Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

Daftar Isi

I.

Pendahuluan ....2

II.

Insidens........2

III.

Anatomi

dan

fisiologi....

..4
IV.

Etiologi.8

V.

Patogenesis..8

VI.

Diagnosis
Gambaran Klinis.9
Gambaran
Radiologi...11
Pemeriksaan

lainnya.

..20
VII.

Diagnosis

Banding.....

....21
VIII.

Penatalaksanaan....
.22

IX.

Komplikasi.....23

X.

Kesimpulan.....................................................................................
...............24

XI.

Daftar Pustaka.25
Lampiran Referensi

BAB I
Pendahuluan
I.

Pendahuluan
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna ke arah
proksimal

dengan

panjang

yang

bervariasi,

tetapi

selalu

termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan


gejala klinis berupa gangguan pasase usus. Penyakit ini pertama
kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas
hingga tahun dimana Robertson dan Kernohan menyatakan
bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh

gangguan

peristaltik

dibagian

usus

akibat

defisiensi

ganglion
Kelainan pada penyakit ini biasanya ditemukan mulai dari
bagian distal kolon yaitu di peralihan antara usus dengan anus.
Panjang dari bagian segmen yang tidak mempunyai sel ganglion
(aganglionik) itu biasanya berbeda-beda ; 75% pasien terbatas
pada bagian rektum dan sigmoid, 8% pasien mengalami segmen
aganglionik pada seluruh bagian kolon, dan jarang melibatkan
usus kecil.
II.

Insiden

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara


pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dari
jumlah kasus yang didapatkan, 94% daripadanya adalah pada
bayi yang berusia di bawah 5 tahun. Kasus yang melibatkan
orang dewasa itu sedikit dan sangat jarang.
Insidens penyakit Hirschsprung pada pria itu lebih besar di
banding perempuan. Rasionya sekitar 4:1. Penyakit ini juga
sangat

sering

ditemukan

pada

bayi-bayi

dengan

kelainan

kongenital lain seperti hidrosefalus, ventricle septal defect, dan


divertikulum Merckel.
Dari seluruh jumlah

kasus, didapatkan sebanyak 80%

hingga 90% pasien menunjukkan gejala klinis dan terdiagnosa


sewaktu masih dalam periode neonatus. Salah satu tanda yang
penting untuk mencurigai penyakit ini adalah terlambatnya
pengeluaran mekonium pada bayi yang baru lahir. Sebanyak
90% pada bayi yang mendapat penyakit ini tidak mengeluarkan
mekoniumnya dalam waktu 24 jam pertama setelah lahir
Penyakit Hirschsprung dengan derajat yang lebih ringan
dan tidak terdiagnosis akan berkembang secara progresif hingga
penderita mencapai usia dewasa. Ini adalah karena terjadi
kompensasi pada bagian kolon proksimal dari bagian distal yang
mengalami obstruksi. Penderita dengan derajat ringan seperti ini
mungkin dapat mengonsumsi bahan atau obat yang bisa
mengurangkan gejala yang timbul akibat obstruksi tersebut,
namun apabila keadaan ini berkelanjutan lebih lama, bagian
proksimal kolon itu akan mengalami dilatasi dan tidak dapat
mengkompensasi proses obstruksi yang terjadi.

BAB II
Penyakit Hirschsprung
III.

Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Anorektal
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial
kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di
rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal
terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior
lebih panjang dibanding bagian posterior.

Gambar 1. Rektum dan saluran anal (anal canal).


Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,
berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih
proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan
internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke
dunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial
dan depan.

Gambar 2. Muskulus spinkter ani externa: pandangan sisi


penrineum.
Persarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut
saraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi
usus

dan serabut saraf parasimpatis

(n.splanknikus) yang

menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini


membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensarafi
spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak
mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh
n.splanknikus

(parasimpatis).

Kontinensia

sepenuhnya

dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (saraf


parasimpatis).

Gambar 3. Saraf pada perineum (laki laki).

Sistem saraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus


:
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai
ganglion pada ketiga-tiga pleksus tersebut.

Gambar 4. Pleksus autonomik intrinsik pada usus.


Fungsi Saluran Anal
Pubo-rektal

sling

dan

tonus

spinkter

ani

eksterna

bertanggung jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat.


Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada
sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut
( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter
eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling
dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair,
maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa
mengeluarkan yang lain.
8

Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling


terkait erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum
secara terkontrol pada waktu dan tempat yang diinginkan.
Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun
dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:

Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang
lebih proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik

kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.


Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal
inhibitory reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum

dan merelaksasi spinkter ani interna secara involunter.


Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal
secara involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi
aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter

itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra
abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma
dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi.

IV.

Etiologi.
Penyakit Hirschsprung terjadi karena tidak ada pleksus
mienterikus Auerbach

dan submukosa Meissener pada rektum

dan atau kolon. Neuron enterik berasal dari neural crest dan
bermigrasi secara kaudal bersama dengan serat saraf vagus di
sepanjang usus. Sel-sel ganglion tiba di kolon proksimal pada 8
minggu usia kehamilan dan pada rektum pada 12 minggu usia
kehamilan. Kegagalan migrasi neuron enterik pada kolon dan
atau rektum ini akan membentuk segmen aganglionik. Hal ini
mengakibatkan penyakit Hirschsprung klinis.
V.

Patogenesis.

Perengangan kolon sampai garis tengahnya lebih dari 6 atau 7


cm (megakolon) dapat terjadi sebagai gangguan kongenital atau
didapat. Penyakit Hirschsprung (megakolon kongenital) terjadi
bila, saat perkembangan, migrasi sel yang berasal dari neural
crest

ke arah kaudal

di sepanjang saluran cerna terhenti di

suatu titik sebelum mencapai anus. Oleh karena itu, terbentuk


suatu

segmen

aganglionik

yang

tidak

memiliki

pleksus

submukosa Meissener dan pleksus mienterikus Auerbach. Hal ini


menyebabkan obstruksi fugsional dan peregangan progresif
daripada kolon yang terletak proksimal dari segmen yang
terkena. Pada sebagian besar kasus, hanya rektum dan sigmoid
yang aganglionik, tetapi pada sekitar seperlima kasus
terkena

adalah

segmen yang lebih

panjang,

yang

dan bahkan

keseluruhan kolon (walaupun jarang).


Secara genetis, penyakit Hirschsprung ini bersifat heterogen,
dan

diketahui

terdapat

beberapa

defek

berlainan

yang

menimbulkan akibat yang sama. Sekitar 50% kasus terjadi akibat


mutasi di gen RET dan ligan RET, karena merupakan jalur sinyal
yang diperlukan untuk membentuk pleksus saraf mienterikus.
Banyak kasus sisanya terjadi akibat mutasi di endotelin 3 dan
reseptor endotelin.

VI.

Diagnosis

Gambaran klinis
Penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
usia gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal.
Ada

trias

gejala

klinis

yang

sering

dijumpai,

yakni

pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan


distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang terlambat (lebih

10

dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan.


Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan
enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang
pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung
datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat
pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.

Gambar 5. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari.


Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita
sekali.
Periode anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat
pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika
dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam
beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

11

Gambar 6. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah


tindakan definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik
setelah operasi.
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon

dengan

distensi pada usus kecil jika hanya melalui foto polos abdomen.
Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan radiologi lanjutan
untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan dengan barium
enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi
yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung ini.
Pemeriksaan barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan
diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi;

12

2. Terdapat

daerah

transisi,

terlihat

di

proksimal

daerah

penyempitan ke arah daerah dilatasi;


3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah
transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto
retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya
barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun
disertai

dengan

obstipasi

kronis,

maka

barium

terlihat

menggumpal di daereah rectum dan sigmoid.

Gambar 7. Pemeriksaan barium enema menunjukkan zona


transisi. Zona ini merupakan transisi dari dilatasi usus yang
biasanya diinervasi normal.

13

Gambar 8. Pemeriksaan barium enema pada penderita dengan


penyakit Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami
penyempitan, dilatasi sigmoid serta pelebaran di bagian atas dari
zona transisi.

Gambar 9. Zona transisi yang khas, tampak dilatasi di antara


kolon yang terisi massa feses dibagian atas dan rektum yang
relatif menyempit di bagian bawah.

14

Gambar 10. Rektum pada bayi baru lahir ini kelihatan lebih kecil
dari sigmoid dan kolon descendens, tetapi tidak terdapat zona
transisi yang jelas.

Gambar 11. Pemeriksaan dengan kontras (barium enema) pada


bayi lainnya menunjukkan segmen aganglionik yang ireguler dan
mengalami spasme.

15

Gambar 12. Tampak penyempitan dibagian rektum dan sigmoid


pada foto barium enema sisi lateral.
Semakin lanjut usia pasien saat terdeteksi penyakit ini,
maka semakin jelas perbedaan yang tampak antara usus yang
normal dan abnormal.

Gambar 13. Pemeriksaan barium enema pada bayi baru lahir


dengan penyakit Hirschsprung. Biasanya perubahan klasik dari
penyakit ini tidak begitu jelas pada periode neonatal.

16

Gambar 14. Pemeriksaan barium enema yang dilakukan


selanjutnya memperlihatkan gambaran megakolon yang tipikal,
zona transisi serta bagian aganglionik yang tidak melebar.

Gambar 15. Pemeriksaan barium enema pada seorang pria


muda dengan penyakit Hirschsprung tipe segmen pendek. Pria
ini mengalami konstipasi kronis yang berlangsung sepanjang
hidupnya. Perhatikan adanya dilatasi usus besar dan residu
feses.
17

Gambar 16. Penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan barium enema


tampak pengurangan kaliber rektum dan dilatasi loop usus besar
dengan permukaan mukosa yang ireguler (diskinesia).

Gambar 17. Penyakit Hirschsprung pada bayi yang berusia


6 bulan dengan riwayat konstipasi kronis. Foto barium enema sisi
lateral ini menunjukkan dilatasi pada sigmoid kolon proksimal
dan kolon asendens.

18

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya


lesi hanya terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum.
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita dewasa itu hampir
sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan ke atas bayi,
iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi,
didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran
CT scan yang didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan
histopatologis pada biopsi rektum.

Gambar 18. Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen


aganglionik di bagian atas rektum pada seorang pria muda
berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC = descending colon.
Segmen kolon yang lain dalam batas normal.

19

Gambar 19. Pemeriksaan double kontras barium enema tampak


dilatasi bagian atas dari rektum dan rectosigmoid junction yang
terisi massa feses (pada anak panah).

Gambar 20. Foto CT scan dengan kontras potongan transversal


tampak dilatasi bagian proksimal rektum serta bagian
rektosigmoid yang terisi massa feses.

20

Gambar 21. Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak


zona transisi dan penyempitan di bagian distal rektum.
Pemeriksaan lainnya
Laboratorium Studi
CBC count: Tes ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya
komplikasi seperti enterokolitis yang disebabkan oleh penyakit
Hirschsprung. Peningkatan WBC count atau bandemia harus
dicurigai terjadinya enterokolitis.
Anorektal manometri
Pada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit
kronis dan riwayat atipikal baik untuk penyakit Hirschsprung atau
konstipasi fungsional, manometri anorektal dapat membantu
dalam

membuat

diagnosis.

Anak-anak

dengan

penyakit

Hirschsprung gagal untuk menunjukkan reflex relaksasi pada


spinkter ani interna dalam menanggapi inflasi balon dubur.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat refleks anorektal
pada pasien yang dicurigai dengan penyakit Hischsprung. Orang

21

yang menderita penyakit ini biasanya akan kehilangan atau


berkurang refleks anorektalnya. Penurunan refleks anorektal
yang dimaksudkan adalah kurangnya relaksasi pada bagian anus
setelah dilakukan inflasi balon di bagian rektum. Bagaimanapun,
terdapat banyak perbedaan pendapat tentang penilaian pada tes
diagnostik ini.
Biopsi rektum
Biopsi rektum merupakan tes yang paling akurat untuk
mendeteksi penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil bagian
sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anakanak dengan penyakit Hirschsprung tidak memiliki sel-sel
ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan
dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap.
Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak
diperlukan anestesi.
Jika

biopsi

menunjukkan

adanya

ganglion,

penyakit

Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion


pada jaringan contoh, biopsi full-thickness

biopsi diperlukan

untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi fullthickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam
dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit
Hirschsprung.

VII.

Diagnosis Banding.
Kegagalan bayi cukup bulan yang sihat mengeluarkan
mekonium pada waktu 24 jam pertama setelah lahir dapat
dicurigai adanya obstruksi pada usus bayi tersebut. Diagnosis
banding untuk obtsruksi usus besar adalah seperti penyakit

22

Hirschprung

sendiri

dan

beberapa

penyakit

lain

seperti

malformasi anorektal dan Meconium Plug syndrome. Untuk


membedakan ketiga jenis penyakit ini, maka harus dilakukan
pemeriksaan radiologi yang tepat.

Pada foto polos penderita

dengan kelainan Meconium Plug syndrome, tampak distensi


daripada bagian usus kecil dan usus besar yang mengisi seluruh
bagian abdomen, namun tidak terlihat air fluid level. Sementara
pada pemeriksaan barium enema, akan tampak gambaran
meconium

plug.

Pemeriksaan

ini

dikatakan

memiliki

efek

terapeutik apabila mekonium keluar dengan sendirinya setelah


beberapa waktu kemudian. Pada sebagian bayi, stimulasi pada
bagian

rektum

pemeriksaan
biasanya

dengan

rectal

menggunakan

touch,

dan

termometer

pemberian

saline

rektal,
enema

akan menginduksi keluarnya mekonium terebut.

Bagaimanapun, bayi dengan kelainan organik seperti penyakit


Hirschsprung ini juga terkadang akan mengeluarkan meconium
plug dan selanjutnya akan menjadi normal untuk sementara.
Oleh karena ini, harus dilakukan observasi secara terus menerus
untuk bayi yang meskipun telah mengeluarkan meconium plug
mereka. Apabila

gejala obstruksi menetap, maka pemeriksaan

lebih lanjut harus dilakukan.

23

Gambar 20. Tampak multiple meconium plug yang terdapat


pada seorang bayi baru lahir dengan Meconium Plug syndrome.
Diagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus
akibat penyakit fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi,
duplikasi intestinal dan sindrom pseudo obstruksi intestinal. Puri
(1997) menyatakan banyak kelainan-kelainan yang menyerupai
penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi
anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan
tersebut

antara

lain

Intestinal

neuronal

dysplasia,

hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence of argyrophyl


plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot
polos.
VIII.

Penatalaksanaan
1.

Penanganan umum

Stabilisasi

penderita,

mencakup

keseimbangan

cairan

dan

elektrolit, antibiotika jika terjadi enterokolitis, serta evakuasi


kolon dengan enema.

24

2.

Penanganan khusus

Tindakan bedah: dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan


dengan pembedahan definitif.
Kesimpulannya, selain kasus bayi sehat dengan segmen
aganglionosis yang pendek, operasi merupakan pilihan terapi
yang terbaik untuk dilakukan. Bagaimanapun, biasanya setelah
prosedur
abnormal

operasi
(kurang

ini,

keadaan

baik)

kolon

dan

tetap

hasil

dalam

kedaan

penanganan

operasi

selanjutnya akan lebih bervariasi.

IX.

Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah

penyakit

Hirschsprung

anastomose,

stenosis,

dapat

digolongkan

enterokolitis

dan

atas

kebocoran

gangguan

fungsi

spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif


adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung,
dimana

penderita

mampu

menguasai

dengan

baik

fungsi

spinkter ani dan kontinen.

25

BAB III
KESIMPULAN

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak


dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh
persen (90%) terletak pada rektosigmoid. HD disebabkan karena kegagalan
migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.
Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsif dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar. HD dikategorikan berdasarkan seberapa banyak kolon yang terkena
meliputi: Ultra short segment, Short segment, Long segment,dan Very long
segment.
Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam
pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Pemeriksaan penunjang
diantaranya Barium enema, Anorectal manometry dan Biopsy rectal sebagai
gold standard. Tatalaksana operatif dengan cara tindakan bedah sementara
dan bedah definitive (Prosedur Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein)
Komplikasi utama adalah enterokolitis post operatif, konstipasi
dan striktur anastomosis. Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow
up lebih dari 90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan mengalami
penyembuhan.

26

Daftar Pustaka
1. Budi Irawan , Bab 1 dan Bab 2 dalam; Pengamatan fungsi
anorektal pada penderita penyakit Hirschprung pasca operasi
pull-

through

Universitas

.Bagian

ilmu

Sumatera

bedah

fakultas

Utara

2003.

kedokteran
Halaman

1,3,4,5,6,7,8,9,10,11 dan 15.


2. Ciro Yoshida, Jr, MD ; Hirschprung Disease Imaging, dalam
Medscape Referrence, Drug. Disease and Procedure updated
on

May

25,2011.

Diundah

dari

www.emedicine.

medscape.com
3. Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter35 Digestive System in Netters
Atlas of Humans Anatomy. McGraw-Hill. New York. Page 617-640
4. Vera Loening-Baucke ,MD and Ken Kimura,MD, Failur to Pass
meconium: Diagnosing Neonatal Intestinal Obstruction 1999,
diundah dari website www.American Family Physician.com
5. Megacolon Kongenital/Hirschprung Disease , 2010 diundah
dari website www.infokedokteran UGM.com.
6. Alpha Fardah A, IG.M Reza Gunadi Ranuin Sulajanto Marto
Sudarno,

Penyakit

Hirschprung

2011

diundah

dari

www.pediatric.com.
7. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130,
Hirschprung Disease

dalam Current Pedaitric Therapy 18 th

Edition. Saundey 2006.

27

28

Anda mungkin juga menyukai