Anda di halaman 1dari 25

Model Pembelajaran Langsung

(Direct Instruction)
Posted on 27 Januari 2011 by AKHMAD SUDRAJAT 22 Comments
1. Apa Model Pembelajaran Langsung itu?

odel pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada

penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif,


dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan secara langsung; (2)
pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi pembelajaran yang telah terstuktur; (4)
lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai
penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang
sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebaganya. Informasi yang
disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana
melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat
berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara
lain bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan
pembelajaran dan semua siswa.
2. Bagaimana Tahapan Model Pembelajaran?
Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai
berikut:

Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong
siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan
disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk
mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2)
mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan
penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan
materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama
pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.

Presentasi. Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsepkonsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam
langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;
(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan

cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4)
menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.

Latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihanlatihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap
respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan
mengoreksi respon siswa yang salah.

Latihan terbimbing. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru
untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini
peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.

Latihan mandiri. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini
dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase
bimbingan latihan.

Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung,
yaitu sebagai berikut.

Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa.


Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa
yang diharapkan.

Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan
pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.

Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi,


menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan
sebagainya.

Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan
informasi baru secara individu atau kelompok.

Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu
terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon
siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.

Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas
mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah
mereka pelajari.

3. Pada situasi apa Pembelajaran Langsung dapat digunakan?


Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk diterapkan
dalam pembelajaran:

Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan
garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan
keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.

Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki
struktur yang jelas dan pasti.

Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan


dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya
penyelesaian masalah (problem solving).

Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya


menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu
penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis)

Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan
pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.

Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.

Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa
melakukan suatu kegiatan praktik.

Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa


dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.

Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan
yang sangat terstruktur.

Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau
ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa.

4. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung


Kelebihan model pembelajaran langsung:

Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan
informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa
yang harus dicapai oleh siswa.

Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.

Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang


mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.

Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual
yang sangat terstruktur.

Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilanketerampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.

Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang
relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.

Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran


(melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan
antusiasme siswa.

Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa
yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan
menafsirkan informasi.

Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan
lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu,
tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan
berpartisipasi dan dipermalukan.

Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran


dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan
dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan
dihasilkan.

Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan cara-cara disipliner dalam


memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif yang
menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran seharihari.

Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya


ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok
belajar dengan cara-cara ini.

Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara
langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian
terkini.

Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan


untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya
terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).

Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas
dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa
tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut.

Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model
pembelajaran langsung digunakan secara efektif.

Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru
dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.

Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung:

Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan


informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak
semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus
mengajarkannya kepada siswa.

Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau
ketertarikan siswa.

Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi
siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.

Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran
ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya
diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan
pembelajaran mereka akan terhambat.

Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi
dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung,
dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan
keingintahuan siswa.

Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.


Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan
model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak
perilaku komunikasi positif.

Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran
langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses
dan memahami informasi yang disampaikan.

Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana
materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa.
Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini.

Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan
perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang
disampaikan.

Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya
bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan
menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri.

Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru
sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat
membuat siswa tidak paham atau salah paham.

Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya,


banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang
dimaksudkan oleh guru.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/

Model pembelajaran berbasis


masalah (problem based
introduction)
Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster
University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968.
(Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar
mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga
sekolah medis lain - University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of
Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster
model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program
sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi
sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))
Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk
meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning
(PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses
konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini.
Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses
yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut
metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan
kontektual mempengaruhi pembelajaran.

A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


Menurut Suherman (2003: 7)
Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di
dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di
kelas.

Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran


adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa
berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang
digunkan dalam proses pembelajaran.
Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses
dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.
Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya
berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh
pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa
dalam mencapai keterampilan self directed learning.

Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


Departemen Pendidikan Nasional (2003)
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri,
artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai,
terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol
proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.
Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah
adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa
untuk terus belajar.
Muslimin Ibrahim (2000:7)
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.
Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini
difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru
mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses
pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran


berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:

1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan


pemecahan masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat
kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran
yang berkaitan dengan PBL.
1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran
tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong
yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk
penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan bukubuku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas
nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi.
Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur
asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan
semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan
informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana
menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan
dipanggil.
2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila
pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum
mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi
dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan
(what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan
(did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada
pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan
metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan
metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni
menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan
masalah masuk akal?
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga

ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk


memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah
merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan
penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai
dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan
pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami
kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995).
Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi
peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori
fisika ( misalnya, Clement, 1990).
Bridges (1992) dan Charlin (1998)
Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah
menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.
1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin
akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran
disusun berdasarkan masalah.
4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5. Siswa aktif dengan proses bersama.
6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa
bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga
setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah


Pannen (2001)
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada
delapan tahapan, yaitu:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

mengidentifikasi masalah,
mengumpulkan data,
menganalisis data,
memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
memilih cara untuk memecahkan masalah,
merencanakan penerapan pemecahan masalah,
melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Arends (2004)
Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan
pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi
dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong
mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu
mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang
digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.
Berikut langkah-langkah PBM.
1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan
dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan
dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap
penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang
mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan
di kelas.

Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut.
1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah.
Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam
kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam
menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini adalah situasi
pemecahan masalah nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi
yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat


Tulis dalam daftar teori atau hipotesis tentang penyebab masalah atau ide-ide
tentang bagaimana untuk memecahkan masalah. Anda juga akan mendukung atau
menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar ide yang berbeda lain yang
perlu ditangani.
3. Daftar apa yang dikenal.
Buat pos berjudul "Apa yang kita ketahui?" pada selembar kertas. Kemudian
temukan informasi yang terkandung dalam skenario.
4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.
Suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui.
Dalam satu atau dua kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang grup Anda
sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau
mencari tahu. Pernyataan masalah mungkin harus direvisi sebagai informasi baru
ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi.
5. Daftar apa yang dibutuhkan.
Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah.
Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: "Apa yang kita perlu tahu?"
Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat
konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi.
Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan untuk informasi lebih lanjut.
Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan terjadi
on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain.
6. Daftar tindakan yang mungkin.
Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: "Apa yang harus kita
lakukan?". Daftar rencana Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk
mempertanyakan ahli, mendapatkan data online, atau mengunjungi perpustakaan.
7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.

Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan


menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda
kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda dapat
mengidentifikasi laporan masalah yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin
akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa
masalah mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau
pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat.
8. Menyajikan temuan-temuannya.
Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau
solusi lainyang tepat untuk masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang.
Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan
presentasi multimedia dengan menggunakan gambar, grafik, atau suara.

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah


Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)
Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu
pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan
sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain,
menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan
masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana
penyelesaian.
b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan
mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan
refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
A. Tugas Perencanaan.
Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan seperti halnya
model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
1. Penetapan Tujuan.
Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran berdasarkan masalah
direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya
ketrampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dn membantu siswa
menjadi pebelajar yang mandiri Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan
yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa
2. Merancang situasi masalah yang sesuai
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru memberikan kebebasan siswa

untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan motivasi
siswa. Masalah sebaiknya otentik ( berdasarkan pada pengalaman dunia nyata
siswa ), mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan
kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru mengorganisasikan sumber daya
dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam model
pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan
peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran berdasarkan masalah tidak untuk
memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini adalah
kegiatan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi
pelajar yang mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam menyajikan masalah
adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang mencengangkan dan
menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa memerlukan bantuan guru untuk
merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok belajar kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan
kerja sama di anatara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah
secara bersama.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber,
siswa diberi pertanyaan yang membuat siswa memimikirkan masalah dan jenis
informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah sehingga siswa diajarkan
menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk
memecahkan masalah tersebut. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
b. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ideide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai
sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan
jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap
penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
c. Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah penciptaan dan
peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb. Tugas
guru pada tiap akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan
penyelidikan yang mereka gunakan.

4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap akhir
pembelajaran berdasarkan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang
mereka gunakan.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen
Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk
mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan sehingga
terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melakukan aktivitasnya.
D. Asesmen dan evaluasi
Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil
( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative
yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria
penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal
pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria
penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi
ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai
mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).
Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan
tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa
terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar
( learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan
ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan
sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan
sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.
Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat
digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatih
Siswa sebagai problem solver
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi
Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)
memonitor pembelajaran
probbing ( menantang siswa untuk berfikir )
menjaga agar siswa terlibat
mengatur dinamika kelompok
menjaga berlangsungnya proses
peserta yang aktif
terlibat langsung dalam pembelajaran

membangun pembelajaran
menarik untuk dipecahkan
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari
Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusankeputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran.
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh
pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan
berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan
operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam


Pemanfaatannya
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai
berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai
berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik
dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi
terjadi secara satu arah.

2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu


yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi
persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan
dengan beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), "PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi
lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda," (hal.
419).
4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka
untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya.
5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup
sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat
menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan
kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk "melepaskan
kontrol" dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan
yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi

F. Kesimpulan
Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an
di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada.
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang
keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahaptahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan
terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat
dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam
pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka
perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah
yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan
aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa
melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar
yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok,

disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah


seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan,
mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan,
mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada
siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa
tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat
menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar
menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan
ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers pengetahuan
baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik,
Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses konstruktif dan
bukan penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi
pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi
pembelajaran.
Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah :
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan
orang banyak
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa
Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu :
1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah adalah sebagai berikut.
A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi masalah yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.

4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.


C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen.
D. Asesmen dan evaluasi
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh
pebelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai
berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah
3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai
berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
2. Kurangnya waktu pembelajaran.
3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka
untuk belajar.
4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.
http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-berbasis-masalah.html

MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW


Jan 21
Posted by NICO MATEMATIKA
1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Jigsaw
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode cooperative
learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,
ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi
lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut
kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Model Pembelajaran kooperatif jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan
materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling
tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari

materi yang ditugaskan (Lie, 1994). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang
sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim /
kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah
mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli.
Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal,
dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa
ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda
yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Jigsaw
1)
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri
dari 4 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah
anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan
dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini,
setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua
siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut
kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian
materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada
temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok
Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang
akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran,
maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok
asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal
memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
2)
Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya
dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok
untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan
persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3)

Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

4)
Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
5)
Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.

No

Keunggulan
Kelemahan
Dapat menambah kepercayaan siswa Prinsip utama pembelajaran ini adalah
akan kemampuan berpikir kritis.
Peerteaching yaitu pembelajaran oleh teman
sendiri. Ini akan menjadi kendala karena persepsi
dalam memahami suatu konsep yang akan
1.
didiskusikan bersama dengan siswa lain. Dalam
hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak
diperlukan agar jangan sampai terjadi salah
konsep (Miss Conception).
Setiap siswa akan memiliki tanggung Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu
jawab akan tugasnya.
berdiskusi menyampaikan materi pada teman,
jika siswa tidak percaya diri, pendidik harus
2.
mampu memainkan perannya dalam
memfasilitasi kegiatan belajar.
Mengembangkan kemampuan siswa Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian
mengungkapkan ide atau gagasan
siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini
3.
dalam memecahkan masalah tanpa
biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama
takut membuat salah.
untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas
tersebut.
Dapat meningkatkan kemampuan
Awal pembelajaran ini biasanya sulit
sosial: mengembangkan rasa harga diri dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup
4.
dan hubungan interpersonal yang
dan persiapan yang matang sebelum model
positif.
pembelajaran ini bias berjalan dengan baik.
Waktu pelajaran lebih efisien dan
Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (> 40
5.
efektif.
siswa) sangat sulit.
Dapat berlatih berkomunikasi dengan
6.
baik.
6)
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu
dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
1. Keunggulan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Jigsaw
Tabel 2.5
Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Jigsaw
http://elnicovengeance.wordpress.com/2013/01/21/model-pembelajaran-jigsaw/

Model Pembelajaran CIRC


A. Pengertian Model Pembelajaran CIRC
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis
secara koperatif kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC
(Kooperatif Terpadu
Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran
Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok
pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini
dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu
dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan)

dan model nested (terangkai);


2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared
(perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model
integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung
jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ideide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga
terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model
pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar
(SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa
berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan
UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah belajar untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk
menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan
(Learning to live together), (Depdiknas, 2002).
B. Langkah - Langkah Pembelajaran CIRC
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang
suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama
eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media
lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa
untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru,
dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal.
Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha
melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada
dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta
menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai
dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan
mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga
terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen,

demonstrasi untuk diujikannya.


c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas.
Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan
hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasangagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap
menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
C. Kelebihan Model Pembelajaran CIRC
Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan
anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar
anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir
anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat)
sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar
yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam
mengajar (Saifulloh, 2003).
D. Kekurangan Model Pembelajaran CIRC
Kerurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang
menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran
seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip
menghitung.
E. Kesimpulan
Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model
ini siswa dapat memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam
kehidupan dengan materi yang dijelaskan.

Anda mungkin juga menyukai