Tugas Review Polugri
Tugas Review Polugri
: A
Judul Buku
Penerbit
: LP3ES
Karya
: Leo Suryadinata
Pada awal bab buku ini mengulas sejumlah faktor yang memengaruhi politik luar
negeri indonesia, faktor yang dimaksud adalah persepsi para pemimpin indonesia atas batasbatas dan wilayah, peranan indonesia dalam dunia internasional maupun budaya politik dari
indonesia sendiri.
Hampir 60% minyak mentah Indonesia di jual ke Jepang dan Indonesia juga menerima
sikap politik suatu negara. Karena arah kebijakanya akan proaktif daripada responsif
Dalam wacana mengenai batas teritorial Indonesia, Mohammad Yamin mengatakan
bahwasanya wilayah Indonesia adalah refleksi dari kerajaan Srwijaya & Majapahit yakni
meliputi Hindia Belanda, Malaysia, Borneo, Timor dan Papua Nugini; akan tetapi Moh.
Hatta yang pada saat itu tergabung dalam panitia kecil RUU negara baru, mengatakan
bahwasanya wilayah Indonesia hanya meliputi bekas Hindia Belanda semata. Karena
jikalau memasukan seperti dua kerajaan silam yakni Majapahit dan Sriwijaya kesanya
Indonesia di mata negara luar adalah Imprealis, ditambah lagi apakah benar adanya
wilayah Majapahit itu sampai dengan apa yang di utarakan Moh. Yamin ternyata masih di
perdebatkan di kalangan akademisi, karena akademisi percaya kekuasaan Majapahit tidak
keluar dari Jawa, hanya saja pengaruhnya meluas ke wilayah Hindia Belanda
Mungkin ini hanya kesimpulan sementaraku, mengapa banyak jargon Ganyang
Malaysia atau secara real hubungan Indonesia dengan Malaysia sampai saat ini
cenderung naik turun. Karena dibuku ini diutarakan saat Soekarno memimpin ia
bersikeras bahwasanya Indonesia selalu dikaitkan dengan setiap masalah regional. Saat
pembentukan negara Malaysia, Indonesia merasa disepelekan karena pembentukan
semata
sehingga pada
bulan
Februari
1989
keamananlah yang
membuat
pemerintah
Indonesia
memperkenalkan
mengelilingi
diantara
&
menyatukan
negara
Indonesia
tanpa
Islam Abangan di sebut juga Agama Jawi / Islam Nominal / Islam Liberal
Islam Santri di sebut juga Islam Shaleh / Islam Taat
Islam Abangan berasal dari massa Pra-Islam (Hinduisme), hal ini banyak terdapat di
birokrat-birokrat, pemimpin militer atau tokoh sipil ternama sehingga mereka lebih
Dibawah kepimimpinan Soeharto, pada tahun 1985 Pancasila disahkan sebagai satu-
orang di dalamnya adalah pelayan yang wajib menggikuti menuruti apa perintahnya.
Politik luar negeri Indonesia lebih diformulasikan oleh elite daripada massa melalui
proses demokrasi. Elite ini dipengaruhi oleh budaya politik dan pengalaman historis di
saat merumuskan politik luar negeri. Latar belakang abangan dan perasaan
nasionalisme yang kuat dari elite terwujudkan dalam politik luar negeri mereka. Ini
dapat dilihat dalam kebijakan Indonesia terhadap Timur Tengah dan penolakan
terhadap pangkalan militer asing. Penting untuk dicatat bahwa elite ini menyadari hak
Indonesia sebagai pemimpin di kawasan Asia Tenggara, karena luasnya wilayah
sejarah Indonesia. Tetapi kemampuan Indonesia yang terbatas telah mengahambat
perilaku internasional mereka. Faktor-faktor yang menentukan (determinants) yang
dibicarakan di atas telah bergesekan dengan politik luar negeri Indonesia sepanjang
tahun dari periode revolusi hingga era Soeharto
Judul Buku
Penerbit
: Gramedia
Karya
: Michael Leifer
bersejarah ini, membuktikan bahwa pemerintah menganut kebijaksanaan luar negeri yang
bebas dan aktif.
Pada zaman pemerintahan Burhanuddin, dia menaruh perhatian aktif terhadap
kebijaksanaan luar negeri, khususnya mengenai tuntutan atas Irian Barat. Pemerintah pun
mulai merubah gaya diplomasi dimana dengan gaya diplomasi yang dirubah ini pemerintah
memiliki sasaran yang ingin dicapai yaitu adalah memperbaiki hubungan dengan negaranegara Barat.
Indonesia yang pada saat itu merupakan negara Uni Indonesia-Belanda pun
sebenarnya ingin memisahkan diri dari naungan Belanda, dan hasilnya adalah perundingan
di Den Haag pada bulan Desember 1955 membahas tentang keinginan Indonesia untuk
membubarkan Uni Indonesia-Belanda sehingga republik tidak lagi dibebani dengan
kewajiban-kewajiban ekonomi dan keuangan juga perihal Irian Barat yang lebih
kontroversial. Walaupun pada akhirnya pembubaran Uni telah tercapai tetapi masalah Irian
Barat tidak mengalami kemajuan yang berarti. Kebijaksanaan luar negeri yang dianut dalam
kabinet yang digawangi oleh Burhanuddin lebih bersifat paradoksal.
Ketika pemerintahan kembali dikuasai Soekarno Indonesia sedang gencar-gencarnya
menangani kasus Irian Barat, Indonesia mengambil langkah tegas bahwa mereka akan
menerapkan
suatu
kebijaksanaan
yang
menghalangi
perkembangan
kepentingan-
kepentingan Belanda di Indonesia, dengan harapan bahwa tindakan ini merupakan cara yang
tepat untuk membuat Belanda bisa lebih bersikap bijaksana dalam menanggapi kasus Irian
Barat. Disinilah mulai terlihat ketegasan Indonesia terhadap setiap kebijakan luar negeri
yang diambil dimana ketika Indonesia memperluas lingkup wilayah laut Indonesia menjadi
12 mil. Kebijaksanaan luar negeri yang dilaksanakan oleh Soekarno pun dilaksanakan
sebagai kelanjutan perjuangan revolusioner dengan prioritas untuk mengambil kembali Irian
Barat. Karena memang fokus utama negara Indonesia kala itu adalah Irian Barat. Gambaran
luas tentang kebijaksanaan luar negeri itu sendiri adalah suatu usaha untuk memperluas
pengaruh Indonesia di luar batas-batas kawasan untuk memperbaiki struktur dan aturan
sistem internasional.
Politik Luar Negeri dan Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin mulai dicanangkan pertama kali oleh Presiden Soekarno pada
tanggal 5 Juli 1959 ketika dekrit yang dia keluarkan menyatakan Konstitusi 1950 tak
berlaku lagi dimana, Demokrasi Terpimpin memiliki gambaran khas yaitu dua perangkat
bertautan koalisi yang bersaing dan diwujudkan dalam kenyataan ketika sistem parlementer
ditentang oleh upaya bersama Soekarno dan angkatan bersenjata.
Namun, masalah-masalah kebijaksanaan luar negeri pun tetap timbul dan
membangkitkan reaksi nasionalis kepada Soekarno, dan Soekarno menggunakan masalahmasalah kebijaksanaan luar negeri untuk mempertahankan kesatuan nasional dan
menyokong pola kekuasaan yang di dalamnya Soekarno sebagai aktor pentingnya.
Kebijaksanaan luar negeri menjadi bidang kewenangan Soekarno pribadi dimana
merupakan suatu upaya untuk mengubah peranan internasional yang terbatas dan juga untuk
mendapatkan kedudukan dan kepemimpinan di antara negara lain.
Tujuan kebijaksanaan luar negeri secara umum, Soekarno memberikan tantangan
terhadap pengganti kolonial Belanda yang diumpamakan sebagai kekuatan Nekolim
(neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme) yang diciptakan oleh Letnan Jenderal
Achmad Yani.
Ketika Soekarno menyampaikan pada konferensi pertama negara-negara nonblok dia
mengkritik dan menantang doktrin ortodoks gerakan non-blok karena memandang non-blok
sebagai jawaban yang tepat terhadap persaingan perang dingin antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet. Persaingan inilah yang dipandang sebagai ancaman terhadap perdamaian dunia.
Soekarno pun menggambarkan dunia ini terbagi antara kekuatan-kekuatan baru yang
sedang bangkit (New Emerging Forces, NEFOS) dan kekuatan-kekuatan lama yang telah
mapan (Old Establisihed Forces, OLDEFOS). Teori Soekarno mengenai hubungan
internasional adalah tuntutan moral yang dinyatakan dalam bentuk pemerataan keadilan
yang selama ini tak diberikan kepada republik.
Selama Demokrasi Terpimpin, usaha Indonesia dalam menangani pertikaian Irian
Barat dan kemudian pada kasus konfrontasi dengan Malaysia, yang merupakan masalahmasalah utama politik luar negeri pada periode Demokrasi Terpimpin dimana penerapannya
ditandai oleh unsur paksaan dan kekerasa yang justru tak ada pada proses kemerdekaan.
Indonesia pun sempat memutuskan hubungan diplomatik dengan Den Haag Belanda
diakibatkan balasan aras penampakan kapal induk dan pesawat udara berbendera Belanda di
Irian Barat. Walaupun terdapat dugaan yang sangat kuat di Washington bahwa
kebijaksanaan luar negeri Indonesia akan kembali pada proses yang lebih tenang begitu
aspirasi nasionalis yang sah atas Irian Barat terpenuhi.
Keseimbangan Demokrasi Terpimpin yang tak stabil dipertahankan karena unsurunsur pesaing dalam sistem diamana mereka harus tunduk menerima doktrin nasionalis dan
revolusioner yang dikemukakan dan di tafsirkan oleh Soekarno. Jika doktrin itu berlanjut
maka akan mengambil bentuk anti luar negeri apabila hal itu memenuhi fungsi-fungsi
politik dalam negeri.