TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Sawit
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili
Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika.
Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya,
tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan.Kelapa
sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae.
Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah itam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt
(Jerman) pada tahun 1911. Seperti yang kita ketahui pula bahwa di indonesia tanaman kelapa
sawit mempunyai produksi minyak paling tinggi perhektar pertahun dibandingkan tanaman
penghasil minyak lainnya yaitu = 2000 s/d 6000 kg / hektar / tahun.
dan bulu-bulu kasar dan halus. Duduknya pelepah daun pada batang tersusun teratur, melingkari
batang membentuk konfigurasi spiral. Arah spiral ada yang kekiri dan ada pula yang kekanan,
hal ini tampaknya merupakan pancaran ragam genetis. Produksi daun per tahun tergantung pada
iklim setempat, terutama pada saat tanaman tersebut tumbuh (Syamsulbahri, 1996).
Berdasarakan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, pada
Tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO.
Luas areal menurut status pengusahaannya milik rakyat (Perkebunan Rakyat) seluas 4,55 juta Ha
atau 41,55% dari total luas areal, milik negara (PTPN) seluas 0,75 juta Ha atau 6,83% dari total
luas areal, milik swasta seluas 5,66 juta Ha atau 51,62%, swasta terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
swasta asing seluas 0,17 juta Ha atau 1,54% dan sisanya lokal.
Terlepas dari pertumbuhannya, manfaat dari kelapa sawit pun sangat banyak terutama di
dunia industri di antaranya :
1.
2.2 Lignoselulosa
Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ketiganya membentuk suatu ikatan yang kompleks yang
menjadi bahan dasar penyusun dinding sel tumbuhan. Struktur dari ketiganya dapat
dideskripsikan sebagai kerangka selulosa yang menempel pada ikatan silang matriks
hemiselulosa serta dikelilingi oleh lignin sebagai kulitnya. Selulosa, hemiselulosa dan lignin
merupakan penyusun utama kayu, dimana selulosa adalah senyawa yang menyusun 40 50
% bagian kayu dalam bentuk selulosa mikrofibril. Sedangkan hemiselulosa adalah senyawa
matriks yang berada diantara mikrofibril mikrofibril selulosa. Berbeda dengan selulosa dan
hemiselulosa, lignin merupakan senyawa berstruktur kuat yang menyelimuti dan
mengeraskan dinding sel. Peran ketiga komponen kimia ini dalam dinding sel dapat
dianalogikan seperti bahan konstruksi yang terbuat dari reinforced concrete, dimana selulosa,
lignin dan hemiselulosa berperan sebagai rangka besi, semen dan bahan penguat yang
memperbaiki ikatan diantara mereka. Kandungan batang kelapa sawit yang didominasi oleh
selulosa disajikan pada Tabel 1.
gram / 100 gram
No
1
2
3
Selulosa
50.78
Hemiselulosa
30.36
Lignin
17.87
Tabel 2.2 kandungan batang kelapa sawit
2.2.1 Lignin
Lignin atau zat kayu adalah salah satu zat komponen penyusun tumbuhan. Komposisi
bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung jenisnya. Lignin terutama terakumulasi pada
batang tumbuhan berbentuk pohon dan semak. Pada batang, lignin berfungsi sebagai bahan
pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak.
Lignin merupakan senyawa yang terdiri dari unit fenilpropana dan turunannya yang
terikat secara tiga dimensi seperti yang disajikan pada Gambar 2.2.1. Struktur tiga dimensi
yang kompleks ini menyebabkan lignin sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme. Lignin
adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak setelah
selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik berasosiasi dengan polisakarida pada
dinding sel sekunder tanaman dan terdapat sekitar 20-40% . Komponen lignin pada sel
tanaman (monomer guasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis
polisakarida. Kandungan lignin dalam kayu daun jarum lebih tinggi daripada dalam kayu
daun lebar. Di samping itu, terdapat beberapa perbedaan struktur lignin dalam kayu daun
jarum dan dalam kayu daun lebar. Selulosa, hemiselulosa dan lignin secara umum dapat
ditemukan dalam berbagai jenis biomassa dan merupakan sumber daya karbon yang paling
melimpah di bumi.
2.2.2. Hemiselulosa
Hemiselulosa terdiri atas gula dengan lima gula netral, yaitu glukosa, mannosa, galaktosa
(heksosan) serta xilosa dan arabinosa (pentosan), didalam kayu, kandungan hemiselulosa
berkisar antara 25-30%, tergantung dari jenis kayunya. Hemiselulosa memiliki keragaman
dengan selulosa yaitu merupakan polimer dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan
glikosidik. Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti
pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa. Hemiselulosa merupakan suatu kesatuan
yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan yang penting karena bersifat
hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat.
Kehilangan hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya
ikatan antar serat. Hemiselulosa memiliki kestabilan yang rendah terhadap bahan kimia dan
pemanasan jika dibandingkan dengan selulosa. Hal tersebut terkait dengan kristalinitas dan
derajat polimerasisasi dari hemiselulosa yang rendah . Di lain sisi hemiselulosa juga dapat
disebut sebagai gabungan antara dan selulosa yang memiliki sifat mudah larut pada kondisi
netral hingga asam.
kecenderungan yang kuat untuk membentuk intra dan intermolekular antar ikatan hidrogen.
Komposisi didalam selulosa tergantung pada varietas, umur, penanaman dan asal dari bahan.
2.3 Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang berasal dari sumber hayati. Etanol adalah senyawa organik
yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai derivat
senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Bioetanol
dapat dihasilkan dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa, seperti
singkong, umbi garut, ubi jalar, tepung sagu, dan ganyong. Dalam dunia industri, etanol
umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman
keras, serta bahan baku farmasi dan kosmetika (Erliza Hambali, dkk, 2007: 39).
Bioetanol diperoleh dari hasil fermentasi bahan yang mengandung gula. Tahap inti
produksi bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang berupa glukosa, sukrosa, maupun
fruktosa oleh khamir (Prihardana, 2007). Sifat fisik dan kimia etanol bergantung pada gugus
hidroksil. Reaksi yang dapat terjadi pada etanol antara lain dehidrasi, dehidrogenasi,
oksidasi, dan esterifikasi. Sifat fisika dan kimia etanol dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Nilai
46.1
Titik beku, C
-114.1
78.32
Densitas, g/ml
0.7983
1.17
839.31
29676.6
2.42
106-111
Cair
Bereaksi
Larut sempurna
Ya
Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH (Ethyl-OH). Rumus molekul etanol (etil
alkohol) adalah C2H5OH, sedang rumus empirisnya C2H6O atau rumus bangunnya CH3CH2-OH. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku,
bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa-senyawa organik lainnya. Pada
suhu kamar etanol berupa zat cair bening, mudah menguap, dan berbau khas. (Fessenden
dan Fessenden, 1986).
Bioetanol digunakan dalam beragam industri sebagai bahan baku industri minuman,
farmasi, kosmetika, dan bahan bakar. Secara umum, produksi bioetanol ini mencakup tiga
rangkaian proses, yaitu : hidrolisis, fermentasi, dan pemurnian atau destilasi. Produksi
bioetanol saat ini telah banyak dihasilkan dari berbagai macam komoditas pertanian yang
mengandung karbohidrat seperti gula sederhana, pati, dan selulosa.
Bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin berbasis
petrochemical (Erliza Hambali, dkk, 2007: 50). Karakteristik bioetanol tersebut antara lain :
1. Mengandung 35% oksigen, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan
mengurangi gas rumah kaca.
2. Memiliki nilai oktan yang lebih tinggi, sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif,
seperti metil tertiary butyl eter dan tetra ethyl lead.
3. Mempunyai nilai oktan 96-113, sedangkan nilai oktan bensin hanya 85-96.
4. Bioetanol bersifat ramah lingkungan, karena gas buangnya rendah terhadap senyawasenyawa yang berpotensi sebagai polutan, seperti karbon monoksida, nitrogen oksida,
dan gas-gas rumah kaca.
5. Bioetanol mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air.
6. Sebagai sumber energi dapat diperbaharui (renewable energy) dan proses produksinya
relatif lebih sederhana dibandingkan dengan proses produksi bensin.
Umumnya, penggunaan bioetanol masih dalam bentuk campuran dengan bensin pada
konsentrasi 10% (E10), yaitu 10% bioetanol dan 90% bensin. Campuran bioetanol dalam
bensin dikenal dengan istilah gasohol. Penambahan etanol dalam bensin disamping dapat
menambah volume BBM, juga dapat meningkatkan nilai oktan bensin. Penambahan
bioetanol 10% dalam bensin mampu meningkatkan nilai oktan hingga mencapai point ON
92-95 (Erliza Hambali, dkk, 2007: 51). Tingkat kemurnian (grade) bioetanol berbeda-beda
antara lignin dan selulosa. Lignin dapat larut atau terurai dalam larutan asam dan basa,
sehingga lignin dapat dipisahkan dan tidak mengganggu proses hidrolisis dari selulosa.
Proses selanjutnya yaitu proses sakarifikasi atau pembentukan gula dari bahan yang
mengandung lignoselulosa. Selulosa dihidrolisis dengan asam atau hidrolisis enzimatis
menjadi glukosa. Hidrolisis secara enzimatis bisa dengan enzim selulase yang akan
mengubah selulosa menjadi gula gula sederhana (glukosa). Sebenarnya proses hidrolisis
ini dapat juga dilakukan dengan cara penambahan asam kuat seperti H 2SO4 pekat atau HCl
pekat dan berlangsung lebih cepat. Tetapi karena sifat asam kuat yang tidak spesifik
terhadap substrat maka asam tidak hanya menghidrolisis selulosa tetapi juga menguraikan
hemiselulosa menjadi senyawa furfural yang dapat menghambat proses hidrolisis. Sehingga
rendemen glukosa yang dihasilkan cukup sedikit. Reaksi sakarifikasi/hidrolisis yang terjadi
yaitu:
(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6
Selulosa Air Glukosa Glukosa yang dihasilkan kemudian difermentasi dengan enzim
dari ragi Saccharomyces cereviseae menjadi etanol, air dan CO 2. Kondisi optimum
fermentasi adalah pada suhu 30C, pH 4,0 4,5 dan kadar gula 10 18%. Selama
fermentasi dilakukan pengadukan (aerasi) dan akan terjadi kenaikan suhu sehingga perlu
dilakukan pendinginan. Pada awal fermentasi perlu ditambahkan nutrien dan kofaktor yang
berperan penting bagi kehidupan khamir seperti karbon, oksigen, nitrogen, hidrogen,
fosfor, sulfur, potasium dan magnesium agar pertumbuhan khamir bisa optimal. Proses
fermentasi berlangsung selama 30 72 jam dan akan terhenti setelah kadar etanol sebesar
12 %. Hal ini karena etanol 12 % dapat membunuh khamir itu sendiri sehingga
menghambat fermentasi. Etanol yang dihasilkan kemudian didestilasi untuk meningkatkan
yang berpotensi sebagai polutan, seperti karbon monoksida, nitrogen oksida, dan
gas-gas rumah kaca
mudah terurai dan aman karena tidak mecemari air
dapat diperbaharui (renewable energy) dan proses produksinya relatif lebih
sederhana dibandingkan proses produksi bensin.
2.4 Pretreatment
Bahan-bahan lignoselulosa umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Selulosa secara alami diikat oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin. Adanya
senyawa pengikat lignin inilah yang menyebabkan bahan-bahan lignoselulosa sulit untuk
dihidrolisa . Oleh karena itu, proses pretreatment merupakan tahapan proses yang sangat
penting yang dapat mempengaruhi produksi glukosa maupun xilosa sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol generasi kedua melalui hidrolisis enzimatik. Pretreatment bertujuan
untuk memecah ikatan lignin (delignifikasi), menghilangkan kandungan lignin dan
hemiselulosa, merusak struktur kristal dari selulosa serta meningkatkan porositas bahan .
Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa menjadi
glukosa. Selain itu, hemiselulosa turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa,
galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa
gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan
etanol. Tujuan pretreatment secara skematis disajikan pada Gambar 2.4.1 yang
menunjukkan adanya proses delignifikasi atau dapat disebut dengan pretreatment mampu
memecah kompleks lignoselulosa yang terdiri atas lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Sehingga terdapat celah yang memungkinkan enzim untuk mengakses selulosa dan
hemiselulosa pada proses hidrolisis.
tersebut,
sedangkan
pada
metode
pretreatment
secara
kimiawi,
penelitian tersebut dirasa belum efektif karena hanya mampu menghasilkan delignifikasi
sebesar 15 22%. Sedangkan pada penelitian lain yang menggunakan daya microwave,
konsentrasi pelarut dan waktu yang lebih rendah (12 hingga 30 menit dengan konsentrasi
NaOH 1 - 3%) justru mampu menghasilkan delignifikasi yang lebih tinggi, yakni
mencapai 82%.
Oleh karena itu, melimpahnya limbah atau biomassa lignoselulosa dalam hal ini
batang kelapa sawit di Indonesia dan potensi yang ada terkait dengan pemanfaatannya
sebagai bahan baku bioetanol generasi kedua, membuat penelitian terkait dengan
pretreatment masih terus berkembang. Selain itu kompleksnya ikatan lignoselulosa dalam
biomassa juga menjadi permasalahan yang saat ini masih banyak menjadi kendala dalam
pemilihan metode maupun kondisi dari proses pretreatment. Dimana terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pretreatment. Diantaranya umur tanaman yang
dapat menentukan kandungan lignoselulosa didalamnya. Besar kecilnya kandungan
lignin dalam biomassa tersebut. Ukuran biomassa pada saat pretreatment, pemilihan
metode yang berkaitan dengan penggunaan pelarut maupun pemanasan. Serta tidak
adanya senyawa inhibitor yang dapat dihasilkan setelah proses pretreatment. Karena hal
ini akan mempengaruhi kerja enzim dan proses fermentasi terhadap pembuatan bioetanol
generasi kedua.