.
Pemeriksaan radiologis :
1. Pemeriksaan AP, lateral dan oblik untuk melihat
kemingkinan penyebabnya.
2. Pada spondilolistesis akibat kelainan degeneratif
pergerakan vertebra dapat ke depan atau ke belakang (retrospondilolistesis).
Penatalaksanaan :
1. Spondilolistesis ringan konservatif
2. Spondilolistesis berat (pergerakan melewati separuh dari
vertebra stabilasi vertebra dengan cara artrodesis
vertebra.

Cervical Root Syndrome (CRS)


Syndrom radikulopati servikal, salah satunya adalah HNP
servikalis
Gambaran klinis :
1. Keluhan : nyeri kaku pada leher, nyeri radikular
sampai ke tangan
2. Provokasi dengan tes kompresi (lhermitte test),
kepala dikompresi dalam berbagai posis (miring
kanan/kiri,
tengadah,
menunduk).
Dapat
juga
dilakukan
tes
valsava
(menaikkan
tekanan
intratekal). Nyeri radikuler yang terjadi karena
kompresi radiks dorsalis dapat berkurang dengan tes
distraksi.
3.
Jika sudah parah, maka dapat mengakibatkan
kelemahan pada otot biseps dan triseps. Berkurangnya
refleks biseps.
Penatalaksanaan : Bed rest, farmakoterapi, fisioterapi dan
bedah.
Frozen Shoulder
Kekakuan dan keterbatasan gerakan sendi bahu akibat
perlekatan kapsul pada kepala humerus penyusutan
kapsul yang menghambat pergerakan sendi.
Etiologi paling sering adalah post CVA dan CRS. Imobilisasi
yang
lama

karena
nyeri
penderita
enggan
menggerakkan bahu.
Gambaran klinis :
1. Nyeri sendi bahu dengan keterbatasan gerakan
sendi ke segala arah, terutama saat abduksi.
2. Nyeri bersifat progresif.
3. Tes appley scratch

Penatalaksanaan :
1. Analgetik, NSAID, muscle relaxant
2. Nonmedikamentosa : terapi dingin dan terapi panas

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Kelainan mononeuropati
Carpal tunnel = terowongan karpal
CTS adalah Neuropati N. Medianus akibat tekanan di dalam
terowongan karpal di pergelangan tangan.
Etiologi : gerakan repetitif (seperti : mengulek, menyetir
motor, memeras), trauma. Resiko tinggi pada wanita,
gemuk,
usia
>
55
th
(40-60 th).
Patofisiologi :
1. Penebalan fleksor retinakulum menekan N.
medianus berlangsung dalam jangka waktu lama
2. Peningkatan tekanan intravasikular aliran vena
intravasikular melambat kongestif
3. Penurunan perfusi anoksia inflamasi edema
perineural edema
Jika terjadi fibrosis perineural merusak serabut saraf

Gambaran klinis :
1. Bersifat kronis
2. Nyeri tangan memberat saat malam hari, menurun
dengan dipijat, menggerak-gerakan tangan dan
dielevasikan
3. Parastesia meningkat saat malam hari
4. Kelemahan/atrofi otot tenar.
5. Pemeriksaan fisik : Tinels sign, phalens test, luthys
sign (bottles sign), dll.
Gangguan bersifat sensoris, dapat bersifat motoris jika
sudah berat.
Keluhan meningkat saat malam hari karena pada malam
hari aktivitas/gerakan tangan menurun (terutama saat
tidur) perlambatan aliran darah vena peningkatan
kongestif.
Diferensial diagnosis : De Quarvains tenosynovitis,
Pronator teres syndrome
Penatalaksanaan :
1. Istirahatkan tangan, hindari gerakkan repetitif
2. NSAID
3. Injeksi steroid intralesi, diulangi setelah 2 minggu
atau lebih
4. Vitamin B compleks
5. Pembidaian selama 2-3 minggu (jarang dilakukan)
6. Fisioterapi untuk memperbaiki vaskularisasi
pergelangan tangan

De Quarvains Tenosynovitis
Tenosynovitis dari tendon M. abduktor polisis longus dan M.
abduktor polisis brevis.
Nyeri pada daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi
tenosynovium (pembungkus tendon) M. abduktor polisis
longus dan M. abduktor polisis brevis dengan jepitan pada
ke dua tendon tersebut.
Etiologi : idiopatik, paling sering disebabkan gerakan
repetitif seperti menulis, meremas cucian.

Gambaran klinis :
1. Paling sering pada perempuan, usia pertengahan
2. Nyeri tangan saat digunakan
3. Nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius
4. Tes e Finkelstein (+)
Penatalaksanaan : Terapi konservatif bersifat sementara
Pembedahan meredakan nyeri secara
permanen

Pronator Teres Syndrome


Sindroma kompresi N. Medianus yang melewati kepala
pronator teres di daerah sendi siku.

Gambaran klinis :
1. Sering pada tangan dengan riwayat penggunaan
tangan pada posisi pronasi secara terus-menerus
2. Nyeri lengan bawah
3. Anastesi/hipostesia lengan bawah
4. Gangguan otot yang dipersarafi N. medianus
Penatalaksanaan : konservatif

Triger Finger
Penebalan jaringan fibrosa yang menyebabkan konstriksi
tunnel tendon fleksor.
Gambaran klinis :
1. Sering pada pasien dengan rematoid arteritis,
perempuan, usia pertengahan
2. Paling sering mengenai jari manis, jari tangan dan ibu
jari
3. Nyeri pada jari
4. Ditemukan benjolan teraba pada bagian palmar, di
proksimal metakarpal
5. Pasien bisa fleksi secara spontan, setelah itu tidak bisa
ekstensi spontan
Penatalaksanaan : Konservatif, jika gagal pertimbangan
operasi.

! Penatalaksanaan (penyakit CTS, de quervain, triger finger) yang


sering dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan untuk
meredakan nyeri adalah injeksi steroid (triamcinolone acetonide
0,1 % Trilac) intralesi.

Penurunan Kesadaran
Kesadaran merupakan kesiagaan seseorang terhadap diri
dan sekitarnya. Derajat kesadaran dibuktikan dengan
adanya orientasi (waktu, tempat/ruang).
Penurunan
kesadaran
adalah
penderita
tidak
terjaga/terbangun secara utuh dan spontan. Jika tidur saat
diberikan rangsangan langsung terjaga/terbangun secara
spontan. Gampangannya ada aksi ada reaksi.
2 komponen kesadaran : 1) Formasio retikularis dan 2)
Korteks serebral
Reticular Activating System (RAS)
Rangkaian atau network system dari kaudal (medula
spinalis) menuju rostral (diensefalon) melalui brainstem.
Lintasan Ascending Reticular Activating System (ARAS) :
medulla oblongata, pons, mesensefalon menuju ke
subthalamus, hipotalamus, thalamus. Kerusakan pada
bagian
ini
dapat
menyebabkan
penurunan
kesadaran.
Etiologi
Intrakranial
1. Kelainan
serebrovaskular
2. Trauma
3. Tumor
4. Infeksi

Ekstrakranial
1. Kelainan vaskular

Sinkop (vasovagal,
kardiak, postural dan
hiperventilasi)
Syok

2. Kelainan metabolisme

Hipoglikemia
Hiperglikemia
Imbalans elektrolit
Hiper/hipoosmolar
Gangguan asam basa

3. Intoksikasi
Alkohol
Opioid
Kegagalan organ (jantung, paru,
liver, ginjal, pankreas) dapat
menyebabkan kelainan pada sistem
vaskular, metabolisme dan dapat
menyebabkan terjadinya intoksikasi.
Penyakit : CKD, HF, PJK, COPD,
Sepsis, anemia,

Istilah lain :
Intrakranial yaitu neurologis atau struktural

Ekstrakranial yaitu non neurologis atau metabolik

Pemeriksaan neurologis bertujuan membedakan kelainan


intrakranial atau ekstrakranial. Selain itu dapat menilai
tingkat kedalaman penurunan kesadaran, menentukan
letak lesi.

Cara membedakan penurunan kesadaran akibat kelainan


intrakranial atau ekstrakranial :
Penurunan
Kesadaran

1. Defisit neurologis fokal

(+)
Hemiparese/plegi
Nervus kranial palsy
Afasia, dll
Lateralisasi (+)

Intrakranial

1. Defisit neurologis
fokal (-)
Lateralisasi (-)
2. Meningeal sign (-)

Ekstrakrani
al

Pada kelainan intrakranial bisa tidak didapatkan lateralisasi


:
1. Lesinya di tengah dan tidak mengganggu traktus
piramidalis
2. Lesinya di meningen (SAH, meningitis), namun pada
lesi di meningen akan didapatkan meningeal sign (+).
3. Kerusakan otak difuse, seperti : difuse axon injury (DAI),
Iskemia, hipoglikemia, uremik ensefalopati.
Otak hanya membutuhkan 2 nutrisi : 1) Oksigen dan 2)
Glukosa
Jika terjadi metabolisme anaerob dapat mengakibatkan
edema serebri
Cara dr. Novi menilai lateralisasi dan GCS pada pasien tidak
sadar yaitu melakukan rangsang nyeri pada kuku pasien
(berdasarkan pengalaman penulis catatan penulis,
dirangsangnya (dijepit) menggunakan gagang humer
reflek). Selain itu, secara tidak langsung dapat menilai N.
VII (saat meringis).
Koma metabolik oksigen menurun edema otak
kerusakan difuse. Alasan kenapa pada CT scan koma
metabolik belum tentu normal.
Penurunan kesadaran sementara dan menetap
Sementara
Menetep
1. Sinkop
1. Kelainan vaskular
Vasovagal paling sering,
2. Trauma
biasanya ada aura
3. Tumor
Cardiak terdapat kelainan
4. Infeksi

Cardiovaskular
Postural berdiri lama
dengan suhu panas
Hyperventilasi emosi

2. Post iktal confuse


epilepsi)
3. TIA
4. Hipoglikemia

(pada

Manajemen penurunan kesadaran :


Dilakukan dengan cepat dan komprehensif
Dimilai dengan manajemen darurat ABC

Prognosis :
1. Luas
2. Letak
Lesi kecil tapi letaknya di pons, maka akan terjadi
penurunan kesadaran.
Jika lesinya luas, tapi letaknya di tengah dan tidak
mengakibatkan
kompresi
pada
RAS,
maka
kesadarannya mungkin masih baik.
Jika lesinya di korteks kecil, pasien akan sadar. Jika
lesinya luas dan hasil CT scan didapatkan mid line
shift (+), pasien mungkin tidak sadar karena adanya
herniasi dan mengkompresi brainstem.
Semakin luas, resiko mengkompresi brainstem semakin
tinggi sehingga terjadinya penurunan kesadaran juga
semakin tinggi. Letak lesi semakin dekat dengan RAS,
resiko penurunan kesadaran semakin tinggi.
3. Usia
Penyakit degeneratif brain difuse atrofi
Pasien usia tua yang mengalami perdarahan otak
prognosisnya lebih baik karena darah akan mengisi
kavum kranii tanpa menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.
4. Respon pengobatan
5. Komorbiditas

Mati Batang Otak (MBO)


Hilangnya kesadaran disertai hilangnya fungsi batang otak
(termasuk kemampuan untuk bernafas) secara menetap.
Gambaran klinis :
1. Koma (no respon) 6 jam
2. Tanda hipotermia dan intoksikasi (-)
3. Reflek batang otak (-)

Reflek pupil (-), pupil di tengah, midriasis maksimal (4-6


mm)
Pergerakan bola mata (-), dolls eye phenomenon atau
dengan callori test
Reflek kornea (-)
Reflek muntah dan batuk (-)
4. Respon motorik terhadap rangsang (-)
Gerakan otot wajah dengan rangsangan nyeri (-)
5. Pengendali pernafasan (-)
Apneu komplit, konfirmasi dengan tes apnea

NB :
Pada MBO fungsi batang otak yang merupakan tempat nukleus
nervus kranialis akan menghilang secara menetap sehingga akan
menyebabkan :
1. Reflek pupil N. II (aferen) dan N.III (eferen)
2. Midriasis pupil N. III
3. Dolls eye phenomenon N. III, IV dan VI
4. Reflek kornea N. V (aferen) dan N. VII (eferen)
5. Reflek muntah N. IX (aferen) dan N. X (eferen)
Pada pasien dengan MBO masih dapat bernafas dengan bantuan
ventilator, jantung dan sirkulasi darah masih berfungsi, namun
fungsi batang otak tidak ada. Pola pernafasan pada pasien MBO
adalah hiperventilasi sentral chaynes stoke apneustik

NYERI
Pada praktek klinis sehari-hari kita akan mengenal beberapa
macam nyeri. Nyeri tersebut berdasarkan distribusi tempatnya
bermacam-macam. Umumnya yang sering ditemukan di poli
saraf di antaranya cephalgia, myalgia, ischialgia, neuralgia.
Nyeri nosiseptif
Adanya kerusakan
(aktual atau potensial)
jaringan.

Terlokalisir

Arthralgia pada
arthritis
Myalgia
LBP mekanik
Nyeri post op
Nyeri trauma, dll

Nyeri neuropatik
Kelainan di sepanjang suatu
jalur saraf
Kelainan akan mengganggu
sinyal saraf, yang
kemudian dipersepsikan
salah oleh otak
(nyeri dalam, rasa
disengat listik, rasa
terbakar, dll)
Radikular/ menjalar
Dipersepsikan salah
Berdasarkan letak :
1. Sentral
Nyeri post stroke
Nyeri post trauma
medula spinalis
Nyeri pada multiple
sclerosis
2. Perifer
Ischialgia
Radikolopati lumbal
Trigeminal neuralgia
Neuralgia post
herpetik
Neuropati diabetikum
Berdasarkan tanda dan
gejala :
1. Spontan
2. Dibangkitkan
Alodinia : nyeri yang
disebabkan stimulas
yang secara normal
tidak menyebabkan
nyeri.
Hiperalgesia : nyeri
yang disebabkan
respon berlebihan

Nyeri
psikogenik
Faktor psikologis
lebih tinggi
dibandingkan
gangguan organ

Keluhan nyeri
disertai dengan
kecemasan.

oleh stimus yang


secara normal
menimbulkan nyeri.

Intensitas nyeri neuropatik


Skala intensitas nyeri yang sering digunakan adalah Numeric
Pain Intensity Scale (NPIS). Nyeri diukur rentangan 1-10 yang
menunjukkan seberapa kuat nyeri yang dirasakan (0 = sama
sekali tidak nyeri, 10 = nyeri terkuat).

Nyeri ringan (1-3)


Farmakoterapi
tingkat I

Nyeri sedang (4-6)


Farmakoterapi tingkat
III

Nyeri berat (7-10)


Farmakoterpi tingkat
VII

Paracetamol 3 x 500
mg

Paracetamol 3 x 500 mg
Ibuprofen 3-4 x 500 mg
Ketoprofen 3-4 x 12,5
mg

Morfin

Farmakoterapi
tingkat II
Ibuprofen 3-4 x 200 mg
Ketoprofen 3-4 x 12,5
mg

Farmakoterapi tingkat
IV
NSAID
Meloxicam 1 x 15 mg
Piroxicam 1-2 x 10/20
mg
Na diclofenac 2-3 x 50
mg
K diclofenac 2-3 x 50 mg
Mefenamic acid 3 x 500
mg
Celecoxib 2 x 100 mg

Farmakoterapi tingkat
V

Kodein 2-3 x 30 mg

Farkoterapi tingkat VI
Tramadol 2-3 x 50 mg
(Tramadol 37,5 mg +
Paracetamol 375 mg) 12 tab prn

Adjuvan yang sering digunakan :


1. Tranquilizer : Carbamazepine 2 x 200 mg, Gabapentin 2-3
x 100/300 mg
2. Muscle relaxant : Eperisone HCL 3 x 50 mg, Diazepam 2
x 2 mg
3. Anti ansietas (gol. Benzodiazepine) : Alprazolam 1 x
0,5 mg (0-0-1), Clonazepam 1 x 2 mg (0-0-1)
4. Anti depresan : Amitriptyline 2 x 25 mg
5. Anastesi lokal : Lidocain
SEFALGIA
Primer

Sekunder

Idiopatik
Tanpa disertai defisit neurologis
Sering :
1. Migrain
2. Tension Tipe Headache (TTH)
3. Cluster Headache
4. Trigeminal neuralgia
Jarang :
1. Arteritis temporalis
2. Benign Intrakranial
Hypertension (BIH)

1.
2.
3.
4.

Ada penyakit yang mendasari


Bisa disertai defisit neurologis
Kelainan serebrovaskular
Trauma
Tumor
Infeksi

Pemeriksaan neurologis bertujuan


sefalgia primer dengan sefalgia sekunder.

untuk

membedakan

Sefalgia Primer
Migrain
Etiopatofisiologi

Tension Tipe
Headache
(TTH)

Nyeri kepala secara Ekstrakranial


spesifik disebabkan
miofasial
karena kelainan
nosiseptif
Nyeri kepala tidak
neurovaskular
berhubungan
langsung
dengan
kontraksi otot,
dan

Cluster
Headache/
Neuralgia
Horton

Trigeminal
Neuralgia/ Tic
douloureux
Nyeri
terjadi
karena
adanya
potensial
aksi
yang
merangsang
ganglion

kemungkinan
disebabkan
hipersensitifitas
neuron nukleus
kaudalis
trigeminal
Epidemiologi Lebih banyak pada Kondisi stres
90% laki-laki

Timbul terutama
wanita
berlebih
Faktor keturunan
malam hari
(+)
Sering muncul saat
menstruasi,
cemas.
Intensitas
Sedang-berat
Ringan-sedang
Berat
Onset
Akut
Akut
Pelan-pelan
Durasi
30 menit 7 hari
2 -7 jam
15 menit 3 jam
Letak
Unilateral
Bilateral (frontoUnilateral (orbital
temporo-occipital)
- supraorbital),
kemudian meluas
ke rahang dan
pelipis
Karakteristik Nyeri berdenyut
Gejala otonom :
mual, muntah
dan fotofobia
Memberat dengan
aktivitas
Berkurang pada
suasana gelap
dan tidur

Sering usia > 50


th

Akut
15-60 detik
Unilateral
(distribusi N.
Trigeminalis ,
terutama V2 dan

V3
Nyeri tumpul/
Nyeri tajam,
Nyeri neuropatik,
seperti
menusuk
seperti ditusuk/
Gejala otonom :
diteka/diikat
disengat listrik
Biasanya disertai
hiperlakrimasi, Nyeri sering
gejala ansietas
hiperhidrosis,
muncul saat
(sulit tidur,
injeksi
mengunyah,
tegang otot
konjungtiva,
bicara dan
leher, pundak
rhenorrhea, dll
terkena angin
dan seluruh otot Serangan dapat
(alodinia)
berulang kali Terdapat fase
tubuh, tekanan
(minimal
penyembuhan
darah
5x/hari)
sebelum
meningkat
Cluste =
serangan
ringan)
Tidak berdenyut
kumpulan dari
berikutnya.
Gejala otonom (-)
serangan
Tidak memberat
dengan aktivitas

1.Migrain tanpa
aura (cammon
migraine)
2.Migrain dengan
aura (clasic
migraine)*
Aura :
Gangguan
penglihatan,
seperti garis atau
skotoma
Parastesia bilateral
Hemiparese/plegi
unilateral,
dengan atau
tanpa afasia dan
gangguan bicara
lainnya
Aura berlangsung
4 - <60 menit
Penatalaksan Analgetik NSAID Relax Fisioterapi
aan
Analgetik NSAID
(paracetamol,
ibuprofen, asam Anti ansietas dan
anti depresan
mefenamat)

O2 masker 8- Analgetik
NSAID
10 lpm selama

Tranquiliser
15 menit
Ergotamin tetrat

Gol Ergotamin
Antiemetik :
Metoclopramide
10 mg,
domperidone 10
mg

atau
sumatriptan
Tetes hidung
lidokain 4%

* Aura adalah tanda-tanda sebelum terjadi serangan

MIGRAINE

TENSION TIPE HEADACHE (TTH)

CLUSTER HEADACHE

Arteritis Temporalis

Terutama usia > 50 tahun

Benign Intracranial
Hyepertension (BIH)
Sindrome peningkatan TIK, tanpa

Gambaran klinis :
1. Nyeri kepala unilateral (daerah
temporalis)
2. Nyeri tekan
3. Bengkak
4. Tidak berdenyut
5. Terdapat kelainan polimialgia
reumatika
6. Lab : LED , anemia

Penatalaksanaan :
Prednison dosis tinggi

(selama

beberapa

bulan) dosis diturunkan.


Prednison
harus
dosis
tinggi
karena
komplikasi dari arteritis temporalis adalah
kebutaan oleh karena arteria oftalmika
terganggu.

disertai
lesi,
masa
atau
hidrosefalus.
Wanita, obesitas (90%), usia > 45 th
Etiologi : Idiopatik
Diduga,
intoksikasi
vit
A,
tetrasiklin,
withdrawl
corticosteroid , trombosis sinus
cavernosus
Gambaran klinis :
1. Nyeri kepala difus
2. Diplopia
(parese
N.
IV
unilateral/bilateral)
3. Penurunan visus
4. Pemeriksaan didapatkan papil
edema, tanpa defisit
neurologis lain, kecuali
parese N. VI
Penatalaksanaan :
Remisi spontan setelah LP
Prednison/Deksametason

Penatalaksanaan di poli saraf :


Analgetik NSAID
Adjuvant :
Muscle relaxant Diazepam 2 x 2 mg
Anti ansietas Alprazolam 1 x 0,5 mg (0-0-1)
Anti depresan Amitriptyline 2 x 25 mg
Tranquilizer Carbamazepine 2 x 200 mg
Caffeine
Ramuan :
Paracetamol 400 mg
Diazepam 2 mg
Amitriptyline 5 mg
Caffeine 40 mg
Mfla pulv da in caps dtd No. X
3 dd tab I (pc)

Sefalgia Sekunder
Kelainan
Serebrovaskula

Trauma

Tumor

Infeksi

r
Subjek Onset mendadak
(S)
Terdapat faktor
resiko
gangguan
vaskular
CVA SAH
biasanya nyeri
kepala sangat
hebat. Jika
dibandingkan
dengan sefalgia
yang lain, SAH
merupakan yang
paling berat. SAH
dikenal juga
dengan sebutan
Thunder clap
(tamparan petir).
Objek Lateralisasi (+)
(O)
Meningeal sign
(+)

Ada riwayat
trauma

Nyeri kepala
bersifat progresif

Nyeri kepala
disertai dengan
panas sebagai
gejala awal

Pada meningitis
akan
didapatkan
meningeal sign
(+)

SDH kronis
riwayat
trauma bisa
tidak jelas
karena
bridging veins
pada orang
tua mudah
pecah.
Gangguan
muncul setlah
melewati
batas
kompensasi
Ada tandatanda trauma

Jika tumor
semakin
membesar,
maka akan
didapatkan
tanda-tanda
peningkatan
peningkatan
TIK seperti
papil edema,
muntah
proyektil.
Gejala
neurologis
fokal (+/-)

Prinsip penatalaksanaan mengobati kausanya

NB :
Nyeri pada SAH dikarenakan darah yang keluar akibat
pecahnya vaskuler di subarachnoid mengiritasi meningen.
Banyak reseptor di meningen.
Pada ICH yang kecil tidak akan timbul nyeri karena di dalam
korteks tidak ada reseptor.
Nyeri kepala pada arthritis servical nyeri kepala disertai
nyeri leher dan timbul bila menggerakkan kepala.
VERTIGO
Dizzines

Sensasi
tidak
menyenangkan
keseimbangan atau gangguan orientasi ruang

dari

Vertigo Perasaan berputar atau lingkungan berputar


disertai gangguan otonom (mual dan muntah), gangguan
pendengaran, bersifat hilang timbul.
Vertigo merupakan bagian dari dizzines

Pasien datang dengan keluhan pusing, karakteristik pusing :


1. Berputar vestibular
2. Kosong, gelap cardiovaskular
3. Bergoyang serebelum
4. Melayang, enteng psikiatri

Perbedaan klinis vertigo vestibuler dengan non vestibular


Gejala
1.
2.
3.
4.

Sifat
Serangan
Mual/muntah
Gangguan
pendengaran
5. Gerakan pencetus
6. Situasi pencetus

Vestibular

Non vestibular

Berputar
Episodik
+
+/Gerakan
kepala
-

Melayang, kepala ringan dan


sempoyongan
Kontinyu
Gerakan objek visual
Situasi ramai orang

Perbedaan vertigo perifer dengan vertigo sentral


1.
2.
3.

Karakteristik

Perifer

Sentral

Bangkitan vertigo
Derajat
Pengaruh gerakan

Mendadak
Berat

Lambat
Ringan

4.
5.

kepala
Gejala otonom
Gangguan
pendengaran

+
++
+

Gangguan primer
pada N. Vestibular
Gejala berat, namun cepat
sembuh
Penyebab paling sering :
BPPV (Benign Paroxysmal
Positional Vertigo), AVN
(Acute Vestibular
Neuronitis), Menieres
disease

Patofisiologi

Penatalaksanaan
1. Terapi kausatif
2. Terapi simptomatik
3. Terapi rehabilitatif
Antivertigo

Gangguan
intrakranial
(gangguan di otak,
kelainan struktural)
Gejala ringan, lama
sembuhnya

Vertigo perifer (Poli saraf)


Cukup latihan keseimbangan mulai pelan-pelan dengan
menggerakkan kepala duduk jalan-jalan.
Medikamentosa :
Betahistine 3 x 8 mg
Betahistine hanya untuk penunjang saja karena bisa
sembuh sendiri. Betahistine adalh antihistamin-2,
namun terbukti bisa mengurangi gejala vertigo.
Diazepam 3 x 2 atau 5 mg Jika pasien sulit tidur
Dimenhidrinat 3 x 50 mg mudah dicari, contohnya
antimo
Vertigo sentral
Atasi penyakit yang mendasari rujuk
Latihan :
Metode Brandt Darof

NB :
Pasien vertigo perifer tidak berani buka mata
Meniers disease vertigo disertai dengan tinitus
Sefalgia berat, mendadak baru pertama kali pikirkan
CVA

Stroke/ Cerebrovascular Accident (CVA)


Defsit neurologis fokal/global
Mendadak
Gangguan serebrovaskular
Ada faktor resiko
Kesimpulan :
Defisit neurologis fokal atau pun global yang terjadi secara
mendadak akibat gangguan serebrovaskular. Berlangsung lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan kematian.
Faktor resiko :
1. Hipertensi
2. DM
3. Hiperkolesterolemia
4. Obesitas
5. Penyakit jantung (atrial fibrilasi, angina, heart failure)

6. Perifer arterial disease (PAD)


7. Kurang beraktivitas/gerak
8. Gangguan sel darah, seperti gangguan sel darah merah
polisitemia, sickle cell anemia
9. Hyperkoagulopathy
10.
Merokok
11.
Konsumsi alkohol
12.
Penggunaan steroid
13.
Penggunaan kontrasepsi hormonal
Etiologi CVA hemoragik :
1. Faktor anatomik
Contoh :
Lipohialinosis
Aneurisma
Arterivenous malformation
Angiopathy amiloid
Trombosis vena intrakranial
2. Faktor hemodinamik
Hipertensi
Migrain
3. Faktor Hemostasis
Antitrombotik (antiplatelet, antikoagulan, trombolitik)
Hemofilia
Leukemia
Trombositopenia
Penegakan diagnosis :
S
Defisit neurologis
hemiparese/plegi,
N. Cranial palsy,
parastesia, nyeri
kepala hebat,
penurunan
kesadaran, dll

Mendadak

Ada faktor resiko

stroke DM,

penyakit jantung,
PAD, dll

NB :

O
A
P
Prinsip :
Tanda defisit neurologis Iskemik/infark
(+)
tromboemboli 1. Cegah kerusakan
1. Parese
otak secara
Hemoragik

motoris/sensoris
ireversibel
SAH dan ICH
2. Parese N. Cranialis
menyelamatkan
3. Penurunan
penumbra
kesadaran
2. Cegah komplikasi
Meningeal sign (+)
3. Cegah kecacatan
Scoring Siriraj score
lebih berat
CT Scan
4. Cegah reinfark
Laboratorium : DL,
GDA/GDP, RFT, lipid
CVA infark reperfusi
profile
+ neuroprotektan
EKG
CVA hemoragik cegah
peningkatan TIK

Interpretasi CT scan : 1) Hipodens Iskemik/infark dan 2)


Hiperdens hemoragik.
Mengukur volume perdarahan secara manual :

Vol . perdarahan=

( p x l x t ) cm
2

Tujuan dilakukannya CT scan membedakan CVA infark atau


hemoragik, luas lesi, letak lesi, jika CVA hemoragik dapat
mengetahui
volume
perdarahannya
dan
menyingkirkan
kemungkinan yang tidak diharapkan (adanya tumor).
CT scan infark hiperakut, dapat tidak ditemukan kelainan.
Setelah lebih dari 48 jam baru terlihat.
Jika pasien telah memenuhi kriteria CVA dan hasil scoring
menunjukkan CVA infark, namun hasil CT scan normal dapat
didiagnosis CVA infark.

Anda mungkin juga menyukai